Pria itu tersenyum, “Ya, kita bertemu lagi, Pacar..”
“Ha???” Agni melebarkan matanya, mulutnya terbuka dan tertutup, seolah ingin mengatakan sesuatu.
“Pa-Pacar?” Agni tidak yakin dengan pendengarannya, apa maksud dari pria ini, sejak kapan mereka berpacaran?
Bukan hanya Agni yang terkejut mendengar perkataan Samudra, hal yang sama juga dirasakan oleh orang-orang yang ada didalam ruangan itu.
Bahkan Jonatan yang sejak tadi berdiri seperti patung selamat datang, langsung tersedak ludahnya sendiri saat mendengar penuturan sang Tuan. ‘Bukankah itu sedikit agresif, tuan? Wanita tidak menyukai pria yang Agresif, Ok,’ batin Jo. Pria itu sempat terbatuk kecil, kemudian menormalkan ekspresi wajahnya menjadi datar kembali.
Samudra menikmati wajah terkejut wanitanya, ia tidak peduli dengan orang-orang disekelilingnya. Fokusnya saat ini hanya tertuju pada wanita cantik dengan balutan dress berwarna peach, yang me
“Mbak Agni..” Mbok inem yang melihat sang majikan masih terpaku, kemudian menyentuh bahu Agni.Agni yang terkejut dengan sentuhan Mbok Inem, langsung memalingkan wajahnya. “A-ada apa, Mbok?”“Tidak apa-apa, saya lihat mbak Agni masih bengong, saya pikir ‘kemasukan' makanya saya panggil tadi,” Ucap wanita paruh baya itu.Mengenai panggilan Mbok Inem pada Agni. Dulu waktu masih bersama Andi, Mbok Inem memang memanggil Agni dengan sebutan Nyonya, namun saat pidah kesini Agni meminta agar beliau memanggilnya dengan namanya saja tanpa embel embel apapun. Tetapi, karena si Mbok merasa tidak nyaman jika harus memanggil orang yang memberinya gaji dengan namanya saja, maka ia memanggil Agni dengan sebutan Mbak.Agni yang mendengar perkataan Mbok tentang ‘kemasukan’ hanya menggelengkan kepalanya sembari tersenyum. Tanpa Agni sadari, tangannya bergerak sendiri kemudian mengusap kepalanya, bekas usapan Samudra tad
Saat menutup pintu ruang rawat Aska, senyum tipis yang sejak tadi menghiasi wajah Samudra hilang tanpa jejak. Ia kembali menjadi dirinya sendiri, dingin dan menjaga jarak.Jo yang sejak tadi mengikuti langkah tuannya, menyadari perubahan itu. Sepertinya tuan Sam sudah mengaktifkan mode 'singa lapar,’ pikirnya. Tidak ingin menjadi korban keganasan, ia sengaja memperlambat langkahnya agar tidak sejajar dengan sang tuan.Samudra menyadari perubahan Asistennya, namun tidak dipedulikan olehnya. Ia terus memacu langkahnya kearah tempat parkir. Sepanjang perjalanan menuju mobil, area yang dilewati oleh mereka berdua kosong. Entah disadari oleh Agni atau tidak, si Tuan posesif ini telah meminta agar lorong menuju ruang rawat Aska dikosongkan. Dia tidak ini ketenangannya diusik.“Bagaimana, Jo?” saat sampai didalam mobilnya, Samudra langsung menanyakan apa yang sejak tadi tertahan di ujung lidahnya.“Dia adalah seorang pria biasa yang berke
“Ap-apa... Pacar?? Agni? Pacar?” Tanya Sherly dengan melebarkan matanya, sembari menunjuk Agni.Mbok Inem yang belum menyadari perubahan pada raut wajah dan suara Sherly, menganggukkan kepalanya dengan penuh semangat.“Iya iya, pacarnya mbak Agni, namanya pak Samudra. Beliau yang tadi menyelamatkan den Aska dan mengurus semua admistrasi Rumah Sakit, mbak Sherly.” Ucapan Mbok Inem bukan hanya membuat Sherly terkejut tapi juga Agni.‘Samudra yang menyelamatkan Aska?’ batin Agni bertanya-tanya.“Samudra? Tha Lo mending jujur deh, hal apalagi yang Lo sembunyiin dari gue?”Agni menutup wajahnya dengan kedua tangannya. “Mending kamu tenang dulu deh, Sher. Nanti aku ceritain,” ucap Agni.“Sekarang, Tha. Jangan pakai nanti, ntar lupa lagi.”Huff..Agni menghembuskan nafas berat, kemudian menceritakan semuanya kepada Sherly. Tentang pertemuan tidak sengaja ant
Keesokan harinya, Agni yang tengah mengemas pakaian milik Aska dikejutkan dengan suara ketukan di pintu ruang perawatan Aska, kemudian diikuti handle pintu yang diputar menandakan bahwa ada orang yang akan masuk. Agni langsung menolehkan kepalanya ke arah pintu, lalu mendapati Samudra tengah berdiri di sana.“Selamat pagi, saya belum terlambat, kan?” Tanya Samudra dengan senyum tipis.Agni sempat terpaku sejenak, pria dihadapannya itu mengenakan kemeja berwarna putih, dengan dasi dan jas berwarna navi yang dikancing rapih, serta celana bahan yang berwarna senada dengan dasi dan jas-nya. Agni sempat berpikir, apa pria ini tidak memiliki pakaian dengan warna berbeda, karena sepengamatan Agni, dalam tiga kali pertemuan mereka pria ini selalu mengenakan pakaian berwarna gelap. Akan tetapi, apapun yang dikenakan pria itu, tidak berpengaruh pada wajahnya, ia tetap terlihat tampan seperti biasa.Fakus Agni sedikit teralihkan dengan benda yang ada ditangan S
Saat sampai ditempat parkir, Agni bermaksud mengambil Aska dari gendongan Samudra untuk membawa sang putra kedalam mobilnya, namun anak itu langsung melingkarkan kedua tangannya pada leher Samudra lalu menenggelamkan wajahnya pada bahu lebar pria itu. Tanda bahwa sang putra tidak ingin berpisah dengan Samudra.Agni sempat terkejut dengan respon sang putra. Berbeda dengan Agni, Samudera justru kembali menyunggingkan senyum tipis. Pria itu lalu mengulurkan telapak tangannya kearah Agni.Agni yang melihat hal itu mengerutkan keningnya kemudian bertanya, “Ada apa?”“Kunci mobilmu,” ucap Samudra.Agni mengangkat sebelah alisnya, “untuk apa?”“Berikan saja,” ucap pria itu lagi, terdengar tidak sabar.Agni yang tidak ingin berdebat, segera menyerahkan kunci mobilnya pada Samudra.Detik selanjutnya Agni langsung membulatkan matanya, saat melihat Samudra yang menyerahkan kunci mobilnya itu pada R
Setelah menempuh perjalanan kurang lebih tiga puluh menit, Range Rover milik Samudera akhirnya memasuki halaman rumah minimalis milik Agni. Terlihat Mbok Inem dan Jonatan serta Reinhart sudah menunggu mereka di sana.Setelah mematikan mesin mobilnya, Samudera melepas sabuk pengaman lalu keluar dari mobil berjalan memutar kearah pintu sebelah lalu membukanya untuk Agni.“Biar aku yang menggendong Aska. Tunjukan saja dimana kamarnya,” ucap pria itu. Sebelum Agni bisa menjawab, Aska yang tengah tertidur telah berpindah ke gendongan Samudera. Lalu pria jangkung itu, langsung melangkahkan kakinya ke dalam rumah. Meninggalkan Agni yang masih terpaku ditempatnya.‘apa-apaan, tuan rumahnya masih di sini, tuan tampan. Sebagai tamu yang baik, bukankah seharusnya anda menunggu tuan rumah?!’ batin Agni.Namun kata-kata itu hanya bisa ia ucapkan didalam hati saja, karena pria itu telah menghilang dibalik pilar rumah, bahkan bayangannya pun tida
Saat melihat dua orang yang sangat tidak diharapkan itu, emosi Samudera memuncak. Ia paling tidak suka bila daerah teritorinya diusik oleh orang lain. Sekalipun itu adalah Ibunya sendiri.Melihat kehadiran Bos nya, Flora yang sejak tadi menahan kedua wanita berbeda usia itu untuk masuk ke ruangan sang Bos, menghembuskan nafas lega.“Maaf pak, ibu Mayang dan Nona Tasya ingin bertemu,” ucap Flo.Samudera mengangguk kecil pada Flo, kemudian beralih pada ibunya dan Tasya.“Ada keperluan apa?”Mayangsari yang melihat kedatangan putranya, langsung menyunggingkan senyum. “Maaf kalau mama mengganggu waktu kamu, Sam. Maksud kedatangan Mama kemari, mama ingin mengajak kamu untuk makan siang bersama,” ucap Mayang.Tasya yang melihat kedatangan Samudera tidak dapat menahan senyum bahagianya, wanita itu langsung memperbaiki rambutnya yang tidak berantakan, dan berdiri disamping Mayang dengan senyum secerah mataha
Kediaman AgniSetelah mengantar kepergian Samudera, Agni kembali berkutat dengan wajan dan bahan makanan di dapur mini miliknya. Putranya baru saja keluar dari Rumah Sakit dia harus membuatkan makanan sehat untuk buah hatinya itu.Saat tengah berkutat di dapur dengan dibantu oleh Mbok Inem, kedua wanita berbeda usia itu dikejutkan dengan kehadiran Aska. Sepertinya bocah lima tahun itu baru saja terbangun dan langsung menyusul mereka ke dapur.“Jagoannya bunda udah bangun?” Agni membuka percakapan dengan pertanyaan retoris pada Putranya.Aska mengannguk untuk menjawab pertanyaan Bundanya, lalu mengajukan pertanyaan pada sang bunda. “Om Batman udah pulang, Bun?” Tanya Aska.Agni tersenyum, “iya sayang, Om Sam punya pekerjaan yang nggak bisa ditinggal. Aska udah kangen sama Om Sam?”Aska kembali mengangguk. Dia memang belum mau berpisah dengan Om Batman-nya. Saat membuka matanya tadi,
Hari berlalu dengan cepat. Tak terasa lima tahun telah berlalu. Putri kecil yang dulu selalu di timang, kini beranjak menjadi gadis kecil yang cantik dan sangat ceria.Kepribadian kedua anak Samudera dan Agni sangat bertolak belakang. Jika Aska sang kakak bersikap dingin dan tidak banyak omong. Maka sang adik Lillian justru sebaliknya. Gadis kecil itu selalu ceria, bahkan mereka sampai menjulukinya little Sunshine.Karena dimana pun ia berada, Lillian selalu menjadi sumber keceriaan, kehangatan dan kebahagiaan.Oh, harus di garis bawahi. Lillian akan sehangat matahari kecil, bagi mereka yang bersikap baik pada keluarganya, tapi akan sebaliknya bagi mereka yang bersikap buruk apalagi yang sengaja ingin menghancurkan keluarganya.Seperti sekarang ini. Samudera yang sangat memanjakan putri kecilnya, sering membawa Lillian ke Kantor. Selain karena tidak bisa jauh dari si kecil, Samudera juga ingin memberikan waktu istirahat pada Agni. Mengingat keaktifan Lill
Samudera berlari di sepanjang koridor Rumah Sakit, dengan diikuti Jona, Rein serta Sherly. Mereka sedang rapat, saat Lautan meneleponnya mengabarkan keadaan Agni.Ternyata tanpa ia sadari, Agni sudah merasa sakit perut sejak subuh, tetapi ditahan sendiri olehnya karena tidak ingin merepotkan orang-orang. Samudera berlari sembari menyekah sudut matanya. Ia merasa menjadi suami paling bodoh yang tidak peka dengan keadaan istrinya.Saat sampai di depan ruang bersalin, Samudera langsung menghampiri Lautan. “Bagaimana keadaan Agni, Yah?”“Dia baik-baik saja, sebaiknya kamu masuk. Sejak tadi dokter terus mencarimu.”Tepat saat Lautan mengatakan hal itu, pintu ruang bersalin terbuka. “Pak Samudera?” Panggil suster.“Saya.”Suster itu tersenyum tipis. “Syukurlah Anda sudah datang. Mari ikut, Saya.”Samudera mengikuti langkah sang Suster.Sepeninggal Samudera, semua orang masih
Tempat pemakaman umum itu terlihat sepi. Ya, kalau ramai namanya pasar. Hehehe Agni dan Samudera saat ini tengah berada di makam kedua orang tua Agni serta ibunda Samudera. Diusia kandungannya yang memasuki 7 bulan, Agni memang berkeinginan untuk mengunjungi makam orang tersayang mereka. Selagi masih bisa ‘kan, karena ia yakin kedepannya pasti mereka akan lebih sibuk lagi mempersiapkan kelahiran. Apalagi nanti saat si kecil sudah lahir. Perhatian mereka pastilah untuk kedua anak mereka. Karena itulah, selagi masih ada waktu seperti sekarang. Lebih baik dimanfaatkan untuk see Hay dengan para orangtua. Agni meletakkan sebuket tulip orange di atas makam ibunya. Ia lalu bersimpuh di depan makam kedua orang tuanya, dan berdoa dengan khusyuk. Hal yang sama juga dilakukan oleh Samudera dan Aska. “Halo Ayah, Bunda, aku kembali. Terakhir kali aku datang, dengan perasaan yang hancur. Waktu itu aku bersimpuh dan menangis sendirian di sini.” Agni menarik
Setelah mengeluarkan isi perutnya, Agni terduduk lemas di sofa ruangan Samudera. Ia sedikit mengerutkan keningnya, saat tidak sengaja menduduki sesuatu. Dan saat melihat benda itu, Agni membelalakkan matanya.“Siapa yang baru datang kemari, Kak?”“Jona, Reinhart? Hanya mereka.”Agni menggeleng. “Perempuan.”“Flora?” Samudera mengangkat sebelah alisnya.“Ck, bukan Bella??” Tuding Agni sembari melipat tangannya di depan dada.“Ada apa?” tanya Sam tanpa daya.“Jawab, kak... Apa Bella berusan kesini?”Samudera memijat pelipisnya. “Ya. Dia baru saja kemari,” jawab Sam sembari menatap Istri cantiknya. “Perusahaan mereka ingin mengajukan kerjasama. Dan dia yang di tunjuk sebagai perwakilan,” jelas Samudera.“Hmm... Pantas saja.”“Ada apa?” Samudera menghampiri Agni, lalu membawanya dalam pel
Namun, suara dari luar berhasil menghentikan aksi gila Mario. Mereka berdua sama-sama terkejut dibuatnya.“Rio!?”Sherly mengembuskan napas lega, berpikir kalau Rio akan berhenti. Nyatanya tidak. Pria itu tetap melanjutkan aksinya.“Rio!?”Barulah saat panggilan kedua, pria itu mengehentikan tindakannya. Ia lalu mengumpat pelan. Kemudian keluar dari paviliun. “Urusan kita belum selesai,” ucapnya. Lalu benar-benar keluar.Setelah bayangan Rio menghilang, kaki Sherly langsung lemas seperti jelly, ia sampai terduduk di lantai.Dia Lalu mengusap pelan dada-nya, sembari bergumam. “Selamat, selamat. Hampir aja, bibir gue nggak perawan lagi.”Dari dalam paviliun, Sherly bisa mendengar percakapan mereka. Ternyata yang memanggil Rio adalah Reinhart. Pria itu mengatakan kalau Rio tengah di cari oleh Samudera. Rio terdengar menolak, tetapi Reinhart menegaskan kalau ini penting. Dan harus sekarang.
Mobil Samudera perlahan memasuki pekarangan rumah. Setelah tadi mereka singgah di pasar tradisional untuk membeli bahan-bahan Ketam Cili pesanan Agni.Kepulangan mereka di sambut oleh Lautan dan Mayang, si kembar serta Aska, yang tengah menunggu mereka di teras.Mayang yang melihat Samudera menuntun Agni, bergegas menjemput menantunya itu. “Kalian dari mana, Sayang?” Tanya Mayang.Namun, ia langsung mendapatkan jawabannya, saat melihat Reinhart membuka bagasi dan mengeluarkan belanjaan.“Kalian ingin masak?” Tanya Mayang lagi. Dan kali ini Agni mengangguk cepat.“Iya, Ma. Kita mau masak kepiting pedas,” ucap Agni, sembari menelan ludahnya. Baru menyebut namanya saja, sudah membuatnya lapar.Tingkah Agni berhasil membuat mereka semua tertawa. Terkecuali Rio, yang justru tengah menahan geram karena melihat Reinhart memegang pinggang Sherly. Padahal kenyataannya Sherly hampir jatuh, dan Reinhart sigap menahan
BRAKKK Bunyi bantingan pintu, membuat semua orang yang tengah berada di ruang rapat Aditama Corp itu, terlonjak kaget. Bahkan Samudera yang sejak tadi memejamkan matanya, sembari mendengar laporan bawahannya pun, ikut terkejut. Saat menoleh, terlihat Reinhart berdiri dengan nafas memburu. “Tuan!!” Samudera mengangkat sebelah alisnya. Dengan masih mengatur nafasnya, Reinhart menunjuk kearah meja. Bukan, lebih tepatnya pada benda di depan Samudera. “Handphone, Anda.” “Ada apa, Rein?” Tanya Jonatan penasaran. Pasalnya, tidak biasanya sahabat somplak nya itu, mengacau seperti ini. Apalagi di tengah rapat tahunan seperti sekarang. Reinhart tidak menjawab, dia terus menatap Samudera. Sementara Samudera yang ditatap seperti itu, semakin tidak mengerti. “Ada apa?” tanya Sam. “Handphone Anda mati?” Samudera mengambil telepon genggamnya. Dan ya, seperti kata Reinhart, handphonenya memang mati. Mungkin keha
Aska, Marni, Indira serta Stave dan istrinya, terkejut mendengar ucapan Samudera.“Ayo pulang.” Samudera menggendong Aska dengan sebelah tangan, sementara tangan yang lain, merangkul pinggang Agni, kemudian pergi.Indira mencoba mengejar, tapi ia di halangi oleh para bodyguard Samudera. Reinhart yang baru saja tiba, menatap Indira tajam. “Ekhm... Ibu Indira, benar?” Indira mengangguk.“Oh, bagus. Ada pesan dari Tuan Aditama....” Indira memiliki firasat buruk. Dan benar saja, ucapan Reinhart berikutnya berhasil membuatnya terpaku.“Karena sekolah ini sudah lalai menjaga tuan muda kami, mulai sekarang Aditama Corp akan menghentikan pendanaan untuk sekolah ini. Dan, saya di sini juga bermaksud untuk mengurus kepindahan tuan kecil. Sekian.” Reinhart menutup laporannya dengan wajah datar.Indira pucat pasih. Ingin protes, tapi tidak bisa. Karena kalau salah bertindak, bisa-bisa perusahaan ayahnya yang menj
“Ada apa ini?” Suara berat seorang pria, membuat Indira menghentikan ucapannya. Agni dan Indira sama-sama menoleh ke arah pintu. Di sana berdiri seorang pria bertubuh tambun, yang mengenakan jas biru Dongker. Wajah pria itu terlihat marah, nafasnya juga memburuh. Sepertinya pria itu baru saja berlari kemari. “Sayang....” Wanita bertubuh tambun yang sejak tadi berdiam diri, tiba-tiba berjalan cepat kearah pria di depan pintu. “Ayah....” Anak kecil berpipi chubby yang sejak tadi diam, langsung berbinar saat melihat orang di depan pintu. “Kenapa dengan wajah mu? Kenapa merah seperti ini?” pria itu mengusap wajah istrinya. Wanita bergaun merah tadi, langsung menunjuk Agni. “Karna dia! Dia yang membuat aku seperti ini... Padahal yang salah itu putranya dan aku hanya menegur, tetapi dia langsung marah dan menamparku.” “Benar Ayah! Semua ini perbuatan Tante itu.” Bocah chubby itu ikut memprovokasi. Indira yang melihat