Sasikirana
Sumpah! Asli nggak nyangka kalau Kak Linda meninggal dua hari yang lalu. Kaget bukan main waktu sadar yang duduk di sampingku adalah rohnya. Kata Team Leader tadi sih, dia meninggal karena darah rendah. Mungkin kecapean kali, apalagi punya baby dan kerja shifting juga. Hiks!
Untung saja tadi aku bisa ngeles dan bilang:
“Aduh, aku salah ternyata, Kak. Maklum lupa bawa kacamata, jadi salah lihat. Hehehe!”
Begitulah caranya aku bis
MelvianoKenapa selalu saja ada yang mengganggu ketika aku ingin berhubungan dengan Sasi? Sebelumnya dia sering mengantuk dan sekarang malah ada yang datang. Padahal keinginan untuk seperti itu sudah mencapai ubun-ubun. Terpaksa harus diredam kembali. Mana belum sempat melihat tubuh istriku. Gggrrr!!Sasi tampak panik saat mendengar bunyi pintu didobrak. Dia pasti khawatir jika saja orang-orang tahu bahwa kami telah menikah. Ck!Aku melirik sisi kanan area atap yang cocok untuknya bersembunyi. “Kamu ke sana dulu. Biar saya yang temui mereka,” suruhku menunjuk ke tempat tersebut.Dengan patuh, Sasi mengikuti perintahku kemudian beranjak ke balik tembok kecil yang ada di sudut kanan. Setelahnya, kaki ini segera melangkah menuju pintu, sebelum mereka benar-benar mendobraknya. Beruntu
SasikiranaBang Vian menyangkal tuduhan yang diarahkan barusan. Entah kenapa aku yakin dia mulai jatuh cinta kepadaku. Logikanya nggak mungkin suamiku bereaksi kayak tadi waktu lihat Kak Joko berdiri di depanku. Ditambah lagi statement yang mengatakan harus pergi dengannya.Ya, walau nggak pernah pacaran lama tapi aku cukup tahu gelagat pria. Menurut cerita teman-teman di tempat kerja, makhluk bernama laki-laki itu suka gengsi mengakui perasaan. Padahal tanda-tandanya sudah jelas. Masih ingat gimana reaksi Bang Vian waktu tahu aku baru saja bertemu dengan teman laki-laki. Gusar banget tuh tampangnya walau tetap sok jaim.“Ngapain sih kamu sering dipanggil sama
MelvianoBegitu tiba di depan tempat Sasi duduk. Aku berbicara sebentar dengan Michael. Sebisa mungkin diberikan kode kepada istriku agar dia bisa keluar terlebih dahulu, namun tidak digubris.“Mengenai operasional, saya rasa kita bisa berdiskusi lagi besok after lunch, Pak,” kata Michael memecahkan konsentrasiku.Pandangan ini kembali beralih kepada Sasi yang sedang termenung menatap layar monitor. Dia sedang memikirkan apa?“Oh iya, Pak. Besok info saja dengan Vidya, biar dia yang arrange schedule. Kemungkinan saya besok akan ke kantor pusat sebentar pagi-pagi,” tanggapku melihat Michael sekilas.
Sasikirana“Apa maksud kamu, Dek?” cetus Bang Vian ketika mobil berhenti mendadak.Beruntung aku mengenakan sabuk pengaman, sehingga aman dari benturan ketika Bang Vian menginjak rem tiba-tiba.“Emang saya barusan ngomong apa ya, Bang?” Aku tersenyum aneh.Bang Vian kembali menginjak gas ketika gerbang dibuka oleh petugas. Mobil menepi setelah berada di luar area gedung. Dia membuka sabuk pengaman, kemudian memutar tubuh sedikit menghadapku. Mampus, suamiku curiga.Lagian ini mulut kenapa sih bisa ngomong kayak tadi? Bisa fatal nih akibatnya.“Tadi kamu bilang Kalila marah setiap kali bertemu dengan Vidya. Apa itu maksudnya? Apa kamu pernah berjumpa dengan Kalila sebelumny
Melviano Sasi bisa melihat makhluk halus? Lelucon apa yang sedang dilontarkannya sekarang? Aku benar-benar tidak percaya dengan hal semacam itu. Menurutku arwah orang yang sudah meninggal tidak akan lagi tinggal di dunia. Mereka semua sudah pergi ke tempat semestinya. “Abang nggak percaya, ‘kan?” lirihnya menundukkan kepala. “Udah saya duga Abang pasti nggak percaya.” Dia mendesah pelan sambil memegang pinggir tempat tidur. “Nggak ada orang di dunia ini yang bisa melihat makhluk halus, Dek,” tanggapku kemudian. “Mereka juga nggak ada.” Sasi menaikkan pandangan dan menatapku lekat. “Ada, Bang! Buktinya saya. Saya bisa merasakan dan melihat kehadiran mereka sejak usia sepuluh tahun.” Sesaat kemudia
SasikiranaSusah banget bikin Bang Vian percaya kalau aku bisa melihat mereka yang tak kasat mata. Orang seperti dirinya selalu mengedepankan logika, sehingga menyebut kelebihanku ini hal yang nggak masuk di akal. Hufh!Beruntung Papa Stanley masih ada di ruang kerja. Aku bisa membuktikan kepadanya apa yang baru saja dikatakan bukan bualan belaka.“Gimana? Abang udah percaya?” tanyaku keesokan pagi.Setelah berada di ruang kerja, Bang Vian lebih banyak diam sampai kami tertidur. Mungkin dia sedang menelaah apa yang kusampaikan tadi malam. Apalagi menurut cerita Papa Stanley, kejadian tersebut hanya diketahui mereka berdua. Itulah satu-satunya cara untuk meyakinkan suamiku, agar percaya dengan apa yang kukatakan.Bang Vian berhenti mema
MelvianoKenyataan Sasi bisa melihat makhluk halus benar-benar mengejutkan. Awalnya aku tidak percaya sampai dia menceritakan aib di masa kecilku yang hanya diketahui Papa.Ternyata kemampuan melihat makhluk astral itu juga menjadi alasan, kenapa dia diusir dari keluarganya. Ah, nasibnya sungguh tragis. Kehilangan Ibu sejak masih bayi, setelah sang Ayah meninggal, Sasi juga diusir oleh keluarga sendiri.Aku terdiam dalam waktu yang lama, larut dengan pikiran sendiri. Apakah harus menceritakan tentang Kalila dan Vidya kepadanya atau tidak? Mungkinkah Sasi pernah bertemu dengan roh Kalila?“Dek.” Aku memalingkan paras kepadanya.“Kenapa, Ba
SasikiranaEntah kenapa tiba-tiba dada terasa sedikit sesak ketika bertemu dengan wanita anggun yang berdiri di samping paman Bang Vian. Bulir bening tiba-tiba menetes di pipi begitu saja tanpa permisi. Diri ini tertegun ketika netra cokelat kehijauan kami bertemu beberapa saat.“Kamu nggak apa-apa, Dek?” tegur Bang Vian menyentakkan.Kepala ini langsung menoleh kepadanya seiringan dengan jari bergerak menyeka air mata. Sebuah senyum tipis terukir di bibirku.“Nggak kenapa-napa kok, Bang,” sahutku segera.“Oya, perkenalkan ini Om Jhonny, adik Papa. Ini istriku, Om. Namanya Sasikirana,” ujar Bang Vian memperkenalkan kami.Tangan ini terulur ke depan disambut oleh pria
MelvianoSatu bulan kemudianRentetan kejadian bulan lalu membuatku tidak bisa bernapas lega. Bayangkan apa yang dihadapi tidaklah mudah. Mulai dari kenyataan Sasi bisa melihat makhluk halus, Tante Diana yang ternyata ibu kandung Sasi, hingga Kalila yang disuruh oleh Om Reino menjadi mata-mata. Belum lagi kematian Papa yang tidak wajar. Mungkin karena itulah roh beliau masih berada di rumah ini.“Kayaknya kita masih punya PR deh, Sayang,” kataku kepada Sasi ketika kami bersiap untuk tidur.“Apa, Bang?” Sasi membuka mata yang sempat terpejam sebentar.“Bantu Papa pergi ke tempat yang seharusnya.”Sasi tampak semringah, kemudian mengubah posisi menjadi duduk. “Be
Sasikirana “Aku membesarkanmu agar bisa bermanfaat suatu hari nanti, Kalila.” Terdengar suara serak seorang pria. Siapa itu? Pandanganku beralih melihat dua orang yang duduk di ruang tamu sebuah rumah mewah. Di mana aku sekarang berada? Rumah ini begitu asing bagiku. Mata menyipit ketika ingin fokus melihat pria dan wanita yang sedang berbicara di ruangan itu. Kalau nggak salah dengar tadi, pria tersebut menyebut nama Kalila. Seketika diri ini terkesiap saat melihat almarhumah istri suamiku duduk berhadapan dengan pria paruh baya, tapi masih tampak gagah. “Maaf, Pa. Kalila nggak bisa lagi meneruskan rencana Papa. Apalagi sekarang sedang hamil,” lirih Kalila dengan kepala tertunduk melihat perut sendiri. “Sudah berapa kali kuperingatkan. Janga
Melviano Tak pernah kubayangkan akan berjumpa lagi dengan Kalila meski melalui perantara Sasi. Mendengar bagaimana cara bicaranya saat ini, sudah jelas almarhumah istriku yang berbicara sekarang. Terutama dari cara Sasi memanggilku ‘Vi’. Rasa rindu terhadap Kalila menjadi terobati meski tidak bisa melihat wajahnya. “Vidya … vidya.” Kalila yang berada di dalam tubuh Sasi berdecak berkali-kali. “Gue heran kenapa sih harus pendam cinta sekian lama, tanpa mengutarakannya?” “Bayangin lo jatuh cinta sama suami gue selama belasan tahun, tapi nggak berani mengatakannya.” Kalila menggigit bibir bawah Sasi. Dia sering begini semasa hidup, menggigit bibir sendiri sebelum meneruskan perkataan. Apa? Vidya sudah lama jatuh cinta denganku? Bahkan dua belas tahun memendamnya dalam hati?
Sasikirana“Sasi gawat!!” Terdengar suara yang nggak asing lagi di telinga beberapa hari belakangan. Siapa lagi jika bukan roh Kalila.Dia datang tiba-tiba ketika aku mempersiapkan diri untuk menerima materi yang diberikan oleh instruktur. Sesuai dengan perkataan Bang Vian, aku disuruh ikut pelatihan manajemen sebelum diberikan jabatan strategis di Liburan.com.“Kenapa sih Mbak? Ngagetin aja,” protesku mengelus dada. Beruntung instruktur sedang keluar sebentar, sehingga bisa berbicara dengan Kalila.Paras Kalila tampak begitu panik. Dadanya naik turun bukan karena bernapas (roh nggak ada yang napas hahaha), tapi seperti menahan marah.“Vidya coba godain Vian. Buruan naik ke lantai lima belas,” suruhnya nggak ten
MelvianoFakta demi fakta tentang Kalila yang belum diketahui membuatku terkejut bukan main. Tak hanya itu, rasa bersalah muncul seketika di dalam hati, menyadari diri ini lengah sampai tidak mengetahui dirinya sedang hamil sebelum kecelakaan terjadi.Belum hilang syok yang dirasakan saat mendengar Kalila hamil, sekarang ada hal lain lagi yang tak kalah mengejutkan. Menurut cerita Sasi, almarhumah istriku itu meninggal secara tidak wajar. Bukan karena kecelakaan tunggal yang merenggut nyawanya, melainkan dibunuh.“Detailnya, Abang bisa tanyakan langsung sama Mbak Kalila nanti. Nanti Abang nggak percaya dengan apa yang saya katakan,” ujar Sasi tadi malam.Sasi menolak untuk menceritakan penyebab pecahnya hubungan persahabatan Kalila dan Vidya. Dia khawatir jika aku tidak percaya de
SasikiranaPagi ini aku dibikin kaget dengan dua fakta. Pertama, Bang Vian yang masih berada di luar flat sejak kemarin siang. Kedua, pernyataan cintanya.Dia mencintaiku? Astaga! Apa aku sedang bermimpi? Jika pun benar, semoga nggak pernah terbangun lagi dari tidur ini.Nggak hanya itu, Bang Vian sampai mengemis agar aku nggak meninggalkannya. Sumpah demi apa, seorang Melviano mengiba dan memohon kepadaku? Sampai mengatakan rela kehilangan harta kekayaan, asal aku tetap bersama dengannya. Seberharga itukah diriku?Setelah melihat kesungguhan suamiku, akhirnya hati ini luluh juga. Kalian tahu kalau aku lemah jika ada yang memelas, ‘kan?Bang Vian melangkah
MelvianoBagai orang bodoh, aku menunggu Sasi di depan flat yang dulu ditempati oleh Kalila. Ternyata istriku ada di sini. Sudah pasti roh almarhumah istriku yang membawanya ke sini, karena Sasi tidak kenal dengan keluarga Kalila.Jujur, situasi seperti ini membuat canggung sekaligus bingung. Bagaimana tidak?! Roh almarhumah istriku dan istriku yang sekarang pasti sedang berada di dalam flat. Aku yakin Kalila juga yang bersama dengan Sasi di restoran itu. Kemungkinan dia tahu tentang Vidya dari Kalila. Apakah aku menjadi penyebab persahabatan mereka rusak?Sejak tadi malam, aku berusaha untuk terjaga. Meski terasa lapar dan haus, tetap saja diri ini enggan beranjak d
SasikiranaApaan sih? Bang Vian mau mengancamku? Jika benar, maka itu nggak akan pernah bisa membuatku kembali ke rumah keluarga Stanley.“Turuti aja kemauan Vian, Sasi,” saran Kalila sebelum aku merespons.Aku menggeleng tegas. “Aku udah bilang sama Mbak, ‘kan?”Kening Bang Vian berkerut bingung ketika aku menjawab perkataan Kalila.“Kamu ngomong sama siapa, Dek?” tanyanya heran.“Bukan urusan Abang,” sahutku ketus seraya berlalu pergi dari hadapannya.Sekarang akan kutunjukkan siapa Sasikirana sebenarnya. Seorang wanita yang berasal dari keluarga miskin, tapi memiliki harga diri yang tinggi. Jika sebel
MelvianoSejak mendapatkan pesan misterius dari nomor tidak dikenal, perasaanku mendadak gelisah. Apa maksudnya orang itu mengatakan Sasi berselingkuh? Benarkah? Rasanya tidak mungkin.Setelah perang batin berjam-jam, akhirnya kuputuskan pergi ke restoran yang dimaksud oleh si pengirim. Bermodalkan jaket hoodie yang kupinjam dari Michael, aku pergi ke tempat tersebut.Begitu tiba di restoran, aku langsung melihat Sasi duduk di kursi paling ujung merapat ke dinding. Ternyata pesan yang kuterima benar, istriku berada di sana. Namun sepertinya dia tidak sendirian, dia tampak sedang berbicara entah dengan siapa. Apakah dia bersama dengan roh sekarang? Mungkinkah Kalila? Aku menjadi penasaran.Beruntung aku meng