Edward yang menyaksikan agennya mematung lalu berkomentar, “Kamu kenapa diam begitu, Rose? Berubah pikirankah? Aku udah bayar tiket online-nya, lho. Nggak bisa di-refund.”
“Oh, nggak…nggak kok, Bang,” sahut agennya gelagapan. “Ok deh, kita jadi nonton. Sekarang aku pulang ke kos dulu, ya.”
Manajernya tersenyum dan memandangnya penuh arti. “Mandi dan dandan yang cantik ya, Rose. Biar kamu merasa segar dan rileks. Segala kegundahanmu akibat kejadian batal closing hari ini akan lenyap. Beneran,” ujar laki-laki itu bersungguh-sungguh.
Rosemary tak tahu harus bersikap bagaimana. Dia hanya tersenyum kikuk, mengangguk pelan, kemudian membalikkan badannya meninggalkan ruangan tersebut.
Edward memperhatikan sosok agennya itu sampai tak kelihatan lagi. Setelah itu dia tergelak sendiri. “Tak kuduga, secepat ini aku berkencan dengan Rosemary!” ce
“Bang!” seru Rosemary seraya memundurkan wajahnya. Dia terkejut sekali. Tak diduganya manajernya sanggup melakukan hal seberani itu. Ini sudah bukan lagi hubungan yang sehat antara bawahan dengan atasan!“Ups, sori…sori, Rose. Aku…aku.... Aduh, entah kenapa diriku melakukannya. Sori, ya. Sori…,” sahut pria itu seraya memasang wajah memelas. Dia tampak begitu menyesal atas perbuatannya barusan. Dihelanya napas panjang seolah-olah berusaha menenangkan diri.Lalu terdengar suaranya berkata lirih, “Aku benar-benar minta maaf, Rose. Ini…ini pertama kalinya aku mencium dahi perempuan lain setelah menikah. Benar-benar di luar kesadaranku. Maafkan aku, ya. Atau…kamu sudah nggak berminat lagi untuk nonton bioskop? Kalau memang begitu, nggak apa-apa kuantar pulang kembali ke kos….”Dia tak sengaja melakukannya, batin Rosemary memaklumi. Barangkali dalam
Dibelainya lembut pipi kekasihnya tersebut. Empat kursi di samping kanan pemuda itu kosong sehingga dia dengan leluasa menunjukkan perasaan kasihnya pada Damian. Lalu diterimanya sebotol minuman dingin dan sepotong sandwich yang disodorkan padanya. Perutnya memang terasa lapar karena memang sudah waktunya makan malam. Dinikmatinya roti lapis berisi sehelai ham, telur, tomat, timun, dan selada itu dengan lahap.Aku memang selalu perhatian terhadap pria-pria yang kukencani, batin Damian mengakui. Karena aku menghargai sebuah hubungan. Sayangnya satu-satunya orang yang berhasil menggenggam hatiku tak menyadari keberadaanku, batin pemuda itu pilu. Edward Fandi, bagaimana caranya kuhilangkan perasaan cintaku padamu?***“Filmnya tadi bagus, ya?” celetuk Edward pada Rosemary. Mereka baru selesai nonton dan kini telah berada di dalam mobil. Laki-laki itu mengemudi dengan kecepatan standar menuju ke tempat kos agen p
Gadis itu terkesiap. Aduh, mahal juga, ya? batinnya resah. Nyari nasabah yang mau bayar premi segitu tiap bulan aja susahnya setengah mati! Gimana kalau aku nggak closing dari pameran itu? Rugi dong, udah bayar mahal-mahal.“Gimana, Rose? Ikut, nggak?” tanya Edward meminta kepastian. “Acaranya akan dimulai tiga hari lagi. Karena ini bukan pameran tunggal, melainkan bersama-sama dengan bank dan lembaga keuangan lainnya. Ini tinggal empat slot peserta yang tersisa. Kalau kamu nggak ambil keputusan sekarang, nanti keburu diambil agen lain.”“Mahal sekali ya, Bang,” komentar anak buahnya mengajukan keberatan. Aku sangat menghemat biaya hidupku selama belum memperoleh penghasilan, pikir Rosemary logis. Apakah mengeluarkan uang sebesar itu nantinya setimpal dengan hasil yang kudapatkan, ya?Tiba-tiba didengarnya sang manajer tertawa. Gadis itu jadi dongkol. Beginilah nasib orang kalau nggak
Bagi Indri sendiri, bosnya itu bagaikan perpaduan antara iblis dan malaikat. Iblis karena tak sedikitpun memberikan toleransi pada agen yang tak mematuhi aturannya. Omzet yang seharusnya menjadi hak pribadi agen tersebut secara ajaib bisa berubah menjadi omzet pribadinya sendiri hanya dengan satu kali telepon ke kantor pusat Jakarta. Demikian pula orang-orang yang direkrut agen yang tak disukainya bisa tiba-tiba nama-namanya muncul pada sistem perusahaan sebagai rekrutan Edward pribadi.Indri yang tahu persis itu adalah ulah bosnya sendiri hanya bisa menjawab tidak tahu ketika ditanya oleh agen yang bersangkutan. Dia tak mungkin mengungkapkan bahwa itu adalah cara-cara halus yang biasa digunakan Edward untuk menghentikan laju karir agen-agen yang tak mematuhi kebijakan-kebijakannya.Kalaupun mereka mengajukan komplain pada Teresa sebagai pemilik kantor, wanita itu hanya menanggapi dengan sopan dan berkata akan menindaklanjutinya lagi. Namun
Pemuda di hadapannya tertawa keras. “Rosemary, Rosemary,” katanya geli. “Tahu nggak, aku setelah tiga bulan lulus ujian keagenan baru closing. Itupun cuma satu polis dengan premi lima ratus ribu! Tenang aja, Non. Sekarang waktunya kamu menabur yang banyak. Kelak pasti akan menuai hasil.”Tapi aku nggak mau nunggu tiga bulan lagi baru memperoleh nasabah, protes si gadis dalam hati. Bayar uang kos, angsuran sepeda motor, bensin, dan biaya hidup pakai apa? Uang tabunganku nggak bisa bertahan selama itu!Ekspresi wajah Rosemary yang berubah menjadi serius sekali membuat Damian menghentikan tawanya. Pemuda itu lalu berkata lirih, “Kamu sepertinya ada masalah, Rose, sampai ingin cepat-cepat closing.”Ya, masalah besar, batin gadis itu gemas. Masalah yang menyangkut harkat dan martabat keluargaku. Masalah yang hanya bisa kuselesaikan step by step kalau aku berhasil mendapatkan banyak nasabah.
“Asal kamu melakukannya dengan ramah. Terus-terusan senyum kayak tadi, Nggak masalah, kok.”“Oh, My God! Mukamu nggak kaku-kah, Dam, tersenyum terus begitu?”“Kalau demi mendapatkan nasabah, nggak ada istilah muka kaku karena tersenyum terus, Rose!”Sontak agen-agen lain tertawa terbahak-bahak mendengar seloroh Damian barusan. Rosemary jadi terbawa suasana. Perasaannya juga plong karena telah berhasil memperoleh satu database, meskipun belum tentu akan mengambil asuransi darinya. Yang penting kedatangannya ke pameran ini tidak sia-sia. Dia telah mendapatkan ilmu canvassing yang sangat berharga dari Damian.Tiba-tiba ponselnya berbunyi. Tertera nama Edward pada layar. Mata gadis itu langsung berbinar-binar.“Halo, Bang. Aku lagi berada di pameran,” sahutnya ceria. Raut wajahnya tampak gembira sekali. Dia tak menyadari Damian tengah m
Gadis itu semakin penasaran. “Tapi apa, Dam?” tanyanya menuntut. Dia tak suka orang yang plintat-plintut dalam berbicara.Lawan bicaranya menghela napas panjang. Dengan berat hati dia berkata, “Tapi seandainya kelak kamu mempunyai masalah yang berat sekali sampai rasanya sulit dipecahkan…, barangkali bisa kauceritakan padaku. Siapa tahu aku bisa membantumu, Rose. Setidaknya menjadi teman bagimu untuk mencurahkan isi hati….”Ada apa lagi ini? batin Rosemary tak percaya. Masa orang ini menaruh hati padaku?Tiba-tiba gadis itu tertawa terbahak-bahak. Damian memandangnya keheranan. “Apa ada kata-kata yang lucu, Rose? Kamu kok sampai tertawa seperti itu?” tanyanya kebingungan.“Kata-katamu puitis sekali, Dam. Hehehe…. By the way, thanks a lot ya, Bro. Aku benar-benar menghargai maksud baikmu,” kata Rosemary tulus. “Tapi apa kamu ng
“Kamu tahu nggak, dulu Dina suka sekali mengajakku makan di tempat ini. Dalam satu bulan kami bisa tiga-empat kali datang kemari. Kadang bersama anak-anak, kadang berdua saja…,” cetus laki-laki itu kemudian. Dia mendesah panjang. Raut wajahnya berubah sedih. Membuat gadis di hadapannya merasa iba.“Tujuanku bekerja keras selama ini semata-mata untuk memberikan kehidupan yang layak bagi keluarga. Aku ingin istri dan anak-anakku berkecukupan. Bisa memperoleh apapun yang mereka inginkan. Namun ternyata masih ada saja yang kurang. Kata Dina aku tidak memperhatikan keluarga, lebih sering bersama agen atau nasabah dibanding dirinya, bla-bla-bla. Aaahhh….”Edward menunduk. Matanya terpejam. Kedua tangannya berpangku di atas meja sambil menutupi dahinya. Dirinya seperti tengah menanggung beban yang amat berat. Rosemary semakin berempati. Dia kembali teringat pada almarhum ayahnya yang berselingkuh. Perasaan Edwa
Esok harinya Minggu pagi. Rosemary dikagetkan dengan kemunculan Martha di dalam kamar tidurnya. Dia kebetulan baru bangun tidur dan belum mandi.“Mama sudah pulang?” tanyanya keheranan. “Pagi sekali.”Diregangkannya kedua tangannya ke atas untuk melemaskan otot-otot tubuhnya. Martha mendekati putrinya. Raut wajahnya tampak sendu.“Maafkan Mama, Rosemary,” cetusnya seraya memeluk erat sang putri. “Selama ini Mama sudah bersikap tidak adil kepadamu. Menghakimimu dengan kejam seolah-olah Mama adalah orang yang suci dan tak pernah berbuat kesalahan. Kamu mau memaafkan Mama, Nak?”Putri sulungnya itu terkejut. Mama…Mama sudah mau berbaikan denganku, batinnya senang. Terima kasih, Tuhan Yesus. Ini merupakan hadiah kedua terindah untuk ulang tahunku!Martha lalu menceritakan pertemuannya dengan Tiara kemarin di makam Lukman. Juga percakapan mereka di rumah makan bubur ayam kesukaannya.
“Terima kasih, terima kasih,” kata wanita itu pada orang-orang itu.Yang mengejutkan ketika Joseph dibimbing oleh Anita, gurunya, tiba-tiba berkata dengan terbata-bata, “Se…la…mat u…lang ta…hun, Bu.”Rosemary terperangah. Perasaannya terharu sekali mendengarkan anak penyandang cerebral palsy itu sanggup berbicara sepanjang itu. Biasanya dia jarang sekali berkata-kata. Kalaupun iya, paling cuma satu-dua patah kata. Ini sampai empat kata meskipun belum lancar.“Kami setiap hari beberapa kali bergantian mengajarinya, Bu,” kata Anita, sang guru, memberitahu. “Ini merupakan permintaan khusus dari Pak Chris. Katanya mau kasih kejutan buat Ibu.”Rosemary kaget mendengarnya. Dia langsung mengalihkan pandangannya pada sang mentor. Pria itu tersenyum sambil mengangguk. “Kamu kan pernah bilang ingin sekali mendengar Joseph bicara lebih panjang. Jadi kupikir akan menja
Sementara itu pada saat yang sama di Surabaya, Rosemary mengemudi mobil untuk menjemput Damian di rumahnya. Nelly ikut bersamanya. Mereka berniat pergi ke panti asuhan bertiga. Damian berkata sudah kangen dengan suasana tempat itu setelah satu bulan lebih tidak mengunjunginya. “Wah, keren banget kamu hari ini,” goda Rosemary begitu melihat sahabatnya keluar dari rumah dengan mengenakan celana pendek selutut berwarna putih, kaos polo pas badan motif garis-garis horizonthal kombinasi biru tua dan putih, serta sepatu casual tertutup berwarna biru tua. Pakaian yang dikenakan laki-laki itu membuat dadanya yang bidang dan perutnya yang rata tampak menonjol.“Ccck, ccck, ccck…. Perutmu kok tambah rata, Dam? Kalah deh, cewek. Rajin nge-gym, sih. Keren banget kan Mas-mu ini, Nel?” cetus Rosemary seraya menoleh ke jok belakang tempat adiknya duduk. Dia sendiri sudah pindah duduk di jok samping pengemudi. Karena seperti
“Kalau boleh tahu, mantan suamimu itu pergi ke mana?” pancing Martha ingin tahu. “Masa dia sama sekali nggak pernah datang mengunjungi anak-anaknya?”Tiara menggeleng pelan. “Dia menghilang begitu saja tanpa jejak, Mbak. Ada rumor dia dipenjara akibat tertangkap memakai narkoba. Juga ada yang bilang dia berhasil melarikan diri ke luar negeri. Entahlah, Mbak. Saya tidak tahu dan memang tidak mau tahu lagi. Begitu palu diketok hakim menandakan resminya perceraian kami secara hukum, saya mengambil keputusan untuk tidak berhubungan lagi dengannya. Tapi ternyata…ah, sayalah yang harus menanggung semua hutangnya pada Mas Rahmat.”“Kenapa kamu tidak melaporkan orang itu pada polisi?” tanya Martha curiga. Ia masih menyangsikan kebenaran cerita perempuan itu.Tiara tersenyum getir. “Saya terlalu takut pada ancamannya, Mbak. Saya tahu dia mempunyai kekuasaan yang besar. Lebih baik saya yang menderita daripada an
Perempuan cantik berusia pertengahan empat puluhan itu tampak gugup melihat kehadiran Martha. “Ma…maafkan saya, Mbak. Saya tidak tahu kalau Mbak berada di Balikpapan. Saya dengar Mbak sekeluarga sudah pindah ke Surabaya dan nggak pernah datang kemari lagi. Ja…jadi saya memberanikan diri mengunjungi makam Mas Lukman setahun belakangan ini…,” jelasnya dengan suara terbata-bata.Sorot matanya tampak ketakutan sekali. Keringat dingin mengalir deras dari pelipisnya. Dia sampai menyeka wajahnya dengan tisu.Sikap Martha menjadi semakin garang. Dipandanginya wanita itu dari ujung rambut sampai ke ujung kaki. “Penampilanmu masih mewah seperti dulu. Cuma pakaianmu sudah jauh lebih tertutup sekarang. Kelihatannya kamu sudah mendapatkan mangsa baru. Begitu suamiku meninggal dunia, kamu menghilang bagaikan ditelan bumi! Siapa sangka sekarang kamu bisa muncul di sini. Rupanya masih punya hati nurani juga.”Tiba-tiba perempua
Pada suatu malam Nelly berkata pada Martha, “Ma, tiga hari lagi Kak Rosemary kan berulang tahun yang ke-35. Itu pas hari Sabtu. Aku, Mas Damian, sama Mas Chris berencana mengadakan perayaan kejutan di panti. Mama ikut, ya?”Ibunya itu mendelik. “Kamu meminta sesuatu yang sulit sekali Mama kabulkan, Nel,” cetusnya gusar. Tampak jelas dia sangat tidak menyukai ajakan anak bungsunya itu.Nelly berusaha menyabarkan dirinya. “Lalu sampai kapan Mama akan memusuhi Kak Rose? Kasihan dia, Ma. Gangguan psikosomatisnya nggak sembuh-sembuh kalau begini terus,” ucap gadis itu prihatin.“Memangnya Mama ini Tuhan, bisa menyembuhkan penyakit kakakmu? Itu semua terjadi akibat ulahnya sendiri, Nel. Salah siapa dia banyak berbuat dosa dulu? Sekarang juga berani-beraninya menentang Mama! Dasar anak durhaka!” maki Martha tak henti-hentinya. Aura kebencian tampak jelas membayang dari raut wajahnya.Nelly sampai
Satu bulan kemudian Rosemary diberi kesempatan untuk mengucapkan salam perpisahan pada segenap rekan-rekan kerjanya ketika sedang berlangsung pertemuan besar.Secara singkat dia bercerita bahwa memperoleh panggilan hati sebagai pekerja sosial di sebuah panti asuhan anak-anak berkebutuhan khusus. Oleh karena itu dengan berat hati terpaksa mengundurkan diri dari pekerjaannya sebagai agen asuransi.“Demikian saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada rekan-rekan sekalian atas dukungannya selama ini. Semoga Anda semua semakin sukses dan diberkati oleh Tuhan Yang Maha Kuasa.”Tak sedikit orang yang menyayangkan keputusan wanita itu meninggalkan karirnya yang cemerlang secepat ini. Beberapa orang mengangkat tangannya untuk mengajukan pertanyaan.Damian dengan sigap meraih mikrofon yang dipegang Rosemary dan berkata pada hadirin, “Mohon maaf sebelumnya. Ini adalah salam perpisahan dari rekan sejawat kita Rosemary Laurens. Jadi bukan
“Tumben kamu ngajak aku ngobrol di luar panti,” cetus Christopher pada Rosemary keesokan harinya. Siang itu Rosemary mengajaknya bertemu di sebuah kedai kopi yang tak jauh dari panti.“Nggak enak kalau kedengaran Bu Farida ataupun orang-orang di sana,” jawab lawan bicaranya terus terang. “Ada hal penting yang mau kutanyakan padamu, Chris.”“Apa itu?” tanya si dokter ingin tahu. Ditatapnya wanita yang duduk di hadapannya dengan mimic serius.Rosemary berdeham sejenak lalu berkata, “Kemarin malam kerongkonganku terserang rasa panas bagaikan terbakar lagi. Padahal akhir-akhir ini aku sudah bisa menerima kondisiku apa adanya. Perut mual, lidah pahit, dan kerongkongan panas sudah kuanggap merupakan bagian dari diriku dan kuterima dengan lapang dada. Tapi kejadian kemarin malam membuatku tersadar. Sampai kapan gangguan psikosomatis ini menggerogotiku? So, aku mau bertanya padamu bagaimana caranya kamu d
“Mama dengar kamu tadi mengajak adikmu pergi ke panti asuhan,” cetus Martha blak-blakan begitu tiba di kamar Rosemary.Anaknya itu mengangguk mengiyakan. “Betul, Ma. Nelly yang memintanya sendiri tempo hari. Dan aku juga sekalian mengajak Damian karena dia juga pernah bilang mau melihat-lihat panti….”Martha berdeham keras. Dia menatap tajam putri sulungnya itu. “Begini, Rose. Kalau kamu memang memutuskan untuk berhenti bekerja sebagai agen asuransi demi melakukan pelayanan di tempat yang nggak penting itu, silakan. Tapi jangan pengaruhi adikmu untuk mengambil langkah yang sama denganmu. Bisa jadi gelandangan keluarga ini nanti kalau semua anggotanya bekerja cuma-cuma tanpa mendapatkan upah!” serunya berang. Kedua matanya melotot luar biasa saking marahnya.Rosemary menatap ibunya prihatin. Kok bisa-bisanya Mama berpikiran sejauh itu, batinnya pedih. Begitu pentingkah materi baginya? Padahal dia sudah pernah meras