Beranda / Pendekar / Keris Bunga Bangkai / 158 - Beban Dan Amanah

Share

158 - Beban Dan Amanah

Penulis: Rytíř
last update Terakhir Diperbarui: 2022-05-31 23:20:49

Satu-satunya alasan bagi seorang Ki Bayanaka meninggalkan jabatan sebagai Dharmadhyaksa adalah karena kepercayaannya pada kebijaksanaan muridnya, sang Raja Marajaya sebelumnya, Mahesa Aryasatya, dalam mengemban amanah tersebut.

Namun sekarang, sepertinya Ki Bayanaka mulai merasa kecewa hingga membuatnya terpaksa untuk meninggalkan Gunung Saranggih beberapa tahun terakhir.

“Padahal Abimana sudah berjuang keras untuk mengikuti pemikiranmu, meyakinkan Batara Jayantaka agar sibuk memperhatikan rakyatnya. Sudah lebih dari sepuluh tahun, Cakradwipa hanya sibuk mempekuat pertahanannya dan menyejahterakan kehidupan rakyat tanpa harus memulai perang dengan kerajaan lain. Tahu-tahu sekarang kau malah menyerang benteng perbatasan Cakradwipa,” tutur Ki Bayanaka pada Tarendra.

“Jadi beberapa tahun belakangan ini Guru meninggalkan padepokan untuk menemui Abimana? Sama sekali tak menyempatkan singgah di kekeratonan yang seharusnya jauh lebih dekat?” tanya Tarendra.

“Itu karena aku percaya kau akan m
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Keris Bunga Bangkai   159 - Penyembuhan Dengan Energi Jiwa

    Sesaat kemudian, Ki Bayanaka berdiri meninggalkan dua orang prajurit yang dirawatnya, dan berjalan mendekati Rangkahasa. Bukan karena kasihan, tapi hanya sebatas penasaran.“Jadi dia sempat bertarung dengan Abimana?” tanyanya.“Bukan hanya sempat lagi, guru. Kangmas Abimana sebenarnya ikut dalam peperangan hanya menghadapi satu orang pemuda ini saja hingga dia menarik pasukannya begitu berhasil mengalahkannya,” jelas Tarendra.“Kau bilang, Abimana turun ke medan perang hanya untuk meladeni satu orang pendekar muda ini?” tanya Ki Bayanaka kembali bertanya dengan raut wajah yang tak percaya.Tarendra hanya mengangguk sedikit, dan Ki Bayanaka pun terdiam seperti sedang memahami sesuatu.“Bisa berhadapan satu lawan satu dengan Abimana dan masih bisa selamat dengan kondisi yang sudah separah ini,” gumamnya nampak berpikir.“Tolonglah, Ki! Ini bukan hanya soal nyawa satu orang prajurit. Keberadaannya sangat penting untuk keselamatan 12 orang prajurit lain dalam pasukanku,” pinta Bayantika k

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-31
  • Keris Bunga Bangkai   160 - Darah Yang Merusak

    Saat ini dia sudah mulai tahu bahwa semua prajurit itu mengalami luka dalam yang serius dan sedang dirawat oleh Ki Bayanaka dengan menggunakan energi jiwa. Namun penggunaan energi jiwa untuk penyembuhan tidaklah sesederhana menarik energi itu keluar.Arifin pun merasa ragu bercampur khawatir karena ini menyangkut keselamatan orang, terlebih soal keselamatan Rangkahasa. Dia paham betul, kekhawatiran itu juga beresiko mempengaruhi kemampuannya untuk menggunakan energi jiwa tersebut.“Dilihat dari reaksimu, sepertinya kau cukup mengerti resikonya,” tutur Ki Bayanaka memastikan.“Aku belum pernah mencoba melakukannya untuk menyembuhkan luka dalam, Tuan” sahut Arifin.“Jangan panggil aku Tuan. Panggil saja Ki Bayanaka. Coba kau perlihatkan bagaimana kau bisa melakukannya,” seru Ki Bayanaka.Mes

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-01
  • Keris Bunga Bangkai   161 - Kemarahan Ki Bayanaka

    Hingga tak ada lagi darah hitam yang keluar, dan hanya ada darah merah yang normal mengalir dari tusukan jarum tersebut, barulah Ki Bayanaka menyudahinya. Keningnya pun mulai berkeringat setelah cukup lama menggunakan tenaga dalam.“Sekarang kita akan masuk pada bagian yang paling sulit. Membiarkannya kehilangan darah sebanyak ini bukanlah perkara yang sepele,” tutur Ki Bayanaka sembari menyeka keringat di keningnya.Ki Bayanaka meminta Bayantika untuk kembali membaringkan tubuh Rangkahasa. Setelah itu, dia meletakkan kedua kerambit itu di kening dan di atas dada Rangkahasa. Sejurus kemudian, dia menempatkan kedua telapak tangannya di atas kedua kerambit itu dan mulai mengerahkan tenaga dalam penyembuhannya.“Anak muda, ke sinilah sebentar!” seru Ki Bayanaka pada Arifin. “Duduklah di depan sana dan taruh kedua telapak tanganmu di atas tanganku ini.&r

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-01
  • Keris Bunga Bangkai   162 - Berserah Pada Takdir

    Tarendra tahu kalau gurunya itu sudah berkali-kali mengingatkannya soal itu. Namun, dia tak menyangka gurunya akan menjadi semarah itu karenanya. Tanpa pikir panjang, Tarendra pun langsung berlutut di hadapan gurunya untuk memohon ampun. “Guru, tolong jangan salah paham dulu. Ini benar-benar sebuah kecelakaan. Aku tidak pernah menyalahi pantangan guru untuk mendekati keris terkutuk itu. Para prajurit ini menjadi tumbal oleh ambisi orang lain yang menggunakan keris itu,” jelas Tarendra. Mendengar pengakuannya itu, Ki Bayanaka pun memejamkan matanya, menarik nafas dalam-dalam dan aura yang mencekam itu pun berangsur reda. “Benar kau tak sengaja mencari cara untuk mendekati keris terkutuk itu?” tanya Ki Bayanaka memastikan dengan nada penuh intimidasi pada Tarendra. “Ampun, Guru. Mana mungkin aku akan berani melanggar pantangan guru,” jawab Tarendra. “Sekarang kau paham, kenapa aku tak henti-hentinya mengingatkan kalian untuk tidak mendekati senjata itu, kan?” sahut Ki Bayanaka beret

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-01
  • Keris Bunga Bangkai   163 - Kabar Buruk

    Begitu dia keluar dari tenda itu, Ki Bayanaka langsung saja berjalan ke arah benteng. Sesaat kemudian, dengan mudahnya dia melompati pagar benteng setinggi 7 tombak. Dari sana dia melangkah ke koridor lantai dua yang jaraknya sendiri cukup jauh dari pagar benteng tersebut.Dia menyusup begitu mudah, dan seperti biasanya selalu menyembunyikan hawa keberadaannya. Tak seorang pun prajurit penjaga pagi itu yang menyadari. Tahu-tahu dia sudah berpas-pasan dengan seorang prajurit di ujung koridor itu, dan dengan entengnya Ki Bayanaka menyapanya.“Wajahmu terlihat begitu letih. Apa kau berjaga sedari malam?” tanya Ki Bayanaka sambil lewat.“Iyaa,” jawab prajurit itu sambil lalu, sembari menguap dengan meregangkan satu lengannya ke atas.Sesaat kemudian, baru prajurit itu merasa keheranan siapa yang baru saja menyapanya. Ketika dia berbalik ke

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-02
  • Keris Bunga Bangkai   163 - Situasi Genting Marajaya

    Padahal belum berapa lama dia berada di Benteng Ujung Kandis itu sejak meninggalkan kekeratonan Marajaya. “Bagaimana bisa?” gumam Danadyaksa nampak begitu sulit untuk mempercayai berita tersebut. “Padahal, yang memimpin benteng itu adalah Panglima Adji Antharwa sendiri, Panglima paling senior di kerajaan kita.” Tarendra pun sama bingungnya dengan perkembangan situasi tersebut. “Mengingat wataknya, cukup sulit bagiku untuk membayangkan Panglima Adji Antharwa semudah itu menarik mundur pasukannya,” tutur Tarendra menyangsikan. “Anu, soal itu. Panglima Adji Antharwa sendiri beserta prajuritnya masih tak jelas kabarnya sampai saat ini. Kemungkinannya, beliau sudah tewas atau setidaknya ditawan oleh musuh. “Lalu, bagaimana kalian sampai mendapatkan kabar ini?” tanya Danadyaksa. “Kami hanya mendapatkan laporan dari prajurit pengawas bahwa di benteng itu saat ini sudah berkibar bendera Kerajaan Telunggung. Tak satupun dari prajurit kita yang kembali untuk memberikan kabar ini,” lanjut

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-02
  • Keris Bunga Bangkai   165 - Perpisahan

    Sementara itu, Arifin sudah tertidur begitu dia sudah leluasa mendapatkan tempat untuk berbaring sejak ditinggal oleh para prajurit tersebut.“Bagaimana keadaannya, Ki?” tanya Bayantika soal kondisi Rangkahasa.“Dia sudah melewati masa kritisnya. Tapi tak ada juga kepastian kapan dia akan sadar,” jelas Ki Bayanaka. “Kenapa? Tampangmu terlihat begitu gusar kulihat,” lanjutnya.“Sepertinya kami harus segera pergi dari tempat ini. Tapi...”“Kenapa? Kau takut tak bisa bertahan tanpa dua orang ini?” tanya Ki Bayanaka beretorika, seakan sudah mengerti apa yang dikahwatirkannya. “Kau tak bisa terus-terusan bergantung pada orang lain,” lanjutnya memberi nasehat.“Tapi, Ki. Tak seorangpun dari kami yang mampu menggunakan energi jiwa seperti ya

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-03
  • Keris Bunga Bangkai   166 - Perjumpaan Yang Sesaat

    Pada sore harinya, seperti yang dikhawatirkan oleh Bayantika, dua orang prajurit pengintai dari Kerajaan Cakradwipa mendekati Benteng Ujung Kandis. Mereka adalah Yudhi dan Bashran yang terkenal memiliki kemampuan pengamatan jarak jauh yang lebih baik dari yang lainnya.Bashran yang cukup yakin bahwa benteng itu benar-benar sudah ditinggalkan, memilih untuk menghampirinya lebih dekat.Ki Bayanaka yang sudah merasakan kehadiran kedua orang itu, langsung saja keluar dari tenda, dan membuat kedua orang itu sedikit kaget sekaligus bingung.“Ki Bayanaka?” gumam Bashran termangu.Setelah itu dia mengajak Yudhi untuk bersegera menghampiri orang tua tersebut. Meskipun begitu, mereka tetap was-was dan berhati-hati sembari melirik ke sekeliling.“Kalian tak perlu risau. Mereka sudah pergi dan meninggalkan benteng ini,” jelas

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-03

Bab terbaru

  • Keris Bunga Bangkai   197 - Pendekar Misterius Di Daerah Perbatasan

    Dia terlihat menggerak-gerakkan tangannya seperti mencoba memeriksa apakah tangannya sudah bisa digunakan. Sesaat kemudian, Nyi Lorong menarik tenaga dalamnya, seperti berniat menghadapi pendekar misterius itu lebih serius.Namun tiba-tiba, potongan kepala pria yang bernama Mantir itu tergeletak di dekat kakinya. Sementara tubuh si Mantir masih berdiri dengan leher seperti terbakar oleh api. Begitu juga dengan bagian leher di potongan kepala tersebut, seperti terselubung oleh api.Anehnya, tubuh tak berkepala itu masih bisa berjalan ke arah Nyi Lorong seperti mencari kepalanya. Tubuh itu memungut kepala tersebut dan kembali menempelkannya.“Apa-apaan kalian ini?” guman salah seorang pendekar misterius itu.Nyi Lorong pun mulai tertawa seperti merasa begitu senang mempermainkan kewarasan mereka.Tiba-tiba, pendekar misterius lainnya berseru memanggil temannya itu untuk menjauhi Nyi Lorong.“Lindo Aji, menjauhlah!” panggilnya. “Sudah jelas mereka adalah sebangsa siluman. Pedang biasa ta

  • Keris Bunga Bangkai   196 - Ajian Peluruh Indra

    Sementara itu, kondisi di perbatasan antara wilayah Marajaya dan Telunggung masih belum juga reda seperti yang mereka kira. Memang, Benteng Kalaweji yang dijaga oleh Panglima Danadyaksa masih terlihat aman tanpa ada gangguan. Begitu juga dengan benteng perbatasan bagian utara dari Kerajaan Telunggung. Namun hutan-hutan belantara di antara kedua benteng itu mengalami kekacauan. Para genderuwo masih berkeliaran mengusik ketenangan hutan. Mayat-mayat dari sebagian mereka juga semakin bertambah bergelimpangan di tengah hutan tersebut. Sebagian dari prajurit yang menjaga Benteng Kalaweji memang menyadari kegaduhan itu. Mereka sering melihat burung-burung ataupun kelelawar di senja haru berterbangan seperti terganggu oleh sesuatu. Namun tak satupun dari mereka yang berani untuk pergi memeriksa, dan memang Panglima Danadyaksa tak sekali pun memberikan perintah. Sekelebat bayangan bergerak cepat di atara pepohon, dan sesaat kemudian dia pun bersuara begitu keras. “Saprol! Apa kau belum jug

  • Keris Bunga Bangkai   195 - Keputusan Rangkahasa

    Namun ternyata, apa yang mereka khawatirkan sedikit meleset. Ki Bayanaka tak pernah menolak permintaan orang yang ingin belajar padanya. Yang ada, hampir semua yang ingin berguru padanya memilih berhenti karena beratnya latihan yang diberikan. Sementara itu, Rangkahasa sendiri tak pernah sekali pun meminta berguru pada orang tua tersebut. Dia hanya mendirikan sebuah gubuk sederhana di tengah-tengah hutan, sedikit agak jauh dari padepokan Ki Bayanaka. Namun tempatnya tak juga terlalu jauh agar dia selalu bisa berkunjung menemui Dharma dan Indra. Sering kali dia datang hanya untuk mengganggu teman-temannya itu. Karena sudah memilih untuk hidup mengasingkan diri, dia tak sekalipun menyia-nyiakan waktu untuk tetap bersama selagi masih ada kesempatan. Malamnya, dia selalu pergi mengasingkan diri di gubuk yang dia bangun sendiri di tengah-tengah hutan. Sesekali Dharma ikut menemaninya, tapi tak juga terlalu sering karena harus meneruskan latihannya. Panglima Tarendra sendiri pada akhirnya

  • Keris Bunga Bangkai   194 - Perpisahan

    Setelah menyelesaikan kekisruhan di kekeratonan Marajaya, Tarendra memerintahkan Bayantika untuk membawa semua prajurit khususnya untuk kembali ke pusat kekeratonan. Sementara itu, Panglima Danadyaksa tetap bertahan menjaga daerah perbatasan di Benteng Kalaweji.Panglima Adji Antharwa pun diperintahkan kembali oleh Prabu Yashaskar menjaga wilayah bagian timur. Tarendra sendiri memilih kembali ke Gunung Saringgih. Seperti yang dikatakan oleh Ki Bayanaka, dia harus kembali mengulangi ujian Tapa Adi Luhur sebelum menerima tahta kerajaan dari Prabu Yashaskar.Seperti biasanya, Ki Bayanaka sudah pergi lebih dulu di malam hari tanpa memberikan kabar seorang pun. Tinggal Tarendra sendiri yang akan melakukan perjalanan itu bersama Dharma.“Apa akan lama?” tanya Bayantika pada Tarendra.“Ditambah dengan waktu yang harus kutempuh untuk perjalanan, serta waktu untuk persiapan sebelum melakukan ujian tersebut, paling tak akan sampai dua minggu. Ujian Tapa Adi Luhur sendiri hanya berlangsung tiga

  • Keris Bunga Bangkai   193 - Melepaskan Beban

    Melihat Tarendra yang murka seperti itu, semua yang ada di ruangan itu pun langsung bereaksi.“Lihatlah! Pada akhirnya, wajah aslimu pun akhirnya keluar,” sanggah Wisanggeni.Wisanggeni pun memegangi gagang pedangnya, langsung berteriak untuk memanggil semua prajurit kekeratonan untuk segera masuk melindungi sang Prabu.Semua prajurit kekeratonan yang baru saja dipanggil masuk oleh Wisanggeni sudah memenuhi ruangan tersebut. Tarendra pun melirik ke sekelilingnya, namun tak sedikitpun raut wajahnya berubah.“Kau pikir prajurit sebanyak ini bisa menyelamatkan lehermu dari pedangku, Wisanggeni?” tanya Tarendra dengan mata berbinar tajam.“Kau lupa, Panglima Adji Antharwa juga memiliki prajuritnya di kekeratonan ini. Tak peduli seberapa hebatnya kemampuanmu, kau tak akan bisa menghentikan semuanya,” balas Wisanggeni dengan sedikit senyum getirnya.“Adji Antharwa, segera keluar dan bawa pasukanmu ke sini!” seru Wisanggeni.Namun Panglima Adji Antharwa masih diam saja di sana. Hal itu membu

  • Keris Bunga Bangkai   192 - Kudeta

    Sementara itu, Panglima Adji Antharwa yang sudah sampai di kekeratonan langsung menghadap pada Prabu Yashaskar. Tentu saja dia mendapatkan teguran, dan hilangnya nyawa ratusan prajurit pun dipermasalahkan. Di situlah isu soal penyerangan segerombolan genderuwo pun mau tak mau mencuat kepermukaan.Tentu cerita itu sulit mereka terima. Namun, Putri Tanisha yang beberapa tahun sebelumnya diserang oleh para dedemit hutan ikut menambah keruhnya suasana.“Sebetulnya, kegagalan aku dulu menyerang benteng perbatasan Telunggung juga karena munculnya dedemit hutan ke perkemahan kami. Ayahanda bisa tanyakan langsung ini nanti pada Panglima Danadyaksa, ” sahut Tanisha memotong.Sontak semua yang hadir di hadapan Prabu Yashaskar terpancing oleh keterangan Putri Tanisha. Begitu juga dengan sang Prabu sendiri.“Kenapa kamu baru cerita sekarang, Tanisha?” tanya sang Prabu.“Kalau waktu itu aku cerita, memangnya tanggapan seperti apa yang akan Ayahanda berikan padaku?” balas Putri Tanisha beretorika.

  • Keris Bunga Bangkai   191 - Perempuan Dalam Pengasingan

    Mereka meneruskan memantau area tersebut sedikit lebih jauh ke arah selatan. Memang tak terlalu banyak, namun mereka terus saja menemukan mayat-mayat genderuwo lainnya. Sementara itu, para dedemit pun sudah mulai tak ada yang datang menghampiri mereka. “Jangan bilang kalau para genderuwo ini dibunuh oleh para dedemit,” tutur Arsa sedikit berkelakar. “Mana mungkin. Kita sudah merasakan sendiri bagaimana buasnya mereka. Lagi pula, sedari tadi kita sama sekali tidak didatangi oleh para dedemit,” balas Bayantika penasaran. “Apa perlu kita telusuri lebih jauh?” tanya Rangkahasa. Namun Bayantika terlihat ragu untuk meneruskan pemeriksaan tersebut. Meski tentu dia penasaran juga. “Kita sudah terlalu jauh meninggalkan kawasan Benteng Kalaweji. Sebaiknya kita kembali dulu ke utara. Lagipula, sebentar lagi fajar akan menyingsing,” papar Senopati Bayantika. Setidaknya, Bayantika cukup yakin bahwa tidak ada tanda-tanda akan datangnya penyerangan dadakan yang akan menyerang Benteng Kalaweji.

  • Keris Bunga Bangkai   190 - Sikap Dingin Adji Antharwa

    Bayantika pun langsung menundukkan kepalanya berlagak pura-pura kikuk di depan Panglima tersebut. Sebagai seorang prajurit spesialis pengintai, dia tahu pentingnya untuk tidak terlalu menarik perhatian.“Ngomong-ngomong, apa prajurit khususmu tidak ikut denganmu?” tanya Danadyaksa.“Ada tiga orang. Mereka aku suruh bertahan di luar,” jelas Bayantika pelan sembari geleng-geleng kepala seakan berkata tidak ada.“Kalau begitu, ikutlah denganku!” ajak Danadyaksa membawa ketiga orang itu naik ke lantai dua.Mereka pun menemui Panglima Adji Antharwa yang sedari tadi masih belum menjauhkan tatapan dinginnya.“Kangmas, kebetulan Senopati Bayantika datang ke sini. Biasanya setiap ikut denganku, dia akan keluar di malam hari untuk melakukan pengintaian. Dia memang sudah sering me

  • Keris Bunga Bangkai   189 - Kembali Jadi Pengintai

    Ketika Rangkahasa sibuk melilitkan kembali pedang hitamnya dengan pita kain, Arifin datang menghampirinya dengan baju yang sudah kering juga. “Apa kau akan pergi saat ini juga?” tanya Arifin. Rangkahasa pun mengintip ke atas dan melihat matahari juga sudah hampir berada tepat di atasnya. “Katanya aku harus segera ke perkemahan prajurit saat tengah hari,” balas Rangkahasa. “Aku hanya ingin mengingatkan soal suara wanita malam itu. Aku rasa dia bukan wanita sembarangan. Sekarang sudah bisa dipastikan kalau para genderuwo itu memang ada yang menggerakkan mereka untuk menyerang Benteng Kalaweji,” papar Arifin mengingatkan. “Ya, bagaimana pun juga, mereka sudah membunuh dua orang rekan kita,” balas Rangakahasa dengan wajah sedikit murung dan tatapan yang cukup dingin. “Sebaiknya kamu tak usah berpikir untuk balas dendam dulu. Aku khawatir itu hanya akan membuat tugas Tuan Senopati menjadi sulit nantinya,” kembali temannya itu mengingatkan. Rangkahasa pun tersenyum lirih mendengarkann

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status