Share

Part10

Penulis: Oscar
last update Terakhir Diperbarui: 2022-07-05 19:58:57

Pagi ini aku membawakan semua keperluan Mbak Silvi. Mas Raka pun sudah izin tak masuk kantor. Katanya ingin memastikan istrinya baik-baik saja. Padahal aku sudah bilang untuk tak perlu khawatir, karena aku akan merawat Mbak Silvi dengan sebaik mungkin.

Di sana aku kembali bertemu dengan Mama dan Mas Deni. Ternyata Mbak Dian pulang pagi-pagi sekali karena suaminya harus pergi ke kantor.

Aku melirik ke arah Mbak Silvi yang masih terbaring lemah. Wajahnya lebih cemberut dari hari kemarin. Aku jadi semakin tidak enak dibuatnya.

"Ya udah, Ka. Mama sama Deni pulang dulu, ya. Kalau ada apa-apa, cepat kamu kabari." Mama bersiap-siap untuk pulang.

"Dek, kamu ikut Mama sama Deni aja dulu cari sarapan, ya. Kan tadi belum sempat makan di rumah." Mas Raka memberi perintah. Sepertinya dia sengaja mencari alasan untuk menyuruhku keluar, dan membiarkan mereka berduaan.

Entah apa lagi yang akan mereka bicarakan. Melihat wajah Mbak Silvi yang dari tadi tak tersenyum sedikit pun, aku yakin pasti Mas Raka akan dimarahi lagi olehnya. Beruntung sekali Mbak Silvi dicintai lelaki penyabar seperti Mas Raka.

Aku pun ikut dengan Mama dan Mas Deni sampai ke bawah. Kata Mama mereka juga mau sekalian cari sarapan. Kami lebih memilih mencari makanan di luar, ketimbang di kantin. Warung soto di seberang gedung jadi pilihan kami. 

"Gimana keadaan Mbak Silvi, Ma?" tanyaku.

"Kata Dokter kandungannya masih lemah. Jadi harus ekstra hati-hati. Mama juga dengar tadi, sebelum memasuki usia empat bulan, Silvi belum diperbolehkan berhubungan badan dulu. Jadi kamu harus sering-sering minum jamu buat gantiin posisi Silvi."

Aku yang terkejut, tapi malah Mas Deni yang tersedak. Dia batuk-batuk sambil menepuk dadanya. Dengan segera aku menyodorkan air putih, pada dia yang duduk tepat di hadapanku.

"Ini, Mas. Diminum airnya," ucapku dengan sopan.

"Iya, Delima. Terima kasih," ucapnya, langsung meneguk air yang kuberikan.

"Makanya cepet-cepet nikah, Den," ledek Mama. "Biar nggak sensitif. Baru membahas hubungan suami istri saja langsung kaget." 

Aku tersenyum mendengar ucapan Mama. Ternyata beliau pun bisa juga bercanda dan menggoda keponakannya. Mas Deni hanya garuk-garuk kepala, sambil sesekali melirikku. 

Terus terang aku pun sedikit malu jika membicarakan hal pribadi seperti itu. Apa lagi harus membayangkan hal yang sama sekali belum pernah aku lakukan, walau dengan suami sendiri.

.

Usai mengantar kepulangan Mama dan Mas Deni, aku kembali menuju ruangan Mbak Silvi dengan membawakan seporsi nasi soto untuk Mas Raka. Juga kopi yang selalu kusiapkan di pagi hari.

Aku mengetuk pintu terlebih dahulu. Takut kalau-kalau mereka sedang tak ingin diganggu.

"Masuk." Suara Mas Raka terdengar dari dalam. 

"Ini, Mas. Sarapan dulu. Delima bawain nasi soto."

"Oh, iya. Terima kasih." Mas Raka kembali kaku.

Wajah mereka berdua sepertinya sedang tidak baik-baik saja. Sepertinya baru saja bertengkar. Melihat Mbak Silvi yang berbaring dengan miring, memunggungi suaminya.

"Mbak Silvi kok belum makan?" Kulihat mangkuk bubur dari rumah sakit sama sekali belum tersentuh. "Delima suapin, ya?" Aku berpura-pura tak tahu apa yang terjadi pada mereka.

"Nggak usah, Delima. Mbak nggak lapar," jawabnya datar.

"Makan sedikit aja ya, Mbak." Aku masih berusaha membujuknya.

"Mbakmu minta pulang, Dek," ucap Mas Raka. Entah kenapa dia mengadukannya padaku.

"Memangnya sudah boleh?" 

"Nggak tau. Mbakmu itu suka ngeyel kalau dibilangin. Padahal apa salahnya di sini dulu selama beberapa hari. Biar cepat pulih."

"Oh, jadi kamu nggak suka, kalau aku cepat-cepat pulang ke rumah? Iya?" Mbak Silvi tampak emosi dengan kata-kata Mas Raka.

Benar saja. Sudah pasti mereka bertengkar karena aku dan Mas Raka tak jadi menginap semalam.

*****

Bab terkait

  • Ketika Istri Tua Suamiku Hamil   Part11

    Aku tak mau lagi jadi duri dalam rumah tangga mereka. Meski miskin dan berasal dari kampung, aku masih tetap memiliki harga diri. Kalau seperti ini, baiknya aku saja yang mundur. Dari pada selalu berharap-harap cemas tentang keputusan mereka, yang bisa datang kapan saja untuk menendangku keluar dari kehidupan mereka.Baru saja aku ingin mengungkapkan semua yang aku dengar, tiba-tiba saja suara ponsel berdering. Sepertinya itu ponsel Mbak Silvi yang tergeletak di atas nakas di samping ranjang.Mas Raka mewakili untuk mengambilnya. Mengernyitkan dahi karena tak ada nama pemanggil katanya."Angkat saja!" ketus Mbak Silvi masih dengan wajah cemberut. Lagi-lagi Mas Raka hanya menurut."Halo," sahutnya, sembari meletakkan benda pipih itu di telinga."Oh, iya. Ada, ada. Sebentar." Mas Raka menoleh ke arahku. Menyodorkan ponsel itu.Aku yang kebingungan, langsung menerimanya tanpa bertanya."Mbak Delima. Ini Sidik." Sidik? Oh, aku baru ingat. Nomor ini pernah kuberikan padanya jika ada perl

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-06
  • Ketika Istri Tua Suamiku Hamil   Part12

    "Terima kasih ya, Delima." Mbak Silvi tersenyum saat aku mengantarnya berbaring di kamarnya. Sikapnya masih baik seperti di awal saat aku baru pindah ke rumah ini.Entah itu memang tulus, atau hanya kepura-puraan. Yang jelas, sikap dan gaya bicaranya sangat jauh berbeda saat kudengar dia membicarkanku dengan Mas Raka jika aku tidak ada.Dan kurasa, aku harus sering-sering menguping pembicaraan mereka, agar aku tahu dan selalu waspada dengan rencana mereka kedepannya.Sungguh, aku pun sudah tak betah berlama-lama tinggal di rumah ini. Ingin rasanya segera pergi dan mengakhiri pernikahan konyol ini."Iya, Mbak. Ini kan sudah menjadi kewajiban Delima mengurus Mbak Silvi sebagai seorang adik.""Mbak boleh minta tolong lagi nggak, Delima?""Bilang aja, Mbak. Delima bakal lakuin, kok.""Kamu nggak keberatan kan, kalau saat ini, Mas Raka tidur di kamar Mbak terus. Mbak nggak ada temennya. Takutnya kalau malam tiba-tiba terbangun dan butuh sesuatu."Ternyata benar. Kebaikannya memang karena a

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-06
  • Ketika Istri Tua Suamiku Hamil   Part13

    Keesokan harinya aku pamit pada Mbak Silvi untuk keluar sebentar. Hari ini aku akan pergi ke Bank untuk membuka tabungan seperti yang diperintahkan oleh Mas Raka. Aku tak boleh menyia-nyiakan kesempatan ini. Tak ada alasan untuk menunda-nunda.Waktuku tak banyak berada di sini. Begitu Mbak Silvi mulai sehat, dia pasti akan segera menendangku dari rumah ini. Aku sengaja mengerjakan semuanya pagi-pagi sekali. Agar tidak terburu-buru, dan kebutuhan Mbak Silvi sudah kupenuhi.Aku tak lebih dari asisten rumah tangga, dan juga perawat pribadi baginya. Tapi tak mengapa. Aku sudah terbiasa hidup seperti ini. Pekerjaan ini bahkan jauh lebih mudah dari pada yang kujalani di kampung sebagai buruh cuci di berbagai tempat."Delima janji akan pulang cepat, Mbak. Begitu selesai, Delima langsung pulang." Aku pamit pada Mbak Silvi yang sedang bersantai di ruang tivi. "Iya, Delima. Mbak bisa sendiri, kok." Sikap Mbak Silvi masih sama baik di hadapanku.Padahal tadi malam aku dengar sendiri kalau merek

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-06
  • Ketika Istri Tua Suamiku Hamil   Part14

    "Kok mau sih, jadi istri ke dua? Kamu kan masih muda. Apa nggak kepikiran, pengen nikah sama yang singel gitu?" Wah, kelihatannya, Mas Deni tidak suka berbasa-basi. Orangnya ceplas-ceplos dan tidak memikirkan lawan bicaranya.Aku diam saja. Bingung harus menjawab apa. Apa mungkin Mas Deni ini sedang menyelidikiku. Dia pasti menganggap kalau aku ini tipe wanita yang suka menggoda suami orang. Mata duitan. Aku hanya tertunduk, merasa malu."Maaf, ya. Kalau kamu merasa tersinggung.""Eh, enggak kok, Mas. Delima baik-baik aja. Soal itu, Delima....""Mas tahu kalau ini bukan keinginan kamu. Semua ini permintaannya Silvi, kan? Maksud Mas itu, sebelum menikah, apa kamu nggak punya pacar? Kan kasihan tuh, pacarnya ditinggal nikah." Mas Deni mencoba mencairkan suasana."Mana sempat Delima pacaran, Mas. Delima sibuk kerja terus. Kan kasihan nanti kalau Delima punya pacar, tapi nggak ada waktu buat ketemu.""Tapi yang mau sama kamu banyak, kan?" godanya lagi. Aku hanya tersenyum."Mas Deni, kok

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-06
  • Ketika Istri Tua Suamiku Hamil   Part15

    "Oh, itu, Mas, anu. Maaf." Aku merasa gugup. "Tadi Delima juga udah nolak. Tapi Mama maksa, jadi Delima nggak berani ngebantah." Aku membela diri, meskipun juga merasa bersalah tentang apa yang aku lakukan."Ya, sudah. Lain kali kalau mau ke mana-mana, bilang sama Mas." Dia mulai sedikit melunak, mendengar kata Mama sebagai alasan."Kalau begitu Delima pamit ke kamar dulu ya, Mas." Aku pun pamit dan meninggalkannya.Memangnya kalau aku bilang mau pergi ke mana, dia mau apa? Nganterin? Bisa-bisa mbak Silvi ngamuk lagi. Seharusnya tadi dia bilang saja mau membelikan aku mobil. Dengan begitu aku bisa bebas ke mana saja yang aku mau. Bahkan bisa membawanya ke kampung saat sudah bercerai nanti.*Keesokan harinya aku kembali mengerjakan pekerjaan rumah. Sarapan pagi sudah kuhidangkan di atas meja. Tak lama Mas Raka dan Mbak Silvi muncul dan langsung mengambil tempat duduk.Meskipun aku bekerja seperti asisten rumah tangga di rumah ini, namun Mbak Silvi dan Mas Raka masih menganggapku sebag

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-07
  • Ketika Istri Tua Suamiku Hamil   Part16

    "Maaf, Mbak ini siapa?" Aku memberanikan diri bertanya.Jangan-jangan, wanita ini juga salah satu istrinya Mas Raka, selain aku dan Mbak Silvi. Ya, ampun. Ternyata Mas Raka tidak sependiam yang aku kira."Saya Indah. Mantan tunangannya Raka."Mantan tunangan? Jadi belum sempat menikah? "Bisa bicara sebentar?" ujarnya kemudian."Bicara apa, Mbak? Saya buru-buru." Agak sedikit takut juga perasaanku. Bagaimana kalau dia berusaha menculik dan melenyapkanku seperti yang ingin Mbak Silvi juga lakukan.Banyak sekali sih yang memperebutkan Mas Raka. Membuatku jadi tidak sabar ingin cepat-cepat lepas dari mereka."Kamu mau aja yaa, dibodoh-bodohi sama Silvi," ucapnya ketus."Maksud Mbak, apa?""Silvi itu licik. Dia yang merebut Raka dari aku.""Maaf, Mbak. Saya nggak ngerti.""Raka membatalkan pertunangan kami karena digoda oleh dia. Dan akhirnya mereka menikah. Tapi akhirnya mereka dapat karma, kan? Raka jadi nggak punya anak, begitu menikah sama dia."Ternyata wanita ini belum mendengar kab

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-08
  • Ketika Istri Tua Suamiku Hamil   Part17

    Akhirnya selesai juga. Asap sayur masih mengepul saat kuhidangkan. Kalau siang, kami hanya makan berdua saja. Karena Mas Raka tidak pernah makan siang di rumah. Katanya kantornya agak jauh. Akan buang-buang waktu kalau pulang saat jam makan siang.Lagi pula, ada aku yang menjaga Mbak Silvi, saat sedang hamil begini. Jadi kelihatannya dia bisa sedikit lebih tenang."Enak nggak, Mbak?" Kulihat Mbak Silvi makan dengan lahap. "Iya, Delima. Masakan kamu enak," pujinya. Entah itu tulus atau tidak, aku tak lagi peduli.Tak lama kulihat matanya mulai memerah. Seperti ada yang menggenang di sana. Apa yang terjadi? Dia seperti hendak menangis. Apa aku telah melakukan kesalahan?"Mbak Silvi kenapa?" Kuberanikan diri untuk bertanya.Dia tak menjawab. Lalu mengusap air yang menetes di sudut matanya."Sayurnya nggak enak ya, Mbak?" Aku merasa bersalah. Dia menggeleng."Atau perut Mbak sakit lagi? Delima telpon Mas Raka ya, biar nganterin Mbak ke rumah sakit. Delima nggak bisa bawa mobil. Atau kita

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-08
  • Ketika Istri Tua Suamiku Hamil   Part18

    “Iya, Mas. Masih baru, belum juga satu jam.” Aku kembali merapatkan pintu. “Mas Raka mau minum kopi atau teh? Yang lain pada ngumpul di teras belakang.”“Kalau Mas nggak ada, Deni sering datang, ya?” Bukannya menjawab, dia malah balik bertanya. Selalu saja seperti itu.“Iya, Mas. Kan nganterin Mama.”“Kalau nanti dia dateng sendiri, jangan diladeni, ya.”“Iya, Mas,” jawabku tanpa mau tahu alasannya. Aku langsung menuju dapur, sedangkan Mas Raka langsung naik ke atas, menuju kamar mereka. Aku kembali ke teras belakang, dengan membawa secangkir teh di atas nampan.“Mas Raka nya mana, Delima?” tanya Mbak Silvi.“Tadi pas Delima ke dapur, Mas Raka ke kamar, Mbak.”“Oh, langsung mandi kali, ya.”“Iya kali, Mbak.”“Kamu ini gimana sih, Delima. Suami mau mandi kok nggak disiapin keperluannya,” timpal Mama. Sepertinya dia tidak suka kalau anaknya tidak dilayani dengan baik.“Punya dua istri kok apa-apa masih sendiri. Ladeni dulu suamimu sana!” perintah Mama.Aku terdiam. Lalu melirik wajah

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-09

Bab terbaru

  • Ketika Istri Tua Suamiku Hamil   Part86

    "Ba_bagaimana, Say... eh,... Delima?" Mas Deni tampak takut-takut menanyakan itu padaku. Aku kembali terdiam. Masih syok dengan semua ini. Semuanya serba mendadak dan tiba-tiba. Membuatku bingung harus bertanya mulai dari mana.Lalu Mas Raka meminta sesuatu pada Mbak Silvi. Dengan senyum kebahagiaan Mbak Silvi merogoh sesuatu dari dalam tasnya. Dikeluarkan sebuah amplop ke tangan Mas Raka."Ini, Dek." Mas Raka menyodorkan kertas itu ke atas meja. Dengan ragu aku mengambil dan melihat apa isinya."I_ini?" Air mataku tumpah seketika."Iya, Dek. Itu surat cerai yang kamu inginkan. Kamu sudah bebas sekarang."Rasa di hatiku kini bercampur aduk tak menentu. Ada perasaan sedih, bahagia, juga lega."Jadi, gimana, Dek? Mas sendiri yang melamar kamu untuk Deni. Kamu mau, kan?"Aku menatap mereka semua secara bergantian. Lalu mengangguk."Iya, Mas. Delima mau.""Alhamdulilah...." Semua orang di ruangan ini mengucap syukur.*****Akhirnya hari bahagia yang dinantikan semua orang terjadi juga. M

  • Ketika Istri Tua Suamiku Hamil   Part85

    Mataku menghangat melihat orang-orang itu kini berdiri di hadapanku. Aku merasa ini seperti sebuah mimpi. Aku berdiri terpaku dengan air mata yang mulai mengalir.Lalu tiba-tiba saja tubuhku direngkuh dan masuk dalam pelukan hangatnya."Mama?" Aku menangis sesenggukan."Iya, sayang. Ini Mama," ucap wanita yang sudah setengah tahun ini tak pernah lagi kutemui. "Kamu sehat-sehat aja kan, Delima?"Aku makin sesenggukan melihat sikap pedulinya. Lalu aku juga merasakan tangan seseorang ikut menyentuh dan mengusap bahuku. Benarkah apa yang sedang kulihat saat ini?Aku melepaskan pelukan Mama. Lalu menatap satu persatu wajah mereka yang ikut berkunjung ke rumahku."Mbak Silvi?""Iya, Delima. Mbak datang." Wanita yang pernah menamparku saat terakhir kali bertemu ini, tersenyum dengan mata yang berkaca-kaca.Lalu kulihat Mas Raka dan Mas Deni tampak berdiri sejajar. Sepertinya semua orang sudah baik-baik saja. Dan mereka semua terlihat akur.Pasti sudah banyak hal yang terjadi selama aku tak a

  • Ketika Istri Tua Suamiku Hamil   Part84

    Biarlah hanya kami berdua yang tahu tentang semua ini. Seperti yang dia katakan, itu untuk yang terakhir kalinya. Kuberikan sebagai upah, atas apa yang dia berikan selama ini. Dengan begitu, nantinya dia hanya akan mengingatku sebagai wanita bayaran saja. Yang bisa dia cumbu tanpa hati, dan juga rasa cinta.Aku harus benar-benar terlihat murahan di matanya.*"Kamu kenapa, Sayang? Kenapa tiba-tiba ninggalin Mas seperti ini?" Mas Deni begitu syok saat aku tiba-tiba datang ke rumahnya untuk berpamitan."Maafin Delima, Mas. Delima bukanlah wanita yang baik untuk Mas Deni." Lagi-lagi aku membatukan hati agar tak lagi goyah.Berbicara dengan Mama pun rasanya hati ini sudah akan luluh melihat kekecewaan di wajahnya. Apa lagi saat berbicara dengan Mas Deni. Aku harus benar-benar bisa mengendalikan diriku. Rasa sakit yang aku rasakan tak boleh terlalu nampak. Aku lebih memilih Mas Deni kecewa dan membenciku saja, dari pada harus menangis dan mengiba, memohon agar aku tetap tinggal."Sampai h

  • Ketika Istri Tua Suamiku Hamil   Part83

    Tanpa terasa enam bulan sudah aku kembali ke kampung. Kembali tinggal dengan Bue dan juga Sidik. Tak peduli lagi pada gunjingan tetangga dan warga sekitar atas statusku sekarang ini.Awal kepulanganku dulu, bisik-bisik mereka selalu terdengar. Katanya memang seperti itulah resiko menjadi wanita kedua. Hanya sebagai cadangan untuk bersenang-senang. Giliran bosan, pasti kembali ke pelukan istri pertama.Aku hanya diam, tak ambil pusing dengan pendapat mereka. Tak ada gunanya juga menceritakan hal yang sebenarnya. Asal Bue mengerti dan tidak terlalu memikirkannya hingga sakit, kurasa itu bukan masalah.Anggap saja memang ini adalah hukuman atas keserakahanku waktu itu. Lepas dari seorang pria beristri, malah berkhayal mendapatkan bujangan kaya raya.Tapi semua itu sudah berlalu. Tak ada lagi bisik-bisik seperti itu kudengar. Semuanya seakan lupa, dan aku bisa menjalani kehidupan dengan normal kembali.Kini aku tak perlu lagi bersusah payah bekerja dari pintu ke pintu untuk bekerja di rum

  • Ketika Istri Tua Suamiku Hamil   Part82

    "Kita rujuk ya, Dek?" Napasnya makin memburu di telingaku. Aku kembali menggeleng dalam tangisan."Kasi kesempatan Mas satu kali lagi untuk membahagiakan kamu, Sayang." Aku semakin menggeleng."Dek?""Kalau Mas benar-benar mencintai Delima dan ingin melihat Delima bahagia, tolong bebaskan Delima. Kalau Mas ingin balas dendam dan tidak ingin melihat Delima bahagia dengan Mas Deni, Delima akan turuti. Delima akan putuskan hubungan dengan Mas Deni dan akan kembali ke kampung. Apa itu cukup membuat Mas Raka puas?""Enggak, Dek. Bukan seperti itu maksud Mas. Mas ingin kamu bahagia sama Mas, Sayang. Kenapa kamu nggak percaya sama perasaan Mas?" Dia tampak gelisah sembari menyentuh pipiku dengan kedua tangannya. Aku hanya bisa memejamkan mata dengan pasrah. Melawan pun percuma. Hanya akan membuat keributan malam-malam begini."Delima hanya ingin hubungan Mas Raka dan Mas Deni kembali baik, Mas. Jangan lagi bermusuhan seperti ini hanya gara-gara Delima. Delima bukan wanita yang pantas untuk

  • Ketika Istri Tua Suamiku Hamil   Part81

    Aku segera menarik tanganku kembali. Namun Mas Raka tak mengizinkan dan malah menahannya. Dia terlihat begitu marah. Padahal saat di bawah tadi, dia terlihat biasa-biasa saja dan tak memperdulikan.Atau, jangan-jangan Mama bercerita tentang aktivitas aku dan Mas Deni tadi. Bukan salah Mama juga. Salahku yang tak berani bilang untuk merahasiakannya dari Mas Raka."Tega banget kamu, Dek. Mas udah bilang, jangan pergi sama Deni. Kenapa kamu masih nekat juga? Malah gantiin cincin Mas dengan cincin dari dia. Kamu pikir Mas main-main dengan ancaman Mas waktu itu?""Kenapa Mas melakukan itu? Kenapa Mas nggak ngijinin Delima sama Mas Deni? Jujur aja, Mas." Aku mulai berani."Kamu masih nanya? Kamu tau sendiri kenapa Mas melakukan itu, Dek.""Kenapa?" Aku meyakinkan."Tentu saja karena Mas mencintai kamu.""Bohong!" sanggahku dengan penuh amarah. "Mas Raka bohong. Mas Raka sama sekali nggak pernah mencintai Delima.""Itu nggak benar, Dek. Mas sayang sama kamu.""Delima nggak percaya. Mas Raka

  • Ketika Istri Tua Suamiku Hamil   Part80

    "Oh, iya, Den. Soal pesta, nanti kita adakan di rumah kamu aja, ya. Biar kita buat acara yang meriah. Di kampung Delima kita adakan akad saja. Biar Delima nggak terlalu jadi sorotan orang kampung.""Kalau Deni nggak masalah, Bulek. Terserah Delimanya aja.""Kalau kamu, gimana, Delima?" Mama meminta pendapatku."Delima juga nurut, Ma. Gimana baiknya aja.""Ya sudah, nanti Mama tanyakan sama Ibu kamu. Setuju atau enggak.""Baik, Ma."Setelah Mas Deni pulang, aku langsung menuju ke kamar untuk menyimpan barang-barang yang aku beli tadi. Padahal aku tidak memintanya. Tapi dengan begitu royal dia membelikan semua ini untukku.Aku terduduk di ranjang sembari memegangi bibirku. Teringat saat Mas Deni mengecupnya tadi. Membuat perasaanku semakin tak karuan. Inilah ciuman pertamaku dengan seorang lelaki. Padahal sebelumnya aku berpikir, bahwa Mas Rakalah yang akan mengambil semuanya.Usai makan malam aku memijat punggung Mama. Mengobrol dan tertawa bersama. Tak lama Mas Raka datang dan bergabu

  • Ketika Istri Tua Suamiku Hamil   Part79

    Dia menghentikan kata-katanya."Lagi apa, Mas?" tanyaku penasaran. "Eh, nggak. Mas juga jarang-jarang dengar suara kamu, kok." Mas Raka gelagapan. "Kamu kenapa belum tidur jam segini?" "Tadi sudah mau tidur. Tapi Mas Raka tiba-tiba nelpon. Apa lain kali tidak usah diangkat saja, kalau sudah mengantuk?""Eh, eh. Udah berani kamu, ya." Aku tertawa mendengarnya.Kudengar suara Mas Raka seperti bernapas lega. "Kenapa, Mas?" tanyaku lagi."Mas senang, kita bisa bicara santai seperti ini. Makasih ya, Dek. Kamu udah nggak takut lagi sama, Mas."Aku tertegun. Bahkan hal yang tak kusadari pun bisa membuat orang lain merasa lega.*Pagi ini aku pamit pada Mama untuk ikut Mas Deni. Sengaja menunggu Mas Raka berangkat ke kantor terlebih dahulu. Padahal Mama sendiri tidak tahu kalau aku dan Mas Deni sekarang lagi kucing-kucingan sama Mas Raka. Bertemu pun harus diam-diam.Aku bisa saja mengadu pada Mama. Tapi posisiku yang hanya menumpang membuatku tak bisa melakukannya. Seperti memakan buah si

  • Ketika Istri Tua Suamiku Hamil   Part78

    Cih, pintar sekali wanita ini bersandiwara. Padahal baru saja dia bersikap seperti orang gila padaku."Kamu aja yang pulang. Dan tunggu surat cerai sampai ke tangan kamu.""Jangan, Mas. Aku nggak mau. Aku nggak mau cerai dari kamu. Kamu harus pulang sama aku. Kamu nggak boleh lagi tinggal sama pelacur ini.""Diam kamu, Silvi. Sekali lagi kamu hina Delima, aku nggak akan segan-segan lagi sama kamu.""Mas!""Jangan salahkan Delima untuk semuanya. Delima sama sekali nggak ada hubungannya dengan keputusanku.""Tapi aku istri kamu, Mas.""Kamu lupa kalau aku sudah menjatuhkan talak sama kamu?""Jadi kamu lebih memilih pelacur ini dari pada aku?"Plak!Aku menutup mulut dengan kedua tanganku saat Mas Raka menampar Mbak Silvi. Mbak Silvi menatap tajam suaminya sambil memegangi pipinya. "Tega kamu, Mas," rintihnya."Aku sudah memberi peringatan sebelumnya. Jangan pernah berani menghina Delima. Urusan kamu sama aku. Sekarang kamu pergi, atau aku panggil polisi karena kamu telah membuat keribu

DMCA.com Protection Status