Ternyata di sana terdapat foto-foto Elisa bersama seorang Pria. Terlihat sekali pria itu menggandeng tangan Elisa di depan sebuah cafe, lalu ada juga foto yang berada di dalam mobil. Entah apa yang mereka berdua lakukan, yang pasti saat ini foto Elisa dan pria itu tengah menjadi perbincangan hangat di medsos. Roy mendadak bungkam, tapi tangannya mengepal kuat.
"Roy....?" Alina mengambil alih hpnya, sembari memperhatikan ekspresi wajah laki-laki itu yang tidak bisa di tebak, "Kamu nggak apa-apa, 'kan?" tanya Alina lagi.
"Aku baik-baik saja."
"Kamu kenal siapa pria itu? Dia kelihatan akrab sekali dengan istrimu."
Roy tidak menggubris, dia masih fokus pada foto-foto yang tengah ia pegang, lalu tangannya meraih handphone di atas meja.
"Kau bereskan. Satu jam dari sekarang!" pintanya pada seseorang di seberang sana.
Roy menutup panggilan dan meletakkan handphone kembali di atas meja kerjanya, namun tak lama benda pipih itu berdering.
Aditya duduk melamun di sebuah kontrakan kecil, hanya ada sedikit barang dan beberapa lembar baju yang tergantung di lemari. Kini hidup Aditya kembali dari nol lagi. Rumah mewah, kendaraan bagus, serta istri cantiknya semua telah menghilang dan sekarang ia hanya bisa membayar kontrakan sepetak untuk tempat tinggalnya. Aditya malu jika harus tinggal bersama Ibu, apa kata tetangga nanti? Jika tiba-tiba ia tinggal disana dan menetap. Pasti akan menyebabkan masalah untuk ibunya karena statusnya sekarang.Meskipun sang ibu tidak keberatan, jika dirinya harus mendapatkan cemoohan dari orang-orang karena menerima mantan narapidana. Nyatanya Aditya tetap putranya yang selalu ia banggakan."Ternyata kamu benar-benar mengurus perceraian kita, Lin?" Adit berbisik pelan sembari menatap lembar putih di tangan.Tadi pagi Alina menghubunginya untuk bertemu. Aditya kira perempuan itu telah memaafkan dan mau menerimanya kembali. Dengan penampilan rapi dan langkah mantap, Aditya
Rindu yang kian menyerang, membuat Elisa begitu gelisah. Biasanya waktu seperti ini ia tengah menemani Rey bermain. Walau sebenarnya bocah kecil itu lebih banyak menghabiskan waktunya dengan Mbok Nah, perempuan paruh baya yang sudah lama mengabdi pada Keluarga Andreas.Tapi sekarang Rey jauh, Elisa hanya bisa menghubunginya lewat sambungan telepon. Apalagi yang bisa ia lakukan, orang tuanya sendiri melarang menyusul putranya untuk sementara waktu, dengan alasan Rey butuh hiburan dan juga mereka berharap Elisa bisa memperbaiki hubungannya dengan Roy yang belakangan ini terlihat renggang."Kamu tidak tau, kalau hari ini Roy ulang tahun?"Entah siapa yang mengirim pesan itu, yang pasti Elisa membelalak saat membacanya.Ulang tahun? Kenapa aku tidak tau.Elisa bergegas bersiap. Berhubung tadi sudah mandi, Elisa hanya mengganti baju dan memoles sedikit wajahnya. Wanita itu turun dengan tergesa menghampiri Pak Kasim yang sedang duduk di depan."Pa
"Apa maksudmu? Ini kantor suamiku, kamu tidak sadar?" Elisa membalas tajam tatapan perempuan itu."Hahaha suami...? Suami ya?" nadanya seperti mengejek, memang suami 'kan? Apa salah?.Elisa bergeming, apa maksudnya?"Jadi Anda belum sadar juga?" Alina mendekat, lalu melirik ke arah kue ulang tahun yang Elisa bawa."Bahkan Anda tidak tau ya, kalau Roy tidak menyukai coklat. Ck, ck istri macam apa Anda ini?" Alina semakin mengejek saat melihat kue yang Elisa bawa justru coklat, rasa yang paling tidak Roy sukai. Jelas saja ia tau karena Alina lebih dulu mengenal Roy cukup lama."Kak Roy tidak suka coklat?" Elisa menatap ke arah kue di tangannya, kenapa aku tidak tau....Wajahnya sudah memerah, antara kesal dan malu bercampur jadi satu."Kenapa? Kaget...?" Alina menggeleng tak percaya, merasa menang satu langkah dari wanita itu."Jangan bohong kamu...?" tentu saja Elisa tak percaya, ia yakin perempuan di depannya ini pasti hanya in
"Kau...?"Astaga, kenapa dunia ini sempit sekali..."Kau mau mati ya!" Wajahnya berubah garang, saat mengetahui siapa korban yang akan ia tabrak tadi."Kamu...?" Elisa tak kalah terkejut, mengetahui bahwa Alex lah pemilik mobil itu. Laki-laki yang selalu berwajah masam dan berucap ketus setiap kali bertemu dengannya.Mungkin menyesal, harusnya tadi dia langsung pergi. Toh, tidak terjadi apa-apa."Maaf Tuan, Anda mau bawa Nona Elisa kemana?" Pak Kasim panik saat melihat majikannya di seret oleh laki-laki asing itu, padahal Alex hanya ingin memberinya pelajaran sedikit agar wanita itu lebih hati-hati."Bapak pulang saja, biar nanti saya yang mengantar Elisa," ucap Alex sembari terus menarik tangan Elisa untuk mengikutinya."Tapi, Tuan..?" Merasa tidak yakin karena memang belum mengenal siapa laki-laki itu. Bagaimana kalau dia orang jahat? Pikirnya."Pak Kasim pulang aja. El nggak apa-apa," ucap Elisa sembari mengikuti langkah kak
"Perempuan? Siapa...?""Apa kau benar-benar tidak tau?"Elisa langsung bungkam, menerka siapa kira-kira pelakunya. Yang ia tau hanya satu perempuan yang belakangan selalu menjadi saingannya.Tapi, apa mungkin dia akan seberani itu?"Maksudmu, Alina? Tapi, dia...?""Terserah! Percaya atau tidak, itu urusanmu." Potong Alex cepat, lelaki berwajah serius itu lalu melajukan mobilnya, meninggalkan area taman yang semakin ramai pengunjung.*****Sedangkan di kantor, Roy begitu heran saat keluar dari ruangannya sendiri. Pas di depan pintu, banyak sekali bekas ceceran kue yang sedang di bersihkam oleh salah satu pegawai kebersihan. Alina terlihat berkacak pinggang sambil terus meneriakinya agar cepat selesai."Cepat! Membersihkan seperti ini saja kenapa lama sekali?" Perempuan itu sudah seperti penguasa, tak jarang jika banyak pegawai yang tidak suka semenjak kehadiran Alina di kantor.Sementara OB itu hanya m
Malam pesta telah tiba.Elisa sudah bersiap dengan penampilannya di depan cermin. Memeriksanya sekali lagi, lalu menarik sudut bibirnya saat melihat wajahnya yang cantik dan anggun.Airin puas dengan hasil karyanya kali ini. Meski ia sedikit bar-bar, tapi kemampuannya untuk merias tak kalah hebat dari Elisa yang setiap harinya selalu tampil feminim. Kedua wanita itu berjalan beriringan menuju mobil yang akan membawa mereka ke tempat pesta.Dalam perjalan Elisa terus menggerutu, pasalnya Roy tidak datang untuk menjemputnya di rumah, melainkan menyuruh Pak Kasim yang mengantarnya ke tempat pesta itu. Lelaki macam apa, yang tega membiarkan istrinya berangkat sendiri?Meski kesal, Elisa tetap memaksakan diri untuk datang. Dia tidak ingin memberikan kesempatan pada perempuan itu untuk lebih dekat dengan suaminya, apalagi kemarin Alina sudah terang-terangan mengatakan kalau dirinya akan membuat rumah tangganya hancur.Ballroom hotel tempat
Prangg!Prangg!Prangg!Alina melempar apapun yang ada di kamarnya hingga hancur berantakan. Sekali lagi, ia meraih high hells yang ia pakai lalu melemparkannya ke arah cermin.Pranggg!Seketika cermin itu hancur berkeping-keping."Keterlaluan kamu, Roy! Keterlaluan!" Ia kembali menghancurkan semua benda yang berada di atas meja rias, hingga tak tersisa satupun."Wanita sialan! Breng***!"Alina terus memaki, meluapkan emosinya yang sudah meledak. Hingga tanpa sadar, make up yang ia kenakan juga berantakan."Aku membencimu!" teriakannya memenuhi langit-langit kamar."Huhhh..huhhh." Napasnya kian memburu diiringi isak tangis yang selanjutnya terdengar.Sekarang ia tengah hancur, sangat hancur. Merasa kalah dari Elisa. Padahal ia sudah menyusun rencana ini sangat matang.Tapi, ia gagal. Bahkan Roy kini kembali dekat dengan istrinya.Apanya yang salah? Dasar aneh..."Aku akan menghancurkanmu!" maki
Mobil mewah berwarna hitam berhenti tepat di depan halaman luas Keluarga Andreas. Roy melirik ke samping, melihat Elisa yang tengah terlelap di sebelahnya. Sejak perjalanan tadi, keduanya sama sekali tidak berbicara sedikitpun. Roy hanya fokus mengemudi, sedangkan Elisa bingung, harus memulai percakapan dari mana. Akhirnya mereka sama-sama bungkam dengan perasaannya masing-masing, hingga Elisa terlelap tanpa sadar.Mau sampai kapan dia tertidur...Melirik sekali lagi, pandangan Roy berhenti pada benda kenyal berwarna merah muda. Laki-laki itu menelan salivanya gugup, entah kenapa tiba-tiba pikirannya melayang, membayangkan....? Ah, tidak! Dia harus menepis semua pikiran buruk itu. Bagimanapun wanita yang tengah terlelap di sampingnya kini telah membangun tembok pembatas yang amat tinggi. Roy tidak ingin kecewa untuk yang kesekian kalinya. Lagi-lagi dia harus sadar diri, seperti apa pernikahannya selama ini."El, bangun." Roy menggucang tubuh Elisa pelan, selanju