Home / Pernikahan / Ketika Suami Tak Lagi Peduli / Tidak Boleh Jatuh Cinta (Part 1)

Share

Tidak Boleh Jatuh Cinta (Part 1)

Author: Risca Amelia
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

“I-iya, Pak,” jawabku berusaha menutupi rasa malu.

Melihat reaksiku, Pak Reindra sepertinya tidak enak hati. Ia berdehem sebentar untuk mencairkan suasana yang terasa ganjil di antara kami.

“Maaf, jika saya salah bicara, saya tidak bermaksud mencampuri urusan pribadimu. Sebenarnya saat ponselmu jatuh, saya tidak sengaja membaca pesan di dalamnya. Selama kita di Sukabumi, saya perhatikan kamu juga sering melamun dan tidak fokus. Selain itu, di restoran kamu tak lepas memandangi sepasang pria dan wanita yang berada di lantai bawah,” ucap Pak Reindra secara jujur.

Hawa dingin merayap naik ke atas punggungku, tetapi wajahku justru terasa memanas. Tak kusangka Pak Reindra diam-diam memperhatikan gerak-gerikku saat kami melakukan perjalanan dinas ke Sukabumi. Aku melupakan fakta bahwa Pak Reindra adalah seorang pria yang detail dan jeli. Dia selalu bisa menemukan hal-hal kecil yang tak lazim dalam laporan keuangan. Tentu saja untuk mengamati perilaku seseorang bukanlah sesuatu yang sulit ba
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Ketika Suami Tak Lagi Peduli   Tidak Boleh Jatuh Cinta (Part 2)

    “Saya teman sekaligus rekan kerjanya Arista, Bu. Nama saya Reindra,” jawab Pak Reindra membalas uluran tangan Bu Etik. Mendengar jawaban yang diberikan Pak Reindra, Bu Etik malah tersenyum lebar. “Semoga nanti dari teman, lanjut berjodoh jadi suami istri. Kalau Tuan butuh rumah setelah menikah, saya bisa carikan yang sesuai budget. Selain pemilik kos, saya ini juga makelar rumah yang terpercaya,” ujar Bu Etik malah mempromosikan dirinya. Pak Reindra hanya menanggapi ucapan Bu Etik dengan tersenyum kecut. Berbeda denganku yang merasa malu setengah mati. Aku pun berusaha mengalihkan obrolan dengan menanyakan kamar kos yang masih tersedia. “Bu, ada berapa kamar kos yang masih kosong?” potongku. “Ada dua, satu di lantai bawah, satu lagi di lantai dua. Mbak mau lihat yang mana?” tanya Bu Etik. “Saya akan melihat dua-duanya, Bu.” “Kalau begitu, kita ke kamar yang di bawah dulu.” Sebelum pergi dengan Bu Etik, aku menengok kepada Pak Reindra untuk berpamitan. “Pak, saya akan melihat k

  • Ketika Suami Tak Lagi Peduli   Aku Bersedia Melakukan Apa pun Untukmu

    Aku segera memutus kontak mata dengan Pak Reindra. Dengan gugup, aku buru-buru menegakkan badan agar bisa terlepas dari posisi yang memalukan ini. Tidak seperti biasanya, Pak Reindra juga terlihat canggung. Seiring dengan gerakanku, ia pun melepaskan tangannya dari pinggangku dan membiarkan aku melangkah ke lantai dua. “Aduh, jantung saya hampir copot lihat Mbak Arista tersandung. Maaf, ya, Mbak, mungkin tangganya licin karena ada minuman yang tumpah. Saya akan menyuruh Narti untuk mengepelnya,” ujar Bu Etik menghampiriku. Wajahnya sedikit pucat karena merasa takut sekaligus bersalah. “Tidak apa-apa, Bu, saya yang kurang berhati-hati. Yang mana kamarnya?” tanyaku mengalihkan pembicaraan. “Itu yang urutan ke tiga dari pojok, Mbak,” jawab Bu Etik sembari mengeluarkan kunci dari saku. Aku dan Bu Etik berjalan beriringan, sedangkan Pak Reindra mengikuti kami dengan menjaga jarak. Barangkali ia ingin menjaga citra dirinya di hadapanku setelah insiden yang tidak disengaja tadi. “Silakan

  • Ketika Suami Tak Lagi Peduli   Yang Lalu Biarlah Berlalu

    Aku melihat ada yang berbeda dari sorot mata Pak Reindra saat dia mengucapkan hal itu. Aku jadi merasa cemas apabila ia salah mengartikan janji yang telah kuucapkan. “I-iya, Pak, selama saya mampu, saya pasti melaksanakan perintah Bapak,” imbuhku. “Saya akan menagih janjimu itu suatu hari,” ucapnya. Pak Reindra melirik jam di tangannya, lalu mulai mengemudikan mobil menuju ke kontrakanku. Ketika kami tiba di depan gapura, aku melihat seorang pria berkulit sawo matang sedang berdiri di samping motorku. Aku menebak bahwa pria tersebut adalah Pak Sam, supirnya Pak Reindra. “Sam, ternyata kamu sudah sampai duluan,” sapa Pak Reindra lantas keluar dari mobil. “Iya, Tuan, saya baru saja akan menelepon Bu Arista,” jawab Pak Sam sembari menganggukkan kepala kepadaku. Aku yakin Pak Reindra sudah memberitahunya mengenai nama dan ciri-ciri fisikku. Aku bergegas mengulurkan tanganku untuk berkenalan dengan Pak Sam. “Saya Arista, Pak, terima kasih karena sudah mengantarkan motor saya.” Pak S

  • Ketika Suami Tak Lagi Peduli   Dua Pria (Part 1)

    Setelah semua barang-barangku diangkut ke atas mobil, aku segera berpamitan kepada Mbak Santi dan Bang Irsyad, beserta para tetangga di rumah petak. Mereka semua melepas kepergianku tanpa bertanya macam-macam. Mungkin karena ini sudah malam, mereka tidak tertarik lagi untuk mengurusi orang lain. Sebelum benar-benar pergi, aku meminta Pak Sam untuk menungguku sebentar di depan gapura. Aku ingin menemui Bu Siti untuk berpamitan, sekaligus berterima kasih atas semua bantuannya selama ini. Ketika sampai di depan rumahnya, Bu Siti ternyata masih duduk di teras depan. Ia pun bangkit berdiri saat melihat kedatanganku. “Rista, Ibu tadi lihat barang-barangmu diangkut dengan mobil. Apa kamu jadi pindah ke kos malam-malam begini?” tanya Bu Siti. “Iya, Bu, saya ke sini untuk berpamitan. Mulai malam ini, saya sudah tinggal di kos miliknya Bu Etik.” “Lha, kenapa nggak nunggu Sabtu depan, Rista? Lebih enak pindahan itu pagi-pagi,” tanya Bu Siti nampak keheranan. "Saya harus pergi sekarang karen

  • Ketika Suami Tak Lagi Peduli   Dua Pria (Part 2)

    Kata orang lebih baik kita mengetahui kabar yang buruk dulu, setelah itu baru menerima kabar baik. Oleh sebab itu, untuk pertama kali aku memilih untuk membaca pesan dari Mas Yoga, sebelum membaca pesan dari Pak Reindra. [Rista, malam ini aku sudah memutuskan hubungan dengan Syafa. Setelah aku berpikir lagi, mungkin lebih baik aku membawamu ke Sukabumi. Kita bisa memulai segalanya dari awal. Nanti hari Jumat, kita akan membahasnya berdua.] Pesan yang dikirimkan oleh Mas Yoga membuatku terperanjat. Entah ini sekadar akal-akalannya saja ataukah dia memang memutuskan hubungan dengan selingkuhannya. Yang jelas aku tidak percaya begitu saja dengan ucapan lelaki yang sudah berkali-kali menipu aku. Apalagi, aku sudah melihat dengan mata kepalaku sendiri jika hubungan Mas Yoga dengan Syafa sangatlah mesra. Berbeda jauh dengan hubungan kami yang begitu dingin sebagai pasangan suami istri. Lagi pula jika hubungan gelapnya dengan Syafa telah berakhir, hal itu juga tidak berpengaruh kepadaku. K

  • Ketika Suami Tak Lagi Peduli   Pengagum Rahasia

    “Bu Arista, masih mendengar saya?” ulang Pak Eko sekali lagi. Sejak tadi aku memang belum memberikan respon apa-apa, sehingga wajar jika Pak Eko menganggap aku tidak mendengarkan perkataannya. “Saya dengar, kok, Pak. Terima kasih atas infonya, sebentar lagi saya akan turun,” ucapku lantas memutuskan sambungan telepon. Kendati masih bingung, mau tak mau aku harus mengambil kiriman makan siang itu. Jika aku membiarkannya berada di lobi, maka akan tersebar desas-desus mengenai siapa orang yang mengirimkan makanan tersebut. Aku tahu benar bagaimana cepatnya sebuah kabar burung tersebar di kantor PT. Sejahtera. Dengan segera, aku menyelesaikan berkas yang masih tersisa di mejaku, lalu menyerahkannya kepada Grezia. “Aku ke bawah duluan, Grez,” ucapku lantas meninggalkan ruangan divisi finance. Ketika masuk ke dalam lift, aku berpapasan dengan Elden dan Davina. Nampaknya pasangan muda itu sudah tak malu-malu lagi untuk menunjukkan hubungan mereka di depan semua orang. Kini, setiap kali a

  • Ketika Suami Tak Lagi Peduli   Menghindar dari Patah Hati

    Pak Yanuar masih membahas beberapa hal mengenai pekerjaan, tetapi aku tidak terlalu menyimaknya. Pikiranku masih saja tertuju kepada satu pria, yaitu Reindra Adiputra. Sulit sekali bagiku untuk tidak memikirkannya, sejak aku tahu bahwa Pak Reindra adalah sang pengirim makanan tanpa nama. Anehnya, ia lebih memilih untuk mengirimkan makan siang itu secara diam-diam. “Rista, apa ada yang ingin kamu tanyakan?” ujar Pak Yanuar di akhir diskusi kami. “Tidak ada, Pak. Besok akan saya usahakan selesai sebelum jam sebelas,” jawabku lantas beranjak dari kursi. “Oke, nanti jangan lembur sampai malam. Bulan ini kita harus menghemat penggunaan listrik,” pesan Pak Yanuar sebelum aku keluar dari ruangannya. Aku mengangguk kecil sambil tersenyum. Wajar saja bila Pak Yanuar berpesan begitu karena selama dia cuti, aku selalu bekerja over time. Walaupun sesungguhnya, aku sangat membutuhkan lembur untuk mengalihkan pikiran, tetapi aku harus tetap mematuhi peraturan dari atasanku. Sekitar satu jam kem

  • Ketika Suami Tak Lagi Peduli   Aku Siap Mendengarkan Keluh Kesahmu

    “Salah paham bagaimana? Saya tidak mengerti maksudmu. Apa kamu ingin saya berubah menjadi galak dan memarahi kamu seperti dulu?" tanya Pak Reindra. Meski Pak Reindra memandang ke jalan raya, dari nada suaranya tersirat jelas bahwa ia menuntut penjelasan. Aku menggigit bibir bagian bawah. Tak kusangka pernyataanku tadi justru menjadi bumerang bagi diriku sendiri. Dijawab maupun tidak, tetap saja aku yang berada dalam posisi serba salah. "Bukan, Pak, maksud saya kita ini hanya atasan dan bawahan. Seharusnya Bapak jangan terlalu sering menolong saya atau mengajak saya pergi bersama." "Memangnya siapa yang melarang seorang atasan untuk menolong bawahannya? Justru sebagai rekan kerja, kita harus saling membantu bila ada yang mengalami kesulitan. Lagi pula saya hanya mengajakmu makan malam, kenapa hal ini bisa membebani hatimu?" Aku pun meneguk ludah kasar saat Pak Reindra bertanya untuk kedua kalinya. Aku yakin dia sengaja berpura-pura bodoh untuk mengujiku. “Kalau kita sering bersama

Latest chapter

  • Ketika Suami Tak Lagi Peduli   Cinta Sejati di Waktu yang Tepat (END)

    Masih dilanda kebingungan, aku melangkah ke ruang tamu beriringan dengan Maura dan Zidan. Melihat Pak Darmawan dan Bu Alya tengah duduk melingkar di sofa, aku hanya bisa berdiri mematung. Perasaanku menjadi campur aduk saat tatapan mataku terkunci dengan sorot mata Mas Reindra. Tanpa mengeluarkan sepatah kata, pria itu seolah-olah ingin mengirimkan pesan kepadaku melalui tatapan matanya. Dan entah mengapa aku bisa memahami makna yang tersirat di dalamnya. Aku tahu Mas Reindra ingin kejutan darinya bisa membuatku bahagia, bukan malah gugup seperti ini. “Arista, akhirnya kamu datang juga. Pak Darmawan dan Bu Alya sudah menunggu dari tadi,” tegur Ibu. Dengan menepis rasa canggung, aku mengulurkan tangan untuk berjabat tangan dengan Pak Darmawan dan Bu Alya. “Pak Darmawan, Bu Alya, maaf saya tidak menyambut Anda dan malah pergi ke luar rumah,” kataku tidak enak hati. “Tidak apa-apa, Arista. Ini bukan salahmu, karena kami datang mendadak tanpa pemberitahuan,” jawab Pak Darmawan sembari

  • Ketika Suami Tak Lagi Peduli   Berpisah dengan Baik-baik

    Aku mendesak Mas Reindra untuk memberitahukan kejutan apa yang dimaksud olehnya. Namun, ia tidak mau mengatakan apa-apa dengan alasan belum tiba waktunya.Sempat aku berpikir bahwa dia akan menyusul aku ke Jogja. Namun, hal itu sepertinya mustahil karena Mas Reindra masih berada di Sulawesi. Lagi pula setiap kali dia melakukan perjalanan di luar urusan bisnis, dia pasti akan mengajak Maura. Padahal saat ini, Maura sedang menginap selama satu minggu di rumah Pak Darmawan.Usai menelepon Mas Reindra, aku pun mengistirahatkan tubuh dan pikiran. Aku melihat sebentar ke arah koper yang akan kubawa ke Jogja besok pagi. Akhirnya, aku akan bertemu dengan putra kecilku setelah berbulan-bulan kami tidak bertemu. Meski hanya tiga hari, aku akan berusaha untuk memanfaatkan kesempatan itu semaksimal mungkin.Tak terasa, aku pun terlelap dalam tidur hingga alarm di ponselku berbunyi. Seperti mesin otomatis, kelopak mataku langsung terbuka lebar. Lantaran aku tidak sabar untuk melepas rindu kepada p

  • Ketika Suami Tak Lagi Peduli   Mantan Suamiku Meminta Pekerjaan

    Detik ini juga aku mengalami dilema yang berat karena permintaan Mas Yoga. Aku tahu dia sedang membutuhkan pekerjaan untuk menyambung biaya hidup. Namun, di PT. Sejahtera sedang tidak ada lowongan pekerjaan, kecuali di cabang baru yang berlokasi di Sulawesi.Sedangkan untuk Ibu, kemungkinan besar Beliau tidak akan mau menerima Mas Yoga karena terlanjur membenci lelaki itu. Siapa yang tidak akan antipati dengan seorang pencuri dan pembohong seperti Mas Yoga. Jangankan menjadi pegawainya, bertemu Mas Yoga saja Ibu pasti sudah enggan.“Rista, kenapa kamu diam saja? Apa kamu tidak mau membantu aku? Kalau kamu masih dendam padaku, paling tidak ingatlah Zidan dan ayahku. Gara-gara kita berpisah, ayahku kepikiran dan sering jatuh sakit. Sebagai anak tertua, aku semestinya bertanggung jawab untuk membiayai pengobatan ayahku,” ungkap Mas Yoga.Tanpa sadar, aku menyentuh pelipisku sendiri karena ikut pusing memikirkan masalah Mas Yoga.“Iya, aku sudah mengetahuinya dari Dian. Sekitar dua bulan

  • Ketika Suami Tak Lagi Peduli   Karma Atas Perselingkuhan

    Kini, aku melewati hari demi hari sebagai karyawan PT. Sejahtera. Tak terasa hampir dua bulan lamanya aku menjalani hubungan jarak jauh dengan Mas Reindra. Bukan jauh dalam arti yang sebenarnya, tetapi kami sengaja tidak bertemu kecuali untuk urusan pekerjaan. Memang begitulah komitmen yang harus kami jalani sekarang. Walaupun secara fisik tidak bersama, kami masih berkomunikasi aktif lewat telepon untuk mengetahui kegiatan masing-masing.Terkadang di hari Minggu, Maura minta ditemani olehku untuk berbelanja atau sekadar bermain di mall, tetapi Mas Reindra tidak pernah ikut. Dia memilih untuk melakukan aktivitas lain seperti berolah raga, bersepeda, atau mengurusi ikan peliharaannya. Akhir-akhir ini, dia memang memiliki hobi baru, yaitu mengoleksi berbagai jenis ikan laut di akuarium. Katanya dengan melihat ikan dia bisa sedikit terhibur saat merindukan aku.Melalui informasi yang diberikan Pak Ridwan, proses di pengadilan berjalan dengan lancar dan hampir mencapai tahap akhir. Selama

  • Ketika Suami Tak Lagi Peduli   Masa Penantian Cinta

    “Mas, aku sedang serius kamu malah bercanda,” ucapku berdecak sebal. Mas Reindra hanya terkekeh sambil memelukku kembali.“Siapa bilang aku bercanda? Aku bisa berubah menjadi penculik jika itu menyangkut kamu,” katanya memasang ekspresi serius.“Sudah, jangan merayuku lagi. Kita pulang sekarang, Mas.”Buru-buru aku melepaskan diri dari Mas Reindra sambil merapikan baju dan rambutku yang berantakan. Kemudian, aku berpindah dari kursi belakang menuju ke depan. Beban yang ada di pundakku serasa terangkat, karena kami berdua mencapai kata sepakat.Tak sampai sepuluh menit, kami telah sampai di villa. Sebelum keluar dari mobil, aku pun bercermin di kaca spion. Aku ingin mengecek sekiranya ada tanda merah atau bekas yang ditinggalkan Mas Reindra. Bila memang ada, aku harus menutupinya agar tidak terlihat oleh orang-orang yang ada di villa.“Tenang saja, Sayang, aku tidak meninggalkan bekas apa pun, kecuali bibirmu yang sedikit bengkak,” ucap Mas Reindra dengan wajah tanpa dosa.Aku mencebik

  • Ketika Suami Tak Lagi Peduli   Berpisah untuk Bersatu

    Mas Reindra terus melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Aku sungguh cemas dia akan gelap mata dan mengajakku ke tempat yang berbahaya. Namun, aku segera menepis pikiran itu karena aku tahu bahwa Mas Reindra adalah orang yang bijak dan dewasa. Tidak mungkin ia melakukan sesuatu yang membahayakan aku dan dirinya sendiri. Apalagi, dia masih punya tanggung-jawab untuk mendidik dan membesarkan Maura.Mas Reindra menghentikan mobilnya di sebuah kawasan mirip hutan kecil. Tidak ada satu kendaraan pun yang lewat di lokasi itu, sehingga suasana di sekitar kami sangat sepi. Meski demikian, aku tahu lokasi ini dekat dengan villa tempat kami menginap.“Mas, untuk apa kita berhenti di sini? Kita harus pulang karena ini hampir tengah malam. Bagaimana jika Pak Darmawan dan Bu Alya tahu kita masih berduaan di luar?” tanyaku gugup.Mas Reindra tidak menjawab, tetapi ia malah memiringkan wajahnya untuk menatapku. Entah mengapa aku merasa ada yang aneh pada sinar matanya.“Kamu selalu saja mencema

  • Ketika Suami Tak Lagi Peduli   Rela Melepaskan Aku

    Membaca pesan itu, debaran jantungku jadi tak menentu. Aku merasa was-was untuk menemui dan mendengarkan apa yang dikatakan Mas Reindra. Jujur, aku takut bila Pak Darmawan juga meminta Mas Reindra untuk mengakhiri hubungan kami.Untuk meredakan rasa gelisah yang membuncah, aku berbaring sambil menunggu jam sepuluh tiba. Tiba-tiba aku teringat pada ibu kandungku dan juga mantan ayah mertuaku. Aku baru menyadari bahwa pernikahan dan perceraian selalu melibatkan orang tua. Jika anak mereka bermasalah, maka orang tua yang akan terkena imbasnya. Pantas saja Pak Darmawan dan Bu Alya sangat menaruh perhatian kepada pasangan hidup Mas Reindra. Terlebih dari pengalamanku yang pernah gagal berumah tangga, mungkin mereka akan semakin meragukan karakterku.Memikirkan semua ini membuat hatiku serasa ditusuk oleh duri-duri tajam. Gara-gara masalah rumah tanggaku, banyak orang tua yang terlibat di dalamnya. Padahal semestinya di usia senja, mereka bisa hidup dengan tenang tanpa harus terbebani oleh

  • Ketika Suami Tak Lagi Peduli   Apakah Ini Ikatan Takdir

    Dengan menerima arloji tersebut, aku berhasil menyelesaikan tantangan terakhir. Tidak ada yang berani berkomentar mengenai aku dan Mas Reindra, khususnya saat aku mengembalikan arloji itu ke tangan pemiliknya. Tanpa bicara sekalipun, mereka pasti sudah mengetahui bahwa aku bukanlah sekadar bawahan untuk Mas Reindra. Mana mungkin seorang pria yang memiliki jabatan tinggi mau memberikan barang pribadinya kepada wanita yang bukan siapa-siapa.Permainan pun berlanjut satu putaran lagi dan aku-lah yang bertugas memutar botol. Ketika botol itu berhenti, aku terperanjat karena Mas Reindra yang terpilih. Seolah-olah benang takdir selalu mengikat kami berdua.Aku pun merasakan suasana di sekitarku mendadak tegang. Sepertinya semua menahan napas, termasuk diriku sendiri. Entah aku harus bagaimana sekarang, karena aku yang harus memberikan pertanyaan kepada Mas Reindra. Seketika mulutku terasa kering, sehingga aku harus menelan ludah beberapa kali.“Wah, Bapak baru datang langsung dapat giliran.

  • Ketika Suami Tak Lagi Peduli   Tamparan Keras

    Seperti orang yang mengalami hipnosis, aku terdiam tanpa berucap apa-apa. Serangan telak yang aku terima dari Bu Alya membuat daya pikirku seakan melemah. Rasanya aku bagai terhantam oleh palu gada dan terjebak ke dalam lapisan kabut yang tebal.Tak hanya gagal berpikir, seluruh sarafku juga serasa sulit untuk digerakkan. Aku pun mematung layaknya orang yang baru saja terkena kutuk. Kesadaranku baru kembali saat suara Bu Alya menggema di telingaku.“Arista, saat ini Pak Darmawan juga sedang bicara dengan Reindra. Kami ingin meminta pengertian dari kalian berdua. Sebelum hubungan kalian bertambah dalam, lebih baik berpisah sekarang. Dengan begitu, akan lebih mudah untuk saling melupakan,” kata Bu Alya berusaha mempertahankan nada suaranya. Terlihat jelas bahwa dia tak ingin mengumbar emosi yang berlebihan di hadapanku.Entah dari mana sumbernya, mendadak setitik keberanian bangkit dari dalam diriku. Aku merasa perlu membela diri dan mengatakan kebenaran kepada Bu Alya mengenai kondisik

DMCA.com Protection Status