Dzaki begitu kaget mendengar kabar yang di bawakan sipir penjara tersebut. Wajahnya pucat dan ia langsung terduduk di tanah dengan pandangan mata kosong. Sudah beberapa hari ini ia memimpikan Diana yang merengek ingin pulang ke rumah mereka. Untuk itu lah ia meminta bantuan sipir penjara mencari tahu bagaimana kabar adiknya Diana di penjara wanita. Ia tidak menyangka jika kabar ini lah yang akhirnya sampai ke telinganya. "Bagaimana keadaan Diana sekarang ini, Pak? " tanya Dzaki dengan wajah sedih. "Entahlah, aku juga kurang tahu! Nanti aku tanyakan lagi dengan temanku bagaimana keadaan adikmu! " jawab sipir itu dengan jujur. "Terimakasih banyak Pak, sudah mau membantu saya mencari tahu keadaan adik saya! " ucap Dzaki dengan bangkit kembali dan mengambil sapu yang terjatuh mengerjakan kembali pekerjaannya. Di rumah sakit Bhayangkara.. Para petugas rumah sakit berlarian menyambut pasien dari lapas perempuan yang sudah berlumuran darah di kepalanya akibat hantaman barang pecah bel
"Tidak aku sangka ternyata kamu masih mau perduli dengan adikku sayang! Maafkan pria bodoh ini yang dulu mensia-siakan perempuan hebat dan baik seperti mu! " ucap Dzaki menangis dalam hatinya. Ia lalu menemui sipir penjara untuk menyampaikan pesan kepada kepala penjara untuk di berikan izin datang di pemakaman adiknya untuk mengumandangkan azan terakhir kalinya di dalam kubur. Sipir penjara pun menemui kepala penjara menyampaikan keinginan Dzaki untuk adiknya yang terakhir kali. Kabar tentang kematian Diana juga sampai kepada Fatimah dan Farida. Fatimah yang sedang menambah jatah liburan nya memutuskan untuk pulang ke Jakarta bersama suaminya Herman. Biar bagaimana pun juga Diana tetap keponakan nya, anak dari kakak kandung nya. Begitu juga dengan Ida yang langsung menaiki motor nya menuju rumah sakit Bhayangkara tempat Naina mengabarkan apa yang terjadi pada Diana. Farida sampai berbarengan dengan Nadin yang juga datang bersama sopir. "Syukur lah kamu sudah datang Ida! " ucap N
Malam harinya, Fatimah dan Herman sampai ketika saat acara tahlilan Diana akan di mulai. Ia meminta maaf kepada semua orang jika ia baru saja sampai bersama suaminya. Para tetangga mengucapkan belasungkawa kepada Fatimah dan acara tahlilan pun di mulai dengan penuh hikmat. Selesai acara dan para tamu pulang, semua keluarga termasuk Naina dan Nadin berkumpul di ruang tengah dengan duduk lesehan di atas karpet. "Bunda, Ida udah nyebarin sama bawahan Ida di cafe jika rumah kita ini akan Ida jadikan kos kosan! " lapor Ida kepada Bunda nya. "Alhamdulillah kalau begitu! " jawab Fatimah dengan agak lega. "Kamu benar-benar yakin dek mau jadiin rumah ini sebagai kos kosan? " tanya Herman kepada istrinya. "Yakin Bang! Sayang banget rasa nya jika rumah warisan ini jika di jual. Lagi pula kita tidak tahu dengan nasib seseorang, bisa saja nanti Dzaki dan Mbak Reni keluar dari penjara dan mereka masih bisa pulang ke rumah ini sebagai tempat mereka berteduh. Walau bagaimana pun juga, mereka ma
Pagi hari, Naina tiba di perusahaan nya di sambut oleh buket bunga seperti beberapa hari sebelumnya. Azizah tetap yang mendapatkan tugas untuk mengganti bunga yang kemarin dengan yang baru datang hari ini. Hari ini Naina akan bertemu dengan perusahaan Tian untuk membahas perpanjangan kontrak kerja sama antar perusahaan mereka. Perusahaan Tian di kelola nya bersama orang kepercayaan nya yaitu Pak Haryono. Pak Haryono memutuskan untuk segera pensiun setelah anak bungsu nya menikah. Jadi, karena hal itu menjelang Pak Haryono pensiun, Tian mau tidak mau harus mengelola sendiri perusahaan nya meskipun pekerjaan nya di firma hukum sang paman tetap berjalan seperti biasanya. Tepat jam 10 waktu setempat, Naina pergi ke restoran tempat mereka bertemu seorang diri, karena Azizah ia tugaskan untuk meng-handle perusahaan selama ia bertemu rekan bisnisnya. Naina tiba di restoran setelah menempuh perjalanan selama hampir 30 menit. Begitu ia masuk di ruangan yang sudah di reservasi oleh Tian, t
"Apa yang di khawatir kan Pak Haryono juga tidak salah Tian! Nyatanya memang di masyarakat kita ini menjadi janda itu seperti sebuah aib dan penyakit yang harus di jauhi! Padahal menjadi janda itu bukan cita-cita perempuan yang menikah, itu semua sudah takdir yang sudah di garis kan Allah untuk kita! Banyak segelintir orang mengatakan jika menjadi janda karena perempuan nya yang tidak becus. Tidak ada seorang wanita yang menikah ingin menjadi seorang janda apalagi jika ia sudah mempunyai anak. Banyak orang-orang meremehkan seorang janda bahkan mengolok-olok nya jika ia keluar rumah di bilang menggoda laki-laki suami orang, padahal ia keluar untuk bekerja mencari sesuap nasi untuk anak-anak nya. Mereka kadang mencemooh karena selalu beranggapan jika istri yang bercerai itu karena tidak becus mengurus sang suami, padahal suaminya lah yang berbuat ulah dengan selingkuh, melakukan KDRT dan lain sebagainya. Tetapi mengapa sang wanita lah yang mereka salahkan. Bagaimana dengan wanita yang d
Setelah mengatakan semua itu, mereka berdua melirik kiri kanan dan bergegas keluar untuk melihat keadaan apakah aman atau tidak. "San, kita harus hati-hati, jangan sampai ada yang memergoki kita dan membuat kita dalam masalah! " ucap Ningsih dengan suara pelan. "Kau benar Ningsih! Kalau begitu, kau tunggu di sini untuk berjaga-jaga! Aku akan mencari sesuatu yang bisa membuat yang tersumbat itu keluar! " jawab Sania dengan suara yang pelan juga. Ningsih menganggukkan kepala nya dan Sania bergegas keluar dari toilet tersebut mencari sesuatu yang keras dan kuat untuk mencongkel kran tersebut. "Hei Sania! Mau kemana kau! Apakah toiletnya sudah selesai di bersihkan? " tegur salah satu sipir yang membuat langkah Sania terhenti. "Aduh gawat! Tenang Sania, tenang! Jangan perlihatkan wajah gugup mu itu! " ucap Sania dalam hati sambil memejamkan matanya. Sania membalikkan badannya dan menghadap sipir tersebut dengan wajah biasa saja. "Maaf Bu, toiletnya masih belum selesai di bersihkan!
"Sssstttttt... Jangan kencang-kencang suara mu! " bisik Sania dengan menempelkan jari telunjuk nya di bibir. Ningsih menangis dengan menutup mulutnya setelah membaca isi dari kertas tersebut. Sania tidak bisa membendung amarah di dalam dirinya yang sangat ingin ia keluarkan. Tapi mengingat ia tidak bisa mempercayai siapapun, dengan cepat ia meremas kembali kertas tersebut dan memasukkan nya kedalam bra nya. "A-apa yang harus kita lakukan Sania? Aku tidak mau bernasib sama seperti Diana! " tanya Ningsih dengan terisak-isak. "Tutup saja mulut mu Ningsih! Jangan pernah mengatakan hal sekecil apapun kepada siapapun itu meskipun dinding sekali pun. Tidak hanya manusia, dinding pun mempunyai telinga! Apa kau mengerti? " ucap Sania dengan tegas meskipun dengan suara yang bergetar. Ningsih mengangguk kepala nya dengan cepat dan langsung naik ke atas tempat tidurnya dengan pikiran yang bermacam-macam. Sania masih terpaku di lantai sambil otaknya berpikir kepada siapa ia memberikan bukti-bu
Sania memasukkan gumpalan kertas tersebut ke dalam kantong blazer Naina dengan sengaja membelakangi kamera CCTV. Naina membalas pelukan Sania dengan menepuk pelan punggung Sania. Setelah yakin jika barang yang ia berikan aman, Sania lalu melepaskan pelukannya dan duduk di kursi yang tersedia. "Aku harap kau bisa memberikan bukti itu kepada orang yang benar-benar jujur dan tidak menyabotase bukti tersebut. " ucap Sania penuh harap. "Apa ini berkaitan dengan Diana? " tanya Naina mencoba untuk tidak salah duga. Sania menganggukkan kepalanya dan Naina menghela napas dengan kasar. "Ternyata benar yang aku duga waktu itu jika semua ini bukan pertengkaran biasa? " ucap Naina lagi dengan tidak percaya jika itu benar adanya. "Benar! Kau bisa membaca nya agar benar-benar percaya semua ini kenyataan bukan hanya dugaan! " jawab Sania agak sedikit lega. "Aku sengaja bersikeras ingin bertemu dengan mu karena aku tidak mempercayai siapapun untuk memegang bukti tersebut termasuk supir yang kau
Tian mendengus kesal mendengar teriakan Nadin dari atas balkon rumah Naina. Naina yang malu langsung cepat-cepat memasuki rumahnya tanpa berpamitan lagi pada Tian. "Dasar calon adik ipar durhalim! Kalau bukan adiknya pujaan hati sudah aku tenggelam kan di selokan depan rumah! " gerutu Tian sembari masuk ke dalam mobilnya. Sedangkan orang yang di sebutkan tadi tertawa cekikikan di dalam kamar nya karena dugaan nya pasti Tian sedang mengumpat nya karena kesal. "Seru juga ngerjain tuh bujang lapuk! Ternyata pesona janda cantik kayak kakak ku memang sangat hebat! Apalagi jandanya janda yang masih bersegel, pasti klepek-klepek tuh bujang lapuk karena mendapatkan doorprize tidak disangka sangka! Hihihihi... " gumam Nadin sambil tertawa cekikikan. "Gimana nya ekspresi Bang Tian saat tau Kak Naina masih bersegel? Pasti lucu lihat wajah shock nya itu! Jadi gak sabar lihat mereka nikah! Pasti tuh bujang lapuk cengengesan kayak orang gila karena baru mendapatkan durian runtuh! Hahahaha... "
"Kalau kamu kriteria cowok idaman mu seperti apa? " tanya Dewa balik ke pada Nadin. "Hemmm apa ya... Setia kali ya? Penyayang, loyal dan gak main tangan jika sedang marahan sama istrinya jika sudah menikah nanti! " jawab Nadin dengan senyum-senyum sendiri membayangkan semua itu. "Oh ya masuk kak yuk kedalam! Aku lapar nih! Marah-marah tadi bikin perut aku lapar lagi! " ajak Nadin sambil mengelus perutnya yang memang mulai keroncongan. "Gak usah ke dalam! Di depan sana ada warung tenda nasi uduk, enak banget pokoknya! Itu kalau kalau kamu mau makan di tempat seperti itu? " ucap Dewa dengan agak sanksi mengajak Nadin makan di tempat favorit nya jika di daerah ini. "Wah, beneran enak Mas? Kuy lah kita ke sana! " sahut Nadin dengan sumringah. "Duh, jadi ngiler makan nasi uduk pakai nila bakar dan sambal nya yang pedes! Ayo Mas cepetan! Udah gak sabar aku! " ucap nya lagi sambil menarik tangan Dewa dan menggandeng nya berjalan ke luar hotel berjalan kaki. Dewa panas dingin di perlaku
"Udah, udah... Gak perlu menegangkan urat hanya untuk orang yang seperti ini! Ayo kita keluar saja! Oh ya, terimakasih atas basa basi elo sama gue! " lerai Dewa ikut berdiri dan menggenggam tangan Nadin. Ia langsung membawa Nadin keluar setelah mengucapkan terimakasih kepada pasangan tersebut. "Mau kemana mereka? Kenapa Nadin marah-marah sama pasangan itu? " kata Naina dengan kening berkerut. "Iya, kenapa adik kamu marah-marah sama Pras ya? Tapi, gak aneh sih! Pras kan suka banget bikin gara-gara! " ucap Karina ikut menimpali perkataan Naina. "Serem banget adik kamu itu! Galak dan judes banget! " sahut Juan dengan bergidik ngeri. "He.... He... He... Maklum lah jiwa muda! Gampang banget emosian! " jawab Naina dengan tersenyum kikuk. Naina melirik ke arah Dewa membawa Nadin dengan sangat gelisah. "Gak usah gelisah gitu! Dewa gak bakalan ngapa-ngapain Nadin! Dewa bukan orang yang memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan! " hibur Tian yang mengerti kekhawatiran Naina. "Aku bukan
"Jes, mendingan elo minta maaf gih sama Naina daripada Bu Inggrid datang kesini! Emang elo mau Bu Inggrid memarahi elo di depan orang banyak kayak gini? Atau elo mau reputasi elo sebagai anak emasnya Bu Inggrid lepas dan elo gak punya bekingan lagi? " ucap Karina dengan santai kepada Jessi yang masih saja tegak mematung. Jessi mendongakkan kepala nya mendengar ucapan Karina dengan ekspresi kaget. "Ayolah Jes, ikutin aja apa kata Karina itu! Gue gak mau Jes gara-gara kejadian ini pernikahan gue sama Niko gagal! Ayolah Jes! Ayolah! " bisik Marta dengan wajah memelas menyenggol pelan lengan Jessi. "Sialan! Awas aja loe perempuan ninja! Kalau bukan elo pemilik hotel ini, gue ogah merendahkan diri gue di hadapan elo-elo semua! Bagaimana pun gue gak rela jika Ibas milih elo! Awas aja loe, tunggu pembalasan gue! " geram Jessi dalam hatinya dengan tangan terkepal. Jessi merutuk dalam hatinya dengan wajah menunduk. Perlahan ia berjalan ke depan Naina kemudian mengangkat wajahnya agar semua
Semua orang yang ada di aula tersebut terkejut mendengar ucapan Nadin tidak terkecuali Karina dan Sadewa yang belum mengetahui siapa sosok Naina. Marta menyenggol lengan Jessica dengan wajah pucat pasi. Ia benar-benar tidak tahu jika perempuan bercadar yang di bawa Tian adalah pemilik hotel yang mereka sewa ini. "Gimana ini Jes? Gue gak mau di penjara! Bisa-bisa gue gak jadi nikah sama Niko tahun ini kalau gue masuk penjara juga! Mana mau Niko punya istri yang mantan narapidana! " bisik Marta di telinga Jessi sehingga membuat Jessi mendengus semakin kesal. "Gak usah kenapa sih elo Ta! Lagian bukan cuma elo doang yang gak mau masuk penjara, gue juga gak mau! Bisa jatuh reputasi gue kalau gue tercatat sebagai mantan narapidana seperti yang elo bilang! " jawab Jessi juga dengan berbisik. "Gimana? Masih mau melaporkan gue ke polisi? " tantang Nadin dengan tersenyum mengejek. "Ada apa ini ribut-ribut! " ucap seorang laki-laki yang baru saja datang. "Sayang, kamu udah nelpon nya? Gak
Tian yang kaget langsung mendorong perempuan itu hingga ia terjatuh di lantai. "Elo apa-apaan sih Jes main gandeng aja! Loe gak tau apa kalau Bastian udah ada yang punya! Lagian ngapain sih elo ngaku-ngaku kangen segala! " cerocos Karina dengan wajah tidak suka melihat Jessica agresif seperti itu dengan Tian. Naina hanya melihat pemandangan di depannya dengan raut muka biasa saja. Beberapa orang berbisik-bisik melihat perlakuan kasar Tian kepada perempuan bernama Jessica itu. "Eh Tian, elu apain teman gue sampai jatuh gitu? Elo gak papa Jes? " ucap seorang wanita yang datang menolong si Jessi dan memarahi Tian. "Elo juga Marta! Kalau elo gak tahu bagaimana kejadiannya gak usah ikutan ngomong! Sekarang gue tanya sama elo Jes, apa maksud elo bilang kangen segala dengan Tian hah! " sahut Karina sambil berkacak pinggang di depan mereka berdua. "Apa-apaan sih elo Karin, emang gak boleh gue kangen sama cinta pertama gue? Lagian kan Ibas belum milik siapa-siapa, jadi sah-sah saja dong
Acara reuni kampus Dharmawangsa di gelar di sebuah gedung hotel Prameswari yang merupakan salah satu hotel milik Naina. Naina tahu jika salah satu hotelnya di sewa untuk sebuah acara tetapi ia tidak tahu jika itu acara reuni yang akan ia hadiri bersama Tian. Selama perjalanan tak henti-hentinya Tian melirik ke arah Naina sehingga membuat Naina tersipu malu. "Ngenes banget nasib gue hanya di jadikan obat nyamuk! " sindir Nadin dari bangku belakang. Tian pura-pura tidak mendengar sindiran Nadin untuk nya itu. Ia fokus menyetir mobil sambil sesekali melirik Naina yang duduk di sebelahnya. Naina agak terkejut ketika mobil yang di kendarai Tian memasuki halaman parkir hotel miliknya. Tapi ia hanya diam saja, mungkin saja Tian ada urusan dulu di hotel miliknya ini. Ketika mobil berhenti Naina tidak kuasa untuk tidak bertanya langsung kepada Tian. "Kenapa kita kesini? Kenapa gak langsung aja ketempat acaranya? " tanya Naina memicingkan matanya melihat banyaknya mobil yang berdatangan.
Tian tergelak kencang mendengar ucapan Nadin yang berkata demikian. Naina hanya tersenyum kecil melihat interaksi mereka terlihat dari matanya yang tampak menyipit. "Dah yuk Kak kita pulang! Malas lama-lama dekat orang gaje kayak gitu! " ajak Nadin mendengus kesal sambil mengamit tangan Naina. "Jangan lupa dandan yang cantik ya biar nanti laku dan gak jomblo lagi! Jam 7 aku jemput! " teriak Tian sambil meledek Nadin. "Aku gak jomblo! Aku single! Jomblo kok teriak jomblo! " jawab Nadin balik sambil ikutan berteriak. "Astaga ini anak! Makin di ladenin makin jadi mereka berdua! Sejak kapan mereka jadi akrab begini ya? " gumam Naina dengan tepuk jidat melihat kelakuan Nadin dan Tian. "Bisa tambah kacau kalau Ida ikut gabung sama mereka berdua! Tambah saling meledek dengan tingkah ajaib Ida yang selalu ada aja yang di jadikan bahan ledekan! " tambah Naina bergumam pelan. "Kakak ngomong apa tadi? " tanya Nadin menoleh ke arah Naina. "Gak ngomong apa-apa kok! Kamu salah dengar kali!
Semenjak duo Yola dan Miska di tangkap dini hari kemarin, lapas wanita makin di jaga dan di awasi dengan ketat. Setiap pelaksanaan kegiatan narapidana selalu di awasi oleh penjaga minimal dua sampai tiga orang. Ruang penyimpanan bahan makanan pun di jaga dan awasi oleh sipir langsung, para tahanan tidak di perbolehkan keluar dari ruang sel kamarnya dan di kunci dari luar oleh sipir penjara. Pihak penyidik menginterogasi mereka berdua di tempat terpisah dengan menanyakan keterlibatan mereka dalam kematian Diana. Awalnya mereka berdua membantah, tetapi setelah di perlihatkan bukti catatan terakhir milik Diana mereka hanya diam. Tidak mengiyakan dan tidak membantah. Bripka Fahrul menginterogasi mereka dengan menjebak mereka pertanyaan yang tidak dalam konteks penyelidikan. Hal itu berhasil dan membuat Yola keceplosan bicara. Dengan kepiawaian Bripka Fahrul menginterogasi mereka, akhirnya mereka berdua mengaku dan saling menyalahkan satu sama lainnya jika mereka kebablasan memberikan Di