Arya Balaaditya berdiri di depan meja Bima Reksa, kepalanya menunduk ke arah orang tua yang sedang duduk sambil memeriksa dua gulungan itu, "Sekarang Paman tahukan bahwa semua ini sudah di rencanakan," ujarnya. Bima Reksa mengangguk dan mengangkat wajahnya yang terlihat sedih dan kecewa, "Jadi ini jebakan! Jadi Gusti Adi Wijaya menjebakku?" Kenapa? Bukankah selama ini Bima Reksa telah setia kepadanya, dia bahkan membunuh hati nuraninya demi menjalankan perintahnya. Namun balasannya adalah dia di jadikan umpan untuk meredam skandal yang di buat putranya sendiri. Bima Reksa kira kematian palsunya adalah bentuk dari kasih sayang seorang raja pada abdinya rupanya hanya kompensasi semata. Arya Balaaditya bersedekap, "Bukan! Ada sosok yang ingin menghabisi Damarjati dan para rekannya untuk menutupi rahasianya. Aku yakin Damarjati dan rekannya tahu segalanya. Bukankah waktu itu mereka yang bertugas untuk menyelidikinya?" "Tapi Adi Wijaya yang menyimpan dua gulungan perintah itu. Itu art
Kumala tidak terima, dia melotot dan berteriak, "Kasar sekali kamu! Apa kamu tidak tahu sopan santun? Orang tuamu pasti tidak menjarimu adab kan? Aku saja yang kehilangan Ibuku saat melahirkanku dan Romoku sakit lalu meninggal saat aku masih kecil tetap bisa bersikap dengan baik. Sedangkan kamu sangat memalukan!" Kumala sengaja menceritakan kemalangannya dan membandingkan dirinya di depan orang, agar citra Candramaya menjadi buruk.Indrayana melotot, dia menegur, "Kamu diam saja Kumala! Kamu tidak tahu apa-apa!" Kumala tahu orang tua Candramaya telah meninggal, tapi dia tidak tahu penyebabnya. Jadi dia tetap akan menyudutkan gadis itu, lagian ada kakeknya. Semua pasti tidak berani menyentuhnya. Kumala memelankan suaranya, dia tampak sedih, "Aku takut perilaku Candramaya membuat Tuan malu."Candramaya berkata dengan gigi bekertak, "Kamu benar, orang tuaku tidak mengajari adab dan sopan santun padaku. Tapi Paman dan Bibiku mengajarinya. Jika kamu punya sopan santun! Kenapa kamu menari
Arya Balaaditya memicingkan matanya, "Syarat?""Aku ingin Kumala dinikahkan dengan putramu, Pangeran Indrayana Arya," ujar Bima Reksa tanpa ragu.Semua orang tertegun, mereka tidak percaya. Beraninya Bima Reksa meminta syarat seperti itu. Apa dia sudah kehilangan akal atau kehilangan rasa malu. Bukankah jika Bima Reksa bergabung itu juga untuk membersihkan namanya. Dia di tuduh sebagai pembunuh dan menghianati raja. Padahal dia hanya bawahan yang menjalankan perintah majikannya.Kumala menatap Candramaya lalu tersenyum meremehkan.Candramaya tampak acuh, kali ini dia hanya duduk dengan tenang. Dia berkata lirih, "Sekarang kita lihat, sebesar apa kamu mencintaiku."Wajah Indrayana menjadi masam, "Cucu dan Akinya sama saja," batinnya."Indrayana sudah menikah, mereka saling mencintai," ujar Wismaya. Dia tidak ingin gadis ular itu berada di antara Indrayana dan keponakanya.Bima Reksa menghela nafas, dia sudah tahu jika semua orang akan menentangnya, tapi dia hanya butuh persetujuan buka
Wajah Arya Balaaditya tampak dingin dan acuh, "Jangan mengancamku, Paman!"Bima Reksa tetap kekeh, "Arya Balaaditya, semua akan sulit tanpa bantuanku." Arya Balaaditya menghela nafas, dimatanya terlihat rasa kekecewaan yang begitu besar. "Paman ... semua yang ada di sini mempunyai tujuannya masing-masing. Wismaya dan ketiga temannya ingin keadilan untuk mendiang keluarga mereka. Candramaya ingin keadilan untuk orang tuanya. Indrayana ingin mendapatkan kembali haknya. Dan aku ingin membersihkan namaku. Dan Paman juga kan. Kita punya musuh yang sama. Kita punya keinginan yang sama. Lalu kenapa hanya Paman yang meminta syarat!"Bisa di bilang orang-orang itu terjadlin ikatan kaena takdir mereka saling berkaitan. Bima Reksa terdiam sejenak, dia menunduk dan hatinya mulai goyah. Dia merasa, dia adalah orang yang sangat egosi. Dia berkata lirih karena malu, "Aku hanya ingin menjamin hidup cucuku."Arya Balaaditya akhirnya duduk, dia mengesap tehnya. "Darma ... tolong ambil kembali gulunga
Arya Baladitya memerintahkan tugas mereka masing-masing. " Darma dan Ki Sentot kalian datanglah ke ibukota Harsa Loka, sebarkan kabar tentang pelaku yang suka menculik para gadis telah kembali. Buat agar sedramatis mungkin. Karena dengan begitu, berita itu akan menyebar luas dengan sendirinya ke segala penjuru wilayah Harsa Loka. Kita akan memanfaatkan ketakutan rakyat untuk mengusik ketenangan Adi Wijaya." "Baik ... akan kami lakukan, Ketua," ujar Darma dan Ki Sentot. "Dan sekarang sudah saatnya aku menunjukan diriku," Arya Balaaditya menjeda ucapannya. Tatapannya menjadi tajam dan penuh keyakinan. Lalu setelahnya tatapan pria itu beralih kearah keempat para punggawa Harsa Loka. "Dan kalian berempat, gunakan surat perintah dari Adi Wijaya untuk mengejarku," ujar Arya Balaaditya. Pria itu tersenyum penuh arti. Sedangkan Wismaya dan teman-temannya juga ikut tersenyum. Mereka akan mulai bersandiwara dengan seolah-olah mengejar Arya Balaaditya dan membuat pelaku sesungguhnya terkec
Pengawal yang berjaga membuka pintu, mereka berdua tampak marah jadi berbicara dengan keras karena suara mereka teredam oleh suara air hujan. Tentu saja kedua pengawal itu tidak akan memberi izin, "Jangan lancang! Kenapa terus berteriak?""Aku ingin menyampaikan sesuatu! Tolong antarkan aku menghadap Gusti Prabu. Aku tahu di mana Arya Balaaditya berada," Kumala membungkuk dan menyatukan tangannya. Wajahnya pucat dan tubuhnya menggigil.Dua pengawal itu tentu tidak percaya begitu saja. Mana mungkin buronan seperti Arya Balaaditya yang sudah hampir 15 tahun menghilang bagaikan di telan bumi itu kembali. "Jika kamu ingin mengeluh, datang besok saat ada pertemuan di balai istana. Gusti Prabu sedang istirahat," ujar salah satu pengawal."Tidak! Ini sangat penting. Ini masalah Arya Balaaditya. Aku harus bertemu sekarang," ujar Kumala dengan gigi gemeletuk karena kedinginan. Mereka telah menghinanya jadi sekarang mereka harus mendapatkan balasan yang setimpal. Bahkan harus lebih kejam. Dua
Pupil mata Adi Wijaya melebar, namun dengan cepat Adi Wijaya menutupi rasa keterkejutannya dengan tertawa, "Kamu cucu menantuku rupanya. Siapa orang tuamu?""Hamba anak yatim piatu. Hamba sebatang kara, maka dari itu hamba mohon keadilan dari Gusti Prabu. Hanya Kang Mas Indrayana yang hamba miliki di dunia ini, hiks ... " Kumala menangis dengan pilu. Kebohongannya semakin menjadi-jadi.Akting Kumala memang hebat, hanya saja Adi Wijaya tidak peduli. Dia juga tidak suka cucunya menikah dengan gadis yang tidak jelas asal-usulnya. Adi Wijaya memijit keningnya, bagaimana bisa cucunya menikahi sembarang gadis. Dan lebih parahnya, dia juga menjalin hubungan dengan putri Damarjati. Bagaimanapun Indrayana adalah cucunya. Dia membenci Arya Balaaditya tapi tidak dengan cucunya. Darahnya mengalir di dalam tubuh anak itu.Adi Wijaya menghela nafas dan mencoba menahan diri untuk mendapatkan simpati gadis itu. Tujuannya adalah mendapatkan banyak informasi tentang Arya Balaaditya dari gadis itu. "Apa
Saat pintu terbuka mata Saka terbelaklak, dia tercengang bukan main. Bukan karena terpesona melainkan kaget dengan dandanan Kumala yang begitu mewah dan terkesan norak. Dia memakai kain sutra terbaik dan rambutnya terlihat begitu berat dan ramai dengan banyak hiasan yang terbuat dari emas. Begitu juga dengan riasannya yang begitu tebal. Dan perhiasan emas yang dia kenakan."Apa gadis ini benar-benar waras," batin Saka. Pria yang biasa selalu acuh dengan sekitar dan sibuk dengan dunianya kini teralihkan.Pemandangan itu benar-benar membuat matanya sakit."Aku sudah selesai," ujar Kumala, dia mengangkat dagunya dan berjalan lebih dulu.Ketakutan Saka saat ini bukanlah pertempuran yang mengancam hidupnya. Dia lebih takut jika perahu yang nanti mereka tumpangi terbalik dan Kumala akan tenggelam ke dasar laut akibat tubuhnya yang terlalu berat karna emas-emas yang dia kenakan.Saka naik ke atas kuda, sedangkan Kumala hanya berdiri dengan wajah masam. Gadis itu mulai bertingkah, " Apakah k
"Ada hal penting, Kang Mas?" tanya Asri Kemuning. Wanita itu merasa khawatir setelah melihat perubahan wajah suaminya.Merasa tidak puas dengan jawaban Ayahnya, Indrayana menggunakan kekuatan Batu Merah Delima yang ada di keningnya. Pesan itu berisi 'Pangeran Narendra telah menganiaya seorang gadis bernama Kumala. Gadis itu sudah berhasil selamat.' Setelah membaca pesan itu, Indrayana cukup kaget. Apa Kumala yang ada di surat itu adalah Kumala yang dia kenal atau orang lain.Entahlah!Tapi yang pasti adalah tugas dari Respati adalah menjadi mata-mata. Indrayana melirik Candramaya, dia membelai wajah dingin istrinya lalu bertanya, "Kamu bosan ya?"Candramaya hanya mengangguk lalu berbisik, "Bawa aku dari sini."Indrayana menyeringai lalu berkata, "Romo ... Ibu ... Aku akan membawa istriku jalan-jalan.""Baiklah ... " ujar Asri Kemuning."Candramaya izin keluar dulu," ujarnya dengan canggung. Asri Kemuning dan Arya Balaaditya mengangguk. Setelah memastikan putra dan menantunya pergi,
"Oh maaf ... Kisanak! Silahkan lanjutkan," ujar pria yang menyela dengan canggung.Kebo Ireng melanjutkan ceritanya dengan wajah yang tegang dan serius, "Untungnya tidak ada korban, kebetulan bukit itu tidak pernah di jamah oleh orang. Jika saja tidak terjadi longsor, pasti jasad-jasad itu tidak akan pernah ditemukan."Seno Aji ikut menimpali, "Jasad-jasad itu dikumpulkan dan kebetulan ada jasad yang masih baru. Jasad gadis itu dalam keadaan tanpa busana, tubuh dan wajahnya penuh memar. Bahkan di area kemaluannya penuh darah. Sepertinya selain dianiaya, gadis itu juga di lecehkan. Karena penasaran kami datang dan melihat proses pemakaman masal itu. Dan mulai detik itu, aku selalu mual saat makan. Benar-benar mengenaskan, aromanya sangat busuk dan menusuk hidung. Hoek!"Seseorang di belakang tubuh Seno Aji memijit lehernya. Seno Aji kali ini benar-benar muntah, semua isi perutnya keluar. Pria itu tampak lemas dan pucat.Pemilik warung dengan sigap menyodorkan minuman, "Ini minum lagi,
Bima Reksa menaruh kapaknya, dia berjalan mendekati cucunya yang dalam keadaan menyedihkan. "Kumala ... katakan! Apa yang terjadi?" tanyanya dengan perasaan hancur. Pria tua itu membelai kepala cucunya dengan kasih sayang.Bima Reksa dipenuhi dengan banyak pertanyaan atas hal buruk yang telah di alami cucunya.Lidah Kumala terasa keluh, dia hanya bisa berhambur memeluk tubuh kakeknya dan menangis. Bima Reksa merangkul cucunya untuk masuk ke dalam rumah, "Bibi ... " panggil Bima Reksa.Pelayan rumah itu datang, namun langkahnya terhenti dan tenggorokannya tercekat, "Hah! Raden Kumala?"Kumala terus saja menangis, "Hiks! Aki ... to-long! Pangeran Narendra!"Deg!Jantung Bima Reksa rasanya mau copot, dia menggelengkan kepalanya dan menampik pikiran buruknya. "Nak! Pangeran Narendra tidak memaksamu kan?"Kumala kembali menangis, dia mengangguk. Sorot mata gadis itu terlihat sedih dan putus asa, "Pria itu telah menganiayaku, Aki!" ujar Kumala lirih. Tangisnya pecah dan semakin pilu.Pria
Pertanyaan itu membuat Damayanti Citra berhenti bersenandung, wajah dinginnya semakin dingin. Tiba-tiba bulir bening jatuh dari sudut matanya namun bibirnya membentuk seringai iblis. Ada pergolakan batin yang wanita itu rasakan, namun lagi dan lagi. Damayanti Citra memilih menjadi monster dengan membunuh hati nuraninya. Suasana hangat di ruangan perjamuan berubah menjadi hening dan mencekam. Saat mereka merasa terancam, mereka langsung berdiri dan ingin segera pergi. Namun mata mereka seketika terbelaklak dan jantung yang seolah di paksa untuk berhenti berdetak. Saat para pengawal setia Damayanti Citra yang berdiri di belakang mereka mengangkat pedang. Dan dengan gerakan cepat pedang yang mengkilap itu menebas tubuh yang ada di depannya. Zrak!! Akkkkhh! Suara jeritan kesakitan mereka menggema memenuhi ruangan perjamuan yang luas. Bruk! Satu persatu tubuh-tubuh itu jatuh bergelimpangan di lantai. Darah mereka menciprat ke segala tempat. Dinding berwarna putih pucat kin
Seperti ada petir yang menyambar hati Puspita Sari, dia tidak menyangka suaminya akan mengungkit itu semua. Dia pikir selama 15 tahun ini Adi Wijaya telah sepenuhnya ada di kendalinya. Ucapan Adi Wijaya berhasil membungkam mulutnya, bahkan remasan tangannya melonggar dan matanya melebar. Dia tertegun sekarang dan tidak bisa berkata-kata apa-apa lagi.Setiap kali Adi Wijaya ingin menjenguk putri dan istrinya, Puspita Sari selalu melarang. Dia selalu berkata jika kepergiannya akan menarik perhatian dan membuat orang curiga.Walaupun Puspita Sari selalu mengatakannya dengan nada lembut. Tapi larangannya terdengar seperti ancaman.Melihat reaksi Puspita Sari, Adi Wijaya sontak menampik tangan istrinya dengan jijik. Sebelum dia pergi dia mengatakan hal yang membuat istrinya itu hampir pingsan, "Kalau kamu sangat mencintai putramu itu, maka pertaruhkan saja posisimu sebagai permaisuri negeri ini. Dan bela putramu sampai mati. Heh!!""Itu tidak mungkin, Kang mas!" teriak Puspita Sari tidak t
"Gadis itu pasti tidak akan bisa keluar dari tempat ini, Romo," ujar Damayanti Citra lirih. Dia merasa ragu sebenarnya karena sampai detik ini para pengawal itu belum datang dan membawa gadis itu di hadapannya."Kamu yakin?" tanya Adi Wijaya dengan sebelah alis terangkat.Tenggorokan Damayanti Citra seketika tercekat, wajahnya kini memucat. Dia tidak bisa berkata apa-apa karena sebenarnya dia juga ragu. Melihah reaksi menantunya, Adi Wijaya berdecis sinis, "Kamu juga ragukan!!"Bulu mata Damayanti Citra terkulai, dia mulai resah, terlihat dari kedua tangannya yang saling meremas kuat. Wanita itu takut rahasianya dan Narendra terbongkar. Dia memang tidak berharap suaminya naik tahta karena perangainya itu yang gila akan wanita. Dia hanya takut jika rahasia yang sudah tersimpan selama 15 tahun terkuak ke halayak ramai. Itu pasti akan berpengaruh pada posisi putranya sebagai Putra Mahkota.Karena ambisi besar Damayanti Citra adalah putranya harus naik tahta dan garis keturunannya lah ya
Respati membeku di tempat setelah membuka pintu, tanaman yang dia pegang jatuh dari tangannya saking terkejutnya. Bagaimana tidak? Ada seorang gadis yang berpenampilan berantakan, pakaiannya koyak dan wajahnya babak belur sedang meringkuk di dalam dapur istana. Dia sebenarnya ingin merebus tanaman obat, tapi yang dia lihat sungguh membuatnya tercengang.Dalam sekejap, rasa terkejutnya berubah menjadi rasa takut. Respati bahkan merasa gemetar, takut dan iba secara bersamaan. Namun dia juga harus waspada, takut jika kelak dia yang akan disalahkan mengenai kondisi gadis tersebut."Pengawal!!" teriak Respati, dia segera berbalik badan berniat meninggalkan tempat itu.Mendengar pria itu berteriak memanggil pengawal membuat Kumala terbelaklak, tubuhnya semakin gemetaran. Rasa takut kini telah memenuhi hatinya.Dalam ketakutan itu, Kumala melakukan satu-satunya hal yang bisa dia lakukan. Gadis itu merangkak lalu menyentuh kaki Respati. Dia langsung bersimpuh di depan pria bernama Respati. Ta
Setelah para pengawal pergi dari hadapannya. Damayanti Citra menghapus air matanya. Mata sendu Damayanti Citra berubah dingin, "Malam ini akan sangat seru!" ujarnya dengan sudut bibir terangkat. Wanita itu masih berdiri, menyaksikan para pengawal pergi dari hadapannya. Gerombolan para prajurit itu memecah menjadi beberapa grup untuk menunaikan perintah dari Putri Damayanti Citra. Mereka menyisir area Istana Kanoman dan bagian istana lainnya. Damayanti Citra begitu percaya diri, bahwa gadis itu pasti akan segera tertangkap. Sebenarnya dia memang sedih dengan keadaan suaminya, tapi dia juga kesal karena kesenangannya tertunda. Dia sakit hati karena ulah suaminya. Namun dia senang saat melihat gadis yang bercumbu dengan suaminya meregang nyawa, setelah menenggak racun racikannya. Ada kepuasan yang dia rasakan saat para gadis itu mati dengan cara perlahan. Namun sekarang kepuasan itu tidak bisa dia rasakan karena gadis itu telah kabur. Mata Damayanti Citra memerah, dia berkata dengan
Kumala merintih ketika bangun karena area sensitivnya sangat sakit, "Ooowww!" Gadis itu akhirnya kembali duduk, dia meringis sambil memegang area bawah perutnya. Kumala bahkan melihat bercak merah yang ada di atas seprei, rasa sakitnya bertambah. Air matanya tak mampu dia bendung. Kesuciannya benar-benar telah di renggut. Masa depan Kumala memang sudah hancur tapi dia harus tetap hidup. Gadis itu segera bangun walaupun langkahnya begitu berat, rasanya sangat sakit. Saat dia berdiri darah kesuciannya mengalir sepanjang kakinya. Dia berjalan dengan tertatih seperti berjalan di atas duri. Karena tidak ingin mati konyol. Gadis tu memilih kabur lewat jendela kamar yang terhubung dengan taman istana Kanoman. Dia mengabaikan rasa sakit yang dia rasakan. Saat Kumala berhasil keluar dari kamar terkutuk itu, dia bergegas untuk segera melarikan diri. Dia berjalan dengan darah yang masih menetes di sepanjang rumput yang dia pijak. Saat berjalan menyusuri ruang tamu kediaman Narendra. Dia