Share

Bab 2

Penulis: Sinda
last update Terakhir Diperbarui: 2021-12-07 06:58:37

"Kamu ... berani membohongiku?"  Giginya bergemelatuk. "Kamu lupa aku nikahi untuk apa, Ki?" 

Dengan sisa keberanian yang ada, Kiandra menatap mata Evan. "Aku ingat. Aku ingat kenapa kamu perlu menjadikanku istri kedua." 

"Kamu ingat sama kesepakatan kita?" 

Cukup lama menunggu, Evan tak kunjung mendengar istri keduanya bersuara. Kia malah menunduk, membuatnya semakin geram. 

Tangan pria itu menarik dagu Kia. Membuat tatapan mereka bertemu. "Satu buah rumah. Uang untuk biaya pernikahan Rina. Uang sekolah Nando sampai lulus SMA. Kamu lupa aku membayar semua itu untuk imbalan supaya kamu memberikan aku satu orang anak?" 

Kia bungkam. Matanya panas dan memerah. 

"Aku tidur di kamar kamu tiga kali dalam seminggu, selama setahun ini. Aku penasaran kenapa kamu belum juga terlambat datang bulan. Dan ternyata ini? Kamu bohong sama aku, Ki?" 

"Aku enggak mau punya anak." 

"Kamu minum pil KB tanpa sepengetahuan aku?" 

"Aku enggak mau punya anak." 

"Kamu kira kamu siapa berani bersikap begini sama aku, Ki?" 

"Aku enggak mau punya anak." Tangis Kiandra pecah. Perempuan itu sesegukkan. Kepalanya menunduk dalam. 

Satu tangan Evan mengepal. "Jangan nangis. Aku enggak perlu air mata kamu. Jelaskan. Kenapa kamu sampai seberani ini sama aku? Kamu besar kepala karena selama ini aku selalu nurut sama mau kamu?" 

Apa yang tak Evan lakukan untuk istri keduanya yang keras kepala itu? Evan menuruti syarat material yang Kia mau sebelum mereka menikah. Membelikan rumah untuk orang tua Kia, menanggung biaya pernikahan adik Kia yang nomor dua dan mengambil tanggung jawab untuk biaya sekolah Nando. 

Evan bahkan meninggalkan rumah lamanya dengan Lidia untuk tinggal di rumah yang punya kamar lebih dari tiga. Demi Kia yang berkata tak ingin tinggal sendiri dan dikunjungi hanya saat akan dibuahi. 

Lelaki itu juga tak pernah meminta Kia menjadi sebenar-benarnya istri. Kia tak perlu mengurusi pekerjaan rumah tangga atau dirinya. Bebas tidur seharian, makan apa saja, minta uang kapan saja dan mengatakan apa saja. 

Lalu, setelah semua itu, Kia berani menipunya? Wajar jika Evan ingin sekali memukul gadis itu sekarang. Namun, itu pun tak Evan lakukan. 

"Jelaskan, Kia!" Tak mampu menahan diri, Evan berteriak tepat di depan sang istri. 

Kiandra tersedu. Gadis itu merosot dan berjongkok di depan Evan. Bahunya bergetar karena tangis. 

"Kamu enggak pernah bersikap baik sama aku. Kamu selalu sesuka hati. Kamu enggak pernah mikirin aku. Aku enggak mau punya anak dari laki-laki jahat kayak kamu," sungut perempuan itu dalam tangis. 

Pada perempuan yang berjongkok di bawahnya, Evan merapatkan gigi. Mengusap wajah, rambut, frustrasi. "Kamu berlebihan, Kia. Sikap kamu ini, seolah kamu yang paling menderita. Kamu tahu? Lidia yang dimadu aja, enggak secengeng dan sedrama kamu ini." 

Evan melihat perempuan itu mengangkat kepala. Menampakkan wajahnya yang basah dan memerah. 

"Lidia? Kamu bandingkan aku sama Lidia?" Perempuan itu berdiri. Satu pukulan keras ia berikan di dada Evan. "Kamu pernah perlakukan dia kayak kamu perlakukan aku, Evan?" 

"Aku berusaha untuk enggak membedakan kalian," sanggah si lelaki. 

Air mata Kia jatuh semakin banyak. "Kamu pernah ancam dia, Evan? Kamu pernah bentak dia? Kamu pernah ngatain dia? Kamu pernah maksa dia untuk bermesraan kayak yang kamu lakuin ke aku? Pernah?" 

Wajah Evan memerah. "Lidia enggak pernah keras kepala dan membantah. Aku enggak punya alasan untuk ancam atau bentak dia." 

Evan memegangi dua bahu Kia. Memojokkan perempuan itu ke dinding. "Aku datang ke kamu, memang di saat jadwalnya aku sama kamu. Aku enggak pernah maksa kamu, Kia." 

Evan membebaskan Kiandra mengatakan apa saja. Kecuali mengatainya memaksakan diri. Evan hanya datang ke Kia di hari yang memang sudah mereka sepakati. Dituduh memaksakan diri seperti tadi, sungguh Evan tak terima. 

"Aku ini enggak punya perasaan apa-apa sama kamu. Kita nikah karena terpaksa. Tapi aku diharuskan melayani kamu. Kamu pernah mikir sama perasaan aku, Evan?" 

"Kamu setuju sama kesepakatan kita, Kia." 

Kiandra menghapus air matanya. Perempuan itu melepaskan diri dari Evan. "Udah enggak. Aku udah berubah pikiran. Aku enggak tahan sama sikap kamu. Aku mau kesepakatan ini batal." 

Perempuan itu berlari keluar dari kamar. Menuju rak sepatu, mengambil sepasang sepatu kesayangannya. 

"Kamu mau ke mana?" Lidia yang melihat Kiandra akan pergi bertanya. Dari luar, samar ia mendengar percakapan si suami dan madunya. 

"Aku mau pergi. Aku enggak tahan hidup sama orang kayak suami kamu." Kiandra memakai sepatu di teras.  

Evan yang sudah ikut berdiri di teras rumah hanya bersedekap menatapi Kiandra yang bersiap pergi. 

"Jangan terbawa emosi, Ki. Kamu cuma lagi marah." Lidia berusaha membujuk madunya itu. 

"Enggak. Aku mau pergi. Aku mau ini semua berakhir." 

"Kamu mau ke mana? Pulang ke rumah Bapak? Kamu mau rumah itu aku ambil lagi?" Evan tersenyum remeh pada istrinya yang sudah melempar sorot benci.  

Kiandra berdiri dengan dua tangan terkepal. Matanya yang menatap Evan penuh rasa marah. "Aku udah enggak peduli. Ambil semua yang kamu kasih. Aku enggak peduli." 

"Kamu enggak bisa." Evan menggeleng dengan sorot sinis. "Mau kabur ke mana kamu? Memang ada orang yang mau nampung kamu?" 

"Dasar ba*ingan," maki Kia. Air matanya jatuh lagi karena hinaan tadi. "Aku bisa, Evan. Aku bisa pergi ke mana pun. Aku enggak butuh kamu!" 

Kiandra berbalik, perempuan itu berlari menuju pagar rumah, lalu melewatinya. Lidia yang panik berteriak dan berusaha memanggil. Namun, tak ada sahutan atau dilihatnya Kia kembali. 

"Evan, kejar dia. Dia beneran mau kabur." 

Evan bergeming. Raut wajahnya terlihat tenang, tetapi juga marah. 

"Evan! Kejar Kia." 

Lelaki itu menggeleng. "Dia enggak akan berani kabur, Lid. Nasib keluarganya ada di tanganku. Dia cuma mau menggertak. Bentar lagi paling pulang lagi." Evan melenggang masuk ke rumah. 

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Husni
nampaknya kita ingin hidup lebih baik tanpa di madu .
goodnovel comment avatar
Dite
istri kedua gak tahu diri ini mah, sbelum nikah minta ini itu, giliran udah dinikahin nipu. mana udah jelas pula yg diminta si suami apa.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Ketika Istri Kedua Jatuh Cinta   Bab 3

    Evan terkekeh di tengah hujan. Pria itu berdiri di tepi jalan, di dekat sebuah pohon yang lokasinya tak jauh dari kompleks perumahan. Di bawah pohon itu, seorang perempuan tampak berjongkok dan menggigil kedinginan."Kamu baru mau kabur atau lagi mau pulang, Ki?"Evan mengusap wajah yang kuyup. Hujan yang sejak sore mengguyur belum menunjukkan tanda-tanda akan berhenti sepertinya. Pada perempuan pucat di bawah pohon, lelaki itu melempar tatapan menang.Kiandra kabur pukul dua pagi. Lidia sudah menangis-nangis meminta dilaporkan ke polisi, sebab orang tua Kia mengaku tidak didatangi anaknya. Evan menolak melakukan itu. Pria itu menunggu hingga malam dan lihat? Kiandra bisa ia temukan dengan mudah, 'kan?Evan mendekat pada Kia. Ikut berjongkok di depan perempuan itu. "Gimana? Udah kabur-kaburannya?"Kia tak menjawab. Bibir perempuan itu gemetar, seperti seluruh bagian tubuh yang lain. Dia kedinginan dan lemas.

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-07
  • Ketika Istri Kedua Jatuh Cinta   Bab 4

    Evan tak pernah merencanakan ingin memiliki dua istri. Satu saja, yang baik seperti Lidia saja, sulit ia rawat. Namun, mau tak keputusan itu harus diambil.Lidia dinyatakan dokter mengalami sedikit gangguan di rahimnya. Wanita itu sulit hamil. Sedangkan Dina, ibunya Evan sudah setiap hari mendesak cucu.Di usia pernikahan yang ketiga, saat usinya sudah 32 tahun, Evan pun akhirnya terpaksa menuruti saran ibunya untuk menikahi perempuan lain. Saat itu, proses bayi tabung yang ia dan Lidia jalani juga belum membuahkan hasil.Sungguh takdir yang kusut, Evan harus dipertemukan dengan Kiandra. Si perempuan keras kepala, banyak mau dan cengeng."Kia belum siap punya anak, itu karena kamu juga selalu dingin sama dia."Suara Lidia membuat Evan membuka kelopak mata. "Jadi, menurut kamu, aku yang salah? Semuanya salah aku?""Bersikap baik sama dia. Buat dia nyaman dan percaya kalau kamu layak dikasih anak

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-07
  • Ketika Istri Kedua Jatuh Cinta   Bab 5

    Evan Wijaya. Usia pria itu 33 tahun sekarang. Pendapat Kia tentangnya? Si rupawan yang bajingan.Contoh paling dekat dari sikap bajingannya itu, sekarang. Saat Kia masih ingin merebahkan tubuh di kasur karena memang masih lemas dan sedikit pusing, pria itu malah memaksanya ikut keluar rumah.Di malam hari yang lumayan berangin pula. Seperti sengaja sekali ingin membuat sakitnya makin parah. Katanya, ingin mengajak makan bakso. Namun, malah berhenti di warung nasi goreng.Kesal, Kia membiakan pria itu turun dari mobil dan masuk sendirian ke tempat makan. Sekitar tiga menit berlalu, Kia tertawa kecil saat melihat pria yang berstatus sebagai suaminya itu kembali menghampiri mobil."Kamu beneran sakit? Sempat-sempatnya bikin aku kesal?" Evan bicara tepat di samping Kia. Pria itu melepas seat belt yang masih melilit di tubuh istrinya."Aku enggak lapar. Kalau kamu mau kerepotan ngurusin aku yan

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-07
  • Ketika Istri Kedua Jatuh Cinta   Bab 6

    "Di pernikahan ini, bukan cuma kamu yang berkuasa, Evan. Aku butuh uang kamu, tapi kamu juga butuh aku. Kalau kamu enggak bisa berubah, sedikit aja menghargai aku, lupakan niat kamu dapat anak dari aku."Usai mengatakan itu, Kia melompat dari atas mobil. Benar-benar melompat hingga tubuhnya terlempar, berguling dan menghantam entah apa.Perempuan itu meringis setelah tubuh berhenti berguling. Ia bangkit untuk duduk. Sakit. Lutut, lengan, siku, kepala, semuanya. Ia menoleh ke belakang, mobil Evan berhenti.Mengumpulkan tenaga, menghalau semua rasa sakit, Kia berdiri. Meski pergelangan kakinya sakit, perempuan itu berlari menjauh dari sana. Ia tak ingin Evan berhasil mengejar. Kalau pria itu memang berusaha mencarinya.Jalanan malam itu cukup ramai, tetapi lancar. Kiandra yang sudah beberapa menit berlari, memutuskan untuk berhenti sejenak di salah satu trotoar. Evan sudah tak terlihat.

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-07
  • Ketika Istri Kedua Jatuh Cinta   Bab 7

    "Ki? Makan siang, yuk? Buka pintunya, aku antar, ya?"Pada Lidia yang mengetuk pintu kamar, Kiandra tak memberikan respon apa pun. Ia masih duduk di lantai dekat tempat tidur.Sejak kemarin, Kia memang tak keluar dari kamar. Masih tidak ingin bertemu si sinting Evan. Dan kesal pada Damar yang ternyata adalah sepupunya Lidia.Ia sudah berharap bisa bebas dari Evan. Menumpang sebentar di rumah saudara Damar, untuk nantinya mencari sumber uang dan bisa mandiri. Sayang, nasih6 terlalu licik mengatur semua ini.Tidak keluar dari kamar, sejak kemarin Kia juga belum makan. Jadi, untuk mengganjal perut sampai entah kapan, Kia memakan biskuit yang memang selalu ada di kamar.Di sela kegiatan itu, ponsel si perempuan bergetar. Ada telepon dari Nando. Cepat-cepat ia terima."Ada apa, Ndo?""Pagi, Kak. Cuma mau kasih tahu. Senin nanti aku ujian. Aku udah dapat kartu ujiannya, loh. Tunggakan sekolah, udah

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-07
  • Ketika Istri Kedua Jatuh Cinta   Bab 8

    "Dalam lima bulan, kalau Kia belum hamil, Evan berhak menarik kembali apa yang sudah diberikan pada Bapak, Ibu, Rina dan Nando. Selanjutnya, Evan bebas melakukan apa saja, tidak dihitung sebagai pemaksaan, selama perjanjian berlangsung." Pria itu menyuarakan apa yang sudah ditulis. Menanti reaksi lawan bicara.Kia mengangguk, meski sempat terlihat akan protes. Materai ditempel, mereka tanda tangan bergantian di atas nama masing-masing.Kia menatapi kertas itu dengan mata berbinar. Akhirnya, setengah dari bebannya lepas. Hanya tinggal tunggu tiga bulan usai efek KB hilang, hamil, melahirkan dan bebas dari Evan. Kia akan bisa memiliki hidupnya sepenuhnya lagi.Tanpa sepengetahuan Kia, Evan sudah berdiri. Pria itu memutari meja, memposisikan diri di samping kursi istrinya.Evan menarik lengan Kia, hingga perempuan itu berdiri. "Kamu naik apa ke sini?" Ia mengancingkan bagian bawah ritsleting jaket abu-abu Kia."Motor." Ki

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-07
  • Ketika Istri Kedua Jatuh Cinta   Bab 9

    Kia turun untuk makan malam. Sepertinya agak terlambat, karena meja sudah dihuni penghuni rumah lain. Ada Evan, Lidia dan sepupunya Lidia.Saat akan menarik kursi di sudut ujung, yang berseberangan langsung dengan Evan, Kia diinterupsi. Evan memang tidak bicara, tetapi menatapnya terus-menerus. Lurus, ke arah dada.Ingat kejadian di rumah makan kemarin, Kia dengan sigap menyilangkan lengan di depan dada. "Ada. Aku pakai."Alis Evan naik satu, pria itu masih tak membuka mulut, tetapi tatapannya sangat mengganggu Kiandra."Apanya yang ada, Ki?" tanya Lidia sembari menaruh piring di depan Kia.Kiandra menggeleng. Ia mengambil piring yang tadi Lidia berikan. "Aku bisa sendiri," ucapnya tak ramah.Kebiasaan Lidia itu, yang Kia paling tidak suka adalah, selalu bersikap baik. Bagaimana pun Kia berusaha ketus, tak acuh atau sengaja menyebalkan, istri pertama Evan itu tak pernah marah.Tadi itu, kalau

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-21
  • Ketika Istri Kedua Jatuh Cinta   Bab 10

    Kia menatap waspada pada lelaki itu. Apa Damar ingin melakukan pembalasan atas sikapnya pada Lidia?"Sini, aku bantu." Damar mengambil kapas dari tangan kiri Kia. Membasahinya dengan alkohol, lalu menarik lengan kanan gadis itu."Aku bisa sendiri." Kia berusaha menjauhkan lengan."Aku bantu." Damar sedikit melotot. Memaksa, hingga akhirnya gadis di depan tak lagi protes.Ada jeda yang diisi hening sekitar beberapa menit, sampai akhirnya Damar bersuara."Menurut kamu, Lidia itu sok baik?"Kan! Kia sudah menebak. Sepupunya Lidia ini pendendam. Tidak menjawab, Kia meringis sebab Damar sengaja menekan luka."Kamu bisa nolak dengan baik-baik kalau enggak mau dibantu. Kenapa harus ngatain?" Damar meniup luka di siku kanan si gadis.Damar melirik lutut Kia yang juga lecet. Pria itu menarik kaki si gadis, ditaruh di atas paha."Dia keras kepala. Tiap hari ditolak, tiap hari s

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-21

Bab terbaru

  • Ketika Istri Kedua Jatuh Cinta   Bab 88

    Sudah akan pulang, sudah duduk di atas jok sepeda motornya, Kai menemukan Samara menghampiri. Lelaki ini yakin benar-benar didatangi, sebab setahunya, sepeda motor karwayan lepas ibunya itu ada di sebelah kanan. Sekarang pukul satu siang, Kai dan Samara baru saja pulang mengajar. Kebetulan aneh, Kai dan gadis yang bekerja sampingan sebagai pengantar nastar Kia itu diterima menjadi guru honor di SD yang sama. Bertemu di rumah, bertemu lagi di tempat kerja. Kai mulai terbiasa, tetapi tetap merasa risih saat gadis dengan iris mata sewarna madu itu mendatangi dan muncul di hadapan muka seperti sekarang. Menurut Kai, Samara itu tidak tegak akalnya. Agak miring. Bayangkan, di hari pertama masuk kerja dan mereka bertemu, si gadis dengan rambut hitam sepunggung itu mengaku menyukai Kai. Di depan Kiandra pula. "Apa?" tanya Kai ketus saat Samara hanya diam saja di samping sepeda motornya. Kai menjadi sedikit jengkel saat gadis yang ada di depannya memasang ekspresi wajah santai, menuju da

  • Ketika Istri Kedua Jatuh Cinta   Bab 87

    Hening. Sepi. Ketenangan yang ada di kediaman Evan terasa hampa kali ini. Rumah berlantai dua yang menjadi saksi lika-liku cinta Evan dan Kia itu tidaklah kosong. Bangunan itu berpenghuni, hanya saja masing-masing penghuninya tengah diselimuti kehampaan. Ada peristiwa jelek beberapa waktu lalu. Di kamar yang berada di lantai satu, yang beberapa tahun belakangan ditempati oleh sulung Wijaya. Di sana, Evan memergoki Vano hendak menyayat nadi. Kehebohan terjadi. Evan yang biasanya tenang menjerit histeris dan berusaha mencegah anaknya melanjutkan tindakan mengerikan itu. Dibantu istri dan putrinya, Evan akhirnya berhasil menjauhkan Vano dari pisau terkutuk tadi. Memang, Vano tak baik-baik saja setahun belakangan. Sejak kecelakaan tragis yang menyebabkan kaki kanannya pincang, Vano mengalami masa-masa sulit untuk beradaptasi dengan keadaan barunya. Mengasingkan diri, menarik diri, menjauhi semua orang, bahkan menunda pengerjaan tugas akhir kuliah. Evan tahu semua itu tidak mudah. Na

  • Ketika Istri Kedua Jatuh Cinta   Bab 86

    "Papa enggak sayang Vian!" Kalimat keramat, batin Evan. Di depan putrinya yang masih mengenakan seragam putih abu-abu, lelaki itu mengepalkan tangan. "Apa salahnya, Pa? Vian udah gede! Udah tujuh belas! Pacaran aja enggak boleh?" Pipi Vian merah. Ia mengingat bagaimana ayahnya memarahi Glen di muka umum tadi. Kekasihnya itu pasti malu. Tahu sendiri kalau ayahnya sudah murka, mulutnya lebih pedas dari sambal rawit buatan nenek. Mengusap wajah, Evan menarik napas. "Pacaran? Untuk apa? Dengan siapa? Kamu bahkan enggak mengenalkan dia ke Papa, Vian. Kamu sehat?" Rahangnya yang tirus mengetat, mata si gadis memerah. "Papa udah enggak sayang Vian!" tuduhnya dengan wajah terluka. Kemudian, remaja itu berbalik, menaiki tangga dengan tergesa. "Vian?" Evan memanggil. "Navian Kaiandra Wijaya!" Suaranya menggelegar ke seluruh penjuru rumah. Langkah Vian berhenti. Ia berbalik, menoleh dengan sorot marah pada ayahnya. "Papa udah enggak sayang Vian! Vian kesal! Vian enggak mau ngomong dulu sa

  • Ketika Istri Kedua Jatuh Cinta   Bab 85

    "Abang, kok, kita dilihatin mereka?" Gadis kecil dengan kaus kuning itu bergeser ke kanan agar semakin dekat dengan sang kakak. Kai melirik pada beberapa pegawai di rumah makan itu. Anak lelaki itu tahu apa yang adiknya maksud. Memang, mereka sedang jadi bahan tontonan sekarang. Bukan hanya pegawai bagian dapur yang ada di sini, pekerja yang biasanya siap siaga di depan pun sudah silih berganti muncul. Sekadar pura-pura lewat, demi bisa melihat mereka. "Abang?" Si gadis kecil menyenggol bahu kakaknya. Tangannya yang kecil itu terus berusaha mencuci kentang dalam ember yang penuh air. "Enggak apa, Vian. Mereka itu teman Papa. Vian takut?" Kai melempar senyum tulus pada sang adik. Gadis kecil berambut hitam sepundak itu mengangguk. Matanya yang sedikit bengkak mulai berkaca-kaca lagi. "Salah Vian. Maafin Vian, ya, Bang?" Ia membersit hidung. Kai mengangguk. Tangannya basah, anak itu menyentuh kepala sang adik dengan lengan. "Abang juga salah." Kai dan Vian sedang dihukum. Oleh ay

  • Ketika Istri Kedua Jatuh Cinta   Bab 84

    Menemukan Evan sedang duduk sendirian di ruang makan, Kiandra terkekeh pelan. Memasang raut datar setelahnya, perempuan itu duduk di pangkuan sang suami. "Nungguin siapa? Enggak dikasih jatah, kamu mau beneran selingkuh sama Nona Daster Putih?" Tidak dijawab, Kiandra mengalihkan tatap karena Evan malah memandangi. Dari jarak sedekat ini, dengan sorot mata dalam dan teduh pria itu, Kiandra sudah berdebar saja. "Lihat mataku," Evan meraih dagu Kia, membuat perempuan itu kembali menatapi. Evan suka saat melihat pantulan dirinya di beningnya netra coklat sang istri. Mengendalikan detak jantung, Kiandra tak bisa untuk tak memeluk lelakinya itu. "Kenapa duduk sendirian di sini?" "Pengin mi instan goreng. Buat, gih." Ah. Kia tak bisa tak tersenyum. Perempuan itu menjungkitkkan ujung bibir. Ia kecup pipi Evan lama. "Tumben," ejeknya sengaja. Evan menggeleng. Ia juga tak paham. Tadi itu sudah makan. Ikan goreng yang Kia siapkan, sungguh enak. Namun, entah k

  • Ketika Istri Kedua Jatuh Cinta   Bab 83

    Kiandra itu gila. Evan tidak akan meralat ucapan itu. Ia juga tak akan mau meminta maaf kalau pun istrinya itu mendengar apa yang barusan ia suarakan dalam hati."Kamu apa enggak bisa ambil libur satu hari aja?" Begitu rengek ibunya Kai di pagi saat Evan sudah akan berangkat bekerja. Tidak ada angin, hujan atau badai, Kiandra atau Vano juga tidak sakit. Evan menolak permintaan itu. Jelas. Untuk apa ia libur mendadak, sementara sudah ada jatah libur? Lagipula untuk apa? Kia mau apa? Tadi pagi itu, Evan sudah akan berangkat. Lalu apa? Kiandra yang berusia kepala tiga itu menangis dengan segelas air di tangan kanan dan kunci mobil Evan di tangan kiri. "Kalau kamu tetap berangkat, aku telan ini kunci mobilmu." Kia mengancam tepat di dekat tangga rumah, sedangkan suaminya di anak tangga. Reaksi Evan kala itu, hanya tertawa. "Telan, coba. Bisa memangnya?" Kia benar-benar menaruh ujung kunci mobil Evan di lidah

  • Ketika Istri Kedua Jatuh Cinta   Bab 82

    Menggandeng Kai dengan tangan kanan, Kiandra terlihat berjalan tergopoh memasuki rumah. Di balik helm yang masih terpasang, pipi wanita itu basah. "Evan!" panggilnya kencang. Sampai di ruang tamu, Kiandra langsung memeluk Evan yang terduduk di sofa. Tangisnya pecah. "Kenapa bisa? Mana yang sakit? Kamu geger otak?" Kiandra menyentuh perban kecil di dahi kiri Evan. Tadi, tepat setelah jam sekolah Kai usai, Kiandra dihubungi Evan. Lelaki itu mengabari jika dirinya ada di rumah, habis mengalami kecelakaan kecil. Sejak mendengar itu hingga di perjalanan menuju rumah, Kiandra tak berhenti menangis. Ia sungguh cemas dan sedih. Kenapa bisa Evan kecelakaan? Pria itu adalah orang yang selalu berhati-hati. Perasaannya makin tak tentu tadi, karena Evan menolak menjelaskan detail luka yang didapat. Saat melihat keadaan pria itu saat ini, Kiandra jadi makin ketakutan. Ada memar di pipi Evan. Atas pelipis kirinya ditempeli perba

  • Ketika Istri Kedua Jatuh Cinta   Bab 81

    "Jadi, kenapa waktu itu kamu cuma ngakuin Lidia?" Kiandra bertanya pada suaminya. Pukul satu dini hari. Kiandra tengah berbaring di pelukan Evan. Mereka berdua berbagi selimut. Evan menarik bibir Kia. "Hobi banget ngungkit masa lalu. Untuk apa?" "Jawab," desak Kia. Bibirnya yang barusan dicubit terasa sedikt sakit. "Ya biar enggak ribet. Kalau aku kasih tahu kamu juga istriku, kenalanku itu pasti banyak tanya. Atau, kalau dia enggak tanya langsung, dia pasti mikir aneh-aneh." Kiandra berbaring telungkup. Evan melirik sewot. Perempuan itu sepertinya sengaja pamer-pamer. Dari tempatnya, Evan bisa melihat dua benda cantik itu menggantung bebas. "Mikir aneh apa?" Kiandra bertanya seraya menarik Evan yang hendak tidur menyamping. "Pikir aja sendiri!" Evan menarik selimut, menyelimuti dirinya hingga ujung kepala. Pria itu mengulum senyum. "Evan! Jawab dulu! Mikir aneh apa?" Wah! Jebakan berhasil. Saat selimut di atas wajah Evan ditarik Kia

  • Ketika Istri Kedua Jatuh Cinta   Bab 80

    Membuka mata, bangun dari tidur, pagi ini Evan heran apa dirinya sedang ada di surga atau masih di Bumi. Sebab, pemandangan di depan pria itu sungguh bagus. Lebih indah dari apa pun. Ada Kia dan Vano. Mereka di dekat lemari pakaian, si istri sedang membantu anak mereka mengenakan seragam sekolah. Ditambah senyum indah yang di wajah dua orang itu, Evan sungguh merasa dirinya sudah di surga. "Papa! Papa udah bangun!" Vano berlari, menghampiri dan naik ke tempat tidur. Anak itu memeluk ayahnya yang baru saja duduk. "Ibuk ikut antar Kai ke sekolah hari ini." Anak itu kegirangan. "Beneran Ibuk tinggal di sini dan enggak pulang-pulang lagi?" Evan mengangguk. Mengecup pipi Vano. "Tadi pagi Vano lihat sendiri, 'kan? Ibuk boboknya sama kita." Kai mengangguk. Ia turun dari pangkuan Evan dan mendatangi Kia. Membiarkan ibunya itu mengancingkan kembali seragam sekolah. Senyumnya tak pudar dari wajah. "Oke. Seragam selesai. Turun, biar sarap

DMCA.com Protection Status