Ghumaysa terus menggandeng selir ketiga melewati koridor istana. Raut wajah dan sikapnya seolah penuh dengan kasih sayang. Namun, tidak ada yang tahu gadis iblis itu mencengkeram kuat lengan selir ketiga dengan kuat, hingga meninggalkan bekas kemerahan di permukaan kulit.
Saat Ghumaysa berhenti melangkah di depan salah satu pintu kamar, Selir ketiga menyadari ancaman yang akan datang. Dia gemetaran, tetapi masih menimbang untuk meminta maaf. Rasa gengsinya memang terlalu tinggi.
“Aku akan memberikan hadiah yang ‘manis’ untukmu, Ibu,” bisik Ghumaysa.
Meskipun terdengar lembut, selir ketiga menyadari ada ancaman di dalamnya. Dia jelas-jelas sudah terdesak. Wanita itu seketika bersimpuh, membuat perjalanan mereka terhambat. Harga diri sudah dibuangnya jauh-jauh.
“Maafkan aku, Shirin! Aku khilaf! Demi cintamu kepada Heydar, ampunilah ibunya yang bodoh ini,” pinta selir ketiga dengan suara memelas.
Ghumaysa tersenyum penuh arti. Dia berjongkok, mer
Maaf kemarin enggak bisa update karena tidak enak badan, hari ini Gulzar kembali hadir, selamat membaca
Bagian 56Saat kondisi semakin genting, Putri Arezha tiba-tiba menepuk kening. "Benda sihir pemberian Tuan Kayvan!" serunya.Dia merogoh kantung kulit. Permata cokelat dikeluarkan dari dalam. Putri Arezha menekan beberapa titik seperti yang diajarkan Kayvan. Tak lama kemudian, perisai dari tanah batu yang kokoh terbentuk di sekeliling mereka. Namun, angin kencang sudah membuat beberapa retakan."Perisainya tidak akan bertahan lama. Ayo kita jalan sembari mencari tempat yang aman!" perintah Putri Arezha.Pangeran Fayruza mengangguk, lalu menggendong Gulzar Heer yang sudah kehilangan kesadaran. Mata gadis itu terpejam dengan bibir terus mengerang. Mereka pun meneruskan perjalanan sembari menerjang angin badai.Perjalanan semakin berat. Entah kenapa angin badai semakin kencang. Permata di tangan Putri Arezha berpendar lemah. Retakan perisai terus bertambah, hanya menunggu waktu untuk pecah berkeping-keping.Pangeran Fayruza men
Bagian 57Gadis pengendali angin bersiul. Suara lolongan memekakkan telinga. Gulzar Heer mengeratkan pegangan di gagang pedang. Pangeran Fayruza juga dalam posisi siaga. Tak lama kemudian, sepuluh ekor serigala mendekat dengan air liur menetes. Mereka berhenti tepat di belakang si gadis pengendali angin seolah-olah tengah melakukan penghormatan kepada majikan.Serigala adalah hewan yang aktif di malam hari. Kehadiran sepuluh ekor langsung membuktikan bahwa gadis pengendali angin yang mereka hadapi bukan sembarang orang. Mampu melatih hewan liar buas sebanyak itu tentulah kemampuannya tidak bisa diremehkan.“Fay, aku akan menghadapi para serigala. Kamu menghadapi pengendali angin itu,” bisik Gulzar Heer.Belum sempat Pangeran Fayruza menjawab anak panah dari angin sudah melesat ke arah mereka. Dia pun segera menggerakkan air dari kubangan lumpur untuk membentuk perisai kecil dan membelokkan anak panah. Gadis pengendali angin me
Bagian 58 Jeritan panik Putri Arezha melengking, memekakkan telinga. Pangeran Fayruza yang baru setengah tertidur terlonjak. Dia refleks berdiri dan berlari menuju kamar, tak peduli lagi pada sopan santun untuk tidak masuk ke kamar wanita sembarangan. Sialnya, pintu terkunci. Pangeran Fayruza mengetuk berkali-kali dengan panik. Namun, hanya terdengar jeritan-jeritan panik Putri Arezha. Sepertinya, para gadis dalam kamar tak mendengar ketukan pintu. "Terpaksa aku harus melakukan ini," desis Pangeran Fayruza. Dia mengambil segelas air dan menyiramkannya ke pintu. Tangannya menyentuh permukaan kayu yang basah. Cahaya biru berpendar dan perlahan membekukan pintu. Teknik yang dilakukan Pangeran Fayruza bukanlah pembekuan biasa. Es yang terbentuk menjadi sangat rapuh, sehingga hanya dengan sekali dorongan pelan, pintu langsung ambruk, meninggalkan bongkahan-bongkahan es yang berserakan di lantai. "Fay! Fay! Cepat lakukan
Pangeran Heydar menekan kening yang terasa berdenyut. Ego dan nurani terus-menerus berperang, membuat kepalanya terasa akan pecah. Dia mengangkat tangan, memberi isyarat kepada para penjaga untuk keluar dari aula. Pangeran Heydar memang paling tidak suka terlihat orang lain saat dalam kondisi rapuh.Para penjaga memberikan salam penghormatan, lalu keluar diikuti petinggi-petinggi negara. Ketika pintu ditutup Pangeran Heydar langsung ambruk ke lantai. Dia mengerang dengan tetap berusaha menjaga nada suaranya agar tidak terdengar sampai keluar.“Heydar!” Ghumaysa berseru dengan memasang wajah pura-pura cemas.Dia bersimpuh sembari mengenggam tangan Pangeran Heydar. Gadis iblis itu bertingkah seperti sedang melakukan teknik penyembuhan, padahal sedang menyalurkan lebih banyak kabut kegelapan ke tubuh sang pangeran.“Heydar, beginilah akibatnya jika ritual belum dilakukan. Kamu akan terkena efek buruk. Paling tidak kita harus melewati tiga r
Ghumaysa mengepalkan tangan melihat kabut hitam yang diembuskannya ke dada Pangeran Heydar semakin menipis. Rencana ritual membangkitkan pedang terkutuk bisa-bisa gagal karena hati sang pangeran mulai tersentuh oleh kemurnian anak-anak. Tak habis akal, dia segera meraih gelas perak dan menuangkan anggur, juga meneteskan darah ke dalamnya.“Heydar,” panggil Ghumaysa, membuat Pangeran Heydar tergagap.“Kak Ar— eh, Sayang, ada apa?”“Aku baru saja menuangkan anggur yang lezat ini untukmu. Minumlah dulu”Pangeran Heydar terkekeh. “Ah, anggur ini pasti akan semakin manis karena dituangkan oleh gadis semanis dirimu,” godanya.Ghumaysa mencubit lengan Pangeran Heydar dengan manja. Menggoda memang sudah menjadi keahliannya. Sang pangeran tanpa ragu dan rasa curiga menenggak habis segelas anggur sembari menatap dalam si gadis iblis.“Kenapa langsung dihabiskan, Heydar? Nanti kamu mabuk
Gulzar Heer tercengang, lalu termangu, mencoba mencerna apa yang terjadi. Seingatnya, dia baru saja terlelap di gua setelah mereka menuruni tebing. Namun, saat membuka mata, tak ada lagi pemandangan hutan. Gulzar Heer malah disambut oleh pedesaan yang tak asing, Alvaz.Namun, bukan hal itu yang mengejutkannya, melainkan banjir besar yang memakan banyak korban jiwa. Gulzar Heer mencoba menolong, tetapi seperti kejadian saat kembali ke masa lalu, dia tidak bisa menyentuh apa pun. Tubuhnya bahkan tidak basah meski terendam air bah."Ada apa sebenarnya?" gumam Gulzar Heer sambil menyusuri banjir.Dia terus berjalan ke satu arah karena merasakan tekanan energi yang sangat besar dari sana. Saat tiba di tempat tujuan, Gulzar Heer semakin tercengang. Dilihatnya Pangeran Heydar tengah menusuk jantung korban-korban banjir. Aliran energi yang aneh menyelimuti pedang hitam di tangannya.Gulzar Heer seketika melotot. Dia mengenali pedang itu. Ya, pedang yang dulu digu
Bagian 62Gulzar Heer segera menghampiri Putri Arezha dan Alizeh. Dia mencoba memperjelas maksud dua gadis itu. Ternyata, barang-barang mereka memang telah dicuri. Kantung-kantung penyimpanan pemberian Kayvan tak bersisa satu pun, begitu juga dengan barang bawaan Alizeh, hanya pedang suci yang selamat. Itu pun mungkin dikarenakan para penjahat itu tak bisa menyentuhnya.Pintu tiba-tiba diketuk. Gulzar Heer membukanya. Wajah frustrasi Pangeran Fayruza menyembul dari balik pintu. Sang pangeran masuk ke kamar sambil menekan kening.“Apakah barang-barangmu juga dicuri, Fay?” tebak Gulzar Heer.“Di sini juga?”Gulzar Heer mengangguk.“Hanya pedang suci yang selamat,” tukasnya.Putri Areza tiba-tiba menjerit histeris. Alizeh sampai hampir melepaskan panah angin karena kaget. Gulzar Heer juga mengenggam gagang pedangnya. Sementara Pangeran Fayruza menyalurkan manna bermaksud memer
Bagian 63 Tatapan-tatapan tajam seperti ujung pedang yang menodong. Gulzar Heer segera memberi isyarat untuk membentuk formasi. Pangeran Fayruza dan Alizeh mengambil posisi. Mereka bertiga membentuk lingkaran kecil dengan Putri Arezha berada di tengah-tengah. Tanpa benda sihir pemberian Kayvan, nyawa sang putri bisa saja terancam. Belasan anak panah para pencuri melesat. Gulzar Heer menebaskan pedang untuk mematahkannnya dengan mudah. Sementara Alizeh mencoba menjauhkan dengan embusan angin kencang. Anak-anak panah itu pun tertancap di berbagai tempat, dahan pohon maupun tanah berlumpur. “Mereka hanya rakyat yang menjadi korban ketidakadilan. Sebisa mungkin kita tidak melukai mereka!” perintah Gulzar Heer. “Bagaimana caranya? Nyawa kita terancam, Nona Kesatria!” ketus Alizeh yang tampaknya sedikit tidak terima. Gulzar Heer berpikir keras sembari terus menangkis serangan anak panah. Dia memahami pemikiran Alizeh. Orang-orang di
Pangeran Heydar memasuki pondok dengan wajah semringah. Nyanyian terlantun merdu dari bibirnya. Shirin yang tengah mengelus perut seketika mengalihkan pandangan."Kau tampak senang, Sayang. Ada apa?"Pangeran Heydar menghampiri Shirin, mendekap dari belakang. Lengan kekarnya melingkar erat di pinggang sang istri. Dia meletakkan dagu di bahu Shirin, lalu memejamkan mata sejenak."Ya, Sayang. Ada kabar yang sangat membahagiakan."Shirin melepaskan pelukan Pangeran Heydar. Dia berbalik dengan cepat dan menatap antusias. Wanita itu memang paling tak tahan dengan rasa penasaran."Kabar gembira apa, Sayang? Jangan membuatku penasaran!" cecarnya.Pangeran Heydar menyengir lebar, lalu mengecup perut istrinya yang mulai membukit. "Aku mendapat pesan dari Gulzar""Apa? Cepat bacakan! Cepat bacakan!" desak Shirin. Dia hampir saja menjambak rambut sang suami."Tenanglah, Sayang. Pesannya tidak akan hilang jika kamu sedikit bersabar.""Jangan membuatku tambah kesal, Heydar! Kau tahu aku sangat mer
Pangeran Fayruza tersentak, lalu menatap lekat Delaram yang masih tersengal-sengal. Delaram mengatur napas sejenak. Pakaiannya tampak basah oleh keringat. Wajah cantik dan tegas itu sampai memerah."Anda harus ikut saya untuk menyelamatkan Pangeran Heydar!" seru Delaram setelah napasnya lebih teratur.Kecemasan Delaram menular kepada Pangeran Fayruza. "Ada apa dengan Kak Heydar, Bi?" desaknya. Pangeran Fayruza terus menatap lekat meminta penjelasan. Delaram hendak menyahut. Namun, udara tiba-tiba terasa menyesakkan. Aroma mawar menyeruak diikuti kerlipan-kerlipan cahaya keemasan yang semakin lama memperjelas wujudnya, belasan kupu-kupu.Houri langsung melakukan salam penghormatan. Kupu-kupu yang paling indah perlahan menjelma menjadi wanita cantik dengan tiara indah di kepala. Dialah ratu peri kupu-kupu emas. Sang ratu menghampiri Ghumaysa dan menusukkan tongkatnya ke perut wanita itu."Argggh!" Erangan memilukan terasa memekakkan telinga. "Tidak! Tidak! Tidaaak!"Teriakan Ghumaysa m
"Arghhh!" Erangan Ayzard memenuhi udara.Dia langsung melompat ke belakang menghindari serangan Gulzar Heer. Pedang suci menghantam sebongkah batu dan membuatnya hancur berkeping. Ayzard tampak mencengkeram dada kiri dengan napas tersengal. Dia terbatuk, lalu memuntahkan darah. Kabut hitam yang semula memberikan tambahan energi secara terus-menerus tak bisa lagi mengalir ke tubuh Ayzard seperti terhalang sesuatu.Gulzar Heer tak ingin membuang kesempatan. Dia memusatkan kekuatan. Pedang suci berpendar. Kilat putih melesat mengincar Ayzard. Ghumaysa melihat ada yang tak beres pada Ayzard seketika membuat perisai dari kabut hitam.Ledakan besar memekakkan telinga. Kilat putih pedang suci berbelok ke segala arah. Beberapa siluman jahat terbakar olehnya. Sementara itu, Ayzard kembali muntah darah. Ghumaysa mendecakkan lidah.“Si bodoh Heydar pasti melakukan sesuatu yang konyol!” umpatnya, lalu menggertakkan gigi.“Lawanmu adalah kami, Wanita Iblis!” bentak Kyra seraya melesatkan panah-pan
"Ayo kemarilah, Putriku," panggil Ayzard lagi.Ghumaysa yang menyamar menjadi Daria tak ingin ketinggalan. Dia juga menampakkan diri, lalu meracuni pikiran Gulzar Heer dengan ucapan manis. Tak ketinggalan, sihir hitam dalam bentuk kabut tipis diembuskan untuk semakin melemahkan mental."Anakku yang cantik, kami sangat rindu kemarilah," bujuk Ghumaysa."Baik, Ayah, Ibu."Jarak yang memisahkan Gulzar Heer dengan Ayzard dan Ghumaysa semakin sempit. Ayzard diam-diam menyeringai. Tangannya menggenggam erat gagang pedang hitam."Berhenti, Farah! Ayah dan Ibu ada di sini, Anakku!" seruan dari suara yang tak asing menghentikan langkah Gulzar Heer.Dia berbalik. Atashanoush dan Daria berdiri di sana. Kekuatan kasih sayang terhadap anak semata wayang membuat mereka bisa menembus dimensi yang dibuat Ghumaysa dan menampakkan diri."Dasar adik durhaka! Berani kamu menyamar menjadi aku!" bentak Ghumaysa berusaha mengacaukan pikiran Gulzar Heer."Kaulah yang menyamar, Ghumaysa!" sergah Daria yang as
Sudah sepuluh kali Kayvan menghela napas berat. Dia juga terus memandangi langit malam dari jendela menara sihir. Lelaki tua itu mendecakkan lidah, lalu mulai mondar-mandir memutari bejana sihir sambil memijat-mijat kening.Bruk!Kayvan terduduk. Akibat mondar-mandir tak jelas, dia bertabrakan dengan Kaili yang baru memasuki ruangan sambil membawa beberapa alat sihir. Untunglah, pemuda itu berhasil menangkap semua barang bawaannya sebelum membentur lantai. Kalau tidak, bisa-bisa ruangan utama menara sihir akan meledak. "Maafkan saya, Guru," tutur Kaili takzim sembari membantu sang guru berdiri. Tentu saja, dia meletakkan alat-alat sihir dengan hati-hati terlebih dulu."Akulah yang salah sudah menabrakmu."Hening. Kaili diam-diam melirik wajah Kayvan. Mereka menjadi guru dan murid bertahun-tahun. Dia bisa merasakan keresahan hanya dari sorot mata atau bahkan sedikit kernyitan di dahi gurunya."Ada apa, Guru? Apa Anda mencemaskan Nona Shirin?" celetuk Kaili setelah terdiam cukup lama.
Rombongan Gulzar Heer telah tiba di Kerajaan Asytar. Gelembung yang dibuat Pangeran Fayruza perlahan menyembul dari kolam istana. Putri Arezha, Raja Faryzan, Kaili telah menunggu dengan wajah cemas. Mereka kompak menghela napas lega begitu rombongan penyelamat Shirin dan Pangeran Heydar kembali tanpa terluka.Pangeran Heydar langsung berlutut di hadapan ayah dan kakaknya. Meskipun di bawah kendali sihir hitam, ingatan pernah hampir membunuh Raja Faryzan masih terekam. Pangeran Heydar terus menggumamkan kata maaf dengan suara bergetar hebat. Raja Faryzan menepuk bahu sang putra dengan lembut.“Bangunlah, Nak. Kejadian itu sudah terlanjur terjadi, Heydar. Sekarang, lebih baik mencoba menebus kesalahanmu dengan menyelamatkan lebih banyak nyawa.”Pangeran Heydar masih enggan bangun meskipun lututnya tampak terluka. Putri Arezha mendecakkan lidah.“Kenapa kita kembali ke istana? Harusnya kita langsung ke kuil suci!” protes Gulzar Heer.“Tubuhmu baru pulih, istirahatlah dulu,” pinta Pangera
Meskipun sudah melarikan diri sekuat tenaga, para siluman tetap berhasil memblokade jalan. Kini, Shirin dan Pangeran Heydar sudah terkepung. Sekeliling mereka telah dipenuhi siluman dengan seringaian jahat. Gigi-gigi tajam yang meneteskan air liur berbau bangkai meremangkan bulu kuduk."Percuma saja kalian kabur," desis siluman ular dengan lidah menjulur-julur."Heydar, aku akan menarik pedang siluman paling depan itu, bersiaplah untuk menangkapnya," bisik Shirin.Pangeran Heydar mengangguk kecil. Shirin mulai memusatkan manna di telapak tangan kanan, hingga membentuk benang yang sangat tipis. Dengan gerakan cepat, dia melesatkan pisau angin menggunakan tangan kiri ke arah siluman kadal untuk mengalihkan perhatian.Berhasil, siluman kadal terpancing dan mulai menebaskan pedang. Saat itulah, Shirin menggerakkan benang tipis dari manna untuk mengikat gagang pedang si siluman. Meskipun tipis, benang itu memiliki ketahanan dan kekuatan
Ghumaysa dan pasukannya bergerak semakin cepat. Mereka telah berada di perbatasan hutan dengan desa terdekat. Namun, hawa keberadaan Shirin dan Pangeran Heydar malah terbagi ke dalam tiga arah.Arah pertama berbelok ke kanan menuju pedesaan. Arah kedua lurus ke depan melewati pegunungan. Arah ketiga justru terasa kuat di sepanjang Sungai Lispen berbalik ke pusat kota.Ghumaysa mendengkus. Dia sadar bahwa Shirin lagi-lagi melakukannya pengecohan. Hanya ada satu arah yang benar. Ghumaysa memutuskan membagi pasukan menjadi dua kelompok. Satu pasukan ikut dengannya menyusuri pegunungan. Sisanya akan menggeledah desa-desa terdekat. Dia memberi bola kristal kecil yang bisa mendeteksi Pangeran Heydar. Selain itu juga, dia mengirimkan pesan kepada para penjaga untuk menghadang siapa pun yang mencoba memasuki pusat kota.Pengejaran dilanjutkan. Terjalnya jalan, hawa dingin pegunungan, dan gelapnya malam tidak menyurutkan langkah. Ketahanan siluman yang berbeda deng
Kaili memusatkan manna di telapak tangan. Meskipun mungkin tidak akan menyebabkan luka fatal, paling tidak dia bisa memberi kesempatan kepada Ava dan Kyra untuk melarikan diri. Kayvan pernah menceritakannya tentang pengorbanan beberapa pengendali hebat di masa lalu. “Mungkin kali ini adalah giliranku,” gumam Kaili dalam hati. "Kenapa kau bisa ada di sini, Kaili?" Suara merdu yang terdengar tegas dan sedikit ketus membuyarkan konsentrasi Kaili. Bola manna di tangannya seketika terpecah. Serpihannya terlempar ke sembarang arah, membekukan sebagaian rerumputan. Meskipun begitu, ketegangan dan ketakutan sudah raib. Kaili mengenal suara itu. Dia cepat berbalik. Benar saja, wajah cantik Houri sudah menyambutnya. Kaili mengenggam tangan sang peri dan menatap dengan sorot mata memelas. Ava dan Kyra hanya bisa terbengong-bengong menyaksikan hal itu. Mereka memang belum pernah bertemu Houri. "Peri Houri, tolong kami!" pinta Ka