Martha menggeleng. “Nggak usah, Rose. Mobil itu hadiah dari Papa buatmu. Jadi uang hasil penjualannya ya milikmu sepenuhnya,” katanya sambil menatap sang putri penuh haru.
“Nggak, Ma. Uang itu untuk mengembalikan perhiasan-perhiasan Mama yang terpaksa dijual buat biaya pengobatan Rose di rumah sakit. Tenang saja, Rose masih punya tabungan dari gaji sebagai sekretaris dulu. Nanti Rose beli sepeda motor saja buat dipakai sehari-hari,” papar gadis itu panjang-lebar.
“Sepeda motor?” tanya ibunya tak percaya. “Kamu bisa mengendarai sepeda motor?”
Putrinya mengangguk. “Bisa, Ma. Diajari Owen dulu. Dia bilang mumpung masih muda, Rose sedapat mungkin mencoba segala hal yang bisa dilakukan. Karena kita tidak pernah tahu suatu saat mungkin membutuhkan keahlian mengendarai sepeda motor,” jelasnya sendu.
Gadis itu jadi teringat pada sang kekasih yang telah lebih dulu meninggalkan dunia ini. Semoga Tuhan melindungimu di surga, Owen, doanya dalam hati. Kamu orang yang baik. Ternyata kata-katamu dulu itu menjadi kenyataan. Aku sekarang harus mengendarai sepeda motor. Demi menghemat pengeluaran….
“Apakah tujuanmu ke Surabaya juga mau menemui keluarga Owen, Nak?” tanya Martha sambil menatap putrinya dalam-dalam. Sebersit rasa iba singgah dalam hatinya. Putrinya ini telah kehilangan dua orang laki-laki yang sangat berharga dalam hidupnya!
Rosemary menggeleng pelan. “Owen sudah tidak punya orang tua, Ma. Dia tinggal dengan kakak laki-lakinya di Surabaya. Kakaknya itu sudah berkeluarga. Kurasa tak perlu mendatangi mereka. Buat apa? Hanya membuka luka lama saja. Lagipula menurut Olivia, jenazah Owen langsung dikremasi di Balikpapan dan abunya dibawa pulang kakaknya ke Surabaya, kan?”
Martha mengangguk membenarkan. Kondisi jenazah pemuda itu sangat mengenaskan akibat kecelakaan tersebut. Akhirnya kakaknya memutuskan untuk mengkremasinya langsung di Balikpapan karena merasa tak tahan menyaksikan kondisi sang adik yang begitu memprihatinkan.
“Rose sudah mengikhlaskan kepergian Papa dan Owen, Ma,” ucap gadis itu sepenuh hati. “Sekarang yang harus Rose pikirkan adalah mengangkat harkat dan martabat keluarga kita kembali. Rose mau mencari pekerjaan yang bisa cepat menghasilkan uang sehingga Mama dan adik-adik tak perlu sangat berhemat seperti sekarang ini.”
Air mata Martha mengalir membasahi wajahnya yang mulai keriput. Rosemary baru menyadari betapa kondisi kulit ibunya menjadi tak terawat sekarang. Dulu kulit wajah itu begitu putih, mulus, dan kenyal. Martha tak pernah lupa membubuhkan krim dan serum yang membuat wajahnya tampak awet muda. Juga melakukan perawatan di salon kecantikan ternama di Surabaya dengan menggunakan peralatan modern yang membuat parasnya selalu kelihatan glowing.
Dulu wanita itu sering dikira orang sebagai kakak dari ketiga anaknya. Bahkan kulit wajah dan tubuh Rosemary kalah terawat dari ibunya. Gadis itu memang tidak terlalu tertarik pada hal-hal yang berbau kecantikan. Kegemarannya membaca artikel-artikel yang dapat memperkaya wawasannya mengenai kehidupan.
Disekanya air mata ibunya dengan punggung tangannya. “Mama jangan kuatir. Rose akan menjadi pengganti Papa sebagai tulang punggung keluarga. Kita tidak akan berlama-lama hidup dalam kemiskinan seperti ini.”
Pasangan ibu dan anak itu lalu berpelukan erat sekali. Hati Rosemary tersentuh. Dulu dia jarang sekali berdekatan seperti ini dengan ibunya. Ternyata di balik musibah selalu ada berkat tersembunyi. Gadis itu kini menyadari betapa Martha juga menyayanginya seperti anak-anaknya yang lain. Barangkali karena karakter dan hobi mereka saja yang berbeda sehingga Rosemary lebih dekat dengan sang ayah, sedangkan ibunya cenderung akrab dengan Olivia.
Mulai sekarang aku takkan berprasangka buruk terhadap orang lain, tekad gadis itu. Belum tentu yang tampak buruk dari luar, dalamnya tak bagus juga. Seperti yang selama ini kulakukan terhadap Mama. Ternyata justru beliau yang membiayai seluruh biaya perawatanku di rumah sakit!
Demikianlah hubungan Rosemary dengan ibu kandungnya menjadi semakin dekat akibat musibah beruntun yang menimpa keluarganya. Dua hari kemudian gadis itu naik pesawat menuju kota Surabaya untuk membereskan urusan-urusannya.
***
Rosemary hampir putus asa. Dia telah menawarkan mobil Expander-nya pada tiga showroom mobil bekas, tapi semuanya memberikan penawaran dengan harga lebih rendah dari pasaran. Padahal usia mobil kesayangannya itu masih dua tahun. Bodinya masih mulus dan warnanya hitam mengkilat karena rutin dibersihkan di salon mobil. Kilometernya juga tidak tinggi karena hanya dipergunakan untuk bepergian di dalam kota.
Namun para pemilik showroom yang dikunjunginya pintar sekali bersilat lidah, Mereka beralasan pasar mobil bekas sekarang sepi. Bunga kredit di bank untuk membeli mobil baru sekarang rendah sehingga konsumen cenderung tertarik membeli mobil baru daripada bekas. Dan berbagai dalih lainnya yang menyebabkan mereka tak dapat membeli mobil gadis itu dengan harga sesuai pasaran.
Rosemary yang pada dasarnya tak pernah mengikuti perkembangan industri mobil merasa tak berdaya menghadapi orang-orang yang memang mahir di bidangnya tersebut. Dalam hati gadis itu berdoa agar di showroom keempat yang didatanginya ini pemiliknya lebih murah hati dalam memberikan penawaran.
Pokoknya begitu dia menyebutkan nominal yang lebih tinggi dibandingkan penawaran terakhir yang diajukan padaku tadi, akan langsung kuterima, putus Rosemary dalam hati. Jadi aku bisa fokus menata hidupku kembali selanjutnya!
Rupanya doa gadis itu dikabulkan Tuhan. Pemilik showroom yang seorang bapak tua itu tak banyak berkomentar terhadap mobil miliknya. Dia yang kebetulan sedang kedatangan tamu memerintahkan pegawai kepercayaannya untuk mengendarai Expander hitam tersebut. Pria tua itu sendiri duduk di samping pegawainya.
Rosemary memutuskan untuk menunggu saja di lobi showroom. Dia tak menyadari tamu si pemilik showroom yang kini duduk sendirian di ruangan kerja bapak tua itu memperhatikannya dengan seksama dari balik jendela kaca.
Tak lama kemudian mobil gadis itu muncul kembali setelah dibawa mengelilingi lahan showroom yang luas. Si bapak tua tersenyum ramah memandangnya sambil menyerahkan kembali kunci mobil Expander pada Rosemary.
“Sebentar ya, Nona. Saya mau selesaikan dulu urusan dengan tamu saya yang sudah menunggu di dalam itu. Setelah itu giliran kita berbicara tentang jual-beli mobil Expander itu.”
Rosemary mengangguk sambil menyahut sopan, “Baik, Pak. Terima kasih.”
Si pemilik showroom mengangguk lalu masuk ke dalam ruangan kerjanya. Sesampainya di sana, dia berkata kepada tamunya, “Sori aku agak lama tadi mencoba mobil nona itu bersama pegawaiku. Ada dokumen apa lagi yang harus kutandatangani, Ward?”
Laki-laki bertubuh tinggi besar dan berpenampilan necis itu tersenyum senang. Ia menyodorkan tablet berlogo apel miliknya. “Silakan tanda tangan di sini, Pak. Sekarang semua sudah serba digital. Jadi semua pengajuan asuransi langsung diterima kantor pusat Jakarta. Tidak perlu memboroskan kertas seperti dulu. Jauh lebih efektif dan efisien,” ucapnya menjelaskan.
“Wah, sepertinya teknologi ini juga dapat dipraktikkan untuk manajemen showroom-ku. Hehehe….”
Setelah menandatangani berkas-berkas digital tersebut, pria tua itu berkata, “Sudah selesai kan, urusan pengajuan polis baruku. Kalau begitu aku mohon maaf, Ward. Bukannya bermaksud mengusirmu. Tapi gadis yang menunggu di luar itu butuh kepastian harga dariku tentang mobil Expander yang dijualnya….”
“Maafkan pertanyaan saya ini, Pak,” potong si agen asuransi. “Apakah Bapak sudah memutuskan harga untuk membeli mobil bekas gadis itu? Sepintas lalu saya lihat mobilnya masih bagus dan terawat.”Lawan bicaranya menghela napas panjang. “Expander itu memang masih bagus dan terawat sekali, Ward. Tapi penjualan mobil bekas sedang sepi sekarang. Terus terang agak berat juga kalau aku membelinya dengan harga tinggi….”“Begini, Pak,” lanjut laki-laki necis itu. “Setelah saya perhatikan baik-baik tadi, saya akhirnya mengenali gadis itu. Dia sebenarnya adalah….”Selanjutnya si pemilik showroom mendengarkan penuturan panjang lebar agen asuransinya tersebut.***Rosemary keluar dari showroom dengan perasaan luar biasa lega. Mobil Expander-nya telah laku terjual dengan harga sesuai permintaannya. Lumayan, tujuh juta le
“Sori, Om cuma bergurau,” ujar laki-laki keren itu seraya menyalakan alarm mobil New Camry silver-nya. “Ayo masuk ke mobil. Kita berangkat sekarang. Om lapar sekali.”Sang gadis mengangguk. Beberapa saat kemudian mereka telah duduk bersebelahan. Edward menyalakan AC dan memutar lagu lawas pop romantis berbahasa Inggris. “Aku ini termasuk old fashioned dalam selera lagu, Rose. Sukanya lagu-lagu klasik ala Bryan Adams, Celine Dion, Mariah Carey, dan sejenisnya. Mereka berjaya sekali di masa muda Om. Hahaha…ketahuan ya, Om sekarang kira-kira berapa usianya? Memang udah generasi jadul, sih,” aku pria itu tanpa tedeng aling-aling. Senyumnya lebar sekali memperlihatkan sederetan gigi yang putih bersih mengkilat.Perasaan dulu dia nggak seceria ini, deh, komentar Rosemary dalam hati. Memang Om Edward selalu ramah. Maklum, dia kan marketing dan bertujuan memprospek kliennya supaya mengambil asuransi dengan
Gadis itu tersenyum kecut. “Perusahaan tempat saya bekerja dulu itu tidak menerima mobil bekas, Om,” jawabnya singkat.Mukanya tampak muram mengingat perusahaan yang memberhentikannya sepihak akibat berbulan-bulan dirawat di rumah sakit. Begitulah kalau bekerja ikut orang, sesalnya dalam hati. Bisa di-PHK kapanpun kalau dianggap tak berguna lagi.Edward yang menyadari perubahan ekspresi gadis itu berusaha memancing, “Berapa lama kamu bekerja di tempat itu, Rose?”“Dua tahun, Om.”“Lumayan juga. Kenapa berhenti?”“Saya diberhentikan, Om,” jawab gadis itu sambil menatap Edward. Sorot matanya tampak terluka. “Karena terlalu lama dirawat di rumah sakit akibat kecelakaan setelah Papa meninggal itu.”“Oh, kejam sekali, ya,” komentar lawan bicaranya menunjukkan keprihatinannya. &ldqu
“Gimana kalau setelah ini kamu kuajak melihat-lihat kantor tempatku bekerja? Supaya wawasanmu semakin terbuka mengenai bisnis asuransi,” usul Edward sembari tersenyum manis sekali, Rosemary jadi semakin sungkan. Sudah dibantu menjualkan mobil dengan harga tinggi dan ditraktir makan enak, masa mau menolak permintaan sesederhana itu? cetus gadis itu dalam hati.Mau tak mau dia mengangguk. Edward senang sekali. “Good, Rose. Mumpung masih muda, kamu harus mempertimbangkan segala peluang di depan mata. Ingat, kesempatan emas jarang datang dua kali. Begitu kamu melewatkannya, orang lain yang akan menggantikan dirimu meraih kesuksesan!”Gadis itu meringis. Dia tak mengerti maksud perkataan pria ini. Bagaimana dia bisa begitu yakin aku mampu mengikuti jejak kesuksesannya di bidang yang sama sekali asing bagiku? ucap hati kecilnya penuh tanda tanya.“Maafkan saya sebelumnya, Om,” katanya hati-h
Pria di hadapannya tersenyum lebar. Terlihat deretan gigi yang putih bersih menawan, Benar-benar kinclong Om Edward ini, puji gadis itu dalam hati. Dia benar-benar merawat dirinya dengan baik dari ujung rambut sampai ke ujung kaki!“Agen-agen senior atau yang sudah menjadi manajer biasanya tak sabaran menunggu proses administrasi diselesaikan oleh pegawai resmi kantor ini. Karena harus menunggu sesuai antrian. Tidak bisa langsung beres. Karena itu kalau sudah mencapai tingkat pendapatan tertentu mereka biasanya mempekerjakan sekretaris sendiri, khusus untuk mengurus administrasi tim mereka.”Rosemary terperangah.”Digaji sendiri, Om?” tanyanya spontan.Edward mengangguk. “Betul,” jawab laki-laki itu membenarkan. “Sekretaris itu digaji sendiri oleh agen senior atau manajer yang bersangkutan. Bu Teresa cuma menyediakan ruangan kerja, fasilitas listrik, dan wifi untuk kelancaran peke
Gadis itu menggeleng. “Saya dulu cuma pernah diajak Papa pergi sekeluarga ke Singapore dan Malaysia, Om,” akunya terus terang. “Karena dekat dan nggak butuh waktu lama mengunjungi tempat-tempat wisata di sana. Papa nggak suka ninggalin tokonya lama-lama.”Edward terkekeh. “Kelak kamu akan mendapatkan kesempatan berekreasi ke negara manapun yang kamu mau, Rose. Percayalah,” ucap pria itu penuh teka-teki.Rosemary jadi penasaran dibuatnya. Dia spontan bertanya, “Oya? Gimana caranya, Om?”Pertanyaan gadis itu tak terjawab oleh Edward karena tiba-tiba terdengar suara seorang perempuan menyapa laki-laki itu, “Halo, Ward. Wah, baru balik dari Tiongkok sudah langsung aktif lagi. Hebat!”“Halo, Bu Tere. Iya, saya hari ini baru aktif lagi. Tadi siang habis mampir ke tempat nasabah yang mau nambah polis. Eh, nggak sengaja ketemu sama anak mantan
Lalu dia menggoda seniornya itu, “Kamu kok selalu bisa dapetin agen cantik dan mulus kayak gitu sih, Bang? Pintar banget! Kelihatannya dia gadis yang lugu.”“Jam terbang, Bro. Jam terbang,” seloroh Edward sambil terkekeh geli. Dia memang beberapa kali merekrut gadis-gadis muda nan menawan seperti Rosemary. Namun belum ada yang berhasil mengikuti jejaknya menduduki level manajer puncak. Cuma dua orang yang akhirnya mencapai posisi manajer level 2. Sisanya mundur teratur setelah menjual beberapa polis. Ada juga yang sempat berprestasi dan mendapatkan trip gratis ke luar negeri selama satu-dua tahun pertama. Namun akhirnya menghilang juga dari bisnis asuransi karena tak berhasil mempertahankan prestasinya.“Aku mempunyai firasat yang baik tentang Rosemary, Ward,” cetus Teresa bersungguh-sungguh. Edward senang sekali mendengarnya. Berdasarkan pengalamannya, firasat big boss seringkali menjadi kenyataan. &ldquo
Edward senang sekali menyaksikan antusiasme gadis di hadapannya. Dengan ceria dia lalu bercerita tentang asal-muasal dirinya dulu terjun ke bisnis asuransi.“Aku ini lulusan S1 jurusan Akuntansi. Tapi entah kenapa sejak kuliah aku lebih suka berorganisasi daripada mengikuti pelajaran di kelas. Lama-lama aku berpikir kenapa tidak memanfaatkan kemampuan sosialisasiku dengan berjualan saja. Akhirnya kucoba untuk berbisnis jual-beli ponsel bekas. Kebetulan aku memang suka sekali dengan hal-hal yang berbau teknologi. Ternyata jual-beli ponsel bekas itu menguntungkan juga. Bertahun-tahun kutekuni hingga setelah lulus kuliah kuputuskan untuk membuka toko ponsel beserta aksesorisnya di P-Mall.”Cerita Edward terhenti sejenak akibat kehadiran pelayan yang membawakan minuman pesanan mereka. Pria itu menyeruput es cendolnya sebentar lalu meneruskan kisahnya, “Dua tahun setelah tokoku buka, aku memutuskan untuk menikah. Istriku bekerja
Esok harinya Minggu pagi. Rosemary dikagetkan dengan kemunculan Martha di dalam kamar tidurnya. Dia kebetulan baru bangun tidur dan belum mandi.“Mama sudah pulang?” tanyanya keheranan. “Pagi sekali.”Diregangkannya kedua tangannya ke atas untuk melemaskan otot-otot tubuhnya. Martha mendekati putrinya. Raut wajahnya tampak sendu.“Maafkan Mama, Rosemary,” cetusnya seraya memeluk erat sang putri. “Selama ini Mama sudah bersikap tidak adil kepadamu. Menghakimimu dengan kejam seolah-olah Mama adalah orang yang suci dan tak pernah berbuat kesalahan. Kamu mau memaafkan Mama, Nak?”Putri sulungnya itu terkejut. Mama…Mama sudah mau berbaikan denganku, batinnya senang. Terima kasih, Tuhan Yesus. Ini merupakan hadiah kedua terindah untuk ulang tahunku!Martha lalu menceritakan pertemuannya dengan Tiara kemarin di makam Lukman. Juga percakapan mereka di rumah makan bubur ayam kesukaannya.
“Terima kasih, terima kasih,” kata wanita itu pada orang-orang itu.Yang mengejutkan ketika Joseph dibimbing oleh Anita, gurunya, tiba-tiba berkata dengan terbata-bata, “Se…la…mat u…lang ta…hun, Bu.”Rosemary terperangah. Perasaannya terharu sekali mendengarkan anak penyandang cerebral palsy itu sanggup berbicara sepanjang itu. Biasanya dia jarang sekali berkata-kata. Kalaupun iya, paling cuma satu-dua patah kata. Ini sampai empat kata meskipun belum lancar.“Kami setiap hari beberapa kali bergantian mengajarinya, Bu,” kata Anita, sang guru, memberitahu. “Ini merupakan permintaan khusus dari Pak Chris. Katanya mau kasih kejutan buat Ibu.”Rosemary kaget mendengarnya. Dia langsung mengalihkan pandangannya pada sang mentor. Pria itu tersenyum sambil mengangguk. “Kamu kan pernah bilang ingin sekali mendengar Joseph bicara lebih panjang. Jadi kupikir akan menja
Sementara itu pada saat yang sama di Surabaya, Rosemary mengemudi mobil untuk menjemput Damian di rumahnya. Nelly ikut bersamanya. Mereka berniat pergi ke panti asuhan bertiga. Damian berkata sudah kangen dengan suasana tempat itu setelah satu bulan lebih tidak mengunjunginya. “Wah, keren banget kamu hari ini,” goda Rosemary begitu melihat sahabatnya keluar dari rumah dengan mengenakan celana pendek selutut berwarna putih, kaos polo pas badan motif garis-garis horizonthal kombinasi biru tua dan putih, serta sepatu casual tertutup berwarna biru tua. Pakaian yang dikenakan laki-laki itu membuat dadanya yang bidang dan perutnya yang rata tampak menonjol.“Ccck, ccck, ccck…. Perutmu kok tambah rata, Dam? Kalah deh, cewek. Rajin nge-gym, sih. Keren banget kan Mas-mu ini, Nel?” cetus Rosemary seraya menoleh ke jok belakang tempat adiknya duduk. Dia sendiri sudah pindah duduk di jok samping pengemudi. Karena seperti
“Kalau boleh tahu, mantan suamimu itu pergi ke mana?” pancing Martha ingin tahu. “Masa dia sama sekali nggak pernah datang mengunjungi anak-anaknya?”Tiara menggeleng pelan. “Dia menghilang begitu saja tanpa jejak, Mbak. Ada rumor dia dipenjara akibat tertangkap memakai narkoba. Juga ada yang bilang dia berhasil melarikan diri ke luar negeri. Entahlah, Mbak. Saya tidak tahu dan memang tidak mau tahu lagi. Begitu palu diketok hakim menandakan resminya perceraian kami secara hukum, saya mengambil keputusan untuk tidak berhubungan lagi dengannya. Tapi ternyata…ah, sayalah yang harus menanggung semua hutangnya pada Mas Rahmat.”“Kenapa kamu tidak melaporkan orang itu pada polisi?” tanya Martha curiga. Ia masih menyangsikan kebenaran cerita perempuan itu.Tiara tersenyum getir. “Saya terlalu takut pada ancamannya, Mbak. Saya tahu dia mempunyai kekuasaan yang besar. Lebih baik saya yang menderita daripada an
Perempuan cantik berusia pertengahan empat puluhan itu tampak gugup melihat kehadiran Martha. “Ma…maafkan saya, Mbak. Saya tidak tahu kalau Mbak berada di Balikpapan. Saya dengar Mbak sekeluarga sudah pindah ke Surabaya dan nggak pernah datang kemari lagi. Ja…jadi saya memberanikan diri mengunjungi makam Mas Lukman setahun belakangan ini…,” jelasnya dengan suara terbata-bata.Sorot matanya tampak ketakutan sekali. Keringat dingin mengalir deras dari pelipisnya. Dia sampai menyeka wajahnya dengan tisu.Sikap Martha menjadi semakin garang. Dipandanginya wanita itu dari ujung rambut sampai ke ujung kaki. “Penampilanmu masih mewah seperti dulu. Cuma pakaianmu sudah jauh lebih tertutup sekarang. Kelihatannya kamu sudah mendapatkan mangsa baru. Begitu suamiku meninggal dunia, kamu menghilang bagaikan ditelan bumi! Siapa sangka sekarang kamu bisa muncul di sini. Rupanya masih punya hati nurani juga.”Tiba-tiba perempua
Pada suatu malam Nelly berkata pada Martha, “Ma, tiga hari lagi Kak Rosemary kan berulang tahun yang ke-35. Itu pas hari Sabtu. Aku, Mas Damian, sama Mas Chris berencana mengadakan perayaan kejutan di panti. Mama ikut, ya?”Ibunya itu mendelik. “Kamu meminta sesuatu yang sulit sekali Mama kabulkan, Nel,” cetusnya gusar. Tampak jelas dia sangat tidak menyukai ajakan anak bungsunya itu.Nelly berusaha menyabarkan dirinya. “Lalu sampai kapan Mama akan memusuhi Kak Rose? Kasihan dia, Ma. Gangguan psikosomatisnya nggak sembuh-sembuh kalau begini terus,” ucap gadis itu prihatin.“Memangnya Mama ini Tuhan, bisa menyembuhkan penyakit kakakmu? Itu semua terjadi akibat ulahnya sendiri, Nel. Salah siapa dia banyak berbuat dosa dulu? Sekarang juga berani-beraninya menentang Mama! Dasar anak durhaka!” maki Martha tak henti-hentinya. Aura kebencian tampak jelas membayang dari raut wajahnya.Nelly sampai
Satu bulan kemudian Rosemary diberi kesempatan untuk mengucapkan salam perpisahan pada segenap rekan-rekan kerjanya ketika sedang berlangsung pertemuan besar.Secara singkat dia bercerita bahwa memperoleh panggilan hati sebagai pekerja sosial di sebuah panti asuhan anak-anak berkebutuhan khusus. Oleh karena itu dengan berat hati terpaksa mengundurkan diri dari pekerjaannya sebagai agen asuransi.“Demikian saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada rekan-rekan sekalian atas dukungannya selama ini. Semoga Anda semua semakin sukses dan diberkati oleh Tuhan Yang Maha Kuasa.”Tak sedikit orang yang menyayangkan keputusan wanita itu meninggalkan karirnya yang cemerlang secepat ini. Beberapa orang mengangkat tangannya untuk mengajukan pertanyaan.Damian dengan sigap meraih mikrofon yang dipegang Rosemary dan berkata pada hadirin, “Mohon maaf sebelumnya. Ini adalah salam perpisahan dari rekan sejawat kita Rosemary Laurens. Jadi bukan
“Tumben kamu ngajak aku ngobrol di luar panti,” cetus Christopher pada Rosemary keesokan harinya. Siang itu Rosemary mengajaknya bertemu di sebuah kedai kopi yang tak jauh dari panti.“Nggak enak kalau kedengaran Bu Farida ataupun orang-orang di sana,” jawab lawan bicaranya terus terang. “Ada hal penting yang mau kutanyakan padamu, Chris.”“Apa itu?” tanya si dokter ingin tahu. Ditatapnya wanita yang duduk di hadapannya dengan mimic serius.Rosemary berdeham sejenak lalu berkata, “Kemarin malam kerongkonganku terserang rasa panas bagaikan terbakar lagi. Padahal akhir-akhir ini aku sudah bisa menerima kondisiku apa adanya. Perut mual, lidah pahit, dan kerongkongan panas sudah kuanggap merupakan bagian dari diriku dan kuterima dengan lapang dada. Tapi kejadian kemarin malam membuatku tersadar. Sampai kapan gangguan psikosomatis ini menggerogotiku? So, aku mau bertanya padamu bagaimana caranya kamu d
“Mama dengar kamu tadi mengajak adikmu pergi ke panti asuhan,” cetus Martha blak-blakan begitu tiba di kamar Rosemary.Anaknya itu mengangguk mengiyakan. “Betul, Ma. Nelly yang memintanya sendiri tempo hari. Dan aku juga sekalian mengajak Damian karena dia juga pernah bilang mau melihat-lihat panti….”Martha berdeham keras. Dia menatap tajam putri sulungnya itu. “Begini, Rose. Kalau kamu memang memutuskan untuk berhenti bekerja sebagai agen asuransi demi melakukan pelayanan di tempat yang nggak penting itu, silakan. Tapi jangan pengaruhi adikmu untuk mengambil langkah yang sama denganmu. Bisa jadi gelandangan keluarga ini nanti kalau semua anggotanya bekerja cuma-cuma tanpa mendapatkan upah!” serunya berang. Kedua matanya melotot luar biasa saking marahnya.Rosemary menatap ibunya prihatin. Kok bisa-bisanya Mama berpikiran sejauh itu, batinnya pedih. Begitu pentingkah materi baginya? Padahal dia sudah pernah meras