Aku memang sudah menikah lagi dengan seorang pemadam kebakaran juga. Dia adalah orang yang waktu itu kembali ke lokasi kebakaran di detik-detik terakhir untuk menyelamatkanku.Dia bukan hanya menyelamatkan nyawaku, tapi juga memberiku keberanian untuk melanjutkan hidup.Ketika aku siuman di kamar perawatan khusus luka bakar, satu-satunya bagian tubuhku yang masih utuh hanyalah wajahku. Karena aku melindunginya dengan sekuat tenaga.Selain itu, aku kehilangan satu kakiku. Dan begitu efek obat bius menghilang, rasa sakit dari luka bakar pun langsung menyelimuti tubuhku. Rasanya begitu menyiksa hingga membuatku mau gila.Aku berkali-kali memanjat ke jendela dan hendak melompat untuk mengakhiri hidup. Tapi pria itu selalu berhasil menyelamatkanku dari keputusasaan.Dia menemaniku melewati hari-hari paling sulit sekaligus menyakitkan dalam hidupku. Dia ada di sisiku saat aku memasang kaki palsu dan menjalani rehabilitasi hingga aku bisa terlihat seperti orang normal.Aku tersenyum tipis sam
Marinka seorang pembunuh?Aku menatap wanita itu dengan tatapan tidak percaya. Raut wajahnya kini tiba-tiba memucat. Dia lalu menunjuk Aryo sambil memaki, "Beraninya kamu memfitnahku hanya demi membalaskan dendam Shiren!""Aku juga salah satu korban dalam kebakaran itu!"Marinka lalu menarik lengan bajunya dan memperlihatkan bekas luka mengerikan di lengannya.Dia menangis menatap bekas luka itu, "Aku juga hampir mati dalam kebakaran itu. Kalau memang aku seorang pembunuh, buat apa aku nggak kabur dan sembunyi saja sejak awal?"Aku menatap bekas luka besar di lengan Marinka, jantungku rasanya seperti diremas-remas. Dadaku sampai sesak tidak bisa bernapas.Pagi itu, ketika aku menyerahkan surat perceraian pada Leon, pria itu langsung memaki-makiku.Dia juga merobek surat cerai itu di depan mataku, "Berhenti berbuat onar, Shiren. Sudah berapa kali kubilang kalau aku dan Marinka cuma teman. Kami memang dekat seperti keluarga.""Selama ini aku sudah cukup sabar menghadapi tingkah lakumu, t
Dalam video itu terlihat Dimas menuangkan sekantung bubuk ke dalam minuman penambah darah yang selalu kuminum tiap malam.Aku mengalami pendarahan hebat saat melahirkan Dimas, dan nyaris mati di meja operasi.Setelah berhasil selamat, aku pun terus mengalami kurang darah dan diharuskan mengonsumsi obat penambah darah setiap tahun. Kalau tidak, aku akan pusing dan mual. Bahkan bisa sampai pingsan karena kurang darah.Aku tidak pernah menyangka kalau anak yang sudah kulahirkan dengan bertaruh nyawa, malah diam-diam memberiku obat berbahaya.Dimas sendiri terlihat kaget, setengah wajahnya sudah tampak membengkak.Dia menangis dan membela diri di depan Leon, "Aku nggak sengaja. Tante Marinka bilang dia mau jadi ibuku kalau aku menaruh bubuk itu ke dalam gelas Ibu."Leon pun segera mengalihkan pandangannya ke arah Marinka, dia terlihat sangat marah, "Apa benar ucapan Dimas barusan?"Raut wajah Marinka sontak berubah, dia mengerutkan kening dan memaki Dimas, "Dimas, kamu seharusnya tahu apa
Leon lalu menarik Marinka ke kantor polisi, dan wanita itu mengakui semua perbuatannya tiga tahun lalu.Dia diam-diam mengunci pintu kamarku. Karena takut aku dapat membuka pintu dari dalam, dia bahkan menambahkan beberapa kunci lain di luar pintu.Setelah memastikan aku tidak bisa keluar dari pintu, dia diam-diam ke dapur dan memotong pipa gas, kemudian melemparkan korek api.Dia tahu akan ada ledakan gas yang besar, tapi tidak menyangka akan sangat mengerikan.Di saat yang bersamaan, api pun segera menyebar dan melahap ruang tamu.Dia panik dan berlari ke pintu, tapi baru sadar kalau Leon ternyata sudah pergi dan mengunci pintu dari luar.Dia pun segera menghubungi Leon dengan panik, memohon untuk diselamatkan.Ketika Leon akhirnya tiba, dia takut teriakanku didengar Leon, jadi dia pura-pura terkena serangan jantung dan pingsan.Dia bilang, dengan begitu Leon pasti akan segera membawanya ke rumah sakit tanpa perlu menunggu untuk menyelamatkanku dulu. Dan aku pasti akan mati hangus te
Setengah bulan kami tidak bertemu, tubuh Dimas terlihat makin kurus.Matanya memerah saat melihatku. Dia langsung menyandarkan kepalanya ke pelukanku.Dulu dia paling suka menggosok-gosokkan rambutnya ke dadaku waktu masih kecil. Aku yang geli akan menggelitikinya.Kami selalu bermain sambil tertawa terbahak-bahak sampai banjir keringat.Waktu itu, Dimas kecil akan meringkuk di pelukanku dan memegangi lenganku sambil berkata, "Ibu, nanti Dimas akan jadi lelaki hebat. Aku dan Ayah akan sama-sama melindungi Ibu."Aku merasa jadi wanita paling beruntung di dunia waktu itu. Dan dengan sukarela mencurahkan seluruh kasih sayangku untuk Leon serta Dimas.Tapi pada akhirnya, mereka malah membenciku dan menganggapku menyebalkan. Hanya karena aku memberikan segalanya untuk mereka.Kedua tanganku masih terdiam tanpa berniat memeluk balik Dimas.Dimas memelukku sejenak, kemudian berkata lirih, "Ibu, apa Ibu sudah nggak menyukaiku lagi?"Hatiku tentu perih mendengarnya, air mataku sampai mau menete
Dari sudut pandang Leon.Ketika mendengar kabar bahwa Shiren tewas terbakar, otakku langsung kosong. Aku segera meninggalkan Marinka yang masih pingsan, dan kembali berlari ke lokasi kebakaran.Aku seperti orang gila yang berlari masuk ke kamar rumah yang sudah jadi puing-puing. Aku menemukan gelang kaki Shiren yang tertinggal di sana, ada sepotong tulang yang hangus terbakar di dekatnya.Tubuhku gemetar saat memungut tulang tersebut. Setelah dilakukan pemeriksaan, ternyata benar kalau tulang itu adalah milik Shiren.Aku menyesal setengah mati, dan berlutut di atas reruntuhan sepanjang malam.Aku merasa hidupku benar-benar berubah setelah kematian Shiren.Kehidupanku yang biasanya berjalan lancar, kini malah jadi kacau balau. Demi merawat Marinka, aku menyewa pengasuh untuk Dimas. Tapi pengasuh itu malah kadang sengaja membiarkan Dimas kelaparan saat aku tidak di rumah. Dia juga kadang memberi Dimas makanan cepat saji yang tidak sehat.Berat badan Dimas jadi naik 1,5 kilogram dalam wak
Suami dan anakku sama sekali tidak menghargaiku. Mereka malah membawa wanita lain yang baru saja bercerai, pulang ke rumah kami.Wanita itu licik dan penuh tipu muslihat. Dia terus mengadu dombaku dan suamiku, membuat kami jadi bertengkar.Karena sudah tidak tahan lagi, aku pun mengusir wanita itu dari rumah.Namun, suami dan anakku justru marah.Suamiku menyebutku cemburu buta dan tidak punya belas kasihan. Dia bahkan menyebutku tidak sebanding dengan wanita itu. Dan kalaupun harus ada yang pergi, akulah yang harus pergi.Bahkan anak yang sudah kukandung selama sembilan bulan pun lebih memihak wanita itu. Dia juga memaksaku minta maaf, kalau tidak, dia enggan menganggapku ibunya lagi.Hatiku hancur melihat suami dan anakku lebih memihak wanita lain. Aku pun memutuskan untuk bercerai.Wanita itu baru menunjukkan dirinya yang sebenarnya di hari aku dan suamiku mau bercerai. Dia sengaja mengunciku di kamar dan meledakkan tabung gas.Ketika suamiku yang merupakan tim pemadam kebakaran tib
Leon menatapku dengan tatapan tidak percaya. Suaranya terdengar kaget, "Kita belum resmi bercerai, bagaimana bisa kamu menikah dengan orang lain?"Dimas yang mendengar perkataan Leon pun segera berlari ke depanku. Dia mendongak marah, "Ibu, apa Ibu sudah nggak menginginkan kami lagi? Kenapa Ibu menikah dengan orang lain? Kenapa Ibu mengkhianati kami?"Mengkhianati mereka?Dulu, ayah dan anak ini yang seenaknya saja membawa masuk Marinka ke rumah.Aku bahkan belum bilang setuju, tapi Leon sudah menyuruhku memberikan kamar utama pada wanita itu.Aku sudah menolak, tapi Leon malah menatapku tajam sambil menghakimiku, "Kamu ini egois sekali. Marinka dulu menikahi seorang konglomerat dan hidup mewah. Kalau nggak tidur di kamar utama di rumah kita, mau tidur di mana lagi dia?""Kamar utama dan kamar tamu kan sama saja, apa salahnya memberikan kamar ini padanya?"Akhirnya, Marinka yang tidak tahu malu itu pun tinggal di kamar utama. Sedangkan aku, aku terpaksa pindah ke kamar tamu.Marinka bu
Dari sudut pandang Leon.Ketika mendengar kabar bahwa Shiren tewas terbakar, otakku langsung kosong. Aku segera meninggalkan Marinka yang masih pingsan, dan kembali berlari ke lokasi kebakaran.Aku seperti orang gila yang berlari masuk ke kamar rumah yang sudah jadi puing-puing. Aku menemukan gelang kaki Shiren yang tertinggal di sana, ada sepotong tulang yang hangus terbakar di dekatnya.Tubuhku gemetar saat memungut tulang tersebut. Setelah dilakukan pemeriksaan, ternyata benar kalau tulang itu adalah milik Shiren.Aku menyesal setengah mati, dan berlutut di atas reruntuhan sepanjang malam.Aku merasa hidupku benar-benar berubah setelah kematian Shiren.Kehidupanku yang biasanya berjalan lancar, kini malah jadi kacau balau. Demi merawat Marinka, aku menyewa pengasuh untuk Dimas. Tapi pengasuh itu malah kadang sengaja membiarkan Dimas kelaparan saat aku tidak di rumah. Dia juga kadang memberi Dimas makanan cepat saji yang tidak sehat.Berat badan Dimas jadi naik 1,5 kilogram dalam wak
Setengah bulan kami tidak bertemu, tubuh Dimas terlihat makin kurus.Matanya memerah saat melihatku. Dia langsung menyandarkan kepalanya ke pelukanku.Dulu dia paling suka menggosok-gosokkan rambutnya ke dadaku waktu masih kecil. Aku yang geli akan menggelitikinya.Kami selalu bermain sambil tertawa terbahak-bahak sampai banjir keringat.Waktu itu, Dimas kecil akan meringkuk di pelukanku dan memegangi lenganku sambil berkata, "Ibu, nanti Dimas akan jadi lelaki hebat. Aku dan Ayah akan sama-sama melindungi Ibu."Aku merasa jadi wanita paling beruntung di dunia waktu itu. Dan dengan sukarela mencurahkan seluruh kasih sayangku untuk Leon serta Dimas.Tapi pada akhirnya, mereka malah membenciku dan menganggapku menyebalkan. Hanya karena aku memberikan segalanya untuk mereka.Kedua tanganku masih terdiam tanpa berniat memeluk balik Dimas.Dimas memelukku sejenak, kemudian berkata lirih, "Ibu, apa Ibu sudah nggak menyukaiku lagi?"Hatiku tentu perih mendengarnya, air mataku sampai mau menete
Leon lalu menarik Marinka ke kantor polisi, dan wanita itu mengakui semua perbuatannya tiga tahun lalu.Dia diam-diam mengunci pintu kamarku. Karena takut aku dapat membuka pintu dari dalam, dia bahkan menambahkan beberapa kunci lain di luar pintu.Setelah memastikan aku tidak bisa keluar dari pintu, dia diam-diam ke dapur dan memotong pipa gas, kemudian melemparkan korek api.Dia tahu akan ada ledakan gas yang besar, tapi tidak menyangka akan sangat mengerikan.Di saat yang bersamaan, api pun segera menyebar dan melahap ruang tamu.Dia panik dan berlari ke pintu, tapi baru sadar kalau Leon ternyata sudah pergi dan mengunci pintu dari luar.Dia pun segera menghubungi Leon dengan panik, memohon untuk diselamatkan.Ketika Leon akhirnya tiba, dia takut teriakanku didengar Leon, jadi dia pura-pura terkena serangan jantung dan pingsan.Dia bilang, dengan begitu Leon pasti akan segera membawanya ke rumah sakit tanpa perlu menunggu untuk menyelamatkanku dulu. Dan aku pasti akan mati hangus te
Dalam video itu terlihat Dimas menuangkan sekantung bubuk ke dalam minuman penambah darah yang selalu kuminum tiap malam.Aku mengalami pendarahan hebat saat melahirkan Dimas, dan nyaris mati di meja operasi.Setelah berhasil selamat, aku pun terus mengalami kurang darah dan diharuskan mengonsumsi obat penambah darah setiap tahun. Kalau tidak, aku akan pusing dan mual. Bahkan bisa sampai pingsan karena kurang darah.Aku tidak pernah menyangka kalau anak yang sudah kulahirkan dengan bertaruh nyawa, malah diam-diam memberiku obat berbahaya.Dimas sendiri terlihat kaget, setengah wajahnya sudah tampak membengkak.Dia menangis dan membela diri di depan Leon, "Aku nggak sengaja. Tante Marinka bilang dia mau jadi ibuku kalau aku menaruh bubuk itu ke dalam gelas Ibu."Leon pun segera mengalihkan pandangannya ke arah Marinka, dia terlihat sangat marah, "Apa benar ucapan Dimas barusan?"Raut wajah Marinka sontak berubah, dia mengerutkan kening dan memaki Dimas, "Dimas, kamu seharusnya tahu apa
Marinka seorang pembunuh?Aku menatap wanita itu dengan tatapan tidak percaya. Raut wajahnya kini tiba-tiba memucat. Dia lalu menunjuk Aryo sambil memaki, "Beraninya kamu memfitnahku hanya demi membalaskan dendam Shiren!""Aku juga salah satu korban dalam kebakaran itu!"Marinka lalu menarik lengan bajunya dan memperlihatkan bekas luka mengerikan di lengannya.Dia menangis menatap bekas luka itu, "Aku juga hampir mati dalam kebakaran itu. Kalau memang aku seorang pembunuh, buat apa aku nggak kabur dan sembunyi saja sejak awal?"Aku menatap bekas luka besar di lengan Marinka, jantungku rasanya seperti diremas-remas. Dadaku sampai sesak tidak bisa bernapas.Pagi itu, ketika aku menyerahkan surat perceraian pada Leon, pria itu langsung memaki-makiku.Dia juga merobek surat cerai itu di depan mataku, "Berhenti berbuat onar, Shiren. Sudah berapa kali kubilang kalau aku dan Marinka cuma teman. Kami memang dekat seperti keluarga.""Selama ini aku sudah cukup sabar menghadapi tingkah lakumu, t
Aku memang sudah menikah lagi dengan seorang pemadam kebakaran juga. Dia adalah orang yang waktu itu kembali ke lokasi kebakaran di detik-detik terakhir untuk menyelamatkanku.Dia bukan hanya menyelamatkan nyawaku, tapi juga memberiku keberanian untuk melanjutkan hidup.Ketika aku siuman di kamar perawatan khusus luka bakar, satu-satunya bagian tubuhku yang masih utuh hanyalah wajahku. Karena aku melindunginya dengan sekuat tenaga.Selain itu, aku kehilangan satu kakiku. Dan begitu efek obat bius menghilang, rasa sakit dari luka bakar pun langsung menyelimuti tubuhku. Rasanya begitu menyiksa hingga membuatku mau gila.Aku berkali-kali memanjat ke jendela dan hendak melompat untuk mengakhiri hidup. Tapi pria itu selalu berhasil menyelamatkanku dari keputusasaan.Dia menemaniku melewati hari-hari paling sulit sekaligus menyakitkan dalam hidupku. Dia ada di sisiku saat aku memasang kaki palsu dan menjalani rehabilitasi hingga aku bisa terlihat seperti orang normal.Aku tersenyum tipis sam
Dimas terisak, "Ibu, apa nggak sakit?"Aku tersenyum sinis melihat ekspresi wajah Dimas sekarang. Kemudian kutarik gaun panjangku agar menutupi kaki palsuku.Rasa sakit yang kurasakan sekarang tidak sebanding dengan saat dia menyuruhku pergi dulu.Aku kemudian bangkit dengan susah payah, dan mendongak menatap Leon, "Terima kasih sudah menyelamatkanku, aku ....""Shiren, aku tahu kamu menyalahkanku karena dulu aku nggak menyelamatkanmu.""Tapi waktu itu aku nggak tahu kalau kamu ada di dalam kamar, apinya juga sudah sangat besar. Kalau kami memaksakan diri untuk menyelamatkanmu, akan ada pemadam kebakaran yang mungkin harus jadi korban. Makanya aku ...."Makanya aku mati.Aku menatap Leon dengan tatapan emosi, "Lalu kenapa kamu mengunci pintu kamar itu, dan nggak memberiku kesempatan untuk menyelamatkan diri sendiri?"Leon menatapku bingung, "Apa maksudmu? Aku nggak tahu, waktu itu hanya ada kamu dan Marinka di rumah, aku sama sekali nggak ...."Sebelum Leon selesai menjelaskan, ada seb
Leon menatapku dengan tatapan tidak percaya. Suaranya terdengar kaget, "Kita belum resmi bercerai, bagaimana bisa kamu menikah dengan orang lain?"Dimas yang mendengar perkataan Leon pun segera berlari ke depanku. Dia mendongak marah, "Ibu, apa Ibu sudah nggak menginginkan kami lagi? Kenapa Ibu menikah dengan orang lain? Kenapa Ibu mengkhianati kami?"Mengkhianati mereka?Dulu, ayah dan anak ini yang seenaknya saja membawa masuk Marinka ke rumah.Aku bahkan belum bilang setuju, tapi Leon sudah menyuruhku memberikan kamar utama pada wanita itu.Aku sudah menolak, tapi Leon malah menatapku tajam sambil menghakimiku, "Kamu ini egois sekali. Marinka dulu menikahi seorang konglomerat dan hidup mewah. Kalau nggak tidur di kamar utama di rumah kita, mau tidur di mana lagi dia?""Kamar utama dan kamar tamu kan sama saja, apa salahnya memberikan kamar ini padanya?"Akhirnya, Marinka yang tidak tahu malu itu pun tinggal di kamar utama. Sedangkan aku, aku terpaksa pindah ke kamar tamu.Marinka bu
Suami dan anakku sama sekali tidak menghargaiku. Mereka malah membawa wanita lain yang baru saja bercerai, pulang ke rumah kami.Wanita itu licik dan penuh tipu muslihat. Dia terus mengadu dombaku dan suamiku, membuat kami jadi bertengkar.Karena sudah tidak tahan lagi, aku pun mengusir wanita itu dari rumah.Namun, suami dan anakku justru marah.Suamiku menyebutku cemburu buta dan tidak punya belas kasihan. Dia bahkan menyebutku tidak sebanding dengan wanita itu. Dan kalaupun harus ada yang pergi, akulah yang harus pergi.Bahkan anak yang sudah kukandung selama sembilan bulan pun lebih memihak wanita itu. Dia juga memaksaku minta maaf, kalau tidak, dia enggan menganggapku ibunya lagi.Hatiku hancur melihat suami dan anakku lebih memihak wanita lain. Aku pun memutuskan untuk bercerai.Wanita itu baru menunjukkan dirinya yang sebenarnya di hari aku dan suamiku mau bercerai. Dia sengaja mengunciku di kamar dan meledakkan tabung gas.Ketika suamiku yang merupakan tim pemadam kebakaran tib