Share

Bab 41

Author: Coretan Asa
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

"Aduh, gimana sih Mbak kalau bawa mobil hati-hati. Jangan mentang-mentang orang kaya bisa seenaknya!" seru penjual sate menekankan suaranya. Tampak sate yang masih banyak berserakan dimana-mana, pasti tukang sate ini baru keluar untuk berjualan.

"Maaf ya Bang, temen saya gak sengaja," ucap ku memohon.

"Emangnya maaf aja bisa ganti kerugian saya? Gak mau tau pokoknya saya minta ganti rugi."

"Iya saya bakalan ganti kok, Abang minta ganti rugi berapa?" Abang itu tampak mulai menghitung kerugiannya, dari mulai gerobak yang hancur hingga modal dari sate-sate yang belum terjual.

"Sepuluh juta, karena saya harus mulai dari nol lagi. Ini uda gak ada yang bisa dipakai, hancur lebur semuanya."

"Haaa?"

Aku kaget mendengarnya, hanya untuk berjualan sate saja bisa menghabiskan modal sebanyak itu. Uang dari mana aku mengganti semua kerugian ini, sementara semua uangku sudah habis untuk membantu keluarga Habib.

"Tuh kan aku bilang juga apa, kita gak punya uang Abang ini pasti minta ganti rugi. Bagus
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Ketika Istriku Tidak Meminta Jatah Lagi   Bab 42

    "Aku mau beli sarapan, kamu mau titip apa?" tanyaku mengalihkan pembicaraan."Samain aja, aku uda laper berat nih," celetuk Aisyah sambil mengelus perutnya."Perutmu buncit gitu Ais? Kamu hamil?" seloroh ku sambil terkekeh."Sembarangan kamu kira aku wanita apaan, emangnya kamu pernah lihat aku deket sama laki-laki!" serunya kesal sembari melototkan matanya."Duh, umur udah dua enam masih aja jomblo. Anak tetangga aja umur delapan belas anaknya uda tiga," cibirku yang langsung berlalu pergi."Sheila, awas aja kamu ya!" pekiknya tidak terima.Aku berjalan menuju warung lontong yang tidak jauh dari rumah sakit, aku memesan dua bungkus lontong untukku dan juga Aisyah. Sambil Ibu penjual lontong menyiapkan pesananku, aku duduk sambil melamun entah mengapa tiba-tiba saja aku kepikiran dengan kata-kata Aisyah."Ya ampun, zaman sekarang orang baik banyak maksudnya." Apakah mungkin Wenda baik kepada keluarga kami karena ada maksudnya? Akan tetapi, maksud apa dan apa sebenarnya yang ia inginka

  • Ketika Istriku Tidak Meminta Jatah Lagi   Bab 43

    "Suami? Hahaha, memangnya lelaki buaya darat pantas disebut suami. Sudah di kasih kesempatan kedua, masih saja berulah!" hardik Aisyah tidak mau kalah."Berulah apanya? Aku sudah berubah dan menjadi suami yang baik untuk Sheila. Walaupun wajahku yang terlalu tampan ini membuat banyak para gadis tergila-gila, aku tidak pernah lagi mengkhianati Sheila. Cih, dari pada kamu perawan tua. Gak laku-laku!""Apa kamu bilang? Mulutmu itu mau aku remas-ramas!""Silahkan kalau bisa, lagi pula apa yang aku katakan itu benar. Umur sudah tua, tapi gak ada laki-laki yang mau minang kamu. Itu karena kelakuanmu seperti preman, luarannya aja cantik!""Sekali lagi kamu buka mulut, aku lempar kursi ini kamu ya!""Uhh, takut!""Sudah-sudah, kalian ini sehari saja tidak bertengkar aku rasa rugi ya? Sampai bosan aku melihatnya. Lebih baik kamu segera pulang Ais, anak gadis gak baik malam-malam di jalan takutnya nanti ada apa-apa." Aku menyela pertengkaran mereka, karena malu dilihat para penjenguk dari kelua

  • Ketika Istriku Tidak Meminta Jatah Lagi   Bab 44

    "I… I… Iya, Wenda teman satu meja Abang. Ya, jadi kami memang sangat dekat sejak dulu. Lagian kamu kenapa tanya hal seperti itu sih?""Gapapa, cuma tanya aja gak salah kan Bang?""Enggak sih, kamu cemburu ya?" Bang Habib menuding ku dengan jari telunjuknya, ia menaik turunkan kedua alisnya seolah menggodaku."Apaan sih! Ya nggak lah. Ngapain juga aku cemburu, lagian ya kalau Abang selingkuh lagi aku gapapa kok!" seruku mengedikkan bahu."Yang bener? Entar kamu nangis lagi?""Gak! Aku gak bakalan nangis, hanya saja aku gak mau ketemu Abang lagi, dan anak-anak juga bakalan aku bawa, Abang gak aku kasih ketemu anak-anak seumur hidup Abang!" ancamku membulatkan mata menatapnya tajam."Ihh, seremnya Adek ini! Kalau gitu takut Abang jadinya mau macem-macem," ujar Bang Habib bergidik ngeri."Jadi sebelumnya Abang mau macem-macem gtu?" "Hahaha, gak usah ngegas juga lah Dek. Abang bercanda loh, Abang janji gak akan macem-macem lagi. Cukup Adek seorang aja di hati Abang.""Gombal!" Aku menoel

  • Ketika Istriku Tidak Meminta Jatah Lagi   Bab 45

    "Lepas Bang, gak boleh begituan masih hamil muda," pintaku."Kalau gak boleh jadi ngapain Adek bawa itu bajunya. Boleh itu Dek, ayo pelan-pelan aja," goda Bang Habib terus-menerus."Nggak boleh ahh, turunin Sheila Bang!""Gak mau, wekkk! Pokoknya Abang mau bawa Adek ke hotel malam ini, ngomong-ngomong kita belum pernah merasakan seperti itu di hotel. Kira-kira seperti apa ya rasanya, Abang jadi penasaran.""Ihh, Abang mesum!""Mesum sama Istri sendiri kan gapapa sih," ujar Bang Habib memonyong-monyongkan bibirnya hendak menciumku, tetapi aku terus saja mendorong wajahnya dengan telapak tanganku. Tidak lama kemudian, tanpa permisi tiba-tiba saja Wenda datang dan masuk ke dalam ruangan. Kami terhenyak kaget begitupun dengan dirinya yang kaget menyaksikan Kemesraan kami berdua. Spontan saja Bang Habib langsung menurunkan aku dari gendongannya."Maaf aku udah ganggu kalian, kalau begitu aku permisi keluar," ucap Wenda yang berbalik badan hendak pergi keluar."Eh, nggak ganggu kok Wen. Sin

  • Ketika Istriku Tidak Meminta Jatah Lagi   Bab 46

    Setelah kejadian malam itu aku tidak bertegur sapa dengan Bang Habib, aku diam dan ia malah semakin mendiami ku. Ada rasa rindu dan ingin menyapanya, tapi keegoisan mengalahkan kerinduan di dalam dada. Kami bicara hanya seperlunya saja, bahkan kini kami bagaikan dua orang asing yang setiap hari bertemu.Beberapa hari berlalu, Hafiz sudah siuman dan keadaannya semakin membaik, walaupun tidak pulih sepenuhnya. Aku sangat bahagia melihatnya kembali membuka mata, tersenyum dan bahkan ia mengoceh seperti biasanya. Masyaallah, aku sangat merindukan momen tersebut. Setelah dua hari Hafiz siuman kami diperbolehkan untuk membawanya pulang, rasanya aku sangat bahagia karena bisa membawa putraku keluar dari rumah sakit yang pasti sangat menyiksanya.Setelah kepulangan Hafiz, aku dan Bang Habib masih saling diam dan hanya bertegur sapa seperlunya. Sudah sangat lama kami seperti ini, tetapi tidak ada satupun dari kami yang mau mengalah untuk meminta maaf dan memperbaiki semuanya. Rasa gengsi terus

  • Ketika Istriku Tidak Meminta Jatah Lagi   Bab 47

    "Mbak, mbak Wenda kamu kenapa malah melamun? Kalau gak bisa bantu juga gapapa kok Mbak!" seruku sambil menaik turunkan telapak tangan tepat di depan wajahnya."Ehh, maaf maaf. Aku pasti bantu kok Shel, kebetulan minggu depan aku free," sahutnya gelagapan."Makasih ya Mbak, uda mau selalu membantu keluarga kami," ujarku tersenyum tipis."Iya sama-sama."Kami saling bertatapan dan melempar senyuman, ku pandangi wajah cantik Wenda terlihat bahwa dia adalah wanita yang polos dan baik hati, seperti hal yang tidak mungkin jika ia menjadi pelakor dalam rumah tangga orang. Akan tetapi, gerak-geriknya sangat mencurigakan. Ia terlihat sangat mencintai suamiku, tetapi kenapa ia sangat baik kepadaku? Ah, entah lah. Aku membuang segala pikiran buruk yang ada di kepala, dan melanjutkan bermain dengan Hafiz dan juga Wenda. Seperti biasa, saat sore hari aku selalu membawa Hafiz untuk bermain di teras rumah, ia memang sangat suka bermain di luar karena udaranya yang jauh lebih sejuk, dan banyak anak

  • Ketika Istriku Tidak Meminta Jatah Lagi   Bab 48

    Wenda melirik arloji yang melingkar di tangan kanannya, hari memang sudah mulai petang, ia pun berpamitan pulang. Tidak lama setelah Wenda pulang, aku hendak masuk ke dalam rumah dan tiba-tiba saja Bang Habib sampai dirumah. Aku langsung mencium punggung tangan Bang Habib, padahal kami masih marahan, tetapi entah mengapa hari itu aku lupa dan menyambutnya penuh kehangatan seperti biasanya."Kamu uda gak merajuk lagi Dek?" tanyanya heran sambil meletakkan tangannya di dahiku. "Kamu juga gak lagi sakit kok, berarti kamu uda gak merajuk lagi kan?" tanyanya lagi memastikan. Seketika aku termenung mendengar ucapannya, dan aku baru sadar dengan apa yang aku lakukan tadi. Mengapa aku bisa lupa dan menyambutnya saat pulang, padahal tadi pagi kami masih marahan dan belum berbaikan. Duh, pasti dia jadi geer nih!Aku langsung membalikkan badan dan berjalan masuk kedalam rumah meninggalkan Bang Habib, ia terus saja mengekori aku dari belakang sembari tanpa henti memanggil namaku. Aku tidak menghi

  • Ketika Istriku Tidak Meminta Jatah Lagi   Bab 49

    "Bagus ya, pantesan aja aku diceraikan oleh Mas Habib. Ternyata kamu dalangnya! Kamu yang sudah merebut Mas Habib dariku!" seru Fanny dengan suara lantang, matanya melotot menatapku seolah tidak suka."Ada perlu apa kamu kesini?" tanyaku datar yang langsung pada intinya saja, aku tidak ingin menanggapi wanita gila yang tidak punya sopan santun. Umurnya masih sangat muda dan jauh di bawahku, tapi cara bicaranya seperti sudah lebih tua dariku."Suka-suka aku lah mau ngapain, apa urusannya denganmu? Yang jelas aku kesini mau ketemu dengan suamiku!""Suami mu siapa? Gak ada suamimu disini," sahutku sedikit terkekeh."Mas Habib itu suamiku!" Spontan aku tertawa keras, bisa-bisanya ia mengakui Bang Habib sebagai suaminya. Bukankah sudah jelas mereka resmi bercerai, dan bahkan surat cerainya juga sudah keluar dari pengadilan agama."Sudah lah, kalau tidak ada yang penting lebih baik kamu pulang. Aku dan anakku mau istirahat," titahku yang hendak menutup pintu, spontan dia langsung menahanny

Latest chapter

  • Ketika Istriku Tidak Meminta Jatah Lagi   Bab 66

    Tidak terasa waktu sudah menjelang magrib, setelah selesai makan Bang Habib langsung mencuci piring. Hari ini ia sangat memanjakan aku sampai-sampai mencuci piring saja pun ia yang mengerjakan sendiri, semua ini ia lakukan hanya semata-mata untuk menebus semua kesalahannya tadi.****Keesokan harinya seperti biasa aku ikut dengan Bang Habib saat berangkat kerja, ia akan mengantarkan aku ke rumah sakit untuk menjaga Aisyah. Syukurlah ini hari terakhir Aisyah dirawat, karena keadaannya yang sudah mulai membaik sore ini ia sudah diperbolehkan untuk pulang.“Hati-hati di jalan ya Bang,” kataku sambil mencium punggung tangan Bang Habib.Ia mengelus kepalaku dengan lembut lalu berkata, “adek juga hati-hati ya, jangan genit-genit sama Dokter yang ada disini.”“Siapa maksud Abang? Dokter Revan?”“Ya, pokoknya semua Dokter lah. Gak hanya Dokter saja pokoknya semua laki-laki,” ucapnya menoel hidungku pelan.“Ya ampun, Dokternya juga pilih-pilih. Mana mungkin mau sama Ibu beranak satu,” kataku m

  • Ketika Istriku Tidak Meminta Jatah Lagi   Bab 65

    "Tuh lah, rasain! Punya istri cantik, pintar, baik hati, rajin disia-siakan," sindir ku padanya. "Iya lah Abang salah, itu kan masa lalu gak usah dibahas lagi. Jadi sekarang Adek mau makan apa, biar Abang masakin?""Oke, karena Abang yang nantangin. Adek mau makan ayam geprek, sambalnya yang pedes ya Bang. Soalnya anak Abang lagi pengen makan yang pedes-pedes nih," ujarku sambil mengelus perut yang sudah mulai membuncit. "Siap Bos," kata Bang Habib yang ikut mengelus perutku. "Kalau gitu Abang keluar dulu ya, mau beli bahan-bahannya. Adek tunggu di kamar aja nanti kalau uda matang Abang panggil," imbuh Bang Habib mengelus kepalaku dengan lembut. Aku tersenyum tipis sambil menganggukkan kepala, lalu ia mencium keningku dan mencubit pipiku dengan gemas.Bang Habib berlalu pergi keluar kamar, tidak lama kemudian aku mendengar suara deru motornya pergi dan tidak butuh waktu yang lama ia sudah kembali. Awalnya aku susah curiga mengapa ia sangat cepat kembali, karena tukang potong ayam b

  • Ketika Istriku Tidak Meminta Jatah Lagi   Bab 64

    POV SHEILA… Rasa trauma masa lalu kini menghantuiku. Seandainya kamu jujur sejak awal Bang, aku tidak mungkin akan sesakit ini. Coba kau ada diposisiku sebentar saja, agar kau tau betapa hancurnya saat kebohongan-kebohongan mu menggerogoti batinku.Aku menyeka air mata yang membasahi pipi, setiap teriakan demi teriakan tidak di hiraukan oleh Bang Habib. Ia tetap kekeh mencengkram kaki-kakiku kuat, enggan memberi cela aku untuk pergi. "Tolong tetap disini Dek, malu sama Umi dan Abi kalau setiap ada masalah kita libatkan mereka. Aisyah sedang sakit, jangan buat tambah beban pikiran orang tua lagi," lirih Bang Habib merayu. Aku menelan saliva dengan susah payah, memang apa yang dikatakannya benar. Akan tetapi, hatiku terasa perih saat melihat wajahnya. Entah mengapa bayang-bayang wajah Wenda membuat aku membenci suamiku sendiri.Aku mulai mengendur dan meredam ego perlahan. Tanpa berkata apa-apa aku berbalik kembali masuk ke dalam kamar, ku hempaskan tas di tangan dan kuletakkan Hafiz

  • Ketika Istriku Tidak Meminta Jatah Lagi   Bab 63

    "Aku bawa mobil kok, jadi tidak perlu diantar. Kalau begitu aku pamit pulang ya, assalamualaikum.""Waalaikumsalam."Wenda pun pergi menghilang masuk kedalam mobilnya, ia menyalakan mesin mobil lalu membuka kaca jendela dan melambaikan tangan pada Hafiz."Mau aku antar," cibir Sheila menyindirku lalu ia kembali masuk ke dalam rumah. Ia duduk di sofa sambil memainkan cream kue dengan sendok, tampaknya ia merasa sangat kesal denganku. Aku datang menghampirinya, lalu duduk tepat di sampingnya. Aku berusaha untuk membujuk Sheila dengan cara menggodanya, tetapi ia tidak peduli dan malah membalikkan tubuhnya membelakangiku. Bahkan ia juga menjauhkan Hafiz dariku, aku tidak dapat menyentuh anakku sendiri. Sontak hal itu membuat aku lepas kendali, emosi yang sejak tadi terpendam kini aku keluarkan semuanya "Kamu ini kenapa sih Dek? Dikit-dikit ngambek, buat suami bosen aja dirumah!" seruku kesal. "Oh jadi Abang bosan dirumah? Jadi, kenapa gak ikut Wenda pergi aja tadi!" sahutnya bersungu

  • Ketika Istriku Tidak Meminta Jatah Lagi   Bab 62

    Dia tinggal ngomong sih enak, gak ngerti posisiku seperti apa. Dia juga gak tau bagaimana kebaikan Wenda selama ini pada keluargaku, jadi bisa saja Ridwan bicara seperti itu.Aku menyesap kopi susu dingin yang diberi oleh Ridwan, kini rasanya aku tidak ingin memikirkan masalah apa pun. Otakku sudah terasa buntu memikirkan masalah pekerjaan, dan kini malah di tambah lagi perihal wanita yang tiada habisnya. Aku kembali masuk ke dalam kantor dan kembali bekerja. Niat hati tidak ingin memikirkan hal itu lagi, tetapi tetap saja aku kepikiran. Bagaimana bisa Sheila merencanakan hal seperti itu, kenapa dia bisa berpikir sejauh itu sih. Apa mungkin Risa hanya mengada-ngada saja? Ah Entahlah… Hari mulai menjelang sore, dengan pikiran yang masih berkecamuk aku pulang menunggangi kuda besi kesayanganku. Sepanjang perjalanan aku masih terus saja memikirkan ucapan Risa, bagaimana jika yang ia katakan benar. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana terkoyaknya hati Wenda nantinya. Dulu aku dan Wend

  • Ketika Istriku Tidak Meminta Jatah Lagi   Bab 61

    "Abi, silahkan duduk sini. Sheila buatkan teh ya," kata Sheila yang langsung bangkit dan hendak ke dapur. "Tidak usah repot-repot, Abi hanya sebentar kok," tolak Abi menahan Sheila. Sheila pun kembali dan duduk disamping Abi lalu berkata, "ini sebenarnya ada apa Abi?"Abi tersenyum tipis lalu menatapku, aku terus menunduk ketakutan. Jantungku berdetak tidak karuan, keringat dingin terus saja mengalir dari dahi."Jadi gini Shel, Umi kan sedang sakit. Kamu boleh gak jaga Aisyah dari pagi sampai siang saja, setelah itu Darwis yang bakal gantikan. Abi juga harus jaga Umi dirumah," tutur Abi pelan. Aku langsung merasa sangat lega saat mendengar penuturan beliau. Duh, Abi malam-malam sudah buat olahraga jantung saja batinku."Habib izinkan Sheila menjaga Aisyah untuk beberapa hari saja menggantikan Umi?" tanya Abi seraya menatapku. "Eh… Kalau Habib sih mengizinkan Abi, apalagi selama ini Aisyah yang selalu menemani Sheila saat menjaga Hafiz," sahutku sedikit gagu akibat spot jantung baru

  • Ketika Istriku Tidak Meminta Jatah Lagi   Bab 60

    "Hust, jangan berisik Bang. Hafiz sedang tidur," ujar Sheila yang sedang berbaring diranjang sambil menyusui Hafiz. Aku mengelus dada lega, karena hampir saja jantungku copot rasanya. Aku berjalan keluar sambil mengendap-ngendap tidak mengeluarkan suara agar Hafiz tidak terbangun, begitu juga dengan Sheila yang ikut melangkah keluar mengekori aku. "Kamu kenapa sih bang teriak-teriak begitu?" tanya Sheila."Aku pikir kamu gak ada dirumah, soalnya gak biasa-biasanya kamu dan Hafiz gak menyambut aku pulang kerja," sahutku sambil memijat pelipis yang terasa berdenyut. "Oh itu tadi Hafiz gak tidur siang asik main aja, jadi jam segini uda minta tidur.""Ntar dia tidur sampai magrib?""Nggak Bang, palingan jam lima nanti uda bangun."Aku hanya menganggukkan kepala pelan, ingin rasanya aku bertanya pada Sheila apakah Darwis ada kesini dan bercerita yang aneh-aneh, tapi aku tidak memiliki keberanian sebesar itu. Saat ingin memulai bicara saja lidahku terasa keluh, bibirku enggan terbuka. "A

  • Ketika Istriku Tidak Meminta Jatah Lagi   Bab 59

    Sesampainya di rumah sakit, aku menemukan Mbak Aisyah sendirian di ruangan tempat ia dirawat. Tumben sekali Umi tidak ada, padahal biasanya beliau selalu menemani Mbak Aisyah. "Umi kemana Mbak?" tanyaku tiba-tiba yang membuat Mbak Aisyah terkejut. "Astagfirullah Darwis, kamu ini kebiasaan banget ya buat orang terkejut! Kalau masuk ketuk pintu dulu kek, ngucapin salam kek!" Protes Mbak Aisyah. Sementara aku hanya cengar-cengis sambil menggaruk kepalaku yang tidak gatal. "Ya maaf Mbak, namanya lupa. Hehehehe…""He… He… He… Kebiasaan banget lupa, masih muda kok uda pikun!" cetusnya dengan ekspresi wajah galak. Aku hanya mengerucutkan bibir pura-pura merajuk karena dimarahi olehnya, dan aku pun mengambil posisi duduk disamping ranjang sambil menopangkan dagu menatap Mbak Aisyah."Kenapa kamu liatin aku seperti Itu?" tanya Mbak Aisyah dengan ketus. "Gapapa, Mbak cantik aja hari ini," rayuku sambil mengerlingkan sebelah mata.Bukannya tersipu malu seperti wanita lain saat di goda, Mbak

  • Ketika Istriku Tidak Meminta Jatah Lagi    Bab 58

    Keesokan harinya saat dalam perjalanan pulang dari sekolah, mataku melihat pemandangan yang membuat aku terhenyak. Bisa-bisanya Om Habib sedang duduk berdua bersama seorang wanita di sebuah taman kota, hatiku bertanya-tanya siapakah wanita itu, apakah mungkin itu selingkuhan Om Habib? Wilayah ini memang cukup jauh dari rumahnya, jadi ia pasti bisa bebas berselingkuh.Cih, dasar lelaki mata keranjang! Jika memang sudah sifatnya tukang selingkuh pasti tidak akan bisa berubah. Dengan emosi yang membuncah aku menghampiri mereka, dan spontan membogem wajah Om Habib sekuat mungkin. Sakit rasanya melihat wanita yang begitu baik malah di khianati, karena gara-gara lelaki seperti Om Habib lah aku kehilangan Kakakku. "Dasar, laki-laki gak tau diuntung! Bisa-bisanya selingkuh lagi setelah diberi kesempatan kedua!" teriak ku kesal. Wanita itu berteriak-teriak saat melihat aku memukul Om Habib sampai bibirnya berdarah dan tersungkur di tanah. Saat ia hendak menolong Om Habib, dengan cepat aku la

DMCA.com Protection Status