"Teganya kamu, Ma. Aku buat rumah ini untuk anak-anak." "Dan kamu juga yang mengotori Marwah rumah ini dengan perselingkuhan, sehingga aku merasa tidak betah dan keberadaan kami di sini tidak berkah!" "Tetap saja tidak adil kau menjualnya tanpa persetujuan ditambah kau hanya memberiku sebagian kecil dari hasil penjualannya."Lelaki itu duduk di ujung tangga teras sambil bersedekap dan menahan guncangan tangisan di bahunya. Ia begitu sedih sampai tak kuasa untuk menangis. Mungkin dia masih sayang dengan rumah ini, atau mungkin juga ia tidak rela karena aku hanya memberikannya uang yang sedikit. "Sudahlah jangan menangis dan membuat drama, aku harus segera mengepak barang-barang ini karena pemilik baru akan pindah.""Kamu sudah siap mental untuk pindah, tapi aku belum siap Arimbi! Apa kau pikir aku akan datang dengan santainya ke rumah orang tuaku dan menemui anak-anak tanpa merasa malu sedikitpun kepada keluargamu?""Malu adalah sebagian dari kodrat manusia yang punya hati. Aku t
Mendapat tamparan yang begitu keras dari ibuku, Fani menggeram, pipi wanita itu memerah seperti udang yang baru saja dikukus. Ditambah sekarang Air hujan mengguyur dan membasahi seluruh tubuhnya.Tanpa banyak bicara Ibu langsung menunjuk pintu gerbang pasa Fani."Jika sudah selesai bicara, pintu gerbang masih terbuka!"Gadis itu gemetar menahan kemarahannya, bibirnya bergerak sendiri seakan ingin mengatakan sesuatu tapi itu hanya tertahan di tenggorokan. Dengan air mata yang menetes dia langsung membalikan badan dan pergi begitu saja."Fani, tunggu!" Ujar Mas Fahri mengejarnya, mungkin berusaha membujuk dan mengambil hati agar wanita itu tidak semakin merajuk dan menyulitkan hidup Mas Fahri. "Ayo masuk Bu, kita harus salat dan makan.""Ya, Ibu akan kehilangan amal pahala ibu jika Ibu terus berhadapan dengan wanita seperti dia.""Tapi aku berterima kasih karena Ibu sudah bersikap tegas padanya.""Iya, pelajaran semacam itu sangat berharga bagi orang-orang seperti Fani."*Malam be
Sabtu malam aku dan Rika yang dulu kebetulan 1 SMA tapi lain kelas pergi menghadiri reuni yang diadakan oleh sekolah kami di sebuah hotel. Reuni angkatan 2008.Aku dan Rika membaur telah berpakaian rapi dan siap masuk ke lokasi acara, ada banyak orang yang kami sapa dan kami jabat tangannya. Beberapa teman yang dulu populer di sekolah nampak selalu bergaya, seperti gayanya dari dulu. Teman yang dulu cupu dan polos sekarang terlihat lebih modis dan sukses, ada juga yang sudah berhijrah dan pakai baju syar'i dan ada juga yang seperti krisis gender, dulu lelaki dan sekarang jadi setengah lelaki. Dengan gaya kemayu lelaki yang kami ketahui bekerja sebagai desainer itu, nampak membaur dengan grup para wanita lalu bercanda dengan heboh."Ya Allah, cyin, kamu datang ya Bo." Lelaki yang kuperhatikan barusan, malah bersihtatap denganku dan langsung berseru menyapa diri ini.Dia mendekat dengan gaya centil, berjalan seperti wanita dengan bokongnya yang menonjol karena celana ketat juga memb
"Jadi ibu menghukum mereka dengan tidak lagi menegur atau memberikan dukungan?" "Biarkan saja mereka mengurus dirinya sendiri karena sampai kapanpun Ibu tidak menerima Fani sebagai menantu ibu.""Bagaimana kalau dia hamil, mau tidak mau, wanita itu tetap akan menghasilkan keturunan untuk keluarga ibu.""Menantuku cuma kamu dan cocokku hanya Davin dan Erwin.""Aku yakin ibu akan luluh suatu saat nanti.""Hah, tidak akan!" ujarnya sambil tertawa dari seberang sana."Baiklah, Hari ini adalah hari Minggu jadi datanglah kau dan anak-anakmu untuk makan siang di rumah ibu.""Apa makan siang yang akan ramai?""Tidak, hanya sahabat dan para tetangga favoritku.""Jujur saja dalam keadaan rumah tangga yang belum diputuskan arahnya, aku tidak nyaman bertemu orang-orang. Demi menghindari pertanyaan dan beberapa argumen yang sulit kuterima,.aku mohon untuk tidak usah hadir dulu Bu.""Kalau begitu biar Ibu batalkan rencana pertemuan dengan mereka.""Tidak usah Bu, biar Arimbi datang."Aku tidak en
"Mengapa kamu hanya diam saja, Mas?""Eh, ma-maaf." Lelaki itu mematikan semprotan air. Lalu duduk di pinggir kolam sambil menatap mataku. Tatapan matanya yang dalam, pandangan yang dulu selalu melelehkan hatiku, kini terasa seperti duri-duri yang menyengat. Aku sangat terluka."Pantas Apa yang kau inginkan masihkah kau ingin berumah tangga denganku ataukah kau sudah memutuskan sebuah perceraian! Apa menurutmu kita berpisah akan membuatmu bahagia?""Kadang timbul pemikiran di hatiku bahwa jika aku mau bersabar dan bertahan sedikit saja mungkin suamiku akan kembali dan melupakan gundiknya. Aku berharap bahwa hidup kita akan kembali seperti semula tapi fakta bahwa Fani adalah istrimu adalah hal yang tidak bisa diabaikan.""... Sekarang kau punya dua dapur yang harus kau buat asapnya selalu mengepul, ada banyak perut yang harus kau isi dengan makanan, ada dua rumah yang harus kau isi dengan cinta dan perhatian. Aku tak yakin, kau bisa melakukan itu dengan adil, sehingga aku dan dia tid
"Apa kau tidak khawatir kalau wanita itu akan merajuk dan mengamuk padamu?""Ada anak-anak yang harus aku jaga perasaannya, jangan sampai mereka kecewa dan semakin bertambah-tambah. Lagi pula Fani lebih dewasa, Jadi aku yakin dia akan lebih memahami situasi ini.""Kau mengantarkan kami karena memang peduli pada anak-anak, atau kau takut aku semakin sakit hati jika kau lebih memilih pulang dengan istrimu?"Tidak ada jawaban dari pria itu, dia hanya menatap lurus ke depan sambil menyeimbangkan kemudi mobil di tangannya. Aku pun tidak lagi bertanya hanya menoleh ke arah kiri sambil melihat jalanan lintang pukang yang yang sarat dengan suara bentakan klakson bila mobil berjalan sedikit lambat. Di jam sore seperti ini, udara semakin panas debu-debu yang sejak pagi beterbangan seolah bosan berputar di udara yang sama, jalanan padat merayap dan orang yang terburu-buru saling menerobos satu sama lain. Sebenarnya apa yang membuat seseorang harus mengebut sekencang itu, tidakkah memikirk
"Mengapa kamu hanya diam saja, Mas?""Eh, ma-maaf." Lelaki itu mematikan semprotan air. Lalu duduk di pinggir kolam sambil menatap mataku. Tatapan matanya yang dalam, pandangan yang dulu selalu melelehkan hatiku, kini terasa seperti duri-duri yang menyengat. Aku sangat terluka."Pantas Apa yang kau inginkan masihkah kau ingin berumah tangga denganku ataukah kau sudah memutuskan sebuah perceraian! Apa menurutmu kita berpisah akan membuatmu bahagia?""Kadang timbul pemikiran di hatiku bahwa jika aku mau bersabar dan bertahan sedikit saja mungkin suamiku akan kembali dan melupakan gundiknya. Aku berharap bahwa hidup kita akan kembali seperti semula tapi fakta bahwa Fani adalah istrimu adalah hal yang tidak bisa diabaikan.""... Sekarang kau punya dua dapur yang harus kau buat asapnya selalu mengepul, ada banyak perut yang harus kau isi dengan makanan, ada dua rumah yang harus kau isi dengan cinta dan perhatian. Aku tak yakin, kau bisa melakukan itu dengan adil, sehingga aku dan dia tid
"Sebentar-sebentar ... rupanya perubahan status dari babu jadi Nyonya membuat dirimu sekarang melunjak lebih berani ya... bahkan kau membentaknya?" ujarku tersenyum sambil melirik Mas Fahri, sengaja menyindir dengan kalimat seperti itu karena biasanya harga diri dan ego laki laki, adalah hal terpenting bagi mereka. Jika ego itu terluka, terlebih di depan orang yang menurut para pria penting, maka mereka akan murka."Aku tidak akan pulang, anak anak ingin aku menginap di sini?""Apa? Aku harap kau salah bicara Mas?!""Tidak, aku memutuskan untuk menginap karena tidak bawa motor. Hujan deras di luar sana akan membuatku demam, jadi itu mungkin akan menghalangiku bekerja besok.""Alasan kamu Mas? Bilang aja kamu mau enak enak sama dia kan?""Fani! Jangan mempermalukanku sebagai suamimu. Selagi semua orang masih menaruh hormat pada satu sama lain, maka aku memintamu untuk pulang sekarang juga!""Tidak, tidak tanpa dirimu!""Aku harus menenangkan hati anak-anak dan menemani mereka tidur k
Di dunia ini hukum alam selalu berjalan, ada pertemuan dan perpisahan, ada pernikahan dan penyatuan lalu ada kematian yang memisahkan atau perpisahan dengan cerai hidup. Dinamika kehidupan terus berputar dan berulang-ulang seperti pola alam yang teratur. Sebagai wanita yang normal, seorang wanita dewasa yang punya dua anak, aku sadar betul bahwa aku tidak bisa hidup sendirian terus-menerus. Mungkin aku butuh pendamping dan teman untuk menemani di saat sakit dan sedih atau jadi penghibur kesepianku di hari tua nanti. Kuputuskan untuk menerima lamaran, bukan karena aji mumpung atau ingin pamer pada mantan suamiku kalau aku juga bisa menikah, ini sebagai bentuk realistisnya diri ini pada kenyataan hidup. Lagipula ada pria baik baik yang mau meminang diri ini, mau menyayangi dan melindungi anak-anak serta bertanggung jawab, maka aku tak akan menolak jodoh pemberian Tuhan.**"Cantik sekali anak Ibu," ucap ibu saat beliau mendekat ke arah kaca rias dan memandang pantulan diri ini y
Di dunia ini hukum alam selalu berjalan, ada pertemuan dan perpisahan, ada pernikahan dan penyatuan lalu ada kematian yang memisahkan atau perpisahan dengan cerai hidup. Dinamika kehidupan terus berputar dan berulang-ulang seperti pola alam yang teratur. Sebagai wanita yang normal, seorang wanita dewasa yang punya dua anak, aku sadar betul bahwa aku tidak bisa hidup sendirian terus-menerus. Mungkin aku butuh pendamping dan teman untuk menemani di saat sakit dan sedih atau jadi penghibur kesepianku di hari tua nanti. Kuputuskan untuk menerima lamaran, bukan karena aji mumpung atau ingin pamer pada mantan suamiku kalau aku juga bisa menikah, ini sebagai bentuk realistisnya diri ini pada kenyataan hidup. Lagipula ada pria baik baik yang mau meminang diri ini, mau menyayangi dan melindungi anak-anak serta bertanggung jawab, maka aku tak akan menolak jodoh pemberian Tuhan.**"Cantik sekali anak Ibu," ucap ibu saat beliau mendekat ke arah kaca rias dan memandang pantulan diri ini y
Tiga hari sebelum aku menuju jenjang pernikahan. Tiba-tiba ada tamu yang tak diharapkan kedatangannya berdiri di hadapan pintu rumah. Saat itu aku dan beberapa teman sedang mengemasi souvenir.Rencananya pernikahan hanya akan dilangsungkan di lingkungan keluarga dan para sahabat terdekat saja jadi aku tidak akan mengadakan pesta besar, namun, menyediakan souvenir kenang-kenangan adalah hal yang ingin kulakukan untuk mengesankan para tamu undangan. Wanita itu dan suaminya tertegun melihat 4 orang temanku sedang sibuk meletakkan gelas kaca cantik ke dalam kotak souvenir. Dia berdiri dan tertegun di sana. Sedih Sudah lama tak bertemu membuatku seolah tidak mengenal gadis itu, sudah banyak perubahan di wajahnya tubuhnya berubah jadi kurus wajahnya pucat dan cekungan bola matanya menunjukkan kalau dia memang sedang sakit."Assalamualaikum." Wanita itu berucap dengan suara pelan, lirih nyaris tidak terdengar."Walaikum salam." Aku juga berdiri dan terpaku, bingung bagaimana harus memper
"Penting menegaskan pada mantan suamimu agar dia berhenti mendatangi kalian," ujar Mas Seno di mobil."Ya, Kami sudah sepakat untuk tidak bertemu lagi tapi dia datang untuk pinjam uang.""Lantas saat kau tidak mampu membantunya Kenapa lelaki itu malah murka dan berusaha menyakitimu?""Entahlah, mungkin cemburu Mas," balasku."Cemburu seakan kau tidak pantas berbahagia dan berteman dengan orang lain, begitukah?""Ya, bisa jadi.""Tapi bukankah dia sudah punya istri dan konom istrinya hamil?""Ah, dia keguguran, masuk rumah sakit dan minta bantuan biaya 2 juta dariku. Dia merasa berhak minta karena aku mewarisi sebagian besar harta gono gini.""Tapi pembagian itu bukankah adalah hak kalian dan anak-anak?""Mungkin dia merasa masih berhak memintanya.""Astaga sungguh tidak punya perasaan.""Ah, entahlah Mas.""Sepertinya kau harus pindah ke tempat di mana dia tidak menemukanmu.""Dia pasti akan menyusuri tempat tinggalku karena merasa bisa bertemu dengan anak-anak.""Kalau begitu kembali
Dua hari berikutnya sangat krusial, kudengar kabar keadaan bahwa Fanny kehilangan kesadaran, dia drop di rumah sakit karena pendarahan yang parah, menderita, kesakitan, menangis, depresi dan terguncang. Kudengar kabar itu dari salah satu temanku yang berprofesi sebagai petugas kesehatan.Dia tahu tentang peristiwa yang menimpa kehidupanku dan bagaimana wanita itu merebut suamiku, jadi dia berdiri di pihak diri ini untuk selalu memberiku kabar-kabar terbaru tentang perkembangan yang terjadi.(Dia drop, dia dirawat di ruang intensif.)(Bagaimana dengan Fahri?)(Tentu saja lelaki itu kebingungan dengan biaya... tidak lagi memiliki asuransi kesehatan, membuat lelaki itu harus membayar biaya rumah sakit dengan tarif umum. Kau tahu kan, wanita pasca abortus, dia harus mengalami operasi pembersihan dan biayanya cukup mahal belum lagi biaya rawat inap dan obat-obatan.)(Astaga....)(Aku yakin ibu mertuamu yang mantan seorang dokter harus repot menggelontorkan dana yang lebih besar, dia juga
Demi kebaikan segalanya aku memutuskan untuk mengambil keputusan dan menyuruh anak-anak untuk menegaskan keputusan mereka agar Mas Fahri tidak lagi datang dan mengganggu ketentraman hidup kami.Sore itu kuantar mereka bertemu dengan papanya di rumah neneknya, kebetulan neneknya sedang keluar ke pengajian jadi hanya ada dia di sana.Melihat kami berdiri di ambang pintu gerbang lelaki itu terlonjak bahagia. Dia berlari dan hendak menyambut kami dengan penuh sukacita tapi melihat ekspresiku dan anak-anak yang datar-datar saja lelaki itu langsung menghilangkan senyum di wajahnya."Aku sudah menunggu kalian dari pagi.""Mana istrimu? Kudengar dia hamil.""Dia di rumah.""Oh, baguslah, berarti kita bisa bicara dengan leluasa saat ini.""Apa maksudmu?"Lelaki mulai terlihat khawatir dan menelan ludah."Anak anak...." Aku memberi isyarat pada anak-anak untuk bicara secara langsung pada ayah mereka. "Papa, kami tidak ingin papa mengganggu kami lagi, kami tidak ingin papa datang tanpa member
Pukul empat sore, Mereka semua pamit dari rumahku setelah menyalami dan mereka mengucapkan terima kasih atas hidangan dan keramahan tuan rumah, aku mengantarkan mereka ke mobil."Terima kasih atas makanannya ya masakanmu benar-benar enak ucap Rika sambil merangkul dan menepuk bahu kanan ini."Sering sering main ya, agar aku tidak terlalu merasa kesepian.""Eh, sekarang kan ada Seno, Jadi kalian bisa share waktu dan hari Minggu kalian berdua.""Betul itu," jawab Mas Seno sambil berkedip padaku, entah kenapa dia tiba-tiba begitu berani dan gamblang menunjukkan godaannya.Mungkin karena tadi kami sudah bicara panjang lebar tentang keinginan dan harapan masing-masing, jadi pria itu mulai merasa akrab denganku. "Aku harap kalian cocok berteman," ucap suami Rika."Iya, Mas, makasih udah dikenalin.""Mudah mudahan berjodoh," lanjutnya sambil masuk ke mobil."Apa hanya mereka yang diantarkan mobilnya dan aku tidak?" tanya pria berjas abu abu itu. Aku tergelak dan mengarahkan tangan ke mobil
"Mari masuk, Saya sudah menunggu sejak tadi dan telah menyiapkan hidangan kecil-kecilan di meja makan," ujarku memecah kecandungan diantara kami dan tatapan mata lelaki bernama Seno yang lekat.Dia nampak terkesan dengan diriku tapi aku tidak mau terlalu over percaya diri, mungkin itu hanya bentuk penghargaan pada wanita yang baru ia temui.Ku arahkan pada tamuku ke arah meja makan di mana makanan yang masih hangat terhidang di sana, ada opor ayam, gulai ikan, sate lilit, dan urap sayur terhidang di sana. Tak lupa lalapan dan sambal. "Saya menyukai makanan khas Indonesia jadi saya menghidangkannya untuk kalian.""Kami juga suka, wah, sepertinya enak," ujar Rika."Langsung saja Mas, langsung dicicipi," ujarku pada suami sahabatku. Tak lupa aku bersilakan Seno juga untuk duduk dan kupanggil anak-anak untuk bergabung di meja makan. Kulayani tamu dengan baik, dengan cara memberikan pelayanan yang baik di meja makan, mendekatkan makanan dan menuangkan minuman, serta mengajak mereka bic
"Ciee janda, cantik kali perubahannya." Itu ucapan temanku menggoda diri ini saat aku tiba di kantor dengan penampilan baru dan parfum beraroma lebih segar, para sahabatku itu menatap diri ini dengan decak kagum dan mulai saling melirik satu sama lain."Alhamdulillah aku merdeka.""Tapi sampai hari ini aku tidak percaya bahwa kalian bercerai mengingat betapa harmonis dan mesranya kalian sebelum ini," ucap Mbak Vira salah seorang teman dekat Mas Fahri."Yang namanya kehidupan, bisa saja berbalik dalam satu tepukan, Mbak Vir," jawab Rika sahabatku."Sedih aja sih, meski akhirnya kalian mengambil keputusan untuk menjalani hidup masing-masing tapi aku tetap menyayangkan itu.""Mari kita hargai saja keputusan yang diambil oleh Arimbi dan Mas Fahri, aku rasa mereka pasti sudah membicarakan ini matang-matang.""Ya, semoga saja, semoga ini yang terbaik untuk anak anak," balasnya."Ayolah teman teman, saya baik baik saja, anak-anak saya baik-baik saja, tempat tinggal kami cukup layak, kendaraa