Beberapa kali aku mengusap wajah frustasi. Untung saja tadi aku langsung mengikuti Rania untuk kabur. Kalau tidak, mungkin aku sudah menjadi bahan tertawaan karena kencan dengan seorang wanita tua yang gendut.Arghhh ... bisa-bisanya Mama memintaku untuk berkencan dengan wanita seperti itu. Masa standar Mama dalam mencari menantu sangat rendah.Apa Mama lupa kalau aku tidak mungkin mau dengan perempuan seperti itu?"Pagi, Pak." sapa seseorang dari luar. Tunggu, dari suaranya aku merasa asing."Siapa?" tanyaku teriak."Saya Dara, Pak."Dara? Oh iya, Dara yang kemarin aku ajak kenalan di taman sebelum ketemu wanita suruhan Mama itu.Cantik, sih. Tapi tetap cantikan Raya."Masuk," titahku dengan nada tetap tenang. Padahal jantung ini terasa m
"Aku tidak akan berhenti sebelum kau menalakku, Mas," ucap Rania lantang."Talak dia, Riko, dia hanyalah beban untuk kita. Sudah pengangguran, pelit pula," sahut Mama mengompori.Di posisi ini jelas aku yang paling pusing. Kalau Rania kuceraikan, otomatis semua bahan anggaran untuk kebutuhan sehari-hari harus aku yang mengeluarkan, karena uangku selalu habis sama Mama dan Ica.Tapi tidak mungkin juga jika aku harus menceraikannya begitu saja, bagaimana kalau aku masih belum menemukan perempuan yang cantik? Dan aku akui kalau Dara pun masih di bawa Rania.Arghhh ... sungguh membuat kepala terasa mau pecah."Bagaimana, Mas? Apa keputusan yang sudah kau ambil?" ejek Rania. Sepertinya dia tahu kalau aku tidak mungkin membantah perkataan Mama. Sialan.Dia semakin berani saja.
Sebelum Mas Rian pulang dari kantor, aku langsung mengumpulkan barang-barang berharga yang ada di kamarku. Tentunya termasuk perhiasan, baju mahal, dan beberapa tas juga sepatu yang langsung aku tumpuk dibeberapa kerdus. Tidak lupa beberapa bingkai foto yang terpasang di dinding ruang tamu dan kamar pun aku copot dan kumasukkan ke dalam kardus. Sekarang semuanya sudah tersusun rapi di dalam ruangan kecil rahasiaku. Sekarang aku hanya tinggal mengambil sebuah foto yang dipajang Mas Riko di depan ruang keluarga. Berhubung suasana rumah masih sepi, aku langsung melancarkan aksi dan menurunkan fotonya. "Rania! Apa yang sedang kamu lakukan?" tanya Mama tiba-tiba, entah datang dari mana. Tapi yang pasti aku sangat syok. Kenapa waktunya bisa pas. Aku berpikir sejenak untuk mencari al
Barang-barang yang dibawa Rania segera diturunkan setelah mereka sampai di rumah orangtuanya Rania. Tapi Bu Widia, mamanya Rania hanya memperhatikan dari jauh. Tapi tidak lama, dia mendekat ke arah Rania.”Ikut Mama sebentar, bisa?" tanyanya lembut pada Rania. Dirga yang awalnya tertawa mulai diam. Meskipun orangnya sangat ramah, tapi kejam baginya. Mereka tidak akan tanggung-tanggung jika memberikan Dirga hukuman hanya karena hal sepele."Rania saja kan, Ma? Aku enggak usah?” ucap Dirga hati-hati. Tapi langkahnya perlahan mundur."Kau juga ikut! Enak saja berani berbuat, tapi tidak mau bertanggung jawab," ucap Bu Widya dengan senyuman yang mengandung arti sangat dalam."Baik, Ma," jawab Rania semangat. Pasalnya dia tidak tahu kalau Dirga, kakaknya seringkali dihukum dengan cara yang tidak biasa.Rania hanya mena
"Mas pergi kerja dulu, ya. Mas mohon, tolong jangan dengarkan apapun yang Mama katakan. Semenyakitkan apapun. Mas tidak ingin pernikahan kita kandas begitu saja, Rania," ucap Riko berpesan setelah sarapan pagi dan sebelum ia berangkat ke kantor.Rania hanya menunduk, dia tahu kalau Riko mungkin hanya tidak ingin mamanya terluka. Karena ini bukan kali pertama dia begini."Hei kau mantu tidak tahu diri!" teriak Retno. Mulutnya yang lemes membuatnya lebih gampang mengatakan hal-hal yang akan membuat orang yang dipanggilnya terasa menyakitkan.Karena Rania tidak merasa menjadi mantu tidak tahu diri, ia sengaja tidak menyahut. Sekaligus ia punya maksud untuk membuka mata hati Riko agar mengetahui siapa sebenarnya.Selama ini Rania memang lebih banyak bungkam, tapi semua kediamannya justru membuat mertua dan adik iparnya semakin tidak tah
"Riko ... huhuhu...." Retno langsung berlari ke arah Riko yang baru saja pulang kerja. Tentu saja dengan Ica dibelakangnya. Rania merasa muak dengan cara mereka bertingkah."Kenapa kalian tidak jadi artis saja, sih," Rania mencebik kesal.Baru kali ini Rania bicara tanpa ditanya lebih dulu tentu saja membuat Riko menghangat."Terima kasih sudah mau bicara padaku, Ran," ucap Riko penuh haru. Dia sama sekali tidak memperdulikan Retno yang akan mengadu."Oh gitu, mau jadi anak durhaka kamu!" teriak Retno.Lagi, dia memanfaatkan kelemahan Riko yang matanya sudah terlihat mulai pasrah.Rania yang faham dengan keadaan sikap Riko pun malas untuk membuat Riko bicara. Hanya helaan napas yang terdengar berat yang dilakukannya."Aku bukan anak durhaka, Ma!" ucap Riko lantang. Bahkan langkah Rania ikut terhenti dan melihat ke arah Riko."Mas," ucapnya lirih. Rania sama sekali tidak percaya kalau suaminya itu akhirnya mampu me
Setelah kedatangan Mas Surya, suasana rumah menjadi sangat mencekam. Semua orang terdiam. Berbicara dalam bisu. Kecuali Mas Surya, Mama, dan Ica.Aku tidak tahu harus berbuat apa, benar-benar takut kalau semua anak Mama akan ke sini. Takutku bukan karena aku tidak berani, tapi aku tidak ingin dicap sebagai anak yang durhaka dan takut mereka akan melukai Rania.Karena untuk saat ini, hanya Rania yang benar-benar tulus padaku. Jujur, aku masih tidak tahu yang sebenarnya siapa orang tua dan saudara-saudaraku.Dulu, Mama hanya mengatakan kalau aku anak yang dia ambil dari jalanan, tanpa orang tua, apalagi saudara. Tapi seringkali aku merasakan lain. Bahkan ada perasaan tidak asing ketika bersama Mas Surya. Entah siapa yang benar, aku masih jauh dari kata tahu.Kugenggam tangan Rania yang terasa dingin, sampai kapan pun, aku tetap ingin mempertahankan bidadari tidak bersayap ini di sampingku.Rania menatapku lembut, dia tahu kalau ak
Aku dan Bara bahkan masih terpaku ketika Mas Surya keluar mencari Pak Dirga. "Gue benar-benar enggak nyangka kalau hari ini kedua mata dan telinga mendengar sesuatu yang bikin jantungan dua-duanya," ucap Bara sambil beberapa kali menepuk pundakku."Ini masih di kantor, Bar," ujarku mengingatkan kalau kita selama berada di kawasan kantor, tidak boleh berkata kasar. Tapi di luar pun tidak boleh selama ada Pak Dirga. Aneh bukan? Tapi itulah kenyataannya."Iya ... iya, maaf. Lagian heran aja, kok bisa Surya anak tertua dari Mama angkatmu itu menjadi direktur?" tanya Bara lagi."Aku juga tidak tahu, yang jelas dia itu sombongnya kebangetan kalau ada yang dua punya baru," jawabku gusar."Eh, bubar!" teriak Erik, dia adalah asisten Pak Dirga. Kupikir tadi dia ikut sama bosnya, ternyata masih di sini."Pak, maaf, ini ada titipan dari Pak Dirga. Bawalah pulang dan makan bersama istri anda," ucapnya sambil menyerahkan sebuah bingkisan.Aku mengerutkan kening, apa maksud semua ini?"Baik, teri
PoV Riko"Meskipun dia Surya, perkataannya pasti tidak serius. Aku berani bertaruh kalau dia hanya becanda." Bara menepuk pundakku dengan sangat keras. Padahal jelas-jelas barusan suaranya Mas Surya terdengar sangat mengerikan."Perkataannya sangat menakutkan, mana mungkin hanya becanda." tegasku menepuk pundak Bara dengan keras. "Lagipula selama ini aku tidak pernah mendengarnya berbicara menakutkan begini." lanjutku yakin.Bara menatapku sekilas, lalu matanya terlihat mencari di mana keberadaan laki-laki yang mirip dengan Mas Surya itu. Suaranya pun kini sudah tidak terdengar. Aku akui penciumannya memang tajam, tapi bukankah anjing pengendus saja seringkali salah? Apalagi dengan Bara.Dia tiba-tiba menatapku dengan tajam. "Jangan samakan aku dengan hewan, sebelum menyamakan, sepertinya anda lebih cocok dibandingkan dengan hewan daripada aku," ucapnya sambil menyeringai."Maaf, aku hanya menyamankan penciumanmu. Bukan orangnya." Aku menjawab jujur. Bagaimana mungkin berani memprovo
"Hai, Ran!" sapaku pada Rania sambil melambaikan tangan. Ia pun demikian, bahkan bibirnya dihiasi senyuman yang manis."Mau ke ruangan Pak Dirga?" tanyaku lirih sambil menyeimbangi langkahnya."Tentu saja, memangnya mau ketemu siapa lagi. Masa sih man-tan suami?" ucap Rania terkekeh, entah kenapa hatiku merasa tersentil ketika mendengarnya, seolah perkataan itu memang ditujukan untukku."Hehehe, mungkin aja, Ran. Kupikir juga begitu." Aku sengaja bersikap percaya diri, jangan sampai dia tahu kalau aku masih memendam perasaan yang teramat dalam padanya.Untung saja Mas Surya membawaku ke rumahnya, jadi tidak melihat bidadari ini setiap waktu."Hah? Gak mungkinlah aku begitu, Dik Riko!" jawabnya malah meledekku.Tanpa bisa dipungkiri dia benar, statusku sekarang hanyalah adik iparnya. Rasanya hatiku semakin sakit, begitu juga ada ini. Sangat sesak."Hai, Sayang!" sama Mas Dirga dari dalam, tepat di depan pintu ruangannya.Ruanganku dengannya memang berdampingan, sudah pasti hati ini aka
Dengan langkah yang terburu-buru, kami langsung masuk ke dalam rumah Rania yang ternyata beberapa orang sudah berkumpul di ruang keluarga."Apa benar Tante Nesya ada sangkut pautnya dengan semua kasus ini?" tanya Mas Surya serius. Pasalnya kita semua memang tidak ingin lagi terjadi hal-hal yang sangat merugikan kita.Semua orang terdiam. Mereka hanya meminta kita duduk dengan pelan dan kembali menatap Tante Nesya dengan tatapan yang aku sendiri tidak tahu.Aku merasa tidak mungkin, bahkan mustahil kalau semua yang telah terjadi adalah perbuatannya. Apalagi jika mengingat kalau dia adalah bibi dari Mas Dirga."Jelaskan semuanya, Tan!" suara Mas Dirga terdengar dingin dan pelan. Tapi membuat kita semua bergetar.Selama ini dia memang tegas, tapi masih ada humornya. Namun, jika dilihat sekarang sepertinya tidak.Tante Nesya menatap kami satu persatu dengan tatapan kejam. Seolah kita yang sudah melakukan tindakan kekerasan, sepertinya orang ini memang tidak sesederhana yang terlihat."Apa
Kami kembali terdiam ketika Zein tiba-tiba datang dan memberikan informasi yang membuat kita terkejut.Bagaimana tidak, Ica, gadis yang selama ini aku sayangi, dan selalu menjadi prioritas utama wanita yang selama ini menjadi ibu angkatku ternyata hanya seorang anak angkat.Sama seperti aku dan juga Mas Surya."Apa jangan-jangan dia adik kandungmu?" tanya Rania kepada laki-laki yang dulu adalah Bosku, ternyata kakak sepupu itu dengan nada yang terdengar seperti tuduhan.Ternyata dunia itu sempit, ya."Enggak lah. Enak aja. Mana ada aku punya adek begitu." Mas Dirga menolak dengan tegas.Tapi jawabannya malah membuat Mas Surya semakin penasaran tentang hubungan Mas Dirga dengan Ica. Semua itu terlihat dari bagaimana caranya dia menatap."Bisa aja kan ya?" Rania tetap kekeh dengan apa yang disampaikannya tadi.Aku sendiri tidak tahu mana yang sebenarnya. Sekarang sebelum ada bukti, aku belum bisa percaya. Banyak yang terjadi begitu saja."Jangan tuduh aku seperti itu!" Mas Dirga tetap b
PoV Rania "Om Rio!" seruku ketika melihat pelaku yang mencoba untuk membakar kantor pusat Papa. Benar-benar Om Rio sungguhan. Semua orang terperanjat ketika mendengarnya. Mana mungkin penjahat ini adalah adik papaku yang baik hati? "Aku sangat tidak menyangka kalau kamu bisa melakukan hal keji seperti ini, Rio!" suara Papa terdengar menggelegar. Mas Dirga, aku, dan yang lainnya langsung berjalan mundur, agar kakak-beradik ini lebih leluasa untuk bicara. "Keji? Kau yang keji. Dasar manusia hina!" laki-laki yang aku kenal baik itu pun bersuara. Padahal dari tadi dia hanya diam dan menunduk. Papa terlihat semakin geram, "Hukum saja orang ini selama-lamanya, Pak," ucap Papa pada petugas kepolisian. "Baik, Pak. Kami hanya menunggu kedatangan Bapak selaku anggota keluarga pelaku," jawab Pak polisi dengan tegas. "Kami akan menahan Pak Rio sesuai dengan hukum yang berlaku!" lanjutnya yang membuat kami semua tersenyum sekaligus bingung. Terutama aku. Apa masalah sebenarnya yang ada
PoV Rania"Kenapa, Mas?" tanyaku tanpa rasa bersalah. Memang laki-laki itu begini, ya. Ketika dikejar, malah menjauh. Eh, pas ditinggalkan malah mendekat.Ribet, deh.Kucoba untuk mengatur napas yang naik turun. Jangan sampai Mas Dirga tahu kalau aku hanya sekadar melakukan tes. Bisa bahaya."Aku tak suka kamu mendekati istri kakak sepupumu, Riko," ucapnya dengan nada tetap tenang.Masa iya dia masih terlihat adem ayem melihat istri dan anaknya dekat sama mantan suami. Bukankah harusnya kepanasan, ya? Gak tahu lah.Tapi kuyakin di dalam lubuk hatinya yang dalam pasti cemburu."Aku belum mengakui kalau kau adalah kakak sepupuku!" Mas Riko menatap suamiku sengit.Tapi aku tidak keberatan, Mas Dirga memang berhak mendapatkannya. Tadi dia sudah sok manis di depan Anggi."Bodo amat!""Kamu kok gak tanya kenapa Mas gak kerja?" tanya Mas Riko yang bersemangat untuk mendekat."Cukup! Aku suaminya, dia juga gak tanya kenapa aku gak kerja. Ngapain harus tanya anak tengil kayak kamu!" geram Mas
Aku terus saja menatap Zein dengan tatapan membunuh. Memang sudah lama aku kesal padanya, apalagi ketika dengan beraninya dia memintaku untuk menjadi seorang istri.Dasar.Padahal jelas-jelas mamanya tidak akan setuju jika aku jadi menantunya. Karena keluarga besar Zein selalu menganggapku sebagai putri kesayangan mereka.Tatapanku semakin tajam ketika Mama dan Papa semakin antusias mendengarkan perkataannya yang sama sekali tidak masuk diakal. Nyesel dulu aku selalu menceritakan tentang diriku yang konyol hanya untuk mendapatkan perhatian Mas Dirga.Dulu aku memang sekonyol itu, sih. Tapi kan sekarang intinya sudah enggak dan Mas Dirga sudah menjadi milikku."Bahkan Rania itu berkali-kali mengancam perempuan yang pernah dekat dengan Mas Dirga," ucapnya dengan dibarengi gelak tawa.Ingin rasanya aku mencabik bibirnya itu sekarang juga.Siapa suruh punya mulut itu pandai berbicara keburukan orang. Ih, bikin kesal saja.Aku tiba-tiba berdiri dari duduk dan menghampirinya. "Cukup! Aku
PoV Rania"Rizky mana, Ma?" tanyaku pada Mama yang sedang membaca sebuah majalah populer."Oh, tadi dibawa Bibi Nesya. Katanya kangen. Padahal baru beberapa hari ya, Ran," ucapnya hanya menoleh sekilas padaku.Deg ... kenapa Bibi Nesya ingin membawa Rizky?Pikiranku mendadak kacau, perasan ini sangat menyakitkan. Bukan aku berpikiran yang negatif terhadap keluarga suami.Bukan.Tapi ini menyangkut keselamatan.Entah kenapa aku selalu ragu kalau Bibi Nesya meminta Rizky. Bahkan dikali pertama saja dia sudah mengecewakan kita.Sekarang apa lagi."Tenanglah, katanya tidak akan lama," ucap Mama lagi tanpa rasa khawatir sedikit pun.Naluri seorang ibu mengatakan kalau ini bukan pertanda hal yang baik-baik saja. Apalagi dia tahu kalau Rizky adalah anak Mas Riko. Bahkan masih menjalin hubungan baik dengan Bu Retno.Sungguh tidak habis pikir dengan pikirannya. Jelas-jelas Bu Retno-lah penyebab di balik kematian beberapa anggota keluarganya."Assalamu'alaikum."Suara salam Mas Durga dan Papa m
Aku terkejut setengah mati dengan tindakan yang Bu Retno lakukan ini. Embel-embel 'Mama' pun juga hilang. Rasanya hati nurani ini menolak untuk berkata yang baik-baik padanya.Tapi berbeda dengan Mas Surya, dia sangat terlihat tenang. "Kembalikan anakku!" teriak Rania dengan mata yang sembab. Entah dari kapan dia menangis, karena penampilannya saja sudah terlihat berantakan."Aku tunggu keputusannya, terserah Tante pilih yang mana. Tapi seharusnya tahu kan jalan terbaik mana yang harus ditempuh?" tanya Dirga dengan dengan tatapan yang sama tenang dari Mas Surya.Sungguh di luar dugaan, kalau ternyata Pak Dirga adalah kakak sepupu kita."Tidak! Aku tidak akan membiarkan kalian mendapatkan kebahagiaan di atas lukaku!" teriak Bu Retno yang menatap kami satu persatu dengan tatapan tajamnya."Atas dasar apa orang lain mempunyai anak laki-laki, sementara aku hanya punya perempuan?" lanjutnya yang terdengar sangat kecewa."Itu semua adalah takdir, aku pun hanya punya Rania. Bukankah dia wan