Bab 168. Pengakuan Hubungan Terlarang Mawar“Sonya, Fajar! Kalian!”Mawar terpaku di ambang pintu, lidahnya terasa kelu. Pemandangan di atas ranjang milik sang putri teramat mengejutkan. Kekasihnya tengah memacu bagian tubuhnya di atas tubuh Sonya. Kedua insan itu bermandikan peluh, meleguh nikmat di depan matanya.Sonya sontak mendorong tubuh Fajar, lalu menarik selimut untuk menutupi tubuh polosnya. Fajar memungut pakaian, lalu memakainya dengan tergesa-gesa.“Apa yang kalian lakukan ini?” Mawar berdesis, pelan.“Maaf, Bu, permisi!” Fajar menunduk, lalu berjalan menuju pintu.“Tunggu!” Mawar menghadang. “Jelaskan, apa yang aku saksikan barusan!” perintahnya, masih dengan suara pelan, parau karena kini wanita menahan tangis. Tangis kecewa, patahati, terluka, dan berbgai perasaan sakit lainnya.Sonya beringsut turun dari ranjang besarnya, sambil melilitkan selimut tipis di tubuhnya.“Mama, kami minta maaf, jadi begini … saya dan Mas Fajar itu, eeem, kita sebenarnya paca –““Maaf
Bab 169. Fajar Gigolo Lakn*t“Apa … Kalian? Mas Fajar …! Kalian?” sergah Sonya menoleh kepada Fajar. Wajahnya menegang, seluruh persediannya bagai berlepasan. “Katakan ini tidak benar, Mas! Tolong bilang kalau ini tidak benar! Bilang kalau perempuan itu berbohong, Mas!” pintanya lirih. Tubuhnya luruh, jatuh terduduk di lantai kamar.“Ya, Sayang. Ini tidak benar. Bangun, Sayang!” Sontak Fajar menangkap tubuh Sonya, membawanya bangkit, lalu memeluk di dadanya. “Tidak benar? Kamu bilang tidak benar? Lalu apa yang telah kita lakukan selama ini, Fajar!?” teriak Mawar mengguncang lengan Fajar. “Berapa kali sudha kita menginap dan menghabiskan waktu di hotel? Berapa kali sudha kita melakukannya di sofa kamarku, di depan mata suamiku, kau lupa smeua itu, ha?” lanjutnya semakin mengiris hati Sonya. Tetapi Fajar tak membiarkan Sonya terpengaruh. Dia menambah erat pelukannya.“Mama kamu bohong. Dia memang selalu berusaha menggoda aku. Dia menyukai aku. Tapi aku tak pernah mau menanggapiny
Bab 170. Talak Yang DiwakilkanPria lumpuh itu sama sekali tak bisa berucap meski hanya sepatah kata. Hanya air mata yang kian deras membasahi pipi tuanya.“Jangan menangis, Pa! Papa sepertinya sedih sekali. Maafkan Sonya, ya, Pa, karena tidak sadar akan penderitaan Papa selama ini. Belum terlambat, kok! Sekarang Sonya juga mulai curiga, jangan-jangan istri Papa ini juga selalu menyiksa Papa, dia tidak sayang sama Papa. Saat Sonya tidak ada, dia tidak merawat Papa, betul begitu, Pa?” tanya Sonya lagi mulai menyelidiki.Rahman segera menggerakkan jemarinya. Berharap Sonya menyanyakan segalanya, termasuk tentang perbuatan zina yang sering dilakukan oleh Mawar dengan Fajar di depan matanya.“Ammmpuuun, jadi benar, Pa? Ya, Allah!”“Apanya yang betul? Sonya, kau jangan mempercayai gerakan jari orang lumpuh! jairnya itu bia bergerak spontan, bukan karena bisikan hatinya. Kau tidak bisa mengambil kesimpulan begitu saja!” Lagi-lagi Mawar menyela.“Diam kau, perempuan berengs*k! Aku tak me
Bab 171. Istana Keluarga Wibawa Disita“Mama … ada kakek! Mama … kakek datang, Ma!”Alisya menoleh ke arah pintu kamar, Rena datang dengan setengah berlari. Nafasnya ngos-ngos an dengan wajah memerah seperti kelelahan. “Mama … kakek datang, tapi Om Arul gak bolehin kakek masuk, Ma! Ayo, Ma! Bilang sama Om Arul buat bukain gerbang! Kasihan kakek, Mama …!” paksanya seraya meraih telunjuk sang mama lalu menarik paksa agar mengikuti keinginannya.“Kakek siapa, Sayang? Masa Om Arul gak bolehin Kakek masuk? Kan Om Arul udah tahu kalau dia ayahnya mama.” Alisya yang masih kebingungan terpaksa mengikutinya.“Bukan kakek kampung, Mama! Tapi kakek kita, kakeknya Tasya. Kakek datang berang Kak Tasya. Kak Tasyanya di depan juga, gak boleh masuk oleh Om Arul.”Deg! jantung Alisya berdegup tak teratur. Untuk apa Haga Wibawa datang ke rumahnya? Bersama Tasya lagi. Bukankah tasya sangat membenci Alisya juga Rena? Pak Arul belum kenal siapa mereka. Pantas dia tak mau membukakan pintu gerbang untu
Bab 172. Tasya Titisan Sonya“Bu Ainy?” Haga Wibawa spontan menatap lekat wajah mantan besan perempuannya. Tak percaya dengan kalimat yang baru saja dia dengar. “Apakah itu artinya kami boleh nginap di sini beberapa hari?” tanyanya memastikan.“Selamanya, Bapak tinggal saja di sini untuk selamanya. Harta Ica tak akna berkurang hanya karena menanggung makan Bapak, juga anak si Deva ini. Anggap saja rumah sendiri!” ucap Ainy membuat mata Haga Wibawa makin berkaca-kaca.“Ibu baik sekali. Astaga! Kenapa Alina tidak bisa bersikap sebaik Bu Ainy? Istri saya selalu menyakiti hati Alisya, putri Ibu. Dia bahkan berupaya menyingkirkan Alisya dair kehidupan Deva. Alina yang mengahncurkan rumah tangga anak-anak kita, Bu. Saya sudah berupaya melarang, tapi suara saya tak perah didengar. Saya tak berarti apa-apa di mata Alina,” lirih Haga Wibawa, pria itu tersedu.“Sabar, Pak!” hibur Pak Wahyu yang duduk persis di samping kirinya.“Terima kasih, Pak Wahyu! Saya malu kepada kalian berdua. Saya mal
Bab 173. Permintaan Deva Agar Alisya mencabut Gugatan CeraiMeja makan itu sekarang sepi. Tak ada siapa siapa lagi di sana selain Alisya dan Tasya. Alisya lalu mengaktifkan ponselnya, lalu menelpon Deva dengan panggilan WA. Tak lupa dia menekan pengeras suara agar Tasya bisa mendengar langsung suara papanya.“Hallo, Alisya? Tumben kamu nelpon, ada apa? Dante baik-baik saja, kan? Kamu juga sehat, kan?” Terdengar nada panik dari ujung sana.“Ini tentang Tasya. Dia di rumahku bareng Papa.” Alisya menjawab tanpa basa basi.“I-iya, Sya! Aku minta maaf, aku enggak bisa mencegah keinginan Papa. Aku dan Raja sebenarnya sudah melarang. Aku juga sudah mencarikan Papa rumah kos-kos an. Tapi Papa menolak. Dia tetap maksa ke rumah kamu!”“Itu gak masalah. Sekarang yang menjadi masalah adalah Tasya. Dia enggak mau tinggal di rumahku. Dia maksa tinggal bareng Sonya. Apakah kamu ngizinin dia tinggal bareng Sonya?”“Tasya maksa tinggal bareng Sonya?”“Ya, dia juga sudah tak punya hape. Katanya dia j
Bb 174. Kedatangan Damar di Rumah Alisya“Sakit, Mas!” Sonya mengibaskan cekalan tangan Fajar.“Kita pulang sekarang! Bukankah tujuan kita ke sini untuk menjemput anak kamu? Ya, sudah, kenapa ada drama segala?” teriak Fajar menghentak lengan Sonya.Ayu, sang babysitter yang sedang menemani Adante bermain di dalam kamar sontak terkejut. Dia kenal betul suara itu. Seorang pria yang sangat dia rindukan siang dan malam. Kekasih gelapnya. “Mas Fajar, kamu di sini, Mas?” lirihnya pelan. Adante yang tak paham ucapan Mbaknya hanya menoleh sekilas. Selanjutnya dia fokus kemballi ke mainannya.Ayu bangkit dan berjalan menuju pintu kamar. Gadis itu mengintip dari celah pintu yang sedikit terbuka. Benar saja, Ayu menemukan sang pujaan ada di sana. Kerinduan kembali membuncah. Betapa dia ingin menghampiri ke sana. Namun, ketakutan segera menyergap. Ada Alisya di sana. Dia begitu khawatir kalau sampai sang majikan tahu hubungan terlarang antara dirinya dengan mantan suami Alisya itu. Tak ada yan
Bab 175. Rencana Sang Babysitter Untuk Membalas Sonya dan Fajar“Tasya!” panggil Sonya kaget. Tasya berbalik dan langsung masuk ke dalam rumah. “Tunggu, Tasya!” Sonya menangkap tangan putrinya. “Apa maksud kamu, ha? Tadi kamu maksa maksa minta dijemput, sekarang kau bilang enggak mau ikut mama! Ayo, ikut mama!” Sonya menarik paksa tangan putrinya.“Enggak mau, Mama! Mama bohongin Tasya! Mama pembohong!” Tasya mengibaskan tangan Sonya lalu berlari kembali masuk ke dalam kamarnya.“Berhenti!” teriak Alisya saat Sonya hendak mengejar ke dalam kamar. Wanita itu menangkap lengan Sonya, lalu menyeretnya kembali ke teras. “Pergi dari rumahku! Anakmu sudah menetukan pilihannnya. Dia lebih memilih ikut aku di sini! Kau tak bisa memaksanya! Kau pergi!” perintah Alisya seraya mencampakkan lagi tubuh Sonya di halaman rumah megahnya.“Tasya itu anakku, kau tidak berhak mengambilnya, Alisya!” Sonya bangun dibantu oleh Fajar. “Kenapa kau mengambil semua yang aku punya? Kenapa kau belum puas juga!