Home / Pernikahan / Ketika Istri Mati Rasa / Isi Status F* Desti

Share

Isi Status F* Desti

Author: Farid-ha
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

"Mbak sudah tahu bahwa kalian sudah berpisah secara agama. Mbak tahu kamu sakit hati karena sudah dimadu oleh Radit sehingga nekat datang ke sana dan menyerahkan ibu pada mereka. Mbak paham posisimu, Lin. Tapi, ada yang Mbak sesalkan kenapa kamu tidak bicara dulu sama Mbak?" Ucapannya lembut tapi menusuk. Aku mengangkat salah satu sudut bibir. Ingin langsung menjawab tapi pemilik kedai sudah mengantarkan pesanan kami.

Aku diam sejenak, mengatur napas agar bisa bicara dengan tenang. Tangan ini pun sibuk mengaduk jus dalam gelas.

"Gara-gara kamu antarkan ke sana saat ini ibu kembali drop. Lebih parah dari biasanya. Mbak benar-benar menyesalkan perbuatan gegabah mu, Lin. Padahal, kalau kamu mau berunding sama Mbak, pasti Mbak bersedia merawat Ibu."

Mbak Nanik berbicara dengan penuh emosi. Menyalahkan tindakanku. Seolah selama ini dia orang yang paling open dengan ibu. Ada apa ini? Pasti ada apa-apa yang melatar belakangi perubahan sikapnya yang mendadak baik begini. Ah, aku tahu itu.

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Ketika Istri Mati Rasa    Isi Hati Bu Wiwin 1

    POV Bu WiwinKini aku tahu mengapa akhir-akhir ini hatiku sedih. Sepertinya Tuhan telah memberikan firasat padaku. Sebuah pertanda bahwa inilah hari-hari terakhirku bersama Alina. Menantu yang sangat sayang padaku. Aku yang telah membuat dia berubah seperti ini. Hatiku hancur saat ini. Ada penyesalan yang tak terbantah di dalam sini. Tapi nasi sudah menjadi bubur. Tidak mungkin bubur dijadikan makanan lainnya. Satu-satunya caranya hanya tinggal dinikmati. Toh, disesali juga tidak ada gunanya. Begitu pun dengan nasibku kini.Dadaku sesak saat diam-diam aku mendengar talak yang dijatuhkan Radit pada Alina. Ya, aku tahu itu pun permintaan menantuku. Mungkin, dia sudah sangat sakit hati oleh pengkhianatan kami. Aku pun ikut serta dalam mengkhianatinya. Setelah itu hari-hariku selalu murung. Alina yang dulu sibuk menghibur diri ini di saat sedih, kini tak lagi. Perempuan itu banyak diamnya. Tak lagi hangat seperti dulu walaupun masih mengurus segala keperluan dan juga melayaniku dengan b

  • Ketika Istri Mati Rasa    Kekhawatiran Bu Wiwin

    Ada rasa takut di dalam sini saat melihat Alina dan rombongannya naik ke atas panggungAku tahu Alina tidak mungkin membuat onar di tempat ramai ini. Dia yang selalu tenang tak mungkin mempermalukan diri dengan marah-marah di depan orang lain. Dia sangat tahu menjaga nama baiknya. Aku tahu marah-marah atau ngamuk-ngamuk dengan wanita lain hanya untuk merebutkan lelaki itu bukan tipenya. Alina terlalu baik untuk melakukan hal itu. Alina tampak sedang berbicara dengan Radit. Namun, anakku malah mematung dan terlihat tak berdaya di depan mantan istrinya itu. Aku yakin Alina baru saja menumpahkan semua unek-unek di hatinya dengan cara sopan tapi justru menusuk untuk Radit.Aku semakin tak tenang saat Alina berbicara dengan Desti. Bukan Alina yang akan berbuat onar melainkan Desti. Tapi, aku lega saat Alina turun dari panggung pelaminan. Dia tersenyum. Itu artinya tidak terjadi apa-apa di antara mereka. Aku kaget saat melihat Radit pingsan di atas pelaminan setelah berfoto bersama keluar

  • Ketika Istri Mati Rasa    Menyandang Status Baru

    Aku menarik napas dalam-dalam dan menghembuskan pelan saat keluar dari gedung pengadilan. Ada rasa sesak di dada saat mengingat sidang putusan tadi. Tak pernah kubayangkan sebelumnya, pernikahan yang kami bina selama dua puluh tahun ini akan berakhir di pengadilan agama. Rasanya seperti terbangun dari mimpi buruk walaupun aku yang menggugatnya.Dengan langkah pasti, aku segera meninggalkan gedung pengadilan agama. Sejalan dengan keputusanku untuk mengubur semua kenangan yang menyakitkan di masa lalu. Hari ini aku resmi menyandang status janda. Status yang tak pernah aku bayangkan sebelumnya. Sebelum tahu pengkhianatan Mas Radit tentunya. Bohong kalau aku tidak merasakan sakit di dalam sini atas perceraian yang terjadi. Bukan perpisahannya yang membuatku sakit, tapi pengkhianatan yang ia lakukan masih membekas di sini. Namun, di sisi lain aku pun lega sudah bebas dari laki-laki parasit yang menghisap hartaku selama ini. Mungkinkah cintaku hilang begitu saja dari lelaki yang telah me

  • Ketika Istri Mati Rasa    Mau Apa, Risma?

    "Nggak, Mbak. Aku belum ke sana lagi sejak kunjungan yang terakhir itu. Aku hanya ingin tahu kabar, Mbak?" "Mas, mi ayam bakso dua ya. Di makan di sini." Aku menarik salah satu kursi di depan meja makan pelanggan. Bokong ini kuhempaskan di sana. Aku kembali melanjutkan obrolan dengan Ririn. Jari-jari kumainkan di atas meja."Alhamdulillah, aku lega, Rin. Sudah bebas dari mas Radit. Ohya, aku transfer uang ya tolong kasihkan pada Ibu. Dan …." "Seperti biasa jangan bilang kalau itu uang dari mbak Alina. Aku sudah hapal banget Mbak." Ririn menyerobot kalimatku yang belum selesai. Tak lama kemudian kami terbahak bersama. Entah apa yang sebenarnya aku tertawakan.Ya, melalui Ririn aku bisa memberikan uang untuk Ibu. Aku tahu beliau tidak pernah diberikan uang pegangan oleh anak dan menantunya meskipun, tanahnya telah dijual oleh mereka. Dulu, selain menanggung biaya hidup Ibu, aku pun memberikan uang pegangan sendiri untuk beliau. Orang tua akan merasa tentram bila memegang uang sendir

  • Ketika Istri Mati Rasa    Permintaan Wildan

    Wulan sudah pergi menjauh dari kami. Aku memintanya membeli kue basah kesukaan Wildan, cenil. Entah mengapa tiba-tiba tadi kelupaan. Biasanya makanan itu tak pernah absen dari daftar belanjaku di pasar tradisional."Mau bertanya apa, Mbak?" Rasa penasaran sudah di pucuk ubun-ubun. Kuperhatikan wajah perempuan itu dengan seksama. Tatapanku dibalas dengan nanar. "Mbak, sejauh mana sih kedekatan kalian?" Suara Risma terdengar berat. Seolah ada emosi di dalamnya sebelum akhirnya wanita itu menghela napas berat."Kedekatanku dengan siapa?" Aku mengernyitkan dahi. Sengaja. Sebenarnya aku paham arah pembicaraan wanita itu. Akan tetapi otak ini tidak mengerti mengapa ia harus bertanya demikian? Apa tujuannya? Tidak mungkin mau menjodohkan aku dengan Abang iparnya kalau dilihat dari gelagatnya."Nggak usah sok polos lah, Mbak. Jelas aku di sini bertanya tentang Bang Randu." Raut yang tadi ramah kini berubah menjadi masam dan ketus."Kenapa bertanya demikian?" tanyaku dengan pelan-pelan. Tida

  • Ketika Istri Mati Rasa    Beradu Mulut dengan Desti

    Ada sesuatu yang mengganjal di dalam hati saat menatap Wildan. Anak itu sedang asyik makan ayam bakar tanpa nasi. Masih ada dua belas potong ayam bakar sisa. Aku berikan untuk Mbak Wati enam potong. Selebihnya untuk makan Wildan dan Wulan. Aku sendiri memilih makan dengan ikan asin, sambel terasi serta lalapan. Entah mengapa, rasanya jauh lebih nikmat dibanding makan dengan daging ayam. Mungkin, karena aku sendiri yang masak segitu banyaknya. Hingga tak lagi selera makan daging tersebut. "Bu. Nanti jadikan telepon, Ayah?" Dengan wajah belepotan, Wildan memandangku penuh harap.Inilah yang tadi menjadi ganjalan hatiku. Dengan berat, aku terpaksa mengangguk."Sekarang Wildan habiskan dulu, ya, makannya" Seulas senyum kuberikan untuknya. Dia mengangguk. Kembali melanjutkan makan dengan penuh semangat.Usai makan malam bersama, aku, Wildan dan Wulan tentunya, kucoba menghubungi nomor Mas Radit. Biar bagaimanapun aku harus menghadapi, tidak boleh lari dari masalah ini."Sabar, ya, Nak.

  • Ketika Istri Mati Rasa    Bapak Gila!

    Dasar janda gatel. Nggak usah nyumpahin orang lain segala. Bang Radit itu tidak mungkin kepincut dengan wanita lain. Cintanya hanya untukku seorang! Kamu tahu, apa sebabnya dia memilih aku … ah, sudahlah. Tidak perlu aku bongkar di sini. Takut kamu tambah sakit hati kalau tahu. Ha ha ha ha ha .Memangnya kenapa dengan anakmu? Jangan pernah dijadikan alasan anak kalian. Aku tidak akan membangunkan mas Radit. Dia baru saja tertidur pulas setelah aku servis luar dalam. Kalau mau ngomong, ngomong aja sekarang!" Desti masih berbicara dengan nada tinggi dan sombong. Dia merasa di atas angin karena berhasil mendapatkan Mas Radit."Anaknya sedang sakit. Dia ingin berbicara pada bapaknya saat ini. Tolong bangunkan mas Radit sekarang, Desti! Aku mohon! Sebagai seorang Ibu, apa yang akan kamu lakukan di saat anaknya panas tinggi dan menyebut-nyebut nama bapaknya? Tolong gunakan hati nuranimu. Kali ini saja." Suaraku melunak agar dia mau membangunkan suaminya. Tak lama kemudian terdengar suara D

  • Ketika Istri Mati Rasa    Setelah Satu Tahun

    "Terima kasih banyak, Bu. Saya Terima uangnya. Semoga acaranya berjalan dengan lancar. Semoga Ibu dan keluarga selalu diberikan keberkahan oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala," ucapku setelah menerima uang pemberian Bu Ratih."Aamiin. Doa yang sama untuk Mbak Alina sekeluarga. Semoga Mbak Alina juga segera mendapatkan jodoh kembali. Monggo dihitung dulu uangnya, Mbak. Siapa tahu kurang." Senyum ramah Bu Ratih berikan padaku.Sebenarnya tanpa disuruh pun aku tetap menghitung jumlah uang yang Bu Ratih berikan. Uang kekurangan dari pembayaran brownies kering. DP sudah masuk dari beberapa hari sebelumnya sebagai tanda jadi. Bu Ratih salah satu langganan kue di tempatku. Kali ini dia memesan kue brownies sebanyak lima kilo untuk acara pernikahan adiknya, katanya. "Pas, Mbak? Atau kurang?" Bu Ratih memastikan setelah mencicipi kue yang aku antarkan. "Sudah pas, Bu. Semoga Ibu puas dengan rasa kuenya. Kalau begitu kami pamit dulu, Bu." "Saya selalu puas dengan citarasa kue produksi Mbak Alina.

Latest chapter

  • Ketika Istri Mati Rasa    Alina Melahirkan

    "Mak … apa ini anak pertamamu, Mak?" Pak Sardi mengelus-elus punggung ibunya.Desti terkejut mendengar dirinya dianggap anak pertama Mak Teti."Apa maksudnya?" Desti berusaha melepaskan pelukannya wanita asing itu."Nduk, akulah ibumu kandungmu," jelas Mak Surti di sela isak tangisnya. Desti mematung mendengar penjelasan orang tua asing itu. Hati yang semula penuh sukacita karena ketemu Ralia, kini perasaan itu tidak lagi bisa dinarasikan."Ka — kamu perempuan perebut bapakku?" Ratmi yang sedari tadi dalam mode kalem kali ini meninggikan suaranya.Mak Teti menangis meraung di hadapan Ratmi. " Kamu anaknya Dalilah? Maafkan semua kesalahan ku di masa lalu, Nduk." Drama pertemuan ibu dan anak itu cukup lama berlangsung. Desti tidak bisa menerima begitu saja pengakuan wanita tua itu. Memang, Desti pernah mempertanyakan keberadaannya. Tapi, mantan istri Radit itu masih butuh waktu untuk bisa menerima kenyataan ini. "Kenapa, Mak tega meninggalkan aku demi laki-laki lain? Kenapa?" cecar D

  • Ketika Istri Mati Rasa    Siapa Namamu?

    POV Author"Namamu siapa, Cah ayu?" tanya perempuan bernama Bu Timah — yang telah membantu memandikan dan meminjami baju ganti Ralia. Di sampingnya duduk seorang nenek."Ralia, Bude," jawab Ralia setelah meneguk segelas air putih pemberian tuan rumah."Kamu ingat di mana rumahmu, Nduk?" tanya Pak Sardi— suami dari Bu Timah.Ralia pun menyebutkan nama desa tempat tinggal ibunya selama ini. "Waduh … itu jauh sekali, Bu. Apa bisa kita ke sana?" Pak Sardi menatap istrinya.Sepasang suami istri yang tidak memiliki anak itu saling bersitatap. "Pak, sebaiknya orang tuanya saja yang suruh datang ke sini." Usulan Bu Timah diterima oleh suami dan ibu mertuanya."Ingat nggak nomor telepon ibumu, Nduk?" Pak Sardi menatap wajah bocah perempuan tersebut."Hanya ingat nomor Ayah." Ya, Ralia hanya mengingat nomor bapaknya. Karena memang sering menelpon bapaknya.Dengan segera Pak Sardi menghubungi nomor Radit. Bapaknya Ralia itu kaget mendengar kabar tentang Ralia. Setelah mengucapkan banyak terima

  • Ketika Istri Mati Rasa    Ralia Terjatuh ke Sungai

    Ralia membekap mulutnya sendiri saat ada belatung yang loncat ke arah pipinya. Rasa jijik dan geli membelenggunya saat ini. Bergerak dan menimbulkan suara sedikit saja, membuat nasibnya terancam. Dia tahu di luar drum ada seseorang yang sedang berjalan mendekatinya.Mata Ralia membeliak sempurna saat tutup drum dibuka dari luar. Degup jantungnya bertalu lebih keras dari biasanya. Ralia menggigit bibir bawahnya kuat-kuat. Di dalam hati, Ralia merapalkan doa pada Allah. Gadis cilik itu memohon perlindungan. Anak itu menahan rindu pada ibunya."Ya Allah … kalau Ralia ketangkap tolong pertemuan dengan Ibu terlebih dahulu. Ralia mau bilang, kalau Ralia sayang Ibu banyak-banyak. Ralia kangen Ibu Ya Allah …." Salah satu doa yang dipanjatkan Ralia di dalam hati saat melihat tangan laki-laki yang membuka drum tersebut. Ralia sudah pasrah bila pada akhirnya tertangkap. Tangan laki-laki yang penuh tato itu membuka tutup drum. Bau busuk yang menguar dari dalam drum menyelamatkan Ralia. Sebab akh

  • Ketika Istri Mati Rasa    Nasib Ralia Kini

    POV AuthorSuara kursi jatuh membuat nyali Ralia menciut seketika. Takut ditangkap mendominasi pikiran gadis kecil itu. Ralia merutuki kecerobohannya sendiri sebab secara tak sengaja kaki jenjangnya telah menyenggol kursi itu hingga membuat benda mati itu terjatuh. Walaupun, bocah perempuan yang memiliki badan lebih tinggi dari anak seusianya, itu sudah ada di atas jendela. Sesekali ia menoleh ke arah perempuan yang sedang tertidur itu. Untungnya, wanita yang bertugas menjaganya, tertidur seperti kerbau. Sehingga membuat gadis kecil itu sedikit bisa bergerak bebas.Ralia yang sudah terbiasa memanjat pohon tidak merasa takut saat menatap ke arah bawah jendela. Dengan sekali lompatan anak kecil itu sudah berhasil ke luar dari ruangan pengap tersebut. Ralia tersenyum sembari menepuk-nepuk tangannya yang terkena tanah. Anak Perempuan Radit itu merasa sedikit lega telah berhasil meloloskan diri. Namun, rasa bangga itu tidak begitu lama ia rasakan, sebab detik berikutnya terdengar suara te

  • Ketika Istri Mati Rasa    Bagaimana Nasib Ralia Selanjutnya?

    POV Author"Maka apa?" Tidak sabar Desti menanti ucapan orang di seberang sana yang sengaja digantung. "Maka serahkan uang seratus juta. Atau kamu anakmu mati secara perlahan? Semua keputusan ada di tanganmu, Sayang." Perempuan yang memakai masker itu mendekati Ralia yang sedang duduk di kursi. "Ha ha ha. Seratus juta? Kamu pikir gampang cari uang sebanyak itu? Kalau mau uang itu kerja jangan malakin orang bisanya! Kamu pikir aku bodoh yang bisa dimanfaatkan manusia macam kalian! Ha ha ha." Tawa Desti meremehkan lawan bicaranya. Perempuan itu tidak yakin Ralia diculik orang tersebut. Desti pikir ini hanyalah akal-akalannya orang yang sedang mencari kesempatan dalam kesempitan. Sebab, beberapa jam lalu saka mengumumkan berita kehilangan Ralia di media sosial miliknya."Kamu pikir kami bercanda? Salah besar! Anakmu benar-benar dalam genggaman kami. Dengar suara anakmu kalau tidak percaya! Bocah cilik, kamu mau ngomong sama ibumu, kan? Nih ngomong! Cepetan!" Perempuan yang rambutnya d

  • Ketika Istri Mati Rasa    Ditelpon Penculik Ralia.

    Ketika Istri Mati RasaTubuhku membeku di tempat berdiri. Rasanya, aku tidak sanggup lagi melangkahkan kaki setelah mendengar obrolan orang yang tidak aku kenal itu. Bagaimana kalau perkiraan ku tidak meleset? Bagaimana kalau yang mereka bicarakan adalah Ralia? Apa aku masih sanggup untuk hidup di dunia ini? Dalam diam air mataku terus membanjiri pipi. Deras dan menganak sungai. Ketakutanku terlalu besar terhadap kondisi Ralia. Bayangan buruk tentang anakku sudah membayang dalam benak ini."Tan, ada apa? Kenapa menangis?" Saka bingung melihat air mataku yang terus berderai. Dia pun ikut mematung di belakangku. Aku tidak sanggup untuk menjawab pertanyaan anaknya Mbak Ratmi. Otakku memerintahkan untuk berbicara, tapi lidahku kelu untuk berucap. Kata-kataku tercekat di tenggorokan."Yuk, kita ke sana." Saka menuntunku ke arah rumah seseorang yang ada di pojokan rumah lelaki yang menelpon tadi. Tepatnya Saka membawaku ke warung yang sedang ditutup. Di depannya ada kursi panjang. Kujatu

  • Ketika Istri Mati Rasa    Ralia kah Itu?

    Otakku benar-benar membeku setelah mendengar berita ini. Tubuhku yang sedang berdiri luruh ke lantai seiring dengan pipiku yang mulai basah.Rasa takut tiba-tiba menyeruak memenuhi seluruh pikiranku. Aku meraung, menangisi Ralia. Imajinasi ku sudah tidak tentu arah. Bagaimana kalau anakku diculik lalu dijual? Bagaimana kalau Ralia dibunuh lalu, diambil organ dalamnya? Seperti desas-desus yang sering aku dengar. Ah, tidak. Tidak mungkin Ralia diculik oleh orang lain. Di sini tidak ada kasus penculikan anak. Aku segera menepis semua prasangka yang tadi sempat bersarang di kepala. Dengan segera, Ralia Hilang pasti diculik oleh Irwan. Aku yakin ini pasti ulah Irwan. Iya, pasti pria itu yang sengaja menculik Ralia. Hanya saja aku belum tahu apa motifnya. Apakah untuk dijadikan sandera atau mau …? Bagaimana kalau itu terjadi? Lalu, Bang Radit mendengarnya? Bisa-bisa Ralia akan diambil oleh Bang Radit. Ini bisa bahaya. Bisa jadi aku tidak punya kesempatan untuk mengasuh Ralia. Rasa takut

  • Ketika Istri Mati Rasa    Ada apa dengan Ralia

    Ketika Istri Mati Rasa"Irwan!" pekikku dengan suara lantang. Ingin rasanya aku menghajar lelaki tak tahu diri itu. Bisa-bisanya ia bertukar liur di kamarku dengan perempuan lain. Membuat darahku menggelegak seketika.Mereka sepertinya sedang melakukan pemanasan sebelum memulai aktivitas suami istri. Dua orang yang berbeda kelamin itu terjingkat kaget mendengar suaraku yang lantang. Spontan mereka menghentikan kegiatan memagut. Lalu, keduanya duduk dengan wajah yang serba salah. Namun, itu hanya sekejap. Detik berikutnya dua manusia brengsek itu sudah bisa menguasai situasi.Pemandangan di depan mata sungguh membuatku jijik dan mual. Tega Irwan membawa gundiknya ke kamarku di saat tidak ada empunya. Di mana otak dan hati nuraninya?"Pergi dari rumah ini, bajingan! Kalau mau kumpul kebo silakan ke hotel!" Kutatap tajam perempuan yang tidak aku ketahui namanya itu. Lalu, berganti ke arah Irwan yang berdecak kesal sebab kegiatannya terganggu.Sakit sekali hati ini melihat pemandangan me

  • Ketika Istri Mati Rasa    Apa yang Irwan Lakukan?

    Ketika Istri Mati RasaAku membuka mata bersamaan dengan bunyi 'tok-tok' dari depan rumah yang terdengar nyaring. Suara bambu yang dipukul berulang-ulang oleh pedagang bakso. Penanda penjaja makanan berbentuk bulat itu sedang berkeliling."Des, udah bangun? Makan siang, gih!" Nyawa yang belum sepenuhnya kumpul membuatku hanya mengangguk di posisi semula. Bola mata ini bergerak ke sana ke mari mengamati sekeliling.Suara tadi milik Mbak Ratmi yang datang dari arah depan dengan membawa se-kresek buah mangga. Plastik berwarna putih itu menjelaskan dengan gamblang apa isi yang ada di dalamnya. Lima buah mangga yang masih hijau ada di dalamnya.Diletakkan buah tersebut di atas meja kaca oleh Mbak Ratmi. Setelahnya, kakak perempuanku itu membawa tubuh berisinya masuk ke dalam. Tak lama kemudian Mbak Ratmi kembali dengan membawa nampan serta pisau."Ini dapat buah dari rumah depan. Seger buat dirujak." Mbak Ratmi menjelaskan tanpa kutanya terlebih dahulu. Sepertinya sorot mataku yang ter

DMCA.com Protection Status