Bab 30. Kupecat Suami Durjanaku
*****
“Rahasia, dong! Masa aku mau ngasih tahu kamu, enggak mungkin, kan?”
“Embuuuun! Apa sebenarnya maumu?”
“Mauku? Bagus kalau kau tanya mauku sekarang. Aku mau kau sekarang pulang!”
“Apa?” Mas Ray terbelalak.
“Pulang! Aku memecatmu!”
“Kau! Kau! Siapa kau berani memecatku, Nona? Mikir pakai otak!”
“Kau belum kenal siapa aku? Aku Embun. Embun Putri Mentari. Kau tahu siapa Mentari? Pemilik perusahaan ini. Detik ini juga, kau kupecat!”
“Kau!”
“Ya, tunggu apa lagi? Keluar! Dan tunggu polisi datang menangkapmu, karena sepertinya aku akan meperkarakan dirimu masalah penggelapan uang perusahaan. Uang yang kau belikan mobil untuk Pap
Bab 31. Kupecat Papaku Dengan Elegan****“Maaf, Pa? Bagaimana keputusan Papa? Pulang sekarang, atau tunggu lima hari lagi?” tanyaku menatap Papa, tanpa menghiraukan teriakan Mas Ray.“Embuuun, sebenarnya, ada apa, sih, ini? Apa yang kalian rahasiakan dari Papa? Tadi si Ray yang kau pecat, sekarang, kau malah mau mecat Papa, Nak?” lirih Papa terlihat lemas.“Kami hanya bertengkar kecil tadi di rumah, Pa. Karena merasa belum kelar, dia kejar saya ke sini, sampai di sini marah-marah gak jelas kek gini, malah nuduh saya dan Sandra selingkuh,” Lelaki itu mendahului aku bicara. Mengarang yang tidak benar, apa maksudnya?“Embun, benar begitu, Nak?”Aku menghela napas dalam-dalam. Berpikir keras akan semua kemungkinan yang bakal terjadi. Sepertinya Mas Ray masih menjaga kondisi kesehatan Papa. E
Bab 32. Rahasia Besar Sandra*****“Mobil Papamu? Hemh, terus, apa hubungannya, ya, dengan Pak Robin, maneger Penjualan? Hehehe ….”Mas Ray tercekat. Tatapan dialihkannya ke arah Sandra. Si betina mengkerut dengan wajah pucat.“Ok, jadi, kalau kau tak mau berurusan dengan polisi, atau melibatkan juga papamu, segera kau serahkan mobil, berikut surat-suratnya! Aku gak akan peduli, meski papamu ikut mendekam di dalam penjara, karena terlibat penggelapan uang perusahaan! Keluar sekarang, Mas!”“Awas kau!” Lelaki itu mengancam dnegan menggebrak meja dengan kencang. Lalu melangkah dengan wajah merah padam.“Saya ikut, Pak!” Sandra mengejarnya.“Berhenti! Kau tidak boleh pergi!” teriakku.“Aku gak mau kerja kalau engg
Bab 33. Kutemukan Buku Harian Mama*****“Bu! Di mana rekaman itu? Itu enggak benar, Buk! Maaf, itu hanya karangan saya aja!”“Cukup! Aku enggak butuh kata maaf! Sekarang juga, silahkan kau bawa mantan Kakak iparmu ini, kau tunjukkan semua file-file perusahaan padanya. Serahkan laptop, beserta seluruh kunci-kunci, kode untuk login, dan segalanya tentang perusahaan ini, padanya! Kau paham!”“Tapi, saya dimaafkan, kan, Buk?”“Kau kerjakan perintahku! Sekarang!”Liza menatapku, sepertinya dia masih bingung dengan keputusanku.“Kau kuterima bekerja di kantor ini, Za! Selamat bergabung! Pelajari semua tugasmu dari Sandra! Lapor aja padaku, kalau ada yang dia sembunyikan, mengerti!” ucapku menepuk bahunya.“Makasih, Bu Embun,” lirihnya berkaca-kac
Bab 34. Rahasia Besar Mama*****Mungkinkah karena mama membenci Papa, sehingga dia anggap papa sudah almarhum? Tapi, menjaga perusahaan demi amanat? Maksudnya apa? Papa tak pernah peduli dengan perusahaan, jadi ini papa yang mana?Apakah masih ada papa yang lain? Tidak! Saat aku menikah tiga tahun lalu, Papa yang menikahkan aku, bukan wali hakim. Tapi, kenapa mama menulis seperti ini?Kulanjutkan membaca kalimat berikutnya.[Mas Irvan, aku sudah berusaha. Semoga kau tenang di alam sana! Seperti permintaanmu, jangan pernah mengatakan pada Embun, kalau dia sudah tak berayah. Aku melakukannya, Mas. Aku penuhi permintaanmu, untuk menikah dengan adik sepupumu, meski tak ada cinta sedikitpun di hati ini. Demi kebahagiaan Embun, Aku rela, Mas. Aku rela dinikahi, meski tak dicintai. Semua demi Embun.]Irvan? Adik sepupu? Papaku dengan si Irvan ini sepupuan? Kenapa b
Bab 35. Cinta Lama Darry Belum Kelar******“Maaf, Bu Embun, itupun karena kebetulan saya membaca scedul, makanya saya seret dia ke sini untuk melapor,” ungkapku kesal.“Aku bukan sekretaris lagi di sini! Jadi urus sendiri semuanya! Kapok, kan? Sok-sok an mecat Pak Ray! Biasanya Pak Ray yang membereskan semuanya! Sekarang rasain!” Sandra terlihat sangat puas.“Sandra! Dengar, kuberi kau waktu lima hari ini untuk membimbing Liza, sampai dia menguasai seluruhnya! Kau tak bisa lepas semuanya sekarang! Ingat, kalau kau macam-macam, kupastikan kau akan membusuk di penjara! Tapi, kalau kau menunjukkan etiked baikmu, mungkin aku hanya memecat saja, tak sampai ke tangan yang berwajib! Camkan itu!”Perempuan itu mendengkus, lalu berlalu meninggalkan kami, kembali menuju meja semula.“Maaf,
Bab 36. Ancaman Mama SiskaPOV Embun“Ok, silahkan turun! Aku akan terus memantau perkembangan perusahaanmu! Karena nilai mata kuliahmu, aku ambil dari kemampuanmu mengelola perusahaan ini, paham!” tegas Mas Darry begitu menepikan mobilnya di depan gedung megah, di mana kantorku berada.“Baik, terima kasih atas bantuan Bapak! Berkat Bapak, meeting tadi berjalan dengan lancar,” ucapku menatapnya melalui kaca spion di depannya.“Aku tidak sedang membantumu! Justru aku sedang menilai kemampuanmu mempraktekkan materi kuliahku,” sanggahnya menghindari tatapanku, meski sempat beradu sesaat tadi.“Mereka setuju bekerja sama dengan perusahaan kita. Kita yang akan memasok besi di mega proyek yang sedang mereka jalani. Keuntungan yang akan kita peroleh sangat besar, saya akan memberi bonus buat Bapak, karena telah berjasa menggolk
Bab 37. Office Girlku Yang Mencurigakan*****Kenapa wajah Mama berubah jadi begitu sangar? Jujur, aku takut. Tapi, aku tidak akan cengeng apa lagi lemah. Aku harus berani menghadapi siluman ini.“Kau pecat Ray, kau sita mobilnya, apa maksudmu? Istri macam apa kau, ha!”“Maaf, ini urusan saya dan ini kantor saya, Ma! Tolong jangan ikut campur!” teriakku menegakkan tubuh. Menatap tajam tepat ke manik-manik matanya.“Oh, berani kau sekarang, ya! Berani kau melototi kama seperti itu?”“Kenapa tidak! Aku pimpinan di kantor ini sekarang. Kuperintahkan Mama keluar!”“Anak durhaka!” TIba-tiba tangannya melayang, segera kutangkap dan kucengkram dengan kuat.Suara langkah kaki ramai terdengar mendekat, security datang tergopoh-gopoh, Dian, Liza, dan beberapa karya
Bab 38. Pengganti Wakil Direktur*****“Aku, kamu izini menggunakan fasilitas mobil?”“Iya, tolong bekerjalah dengan sungguh-sungguh! Oh, ya, satu lagi. Aku minta kamu dekati Pak Robin, manager penjualan. Aku telah merekam pembicaraan Sandra dengan Mas Ray, tentang keterlibatan dia dalam pengelapan uang penjualan. Pak Robin diminta merekayasa laporan penjualan, makanya tidak kau temukan kecurangan di laporang keuangan. Kau paham maksudku?”“Aku sih, curiga seperti itu, tapi aku tak punya dasar apalagi bukti.”“Kecurigaan kamu benar. Buktinya akan aku kirim via WA padamu!”“Baik, aku akan tuntaskan.”“Ok, aku percaya padamu.”“Maaf, Bu, Pak Pengacara udah ada di sini, betul, ibu memanggil beliau?” terdengar suara Raina sang Resepsionis melalui
Bab 206. Tamat Mas Ray berjalan dengan hati-hati. Kubawa memutar dari halaman samping, agar tak usah masuk ke dalam rumah. Waspada harus tetap kujaga. Meski dia bilang sudah bertobat, namun rasa khawatir belum juga bisa sirna sepenuhnya. “Itu suara celoteh mereka?” lirihnya menghentikan langkah, seolah-olah menajamkan pendengaran. “Ya, Raya sudah enam tahun, Radit empat tahun. Mereka sehat dan cerdas. Ayo, kita lihat!” Kulanjutkan langkah. Mas Ray mengikutiku. “Di sini saja!” perintahku menghentikan langkah. “Itu mereka?” gumamnya menatap ke arah kolam renang. Matanya meredup, tetiba mengembun. Beberapa butir air bening luruh di kedua sudut cekungnya. “Ya, itu Raya dan Radit.” “Raya sudah tidak celat lagi sepertinya kalau berbicara?” “Ya, dia sudah bisa berbicara dengan la
Bab 205. Kunjungan Suami PertamakuTiga tahun kemudian“Ada Pak Ray, Buk!” Bik Anik berjalan tergopoh-gopoh mendatangi aku dan anak-anak di halaman samping.Rika sedang sibuk menyuapi Dava, anak bungsuku dengan bubur bayi. Raya dan Radit tengah berenang. Aku harus membantu Rika mengawasi mereka.Aku dan Rika saling tatap, demi mendengar laporan Bik Anik. ‘Pak Ray’. Nama itu sudah sangat asing terdengar di rumah ini. Anak-anak bahkan tak mengenalnya. Tiga tahun sudah sejak kami sah bercerai, selama tiga tahun itu pula dia tak lagi pernah hadir di dalam perbincangan kami. Raya dan Radit sama sekali tak mengenalnya. Meski dia adalah ayah biologis mereka. Bagi anak-anak, Mas Darry adalah satu-satunya sosok ‘Papa’.“Ibuk, gimana?”Aku tersentak. Bik Anik masih terlihat panik.&nbs
Bab 204. Sambutan Calon Mertua LaylaPOV Embun=====“Kakak yakin mau usaha di kampung aja?” tanyaku sekali lagi meyakinkan Kak Layla.“Yakin, Dek. Kakak gak bisa di kota besar ini. Mau kerja apa Kakak di sini, coba? Di kantor, kakak gak punya ilmu apa-apa, gak ada bakat juga. Bekal pendidikan Kakak juga gak memadai. Suntuk Kakak tinggal di kota besar ini.”“Serius Kakak mau buka ternak di bekas rumah kakak itu? Gak kasihan sama ipar kakak?”“Mantan, dia bukan iparku lagi.”“Trus Kakak mau tinggal di mana, dong? Di bekas rumah juragan Sanusi?”“Tidak, rumah itu terlalu menyakitkan bagi Kakak untuk ditinggali. Banyak kesakitan yang akan selalu melintas di benak. Seperti mengenang luka saja.”“Trus?”“Kala
Bab 203. Akhir Cinta Liza Bermuara BahagiaLelaki itu meraih kunci mobilnya dari saku sambil berjalan. Tanpa menoleh lagi, kakinya melangkah menuju teras, langsung ke halaman, di mana mobilnya terparkir. Kaki ini serasa tertancap, begitu berat untuk digerakkan. Mulut ini terasa kaku, lidah pun kelu, tuk mengucap sekedar sepatah kata, untuk mencegahnya pergi.Benak dipenuhi bimbang. Bagaimana sebenarnya perasanku pada dokter itu. Benarkah rasa pada Mas Ray mengalahkan rasaku untuknya? Hey, berfikirlah Liza! Berfikirlah cepat?Bagaimana bisa seorang durjana, seorang narapidana, bahkan kini mengalami gangguan jiwa, bisa menjadi rival bagi seorang pria seperti Dokter Indra? Di mana logikanya? Dokter Indra yang begitu baik, sopan, serius, tak pernah menyakiti hati meski tak sengaja. Tak pernah, sama sekali tidak pernah.Mungkin sikapku te
Bab 202. Ektrapart Liza (Dillema Berakhir Juga)====Aku tersentak kaget, saat Deo memberitahu tentang kondisi terakhir Mas Ray. Jujur, hati teramat sakit mendengar berita ini. Bagaimana bisa aku sanggup mendengar kabar tentang deritanya? Tidak, aku tidak sanggup sebenarnya. Pria itu kini dirawat di rumah sakit jiwa.Aku memang perempuan bodoh. Berkali disakiti, dikhianati, bahkan di injak-injak harga diri ini. Namun, rasa di hati tak pernah sungguh-sungguh mati. Rasa itu tetap ada, meski tak bersemi lagi. Rasa itu telah memilih tempat yang dia ingini. Di sini, di relung hati ini.Mas Ray adalah cinta pertama bagiku. Untuk pertama kali aku mengenal yang namanya laki-laki, itu adalah Mas Ray. Awalnya terasa begitu indah, cinta tumbuh subur di hati, berurat dan berakar tanpa penghalang, bahkan kami telah merencanakan pernikahan. Hari lamaran pun ditentuka
Bab 201. Mas Ray Terpaksa Di Bawa Ke Rumah Sakit Jiwa“Maaf, Raya dan Radit masih sangat kecil, tak bagus bagi mereka berada di lokasi tahanan itu, saya juga gak mau psikologis Raya terganggu, saat melihat papanya di dalalm kurungan. Maaf sekali, saya tidak bisa mengizinkan.” Itu jawaban Kak Embun. Papa dan Mama hanya bisa pasrah.Mas Ray menemui kami dengan dengan diantar oleh seorang petugas lapas. Sama sekali dia tidak mau menatap wajah kami. Berjalan menunduk, lalu duduk di depan kami, masih dalam keadaan menunduk. Tubuh kurusnya membuat hati miris, begitu besar perubahan penampilan abangku ini.“Ray, kamu sehat, Nak?” Mama memulai pembicaraan.Diam membisu. Tak ada jawaban dari mulutnya. Wajah dengan tulang pipi menonjol itu masih menunduk menekuri lantai.“Kamu mikiri apa, Ray. Masa tahananmu hanya beberapa t
Bab 200. Rencana Lamaran Papa “Saya disuruh nanya Bapak dan Emak, kata Bapak, mau datang.” “Papa mau datang ke rumah Bik Las?” Wanita itu mengangguk. Menunduk malu-malu. “Papa mau ngelamar Bik Las?” cecarku lagi. “Maaf, Buk.” “Kok minta maaf? Saya malah bangga. Saya lega benar, akhirnya kalian sepakat juga.” “Makasih, Buk. Jadi, Buk Embun setuju?” “Sangat setuju.” “ Makasih, kalian memang anak-anak yang baik.” “Kalian? Maksudnya?” tanyaku terperangah. “Anu, Buk Embun dan Buk Layla. Kalian anak-anak yang sangat baik,” jawabnya tersipu. “Kak Layla juga setuju?” “Ho-oh, kemarin ditelpon Bapak.” “Apa kata Kak Layla?” “Kata Buk Layla, di
Bab 199. Embun Hamil?“Raya, Sayang! Om Dokter mau ngobrol sebentar ya! Raya main sana sama Kak Diyah!” bujukku kemudian.“Ya, Mammma. Oom danan puyang duyu, ya! Nanti tita main tuda-tudaan!” pintanya memohon pada Dokter Danu.“Iya, Sayang. Nanti kita main.” Dokter Danu mengelus kepalanya.“Dadah Om Dokten!”Raya beringsut turun dari pangkuan Dokter Danu, lalu berlari kecil menuju ruang tengah, di mana Diyah dan yang lain sedang berkumpul.“Ada apa ini, tumben datang berdua ke sini, ini udah hampir malam, lho?” tanyaku berbasa basi.“Anu, aku … mau minta maaf, kejadian tadi pagi,” jawab Dian terbata-bata.“Oh, gak perlu minta maaf, apalagi pakai acara datang ke sini segala! Tadi aku memang a
Bab 198. Asmara Di Dalam MobilWajah Mas Danu semringah, senyumnya terlihat samar di bawah penerangan lampu mobil yang temaram. Aku bahagia melihat senyum kebahagiannya. Inilah cinta sejati. Kita akan sangat bahagia, saat melihat pasangan kita bahagia.“Kenapa menatapku begitu?”“Oh,” gumamku menunduk. Pasti wajah ini merona, kurasakan ada getaran hangat yang menjalar di kedua pipi.“Sekarang kamu jawab permintaanku tadi! Diva menunggu jawabanmu!” Mas Danu bertanya lagi. Dan aku berdebar lagi. Bahkan kian hebat kini.Momen ini terasa sangat istimewa. Kini aku memahami, mengapa banyak perempuan bilang bahwa saat yang paling mendebarkan itu adalah saat sang kekasih meminta kita menjadi pendampingnya. Bukan hanya sebagai pacar semata. Artinya dia telah benar-benar mantap dengan pili