"Bi, Sekarang yang kita lakukan adalah menghubungi Kak Naina! Nadin gak mau kita gegabah mengadili Tante Reni dan anaknya itu! Nadin gak mau nantinya yang kita lakukan menjadi senjata mereka untuk menekan kita. " ucap Nadin dengan penuh pertimbangan. "Bibi juga berfikir begitu Non, tapi tetap saja Bibi gak Terima jika mereka bersikap semena-mena di rumah ini layaknya sang pemilik rumah. " jawab Bi Ijah dengan geram. "Bibi tenang aja! Setelah kita menghubungi Kak Naina, kita akan beri mereka pelajaran yang tidak akan mereka lupakan! " sahut Nadin dengan menyeringai devil. "Sekarang mendingan Bibi masak aja ya, Nadin mau makan dulu soalnya lupa kalau belum makan He... He... He... " ucap Nadin lagi sambil cengengesan. "Ya udah, Non Nadin makan aja dulu! Bibi mau beresin barang-barang dulu! Belum beres semuanya. " jawab Bu Ijah sambil menepuk pelan bahu Nadin. Nadin pun memakan makanannya yang tadi di pesan bersama, ia makan dengan
"Banjir... Banjir... " teriak Diana langsung loncat dari kasurnya. Mendengar teriakan Diana, Nyonya Reni juga reflek ikutan loncat dari tempat tidur nya. Ia mengusap wajahnya yang basah kuyup karena air dan langsung memasang wajah garang ketika melihat Asti dan Minah yang masih memegang ember di tangannya. "Dasar babu sialan! Beraninya kau menyiram kami berdua dengan air! Bosan hidup kau ya?? " maki Nyonya Reni dengan mengangkat tangannya hendak menampar Asti. "Turunkan tangan mu Nyonya! " teriak Nadin dengan kencang. Nyonya Reni langsung menoleh ke belakang di ikuti oleh Diana yang ikut menoleh ke belakang nya. Mereka langsung ciut ketika melihat Nadin dan Bi Ijah duduk dengan santai di belakang mereka berdiri tadi dengan tatapan tajam. "Kalian memang tidak bisa di beri tahu baik-baik rupanya ya? Ternyata kalian mau main kasar? Oke kalau begitu! Kita terima niat kalian! " ucap Nadin dengan geramnya. "Heh.. Anak pungut! Gak
Naina sekarang berada di rumah Farida begitu urusannya dengan Tian selesai. Ia berusaha membujuk Farida dan Ibunya Fatimah untuk tinggal bersama di rumahnya. Apalagi jarak dari rumah Farida ke tempat ia bekerja cukup jauh dan Naina tidak ingin nasib yang ia alami terjadi lagi dengan Farida. Walaupun Farida bisa membela diri, tapi ia tetap seorang wanita yang masih bisa di kelabui musuh. "Tante, ayolah ikut Naina pulang ke rumah. Apa tante gak kasihan dengan Ida yang pergi kerja dengan jarak jauh seperti ini? Emangnya Tante mau nasib Ida kayak Naina tadi? " bujuk Naina dengan wajah memelas. "Ida gak mau Buk.. Ida juga malas berkumpul lagi dengan Bude Reni dan Diana di rumah itu. " ucap Farida menolak. "Tante, ayo dong Tan.. Demi kebaikan Ida juga loh Tan.. " rayu Naina lagi dengan mata puppy eyes-nya. Ia memang melepas cadarnya kerena tidak ada laki-laki bersama mereka saat ini. Karena di bujuk terus oleh Naina, akhirnya Tante Fatimah
Dzaki yang baru saja pulang dari bersenang-senang dengan Sania terbelalak kaget melihat Mama dan adiknya terbaring di lantai kamar mereka dengan wajah lelah dan pakaian yang amat kotor dan bau. "Ma, kenapa Mama sama Diana tidur di sini? Kenapa baju kalian kotor dan bau sekali? " tanya Dzaki sambil menutup hidungnya. Mendengar suara anak kesayangan nya, mata Nyonya Reni langsung terbuka lebar. Ia langsung memainkan perannya sebagai orang yang teraniaya. "Hiks... Hiks... Mama sama Diana di perlakukan kurang ajar di rumah ini Ki? Adik ipar mu itu menyiksa Mama dan Diana, dan babu di rumah ini juga ikutan menyiksa Mama dan Diana.. Hiks... Hiks... Tolong Mama Ki, masa kamu tega Mama dan adikmu di perlakukan seperti ini? " ucap Nyonya Reni dengan air mata buayanya. "Apa?? Kurang ajar sekali mereka! Beraninya berbuat seperti itu kepada Mamaku, mertua majikan mereka. Mama tenang saja, aku akan minta keadilan untuk Mama dan Diana kepada Naina. " ucap Dzaki marah dengan wajah merah padam.
Dzaki kaget mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Naina. "Apa maksudmu berkata seperti itu? Mereka itu bukan orang lain, tapi Mama dan adikku. Yang tidak lain adalah mertuamu dan ipar mu! " ucapnya dengan nada kesal. "Kenapa kau malah kesal padaku? Apa yang di alami Mama dan adik mu itu adalah buah dari perbuatan mereka sendiri. Asal kau tahu, semua pelayan di rumah ini adalah manusia. Bukan binatang yang seenaknya saja di perlakukan oleh Mama dan adik mu. Aku yang menggaji mereka dan hanya aku yang berhak memerintahkan mereka, bukan Mama mu atau adik mu itu! Ingat! Kalian semua hanya numpang di rumah ini! Camkan itu di otak mu! " jawab Naina dengan kesal sambil pergi meninggalkan Dzaki yang kaget mendengar Naina yang dengan tegas membantahnya. Nyonya Reni dan Diana yang menguping langsung kabur ketika melihat Naina pergi meninggalkan Dzaki dengan marah. "Aduh, gimana ini Ma? Si Naina itu tidak bisa lagi kita bodohi? Bisa-bisa kita yang di usir dari rumah mewah ini! " ucap Di
Keesokan paginya... Naina yang sudah siap dengan pakaian kerjanya, sudah stand by di meja makan menunggu penghuni lainnya yang lagi di panggil Asti. "Pagi Kak! Udah rapi aja pagi ini! Biasanya jam 9 baru mau pergi. " sapa Nadin sambil duduk di samping Naina. "Pagi Juga! Kakak pagi ini ada urusan dulu sebelum ke kantor! Oh ya Mana Farida sama Tante Fatimah? " jawab Naina sekalian bertanya. "Tadi kata Asti, Farida nungguin Tante Fatimah dulu! " jawab Nadin lagi. Yang di tunggu akhirnya datang juga. Farida dan Tante Fatimah datang dengan wajah sungkan. "Kenapa wajah Tante kayak gitu? " tanya Naina heran. "Tante gak enak ikut sarapan bareng kalian? Tante sama Ida di belakang aja yah? " jawab Tante Fatimah dengan wajah menunduk. "Kok Tante jawab nya gitu? Kan kalian tamu nya Aku? Tidak ada seorang pun yang bisa melarang kalian makan di meja ini bersama ku! " ucap Naina dengan tegas. "Iya Tan, gak usah sungkan gitu! Bagaimana pun juga kalau bukan karena Ida, mungkin Kak Naina gak a
Fatimah yang bosan berada di kamar memutuskan untuk berjalan-jalan melihat sekeliling rumah. Baru saja menutup pintu kamar, ia mendengar ada suara-suara yang berbisik-bisik tapi masih kedengaran olehnya. "Kok ada suara-suara ya? Semuanya kan sudah pergi kerja? Gak mungkin juga suara pelayan kayak gitu, bisik-bisik tapi agak sedikit keras. Daripada penasaran lebih baik aku cari aja dimana suara tersebut berasal. " Batin Fatimah sambil berjalan mengendap-endap. "Kenapa arahnya ke kamarnya Naina? Kalau gak salah kan cuma Bi Ijah yang di izinkan membersihkan kamar Naina. " gumam Fatimah pelan. Ia pun mendekatkan tubuhnya ke dinding dekat pintu kamar Naina, betapa kagetnya Fatimah ketika melihat kalau Kakak iparnya dan keponakan nya lah yang berada di kamar Naina, dan mengobrak-abrik seperti mencari sesuatu. "Astaghfirullah hal adzim... Ngapain Mbak Reni dan Diana masuk ke kamar Naina dengan lancang dan sembunyi-sembunyi kayak gini? Pasti ada yang gak beres nih! Gak bisa di biarin mer
"Kurang ajar sekali si Babu itu! Mama tidak terima kalau Fatimah dan anak haram nya ikut tinggal di rumah ini! Mana mereka di beri kamar yang mewah lagi! Gak seperti kita yang hanya di kasih kamar pembantu! " omel Nyonya Reni dengan tidak suka. "Iya, Diana juga tidak suka mereka tinggal di sini! Kalau mereka di sini juga, kita gak bisa leluasa berbuat semaunya di rumah ini! " gerutu Diana dengan kesal. Mereka berdua mengumpat dan menyumpahi Fatimah dan Bi Ijah yang sudah menggagalkan rencana mereka mencuri di kamar Naina ketika sudah berada di dalam kamar mereka. Sedangkan Bi Ijah dan Fatimah sedang asyik membuat kue di dapur untuk semua orang. Pekerjaan mereka selesai ketika azan dzuhur berkumandang. "Fatimah, kalau nanti saya pergi dan tidak ada di rumah, tolong awasi mertuanya Non Naina dan anaknya itu ya? " ucap Bi Ijah meminta tolong kepada Tante Fatimah. "Panggil Imah aja Bi, kan Bibi lebih tua umurnya dari pada aku! Gak Bibi minta pun, aku selalu mengawasi mereka berdua! "
Tian mendengus kesal mendengar teriakan Nadin dari atas balkon rumah Naina. Naina yang malu langsung cepat-cepat memasuki rumahnya tanpa berpamitan lagi pada Tian. "Dasar calon adik ipar durhalim! Kalau bukan adiknya pujaan hati sudah aku tenggelam kan di selokan depan rumah! " gerutu Tian sembari masuk ke dalam mobilnya. Sedangkan orang yang di sebutkan tadi tertawa cekikikan di dalam kamar nya karena dugaan nya pasti Tian sedang mengumpat nya karena kesal. "Seru juga ngerjain tuh bujang lapuk! Ternyata pesona janda cantik kayak kakak ku memang sangat hebat! Apalagi jandanya janda yang masih bersegel, pasti klepek-klepek tuh bujang lapuk karena mendapatkan doorprize tidak disangka sangka! Hihihihi... " gumam Nadin sambil tertawa cekikikan. "Gimana nya ekspresi Bang Tian saat tau Kak Naina masih bersegel? Pasti lucu lihat wajah shock nya itu! Jadi gak sabar lihat mereka nikah! Pasti tuh bujang lapuk cengengesan kayak orang gila karena baru mendapatkan durian runtuh! Hahahaha... "
"Kalau kamu kriteria cowok idaman mu seperti apa? " tanya Dewa balik ke pada Nadin. "Hemmm apa ya... Setia kali ya? Penyayang, loyal dan gak main tangan jika sedang marahan sama istrinya jika sudah menikah nanti! " jawab Nadin dengan senyum-senyum sendiri membayangkan semua itu. "Oh ya masuk kak yuk kedalam! Aku lapar nih! Marah-marah tadi bikin perut aku lapar lagi! " ajak Nadin sambil mengelus perutnya yang memang mulai keroncongan. "Gak usah ke dalam! Di depan sana ada warung tenda nasi uduk, enak banget pokoknya! Itu kalau kalau kamu mau makan di tempat seperti itu? " ucap Dewa dengan agak sanksi mengajak Nadin makan di tempat favorit nya jika di daerah ini. "Wah, beneran enak Mas? Kuy lah kita ke sana! " sahut Nadin dengan sumringah. "Duh, jadi ngiler makan nasi uduk pakai nila bakar dan sambal nya yang pedes! Ayo Mas cepetan! Udah gak sabar aku! " ucap nya lagi sambil menarik tangan Dewa dan menggandeng nya berjalan ke luar hotel berjalan kaki. Dewa panas dingin di perlaku
"Udah, udah... Gak perlu menegangkan urat hanya untuk orang yang seperti ini! Ayo kita keluar saja! Oh ya, terimakasih atas basa basi elo sama gue! " lerai Dewa ikut berdiri dan menggenggam tangan Nadin. Ia langsung membawa Nadin keluar setelah mengucapkan terimakasih kepada pasangan tersebut. "Mau kemana mereka? Kenapa Nadin marah-marah sama pasangan itu? " kata Naina dengan kening berkerut. "Iya, kenapa adik kamu marah-marah sama Pras ya? Tapi, gak aneh sih! Pras kan suka banget bikin gara-gara! " ucap Karina ikut menimpali perkataan Naina. "Serem banget adik kamu itu! Galak dan judes banget! " sahut Juan dengan bergidik ngeri. "He.... He... He... Maklum lah jiwa muda! Gampang banget emosian! " jawab Naina dengan tersenyum kikuk. Naina melirik ke arah Dewa membawa Nadin dengan sangat gelisah. "Gak usah gelisah gitu! Dewa gak bakalan ngapa-ngapain Nadin! Dewa bukan orang yang memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan! " hibur Tian yang mengerti kekhawatiran Naina. "Aku bukan
"Jes, mendingan elo minta maaf gih sama Naina daripada Bu Inggrid datang kesini! Emang elo mau Bu Inggrid memarahi elo di depan orang banyak kayak gini? Atau elo mau reputasi elo sebagai anak emasnya Bu Inggrid lepas dan elo gak punya bekingan lagi? " ucap Karina dengan santai kepada Jessi yang masih saja tegak mematung. Jessi mendongakkan kepala nya mendengar ucapan Karina dengan ekspresi kaget. "Ayolah Jes, ikutin aja apa kata Karina itu! Gue gak mau Jes gara-gara kejadian ini pernikahan gue sama Niko gagal! Ayolah Jes! Ayolah! " bisik Marta dengan wajah memelas menyenggol pelan lengan Jessi. "Sialan! Awas aja loe perempuan ninja! Kalau bukan elo pemilik hotel ini, gue ogah merendahkan diri gue di hadapan elo-elo semua! Bagaimana pun gue gak rela jika Ibas milih elo! Awas aja loe, tunggu pembalasan gue! " geram Jessi dalam hatinya dengan tangan terkepal. Jessi merutuk dalam hatinya dengan wajah menunduk. Perlahan ia berjalan ke depan Naina kemudian mengangkat wajahnya agar semua
Semua orang yang ada di aula tersebut terkejut mendengar ucapan Nadin tidak terkecuali Karina dan Sadewa yang belum mengetahui siapa sosok Naina. Marta menyenggol lengan Jessica dengan wajah pucat pasi. Ia benar-benar tidak tahu jika perempuan bercadar yang di bawa Tian adalah pemilik hotel yang mereka sewa ini. "Gimana ini Jes? Gue gak mau di penjara! Bisa-bisa gue gak jadi nikah sama Niko tahun ini kalau gue masuk penjara juga! Mana mau Niko punya istri yang mantan narapidana! " bisik Marta di telinga Jessi sehingga membuat Jessi mendengus semakin kesal. "Gak usah kenapa sih elo Ta! Lagian bukan cuma elo doang yang gak mau masuk penjara, gue juga gak mau! Bisa jatuh reputasi gue kalau gue tercatat sebagai mantan narapidana seperti yang elo bilang! " jawab Jessi juga dengan berbisik. "Gimana? Masih mau melaporkan gue ke polisi? " tantang Nadin dengan tersenyum mengejek. "Ada apa ini ribut-ribut! " ucap seorang laki-laki yang baru saja datang. "Sayang, kamu udah nelpon nya? Gak
Tian yang kaget langsung mendorong perempuan itu hingga ia terjatuh di lantai. "Elo apa-apaan sih Jes main gandeng aja! Loe gak tau apa kalau Bastian udah ada yang punya! Lagian ngapain sih elo ngaku-ngaku kangen segala! " cerocos Karina dengan wajah tidak suka melihat Jessica agresif seperti itu dengan Tian. Naina hanya melihat pemandangan di depannya dengan raut muka biasa saja. Beberapa orang berbisik-bisik melihat perlakuan kasar Tian kepada perempuan bernama Jessica itu. "Eh Tian, elu apain teman gue sampai jatuh gitu? Elo gak papa Jes? " ucap seorang wanita yang datang menolong si Jessi dan memarahi Tian. "Elo juga Marta! Kalau elo gak tahu bagaimana kejadiannya gak usah ikutan ngomong! Sekarang gue tanya sama elo Jes, apa maksud elo bilang kangen segala dengan Tian hah! " sahut Karina sambil berkacak pinggang di depan mereka berdua. "Apa-apaan sih elo Karin, emang gak boleh gue kangen sama cinta pertama gue? Lagian kan Ibas belum milik siapa-siapa, jadi sah-sah saja dong
Acara reuni kampus Dharmawangsa di gelar di sebuah gedung hotel Prameswari yang merupakan salah satu hotel milik Naina. Naina tahu jika salah satu hotelnya di sewa untuk sebuah acara tetapi ia tidak tahu jika itu acara reuni yang akan ia hadiri bersama Tian. Selama perjalanan tak henti-hentinya Tian melirik ke arah Naina sehingga membuat Naina tersipu malu. "Ngenes banget nasib gue hanya di jadikan obat nyamuk! " sindir Nadin dari bangku belakang. Tian pura-pura tidak mendengar sindiran Nadin untuk nya itu. Ia fokus menyetir mobil sambil sesekali melirik Naina yang duduk di sebelahnya. Naina agak terkejut ketika mobil yang di kendarai Tian memasuki halaman parkir hotel miliknya. Tapi ia hanya diam saja, mungkin saja Tian ada urusan dulu di hotel miliknya ini. Ketika mobil berhenti Naina tidak kuasa untuk tidak bertanya langsung kepada Tian. "Kenapa kita kesini? Kenapa gak langsung aja ketempat acaranya? " tanya Naina memicingkan matanya melihat banyaknya mobil yang berdatangan.
Tian tergelak kencang mendengar ucapan Nadin yang berkata demikian. Naina hanya tersenyum kecil melihat interaksi mereka terlihat dari matanya yang tampak menyipit. "Dah yuk Kak kita pulang! Malas lama-lama dekat orang gaje kayak gitu! " ajak Nadin mendengus kesal sambil mengamit tangan Naina. "Jangan lupa dandan yang cantik ya biar nanti laku dan gak jomblo lagi! Jam 7 aku jemput! " teriak Tian sambil meledek Nadin. "Aku gak jomblo! Aku single! Jomblo kok teriak jomblo! " jawab Nadin balik sambil ikutan berteriak. "Astaga ini anak! Makin di ladenin makin jadi mereka berdua! Sejak kapan mereka jadi akrab begini ya? " gumam Naina dengan tepuk jidat melihat kelakuan Nadin dan Tian. "Bisa tambah kacau kalau Ida ikut gabung sama mereka berdua! Tambah saling meledek dengan tingkah ajaib Ida yang selalu ada aja yang di jadikan bahan ledekan! " tambah Naina bergumam pelan. "Kakak ngomong apa tadi? " tanya Nadin menoleh ke arah Naina. "Gak ngomong apa-apa kok! Kamu salah dengar kali!
Semenjak duo Yola dan Miska di tangkap dini hari kemarin, lapas wanita makin di jaga dan di awasi dengan ketat. Setiap pelaksanaan kegiatan narapidana selalu di awasi oleh penjaga minimal dua sampai tiga orang. Ruang penyimpanan bahan makanan pun di jaga dan awasi oleh sipir langsung, para tahanan tidak di perbolehkan keluar dari ruang sel kamarnya dan di kunci dari luar oleh sipir penjara. Pihak penyidik menginterogasi mereka berdua di tempat terpisah dengan menanyakan keterlibatan mereka dalam kematian Diana. Awalnya mereka berdua membantah, tetapi setelah di perlihatkan bukti catatan terakhir milik Diana mereka hanya diam. Tidak mengiyakan dan tidak membantah. Bripka Fahrul menginterogasi mereka dengan menjebak mereka pertanyaan yang tidak dalam konteks penyelidikan. Hal itu berhasil dan membuat Yola keceplosan bicara. Dengan kepiawaian Bripka Fahrul menginterogasi mereka, akhirnya mereka berdua mengaku dan saling menyalahkan satu sama lainnya jika mereka kebablasan memberikan Di