Lima Tahun Kemudian....
"Brizam sayang, baik-baik di rumah sama Oma ya. Mommy berangkat kerja dulu, emmmuach."
Ucap seorang wanita yang perlahan mulai bangkit dari kelamnya masa lalu, setelah akhirnya bisa melewati lika liku hidup selama lima tahun terakhir dan berhasil melanjutkan hidup bahagia bersama sang putra yang kini berusia lima tahun. Bernama Abrizam Yukimura. Sebuah perpaduan nama dari dua bahasa yaitu Arab dan Jepang.
"Iya, Mommy. Emmuach," sahut bocah kecil berusia lima tahun tersebut, tak mau kalah antusiasnya membalas mencium seorang wanita muda yang bernama Kinanti.
Kinanti berlalu memasuki sebuah taksi yang beberapa menit barusan baru saja berhenti di depan apartemen nya. Seraya melambaikan tangan ke arah sang putra yang tengah berdiri di samping seorang wanita paruh baya yang beberapa bulan lalu baru bekerja mengasuh Abrizam, bocah itu sambil mendekap sebuah mainan robot-robotan membalas melambaikan tan
Malam-malam panjang nan sepi, kembali dilalui oleh CEO Zain Abraham seorang diri tanpa kehadiran Kinanti di sisinya. Pria penerus Mahardika Company ini kembali menghabiskan malam-malamnya dengan bermabuk-mabukan di sebuah klub malam satu berganti ke klub malam lainnya. Hingga ia merasa kelelahan dan menumpahkan tangisnya."Halo, kulkas kemarilah! Segera bawa majikan kamu pergi dari sini, sebelum para kupu malam itu menyantapnya!" Seru Lala dari balik benda pipih yang menempel di telinganya.Pria yang baru saja menerima telepon hampir tiap malam dari gadis yang sama, segera mematikan ponselnya dan bergegas meluncur ke klub malam tempat gadis itu bekerja, yaitu klub malam yang sama sewaktu Kinanti bekerja dulu."Kenapa sih La, kamu sok banget melindungi dia. Tidak membiarkan kami menggoda dan menghabiskan malam bersamanya?" Tanya salah seorang pelayan klub malam dengan ketus dan kesal."Jangan pernah bermimpi untuk bisa menggoda dan mengambil kesempatan bel
Sepulang kantor bersama Kinanti, Hasnan mampir ke sebuah toko mainan. Membeli hadiah untuk Brizam, sebuah mainan robot-robotan keluaran terbaru, beserta mobil remote control."Jangan terlalu sering memberi Brizam hadiah, aku tidak ingin dia nantinya tumbuh menjadi anak yang manja dan setiap permintaannya harus dituruti. Aku tidak mau itu," ujar Kinanti menegur Hasnan yang baru masuk ke mobil dengan dua buah kotak besar di tangannya."Aku tahu itu Kin, kamu tahu kan aku sangat menyayanginya. Jadi ijinkan aku memberinya kasih sayang yang tidak pernah dia dapat dari papanya."Jawaban Hasnan seketika membuat bibir Kinanti terkunci rapat, meski ia sudah mulai membuka hati untuk orang di sekitarnya, bukan berarti ia sudah mulai membuka hatinya untuk pria yang sudah bersabar membantunya melewati masa sulit selama lima tahun terakhir ini. Hati Kinanti masih tertutup rapat untuk satu nama yang hingga kini masih belum mampu untuk ia hapus atau lupakan."Mau sampai
Di atas tempat tidur, malam itu mata Kinanti enggan terpejam. Ucapan Hasnan tentang Zain Abraham terus terngiang dan mengusik tidurnya. Meski dari lubuk hati ada kemarahan yang tersimpan untuk keluarga Yazid, tetap saja tidak membuat wanita itu membenci sang kekasih. Ia tahu, bahwa semua rentetan kejadian yang dia alami adalah ulah perbuatan Chairman Yazid beserta sang istri. Karena nya rasa cinta yang ia miliki untuk CEO Zain Abraham, masih tersimpan rapi."Apa aku harus menelepon nya? Bagaimana jika yang menjawab ternyata istrinya?"Batin ibu satu anak itu terus berkecamuk, antara ingin tahu kabar Zain atau memilih bersembunyi dari Zain Abraham. Berkali-kali Kinanti menatap ponselnya yang tergeletak di atas nakas, masih tetap ragu. Hingga lamunannya tiba-tiba buyar, saat suara dering telepon berbunyi dari ponselnya. Bergegas ia meraih ponsel dan ternyata adalah sang adik yang menelepon."Halo Kak, apa kabar mu dan Brizam?" Tanya Irfan."Ha -halo,
"Lupakanlah semua dendam, amarah dan kebencianmu Nak. Kasihan Brizam dan juga Nak Zain, mereka adalah Ayah dan anak, sangat berdosa jika kamu menutupi dan merahasiakannya." Nasehat Bu Asri untuk Kinanti seusai melepas tangis masing-masing. "Tapi, Bu....! Ibu tahu sendiri bukan? Yang tidak menginginkan darah daging Tuan Zain bukan aku tapi mereka, dan lagi bagaimana jika saat aku kembali, Tuan Zain sudah menikah," sahut Kinanti masih sesenggukan. Mendengar penjelasan dari sang kakak, Irfan pun turut angkat bicara kembali, "Kak, bagaimana mungkin Kakak bisa punya pemikiran seperti itu. Jangankan menikah, setiap harinya hidup Tuan Zain menghukum dirinya sendiri dengan bermabuk-mabukan." Jeder...! Ibarat disambar kilat Kinanti saat itu. Ternyata cinta yang Zain miliki untuknya sungguh sangatlah besar, tangisan pun kembali pecah sejadinya. Semalaman seusai berbicara dengan Bu Asri dan Irfan, hati Kinanti kian gelisah. Di sisi lain ia masih sa
"Ting," sebuah pesan masuk terdengar dari aplikasi hijau.Kinanti yang hendak makan siang di kantor, membuka pesan tersebut. Air bening mulai beranak sungai dari maniknya. Tak bisa dicegah atau dibendung mengalir terjun bebas membasahi pipi putihnya. Bahkan berulang kali video itu ia putar untuk mengobati rasa kerinduannya pada sosok pria yang sudah lima tahun lebih akhirnya kini bisa dilihatnya."Maafkan aku Tuan, hiks..." ucap Kinanti mengusap pipinya.Hasnan yang hendak mengajak wanita itu untuk makan siang, menghentikan langkahnya dan diam beberapa meter dari meja kerja Kinanti. Terus menatap wanita yang sudah mengisi hatinya dengan perasaan iba. Hasnan adalah seorang pria yang berpikiran rasional. Meski ia sangat mencintai Kinanti, namun cintanya tak membuat dirinya berubah egois. Meski sakit, ia kerap kali menyuruh Kinanti untuk kembali menghubungi Zain."Hapus lah, sebelum dilihat karyawan lain!" Ucap Hasnan mendekat dan menyodorkan sapu tangan mil
"Mmm..., Halo Tuan Alex! Untuk lusa nanti tolong Anda persiapkan keberangkatan Tuan Zain ke Jepang!" Ujar Irfan dari telepon duduk di atas meja kerjanya."Ap- apa aku tidak salah, Fan?" Tandas Alex kaget."Kamu tidak bercanda kan, Fan?" Alex masih tidak percaya."Iya Tuan, sebaiknya Tuan Alex kemari saja, biar bisa melihat dan memastikan sendiri perintah Tuan Zain," jawab Irfan.Setelah menerima telepon dari Irfan, Alex masih merasa tidak percaya. bahkan pria yang sudah bertahun-tahun mendampingi Zain itu menampar pipinya sendiri. Berharap apa yang Irfan ucapkan bukanlah mimpi."Auw...!" Gumam Alex mengusap pipinya."Ini benar, bukan mimpi," imbuh Alex menggumam.Saking antusiasnya mendengar berita baik dari Irfan, orang kedua kepercayaan Zain Abraham. Alex merogoh ponsel yang ada dalam saku jasnya dan menggulir layar ponsel tersebut, memilih nomor Lala yang ia beri nama Bawel."Halo!" Sapa Alex mengawali percakapan."Em
"Ting!"Sebuah notif masuk dari mbanking Lala. Gadis itu kaget bukan main melihat deretan jumlah nominal yang tertera. Berkali-kali Lala menepuk pipinya untuk meyakinkan apa yang dilihatnya apakah sebuah mimpi atau bukan. Namun memang benar pipinya terasa sakit, itu berarti bukan mimpi. Lalu Lala pun berpikir keras dari mana asal uang sebanyak itu. Meski ia harus bekerja selama tiga tahun pun tidak akan mampu meraih gaji seperti nominal yang masuk dalam rekeningnya barusan.Keringat dingin mulai menghinggapi tubuh Lala yang baru terjaga dari tidurnya sore itu."Ini uang dari mana asalnya? Ya Tuhan, apa ada orang salah kirim? Atau Pak Alan salah mentransfer kah? Aku harus bertanya Pak Alan?" Gumam Lala.Gadis itu segera menghubungi Alan dan bertanya soal transferan sejumlah uang yang tiba-tiba masuk di rekeningnya. Namun jawaban Alan sungguh mengejutkannya. sebab Alan tidak merasa melakukan transfer ke rekening Lala."Mungkin bisa jadi dari pe
"Maaf Tuan, paspor beserta Visa Anda sudah siap. Apakah Tuan Zain ingin memakai jet pribadi atau dengan penerbangan biasa?" Tanya Alex setelah selesai mempersiapkan keberangkatan Zain.Zain melihat paspor beserta Visa yang Alex letakkan di atas meja kerjanya. Setelah dilihat, Zain mengeluarkan sebuah map berisi data penting perusahaan dari brankas yang ada di belakang meja."Simpanlah ini baik-baik! Jika suatu saat terjadi sesuatu denganku, carilah Kinanti. Semua yang aku punya saat ini dia harus memiliki nya."Alex bergetar menerima berkas dari CEO Zain Abraham tersebut. Jantungnya pun mulai berdetak kencang, "Kenapa Tuan Zain berkata seperti itu?"Zain Abraham mengurai senyum, terlihat wajah yang semakin sabar serta penuh kelembutan. Beda dengan Zain Abraham sebelum mengenal Kinanti. Merupakan sosok yang keras kepala tak terbantahkan."Aku hanya berjaga-jaga saja, Lex. Entah mengapa akhir-akhir ini aku sering bermimpi tentang seorang anak l