"Mengapa kamu hanya diam saja, Mas?""Eh, ma-maaf." Lelaki itu mematikan semprotan air. Lalu duduk di pinggir kolam sambil menatap mataku. Tatapan matanya yang dalam, pandangan yang dulu selalu melelehkan hatiku, kini terasa seperti duri-duri yang menyengat. Aku sangat terluka."Pantas Apa yang kau inginkan masihkah kau ingin berumah tangga denganku ataukah kau sudah memutuskan sebuah perceraian! Apa menurutmu kita berpisah akan membuatmu bahagia?""Kadang timbul pemikiran di hatiku bahwa jika aku mau bersabar dan bertahan sedikit saja mungkin suamiku akan kembali dan melupakan gundiknya. Aku berharap bahwa hidup kita akan kembali seperti semula tapi fakta bahwa Fani adalah istrimu adalah hal yang tidak bisa diabaikan.""... Sekarang kau punya dua dapur yang harus kau buat asapnya selalu mengepul, ada banyak perut yang harus kau isi dengan makanan, ada dua rumah yang harus kau isi dengan cinta dan perhatian. Aku tak yakin, kau bisa melakukan itu dengan adil, sehingga aku dan dia tid
"Sebentar-sebentar ... rupanya perubahan status dari babu jadi Nyonya membuat dirimu sekarang melunjak lebih berani ya... bahkan kau membentaknya?" ujarku tersenyum sambil melirik Mas Fahri, sengaja menyindir dengan kalimat seperti itu karena biasanya harga diri dan ego laki laki, adalah hal terpenting bagi mereka. Jika ego itu terluka, terlebih di depan orang yang menurut para pria penting, maka mereka akan murka."Aku tidak akan pulang, anak anak ingin aku menginap di sini?""Apa? Aku harap kau salah bicara Mas?!""Tidak, aku memutuskan untuk menginap karena tidak bawa motor. Hujan deras di luar sana akan membuatku demam, jadi itu mungkin akan menghalangiku bekerja besok.""Alasan kamu Mas? Bilang aja kamu mau enak enak sama dia kan?""Fani! Jangan mempermalukanku sebagai suamimu. Selagi semua orang masih menaruh hormat pada satu sama lain, maka aku memintamu untuk pulang sekarang juga!""Tidak, tidak tanpa dirimu!""Aku harus menenangkan hati anak-anak dan menemani mereka tidur k
"Kamu Kenapa Mas, kok tingkahmu aneh begini, apa kamu bertengkar dengan istrimu ataukah kau sedang krisis kepercayaan diri?!" Aku langsung menarik diri, bersurut mundur dari sisinya, tak mau rasanya dipandangi oleh tetangga baru di mana dinding pembatas pekarangan rumah kami hanya setinggi satu setengah meter. "Aku benar-benar berharap ingin kembali padamu Arimbi, aku minta maaf karena perselingkuhan yang kulakukan adalah boomerang dalam hidupku. Aku menyesal!" Lelaki itu berkata sambil menatap mataku dengan tegas, seolah itu menegaskan kejujurannya."... sejak menikahi Fani aku jarang sekali menemukan ketentraman dan bisa tidur dengan pulas. Dia selalu rewel, cemburu dan curiga padaku!""Harusnya kamu sudah tahu semua sifat-sifat itu sebelum memutuskan untuk dekat dengannya!""Aku memang salah Arimbi. Aku menginginkan istri yang penurut manja dan serba bergantung padaku. Istri sepertimu terlalu tangguh dan mandiri, sehingga aku kadang-kadang merasa tidak terlalu diperlukan."
"Eh, ada yang nyariu tuh," ujar Rika, sambil menyenggol si kuku saat diri ini sedang mengetik di layar komputer kantor."Siapa? Fahri?""Bukan, kayak orang-orang dari kampung loh," bisiknya."Siapa ya?""Emaknya si jalang itu kali," balasnya."Untuk apa mereka nyari aku?""Tahu..." Rika mengendikan bahu lalu duduk di kursinya dan melanjutkan pekerjaannya.Aku segera keluar dari ruanganku dan pergi ke lobi depan, ternyata keluarga itu sudah menungguku di teras. Kupersilahkan mereka duduk di bangku yang kebetulan tersedia di sebelah kiri teras. "Ada apa ya, Bu?""Teh, sekarang teteh kan kakaknya Fani, emak datang kemari mau minta maaf atas kesalahan yang dibuat Fani."Aku terdiam melihat wanita itu menatapku dan bicara dengan tulus, dia meraih tanganku dengan tangannya yang sedikit gemetar dan sudah bergelambir keriput dimakan usia dan terpanggang teriknya matahari di sawah. Pandanganku tertuju pada Bapaknya yang menenteng pikulan berisi talas, ubi kayu dan beberapa bonggol jagu
"Apa kau beritahu Ibuku tentang situasi yang sebenarnya?" Lagi itu menelponku Setelah sore hari aku menemui ibunya Untuk mengantarkan bawaan keluarga Fani. "Tidak, aku hanya mengantarkan titipan mertuamu yang datang dari desa. Ibu bilang seharusnya aku mau ngambilnya karena itu dibawakan untukku tapi Aku menolaknya karena keluargamu lebih berhak.""Tahu dari mana Ibu tahu kalau aku sering lapar kalau bukan kamu yang bicara!""Mungkin aku terpaksa bicara dengan kebaikanmu agar kau tidak selalu mengeluh dan terlihat kelaparan. Ada baiknya, kau diurus dengan baik agar kau tetap sehat dan mencari nafkah demi kami semua.""Tapi, aku meminta bantu tidak beritahu siapapun.""Aku tidak bisa merahasiakan hal seperti itu, karena ini tentang kehidupan seseorang. Sebaiknya memang Fani dipertemukan dengan ibu mertua dan biarkan ibu mertua bicara padanya.""Itu akan membuat keadaan makin rumit.""Aku tak peduli, selama itu tidak rumit untukku. Lagipula, sangat menyenangkan melihat wanita itu dima
Tiga hari Mas Fahri tidak mendatangiku ke rumah atau menghubungiku lewat ponsel, aku merasakan kelegaan di hatiku karena mungkin asumsi kejadian yang terjadi kemarin telah mengubah Fani dan menjadikan wanita itu jadi lebih baik.Setidaknya dia bisa melayani suaminya dengan benar sehingga lelaki itu tidak datang terus-menerus ke rumah dan mengadukan hal-hal yang tidak berguna. *"Bagaimana keadaanmu?" tanya Ibuku."Alhamdulillah, aku baik.""Apa Fahri masih datang menemuimu?""Sesekali dia datang, tapi sudah tiga hari aku tidak mendengarkan kabar.""Keluarga besar kita bertanya tentang kelanjutan keputusanmu. Masihkah kau ingin mempertahankan keluarga ataukah kau memang akan menceraikannya?""Aku sedang melihat perkembangan ke depannya, juga mengingat ibu mertua dan anak anak juga sangat keberatan dengan perceraian.... Jadi, untuk sementara aku tidak ingin melukai hati mereka.""Kami sangat malu dengan sikap Fahri dan perselingkuhan yang terjadi. Berita itu menyebar bahkan sampai ke
"kenapa kau berkata seperti itu?!" Lelaki yang tadinya mau nyandar dan memejamkan matanya, langsung duduk dengan tegak dan melotot padaku. Wajahnya nampak sangat terperanjat dan terperangah, mulutnya terbuka, ekspresi semacam itu membuatku tidak mampu menahan gelak tawa."Kenapa tidak? Bila kau sendiri masih laku maka aku yakin aku juga bisa. Apa aku kurang cantik?""Kau cantik!""Ya, dan aku pegawai negeri serta mandiri. Tabunganku banyak, karirku bagus dan aku punya rumah yang memadai.""Tapi itu kau hasilkan bersamaku!""Aku tidak peduli, jika kita bercerai, apa yang telah menjadi hak milikku tidak bisa kau ganggu gugat!""Ya Allah, kau kenapa? Apa yang merasukimu?" "Tidak ada, aku hanya bosan tidak ada kepastian.""Aku datang ke sini Untuk meringankan kepusingan otakku tapi kau malah menambahnya dengan tekanan untuk bercerai dan rencana untuk menikah lagi!""Mau bagaimana lagi ...aku kesepian dan tidak dapat perhatian," jawabku sambil melipat tangan di dada. "Aku datang untu
Lama lama pria itu menatap ke arah belakangku, pandangannya dekat seakan ingin memastikan bahwa apa yang dia lihat adalah sebuah kenyataan. Saya ingin memastikan bahwa yang berdiri di sana memang adalah istri barunya."Aku nggak ngerti ya ... kenapa dia bisa ada di sini," ujarku."Mungkin menemui teman atau kerabatnya.""Jenis teman atau kerabat yang seperti apa tinggal di daerah seperti ini." Sikap dan tau aku yang sini tentu saja membuat Mas Fahri langsung malu. "Kita baik sangka aja, mungkin mereka nggak punya pilihan untuk ngontrak di tempat yang lebih mahal dari ini tempat ini.""Tapi ini kayak lokalisasi nggak sih?""Ah, sudahlah," ujarnya sambil mengibaskan tangan di udara."... aku akan turun," ujarnya sambil membuka pintu. "Kau mau aku menunggumu?""Bila kau berkenan menungguku, aku ingin menumpang pulang, tapi jika tidak, kau bisa meninggalkanku." Dia langsung keluar lalu menutup pintu mobil, sementara aku berpikir untuk beberapa saat antara mau menunggu dan memperhatikan
Di dunia ini hukum alam selalu berjalan, ada pertemuan dan perpisahan, ada pernikahan dan penyatuan lalu ada kematian yang memisahkan atau perpisahan dengan cerai hidup. Dinamika kehidupan terus berputar dan berulang-ulang seperti pola alam yang teratur. Sebagai wanita yang normal, seorang wanita dewasa yang punya dua anak, aku sadar betul bahwa aku tidak bisa hidup sendirian terus-menerus. Mungkin aku butuh pendamping dan teman untuk menemani di saat sakit dan sedih atau jadi penghibur kesepianku di hari tua nanti. Kuputuskan untuk menerima lamaran, bukan karena aji mumpung atau ingin pamer pada mantan suamiku kalau aku juga bisa menikah, ini sebagai bentuk realistisnya diri ini pada kenyataan hidup. Lagipula ada pria baik baik yang mau meminang diri ini, mau menyayangi dan melindungi anak-anak serta bertanggung jawab, maka aku tak akan menolak jodoh pemberian Tuhan.**"Cantik sekali anak Ibu," ucap ibu saat beliau mendekat ke arah kaca rias dan memandang pantulan diri ini y
Di dunia ini hukum alam selalu berjalan, ada pertemuan dan perpisahan, ada pernikahan dan penyatuan lalu ada kematian yang memisahkan atau perpisahan dengan cerai hidup. Dinamika kehidupan terus berputar dan berulang-ulang seperti pola alam yang teratur. Sebagai wanita yang normal, seorang wanita dewasa yang punya dua anak, aku sadar betul bahwa aku tidak bisa hidup sendirian terus-menerus. Mungkin aku butuh pendamping dan teman untuk menemani di saat sakit dan sedih atau jadi penghibur kesepianku di hari tua nanti. Kuputuskan untuk menerima lamaran, bukan karena aji mumpung atau ingin pamer pada mantan suamiku kalau aku juga bisa menikah, ini sebagai bentuk realistisnya diri ini pada kenyataan hidup. Lagipula ada pria baik baik yang mau meminang diri ini, mau menyayangi dan melindungi anak-anak serta bertanggung jawab, maka aku tak akan menolak jodoh pemberian Tuhan.**"Cantik sekali anak Ibu," ucap ibu saat beliau mendekat ke arah kaca rias dan memandang pantulan diri ini y
Tiga hari sebelum aku menuju jenjang pernikahan. Tiba-tiba ada tamu yang tak diharapkan kedatangannya berdiri di hadapan pintu rumah. Saat itu aku dan beberapa teman sedang mengemasi souvenir.Rencananya pernikahan hanya akan dilangsungkan di lingkungan keluarga dan para sahabat terdekat saja jadi aku tidak akan mengadakan pesta besar, namun, menyediakan souvenir kenang-kenangan adalah hal yang ingin kulakukan untuk mengesankan para tamu undangan. Wanita itu dan suaminya tertegun melihat 4 orang temanku sedang sibuk meletakkan gelas kaca cantik ke dalam kotak souvenir. Dia berdiri dan tertegun di sana. Sedih Sudah lama tak bertemu membuatku seolah tidak mengenal gadis itu, sudah banyak perubahan di wajahnya tubuhnya berubah jadi kurus wajahnya pucat dan cekungan bola matanya menunjukkan kalau dia memang sedang sakit."Assalamualaikum." Wanita itu berucap dengan suara pelan, lirih nyaris tidak terdengar."Walaikum salam." Aku juga berdiri dan terpaku, bingung bagaimana harus memper
"Penting menegaskan pada mantan suamimu agar dia berhenti mendatangi kalian," ujar Mas Seno di mobil."Ya, Kami sudah sepakat untuk tidak bertemu lagi tapi dia datang untuk pinjam uang.""Lantas saat kau tidak mampu membantunya Kenapa lelaki itu malah murka dan berusaha menyakitimu?""Entahlah, mungkin cemburu Mas," balasku."Cemburu seakan kau tidak pantas berbahagia dan berteman dengan orang lain, begitukah?""Ya, bisa jadi.""Tapi bukankah dia sudah punya istri dan konom istrinya hamil?""Ah, dia keguguran, masuk rumah sakit dan minta bantuan biaya 2 juta dariku. Dia merasa berhak minta karena aku mewarisi sebagian besar harta gono gini.""Tapi pembagian itu bukankah adalah hak kalian dan anak-anak?""Mungkin dia merasa masih berhak memintanya.""Astaga sungguh tidak punya perasaan.""Ah, entahlah Mas.""Sepertinya kau harus pindah ke tempat di mana dia tidak menemukanmu.""Dia pasti akan menyusuri tempat tinggalku karena merasa bisa bertemu dengan anak-anak.""Kalau begitu kembali
Dua hari berikutnya sangat krusial, kudengar kabar keadaan bahwa Fanny kehilangan kesadaran, dia drop di rumah sakit karena pendarahan yang parah, menderita, kesakitan, menangis, depresi dan terguncang. Kudengar kabar itu dari salah satu temanku yang berprofesi sebagai petugas kesehatan.Dia tahu tentang peristiwa yang menimpa kehidupanku dan bagaimana wanita itu merebut suamiku, jadi dia berdiri di pihak diri ini untuk selalu memberiku kabar-kabar terbaru tentang perkembangan yang terjadi.(Dia drop, dia dirawat di ruang intensif.)(Bagaimana dengan Fahri?)(Tentu saja lelaki itu kebingungan dengan biaya... tidak lagi memiliki asuransi kesehatan, membuat lelaki itu harus membayar biaya rumah sakit dengan tarif umum. Kau tahu kan, wanita pasca abortus, dia harus mengalami operasi pembersihan dan biayanya cukup mahal belum lagi biaya rawat inap dan obat-obatan.)(Astaga....)(Aku yakin ibu mertuamu yang mantan seorang dokter harus repot menggelontorkan dana yang lebih besar, dia juga
Demi kebaikan segalanya aku memutuskan untuk mengambil keputusan dan menyuruh anak-anak untuk menegaskan keputusan mereka agar Mas Fahri tidak lagi datang dan mengganggu ketentraman hidup kami.Sore itu kuantar mereka bertemu dengan papanya di rumah neneknya, kebetulan neneknya sedang keluar ke pengajian jadi hanya ada dia di sana.Melihat kami berdiri di ambang pintu gerbang lelaki itu terlonjak bahagia. Dia berlari dan hendak menyambut kami dengan penuh sukacita tapi melihat ekspresiku dan anak-anak yang datar-datar saja lelaki itu langsung menghilangkan senyum di wajahnya."Aku sudah menunggu kalian dari pagi.""Mana istrimu? Kudengar dia hamil.""Dia di rumah.""Oh, baguslah, berarti kita bisa bicara dengan leluasa saat ini.""Apa maksudmu?"Lelaki mulai terlihat khawatir dan menelan ludah."Anak anak...." Aku memberi isyarat pada anak-anak untuk bicara secara langsung pada ayah mereka. "Papa, kami tidak ingin papa mengganggu kami lagi, kami tidak ingin papa datang tanpa member
Pukul empat sore, Mereka semua pamit dari rumahku setelah menyalami dan mereka mengucapkan terima kasih atas hidangan dan keramahan tuan rumah, aku mengantarkan mereka ke mobil."Terima kasih atas makanannya ya masakanmu benar-benar enak ucap Rika sambil merangkul dan menepuk bahu kanan ini."Sering sering main ya, agar aku tidak terlalu merasa kesepian.""Eh, sekarang kan ada Seno, Jadi kalian bisa share waktu dan hari Minggu kalian berdua.""Betul itu," jawab Mas Seno sambil berkedip padaku, entah kenapa dia tiba-tiba begitu berani dan gamblang menunjukkan godaannya.Mungkin karena tadi kami sudah bicara panjang lebar tentang keinginan dan harapan masing-masing, jadi pria itu mulai merasa akrab denganku. "Aku harap kalian cocok berteman," ucap suami Rika."Iya, Mas, makasih udah dikenalin.""Mudah mudahan berjodoh," lanjutnya sambil masuk ke mobil."Apa hanya mereka yang diantarkan mobilnya dan aku tidak?" tanya pria berjas abu abu itu. Aku tergelak dan mengarahkan tangan ke mobil
"Mari masuk, Saya sudah menunggu sejak tadi dan telah menyiapkan hidangan kecil-kecilan di meja makan," ujarku memecah kecandungan diantara kami dan tatapan mata lelaki bernama Seno yang lekat.Dia nampak terkesan dengan diriku tapi aku tidak mau terlalu over percaya diri, mungkin itu hanya bentuk penghargaan pada wanita yang baru ia temui.Ku arahkan pada tamuku ke arah meja makan di mana makanan yang masih hangat terhidang di sana, ada opor ayam, gulai ikan, sate lilit, dan urap sayur terhidang di sana. Tak lupa lalapan dan sambal. "Saya menyukai makanan khas Indonesia jadi saya menghidangkannya untuk kalian.""Kami juga suka, wah, sepertinya enak," ujar Rika."Langsung saja Mas, langsung dicicipi," ujarku pada suami sahabatku. Tak lupa aku bersilakan Seno juga untuk duduk dan kupanggil anak-anak untuk bergabung di meja makan. Kulayani tamu dengan baik, dengan cara memberikan pelayanan yang baik di meja makan, mendekatkan makanan dan menuangkan minuman, serta mengajak mereka bic
"Ciee janda, cantik kali perubahannya." Itu ucapan temanku menggoda diri ini saat aku tiba di kantor dengan penampilan baru dan parfum beraroma lebih segar, para sahabatku itu menatap diri ini dengan decak kagum dan mulai saling melirik satu sama lain."Alhamdulillah aku merdeka.""Tapi sampai hari ini aku tidak percaya bahwa kalian bercerai mengingat betapa harmonis dan mesranya kalian sebelum ini," ucap Mbak Vira salah seorang teman dekat Mas Fahri."Yang namanya kehidupan, bisa saja berbalik dalam satu tepukan, Mbak Vir," jawab Rika sahabatku."Sedih aja sih, meski akhirnya kalian mengambil keputusan untuk menjalani hidup masing-masing tapi aku tetap menyayangkan itu.""Mari kita hargai saja keputusan yang diambil oleh Arimbi dan Mas Fahri, aku rasa mereka pasti sudah membicarakan ini matang-matang.""Ya, semoga saja, semoga ini yang terbaik untuk anak anak," balasnya."Ayolah teman teman, saya baik baik saja, anak-anak saya baik-baik saja, tempat tinggal kami cukup layak, kendaraa