Bab 58Gara-gara Kayla Aku tidak tahu apa yang sedang mas Gilang rencanakan, tapi yang jelas, pria itu tampaknya pantang menyerah. Setidaknya dia sudah berusaha susah payah untuk masuk ke kantor ini dan ke ruang kerjaku. Malas sebenarnya aku membuka map ini, tetapi aku tetap membukanya supaya dia puas. Lembaran pertama mulai kubaca. Sekilas terlihat memang sangat menguntungkan. Keuntungan yang dibagi dua. Mereka mengerjakan semua ini, sedangkan Almeera Travel hanya menerima bagi hasil saja. Itu sangat menggiurkan, sekaligus tidak masuk akal. Jika memang harus berbagi keuntungan, seharusnya pihak yang mengerjakan lah yang lebih banyak mendapatkan pembagian, bukan yang mendapatkan proyek itu. Bibirku seketika tersenyum, lalu menutup kembali map itu dan menyerahkannya kepada Mas Gilang. "Aku sudah membacanya, Mas dan aku menolak," ujarku. "Kenapa kamu menolak, Kayla? Bukankah ini sangat menguntungkan buat kamu?" sergah mantan suamiku itu sembari mengerutkan kening. "Memang san
Bab 59Nasib Gilang"Jadi kamu dipecat?" Mama Kumala tidak bisa menyembunyikan kemarahannya saat Gilang memberitahu jika ia dipecat dari pekerjaannya sebagai manajer di salah satu perusahaan travel. Gilang pun juga sudah menceritakan kronologis kejadian kenapa ia sampai dipecat, terutama soal Kayla yang menjadi pesaing perusahaannya.Gilang mengangkat bahu sembari mulutnya terus bergerak-gerak menggumamkan kata-kata yang tidak begitu jelas. Namun itu tak begitu lama. Dia pun menghela nafas. Berat sekali."Ma, sebelum kekalahan di proyek itu, sebenarnya perusahaan tempat aku bekerja memang sudah tidak stabil. Akhir-akhir ini kami mengalami banyak kerugian. Tak ada proyek perjalanan yang bisa di garap, Kalaupun ada, terbatas hanya melayani orang per orang ataupun keluarga yang tidak terlalu banyak mendatangkan keuntungan. Pemasukan menurun drastis, sementara perusahaan harus membayar biaya operasional dan karyawan." Gilang menjelaskan panjang lebar meski ia sadar ibunya bukan orang yang
Bab 60Ujian Rumah TanggaAku memindai penampilan pria di depanku ini. Mas Gilang terlihat begitu jauh berbeda. Pakaiannya terlihat lebih lusuh, beda jauh jika dibandingkan ketika ia menemuiku sebulan yang lalu. Wajahnya pun tidak seceria dulu dan penuh percaya diri, bahkan tubuhnya terlihat lebih kurus. Apa yang sedang terjadi padanya? Aku memang menyuruh mas Ibra untuk menghentikan mengawasi keluarga itu, karena kurasa tidak ada gunanya dan hanya membuang-buang uang. Jadi praktis selama sebulan terakhir ini aku tidak tahu menahu soal hidup mantan suamiku ini."Katakan apa keperluan Mas kemari. Aku tahu Mas kemari bukan sekedar ingin menemui Keisha, kan?" sindirku telak."Kamu benar," angguk Mas Gilang. "Kay, aku sudah kehilangan pekerjaan. Perusahaan tempatku bekerja hampir bangkrut setelah kami gagal mendapatkan proyek yang sekarang sudah kamu garap itu." Pria itu menjeda ucapannya sebentar."Lalu?" selaku tak sabar. Aku sangat ingin agar urusan ini tuntas dan tidak perlu berla
Bab 61Nikahi Aku, KakDi ruang kerja ini ada satu set sofa dan di sinilah kami berada sekarang. Aku dan mas Ibra duduk berdampingan, sementara Fahda duduk berhadapan dengan kami. Wajahnya masih saja murung dengan buliran air mata yang kembali menetes membasahi pipinya yang putih."Apa yang bisa aku lakukan untukmu?" tawar mas Ibra. Wajahnya menengadah sejenak tanpa bermaksud untuk memandang seorang perempuan yang sudah dianggapnya sebagai adik ini."Nikahi aku, Kak." Kata-kata itu meluncur begitu saja dari mulut sang putri."Menikah?!" Sontak aku bersuara. Aku sangat terkejut."Kamu jangan macam-macam, Fahda. Aku sudah punya istri!" Mas Ibra setengah memekik dengan rahang yang mengeras. Urat-urat di tangannya terlihat bertonjolan meski kedua tangannya tetap ia letakkan di pangkuan, tidak mengepal seperti biasa ketika ia tengah menahan emosi."Aku bersedia jadi istri kedua Kakak," ujarnya."Jangan melakukan sesuatu yang akan menjadi bumerang buat kamu. Kita tidak boleh lagi terjebak d
Bab 62Derita Sang Putri Fahda. Gadis cantik berdarah bangsawan Arab itu akhirnya terpenjara di sebuah unit apartemen yang ukurannya masih lebih luas kamar pribadinya yang berada di kediaman orang tuanya di negeri onta. Gadis itu mendesah kesal. Dia tidak menyangka sambutan Ibra dan Kayla menjadi seperti ini. Semula ia berpikir bahwa ia bisa memanfaatkan kehamilannya ini untuk membujuk Ibra agar menikahinya, karena ia tahu siapa Ibra sebenarnya. Meski selalu tegas dan bahkan tempo hari berani memberontak, namun pria itu sangat baik dan bertanggung jawab. Gadis itu berpikir bahwa Ibra tidak mungkin menolak permintaannya, apalagi dia tidak bermaksud untuk menyingkirkan Kayla, setidaknya untuk saat ini. Mungkin jika posisinya sudah kuat di mata Ibra, nanti dia akan menyingkirkan Kayla pelan-pelan. Itu rencana di otaknya saat ia memutuskan untuk kembali masuk ke negeri khatulistiwa ini. Berada di negeri onta dalam keadaan hamil tanpa suami bukanlah hal yang baik. Kalau sampai ketahuan
Bab 63Jadikan Pelajaran Gadis itu berjalan mondar-mandir. Tak ada yang bisa dilakukannya, kecuali hanya menunggu kedatangan kakak angkatnya itu. Dia tidak mungkin bisa pergi ke mana-mana mengingat kondisi kehamilannya kini, lagi pula jika ada orang yang mengenalinya sebagai salah satu putri bangsawan dari negeri onta, maka keberadaannya di negeri ini bisa saja terancam."Bagaimana kalau Hamzah benar-benar datang kemari?" gumam Fahda. Dia benar-benar resah. Perasaan luar biasa resah yang ia rasakan ketika mendapati pintu apartemennya kembali terbuka.Dua hari sudah berlalu dan memang ini adalah jadwal kunjungan Ibra untuk mengantarkan semua keperluannya. Gadis itu menghembuskan nafas. Dia memang benar-benar seperti tawanan. Namun tak ada yang bisa ia lakukan untuk memaksa Ibra supaya menikahnya. Menangis pun percuma. Laki-laki itu benar-benar keras kepala dan terlalu mencintai istrinya. Entah apa kelebihan istrinya yang hanya wanita rendahan, janda dengan seorang anak yang entah sia
Bab 64Cerita Mas Ibra Dunia kelam keluarga bangsawan yang akhirnya aku ketahui sedikit demi sedikit. Bukan cuma soal Fahda, tetapi cerita-cerita kelam yang lain. Aku benar-benar tidak menyangka, di balik gemerlap dan kemewahan yang mereka dapatkan, ada sebuah kehidupan lain yang mereka sembunyikan dari publik, sehingga yang diketahui publik hanyalah gemerlap dan kemewahan mereka sebagai pangeran dan putri bangsawan.Dengan sesekali mulut yang menganga, aku terus mencerna kalimat demi kalimat yang mas Ibra ucapkan tanpa bermaksud menyela sedikitpun. Aku benar-benar menjadi pendengar yang baik, sampai akhirnya pria itu menyelesaikan ceritanya."Apa kita perlu memindahkan gadis itu dari apartemennya yang sekarang?" tanyaku."Aku tidak tahu. Aku belum punya bayangan seandainya dia harus pindah. Tempat itu yang terbaik, karena gedung itu lebih sederhana dan pengamanan yang ketat. Apartemen itu akan luput dari jangkauan orang-orang yang mungkin mencari keberadaan gadis itu." Kulihat pria
Bab 65Tinggal Bersama"Ada tanda-tanda kekerasan di tubuhnya, Sayang." Akhirnya mas Ibra duduk di sampingku setelah sebelumnya ia memeriksa kondisi Fahda.Dahinya nampak berkerut seolah berpikir. Kebersamaan kami di apartemen kami durasinya tidak lebih dari dua jam, itu pun jika dihitung sejak mas Ibra meninggalkan apartemen Fahda. Namun kenapa sampai terjadi peristiwa ini? Apakah setelah Mas Ibra meninggalkan apartemen itu, ada seseorang yang datang kemudian melakukan tindak kekerasan pada gadis itu?"Dia belum siuman, jadi kita tidak bisa menanyakan apapun kepadanya." Mas Ibra menghembuskan nafas dan kembali menatap sesosok ramping yang terbaring di ranjang pasien."Iya, tentu saja," balasku seraya mengusap bahu pria itu sekilas. "Tapi apa kata dokter?"Sorot mataku jelas menuntut penjelasan yang ditanggapi oleh pria itu dengan anggukan sebelum bibirnya bergerak-gerak."Fahda mengalami pendarahan akibat jatuh ke lantai, tapi ternyata janinnya benar-benar kuat. Dia masih bisa berta
Bab 146 "Kejutan apa itu, Mbak?" Benakku langsung membayangkan suasana di apartemen. Mungkin lantaran merasa rindu dengan kami, asisten rumah tangga kami ini berinisiatif mengadakan pesta penyambutan kecil-kecilan dengan memasak masakan kesukaan kami. "Rahasia dong! Kalau saya bilang, berarti bukan kejutan lagi dong!" Perempuan itu tersenyum jahil dan aku tak lagi berniat untuk mendesak. Toh, sebentar lagi kami akan sampai dan aku akan segera tahu apa yang disiapkan oleh asisten rumah tangga kami ini. Mobil perlahan memasuki basement dan akhirnya berhenti. Aku dan mas Ibra keluar dari mobil dan berjalan menuju lift menuju lantai unitku berada. "Tara... kejutan!' seru mbak Ranti setelah ia menekan tombol password di pintu apartemenku. "Mas Gilang, Gita!" Aku sangat kaget, dan refleks menatap mbak Ranti dan bik Jum bergantian. Namun, kedua asisten rumah tanggaku itu malah tersenyum, bahkan ketika aku menatap mas Yanto, pria bertubuh kekar itu juga tersenyum. Ada apa ini? Aku menat
Bab 145Aku membiarkan Kania digendong oleh Rihanna. Menyaksikan binar matanya yang nampak begitu menyayangi putriku, aku tidak tega untuk mengambilnya. Akhirnya aku memilih mengayunkan kaki menuju kamarku.Biarkan saja Kania bersama dengan Rihanna. Jika putri kecilku haus, Rihanna pasti akan segera mengantarnya kepadaku."Ada sedikit masalah di dalam rahimnya, makanya sampai sekarang Rihanna belum punya anak, padahal kami semua sangat menginginkan keturunan yang berasal dari rahim adikku," ujar mas Ibra ketika aku tanya. "Kalau menang Rihanna ingin bersama dengan Kania selama ia berada di sini, biarkan saja. Rihanna itu sepertinya sosok yang keibuan dan penyayang anak-anak, hanya saja kebetulan memang belum rezeki." "Terima kasih atas pengertiannya, Sayang. Kita berdoa saja semoga disegerakan punya keponakan baru." Pria itu mengecup pelipisku berkali-kali, lalu membimbingku menuju tempat tidur.Ruangan ini sungguh luas. Kamar hotel tipe presiden suite saja masih kalah mewah dengan
Bab 144Aku tidak bisa berbuat atau berbicara apapun lagi, selain menatap jalanan sembari memangku Kania. Sementara mas Ibra memangku Keisha. Kami memang tidak membawa baby sister dalam perjalanan kali ini untuk alasan kepraktisan, bahkan kami tidak membawa pengawal, kecuali pengawal yang dibawa oleh ummi Azizah dari Mekkah.Kesakitan yang ummi Azizah rasakan menular juga kepadaku, tetapi aku tidak berdaya, hanya mampu menatap suamiku yang dengan segera mengedipkan matanya. Setelah mobil sampai di bandara, kami pun segera berpindah ke pesawat pribadi milik keluarga Salim Al-Maliki. Sudah lama pesawat pribadi itu ada. Sebelumnya, pesawat pribadi dimiliki hanya keluarga Al-Maliki secara umum, tetapi kini Abi Emir sudah membeli pesawat khusus untuk keluarga Salim Al-Maliki, sehingga sedikit demi sedikit mereka mulai melepaskan ketergantungan dengan keluarga itu dan juga Almeera Oil Company.Keterikatan ummi Azizah terhadap perusahaan minyak itu sebatas dia adalah pemegang satu persen sa
Bab 143Perempuan tua itu menoleh. Dia mengurungkan niatnya untuk melangkah menuju pintu, tetapi berbalik menghampiri perempuan tua yang duduk santai di sebuah sofa di salah satu sudut ruangan.Ruang tamu khusus laki-laki ini memang sangat luas, memiliki beberapa sofa disusun dari ujung ke ujung, karena seringkali menerima tamu dengan jumlah yang banyak. "Sejak Abi meninggal dunia, aku merasa Ummu, Khaled, dan Waled berubah, kecuali Wafa," ucap ummi Azizah tanpa menuruti permintaan ibu tirinya untuk duduk kembali ke sofa di dekat perempuan tua itu duduk."Itu hanya perasaanmu saja, Azizah," balasnya."Tapi aku merasa dipermainkan di keluarga ini. Keluarga yang kupikir bisa memberikan secercah harapan, tapi ternyata hanya kepalsuan yang kudapatkan. Orang yang benar-benar menyayangiku hanya Abi, hanya syekh Ali yang benar-benar menyayangiku dengan tulus, dan juga adik kecilku, Wafa." Ummi Azizah menjeda ucapannya dengan sentakan nafasnya yang berat. "Namun kalian dengan begitu kejam
Bab 142Raut wajah pria itu seketika menegang. Tampak sekali ia tengah menahan emosinya. Namun kurasa ia tidak sedang memarahiku, karena kulihat mulutnya bergerak-gerak."Aku tidak tahu, Sayang. Tapi yang jelas, aku harus mengusut semua ini. Sayang sekali di ruangan kerjaku dan di ruangan pribadi itu tidak ada kamera CCTV. Mas juga tidak tahu bagaimana caranya Nona Barbara merekam adegan itu. Mas benar-benar tidak tahu karena Mas tengah tertidur.""Tapi... tunggu Mas!" Otakku segera mencerna kejanggalan yang terjadi, karena bagiku tidak ada alasan untuk tidak mempercayainya. Jika memang Mas Ibra bisa tertidur sampai seperti orang pingsan, apa jangan-jangan ada orang yang memasukkan obat tidur ke dalam minumannya?"Aku rasa ini sudah tidak wajar, Mas. Walaupun Mas sedang tidur, tapi kalau ada orang yang menggerayangi, biasanya Mas akan terbangun, seperti biasanya saat kita sedang bersama," ujarku mengingatkan. Pria itu tampak tercenung sejenak."Omonganmu masuk akal juga, Sayang." Pri
Bab 141"Ya Tuhan!" Aku memekik, refleks jemariku menyentuh layar. Dan adegan demi adegan itu membuat perutku seketika mual. Tubuhku lemas dan akhirnya luruh ke lantai dan tanpa sadar menjatuhkan ponselku yang masih menyala layarnya."Kenapa kamu tega melakukan ini sama aku, Mas? Bahkan aku baru saja melahirkan anak kamu." Aku duduk sembari memeluk betisku. Tangisku pecah seketika.Siapa perempuan itu sebenarnya? Kenapa ia bisa bersama dengan mas Ibra di dalam satu ruangan, bahkan satu ranjang?Aku masih saja merapatkan wajahku dengan lutut, meski terdengar suara ketukan dibalik pintu sampai akhirnya pintu pun terbuka."Ibu kenapa? Ada apa?" Mbak Ranti terlihat kaget saat aku mengangkat wajahku yang bersimbah air mata."Papanya Kania selingkuh, Mbak," lirihku."Selingkuh?" Bibir wanita itu bergerak-gerak. Namun hanya kata selingkuh yang terucap dari bibirnya. Aku menubruk perempuan itu lalu memeluknya. Tangisku kembali pecah. Aku menangis dalam pelukan mbak Ranti. "Kenapa dia begitu
Bab 140Ibra tidak menyadari jika dari balik pintu ruang kerjanya muncul sesosok tubuh yang tadi sempat pamit keluar.Sementara itu, pintu ruangan peristirahatannya pun terbuka."Dia sudah tak sadar, Ghazi?" tanya sesosok perempuan yang tepat berdiri di depan pintu ruangan peristirahatan Ibra."Aman, Nona. Dia tidak akan sadar selama beberapa jam dan Nona bisa melakukan apapun," jawab pria itu sembari menyeringai."Bagus. Kerjamu sungguh bagus. Bayaranmu akan segera kamu terima, berikut bonusnya.""Terima kasih, Nona. Sekarang apa yang bisa saya lakukan lagi?""Bawa pria itu ke tempat tidur. Setelah itu kamu boleh keluar. Jangan lupa kunci ruang kerjanya. Nanti jika semuanya sudah selesai, aku akan hubungi lagi. Tetaplah stand by di tempatmu," titah perempuan itu yang ternyata adalah Barbara.Perempuan itu tersenyum manakala menatap pria yang tengah digendong oleh Ghazi. Sebentar lagi rencananya akan terwujud. Ghazi merebahkan Ibra dengan hati-hati ke pembaringan, kemudian segera per
Bab 139Meski penuturan sang paman tidak membuat Ibra terlalu terkejut, tetapi tak urung matanya tetap membulat sempurna. Dia bahkan refleks menjauhkan tubuhnya dari pria tua itu. Ibra berdiri, lalu pindah tempat duduk sehingga kini posisi mereka menjadi berhadapan."Dan Paman pikir aku menerima tawaran itu?" sinisnya."Paman pikir kamu hanya perlu menikahinya sebentar, setelah itu menceraikannya. Lagi pula dia hanya memintamu untuk menjadi suaminya sebentar saja. Pernikahan ini pun juga hanya akan dilaksanakan secara siri," bujuk pangeran Khaled. Dibenaknya tentu deretan angka-angka yang akan segera masuk ke perusahaan jika pernikahan ini benar-benar terjadi.Pria itu pun sebenarnya tidak ingin keponakannya menikahi wanita itu. Namun perusahaan mereka masih dalam kondisi terguncang. Tidak mudah mendapatkan investor kelas kakap seperti Tuan Wiliam.Apa salahnya jika menyuruh keponakannya untuk menikahi wanita itu? Toh, istrinya Ibra berada di Indonesia dan tidak akan tahu jika suaminy
Bab 138Meski cukup banyak perempuan yang tidak memakai jilbab di kota metropolitan Arab Saudi ini, tetapi Ibra merasa cara berpakaian Barbara cukup berani, padahal dia hanya seorang tamu di negara ini.Meski kemungkinan perempuan ini non muslim, tapi seharusnya ia tahu diri dan mengerti situasi, mengingat ia berkunjung ke sebuah negara yang mayoritas penduduk wanitanya harus mengenakan pakaian tertutup.Namun, Ibra tidak menangkap itikad baik dari Barbara, justru perempuan itu bersikap seolah-olah restoran ini berada di negaranya yang menganut paham kebebasan. Lagi-lagi ia mengibaskan rambutnya, sehingga harum helaian itu terendus oleh Ibra dan membuat pria itu seketika menghembuskan nafas."Anda terlalu berlebihan, Nona. Saya hanya orang biasa. Kebetulan saja dua orang pria tua yang telah berbicara dengan ayah anda itu adalah adik dari ibu saya," sahut Ibra. Dia menurunkan tangannya dari meja, lalu menangkupkan telapak tangannya di pangkuannya."Tentu. Saya pun mengenal ibu anda yan