Melviano
Begitu mendapatkan telepon dari Mama Mariana, aku langsung bergegas pergi dari restoran. Franky sempat ikutan panik dan berniat pergi denganku mencari Sasi, namun kutolak. Dia sendiri harus menjaga stamina dan kesehatan, karena akan menjalani program bayi tabung.
Ke mana harus dicari istriku? Rumah. Ya, aku harus pulang terlebih dahulu. Barangkali dia ada di sana.
Sepanjang perjalanan menuju rumah, aku berusaha menghubungi Sasi tapi tidak mendapatkan jawaban. Entah berapa kali kucoba menghubunginya, tetap tidak diangkat.
“Jangan tinggalkan saya, Dek,” gumamku mengeratkan genggaman pada stir mobil. Perasaanku bercampur aduk sekarang. Marah pada diri sendiri, khawatir dengan keadaan Sasi dan takut kehilangannya.
Aku mencoba mene
Sasikirana Sungguh bingung dengan Bang Vian. Bisa-bisanya berpikir aku akan meninggalkan dirinya, karena kejadian ini. Bukankah dia pengusaha andal yang seharusnya bisa mempelajari karakter orang? Kenapa jadi mengira aku nggak bisa memilah masalah? Fakta bahwa paman Bang Vian telah mencuri Mama dariku, benar-benar membuat diri ini marah. Apalagi setelah apa yang dilalui bersama Papa. Belum lagi kenyataan lain, wanita yang telah melahirkanku jatuh cinta kepada si Penculik. Tapi itu bukan berarti aku harus berang juga dengan Bang Vian, kemudian meninggalkannya. Dia nggak salah apa-apa, kenapa aku harus pergi menjauh darinya? Kesal juga nih lama-lama sama Bang Vian. Dia belum mengenal siapa Sasikirana, jadi sekalian aku kerjai saja. “Jika Abang berpikir saya akan tinggalkan Abang karena masa
MelvianoSejak keluar dari kamar mandi sampai selesai makan malam, Sasi lebih banyak diam. Sepertinya dia sedang memikirkan sesuatu. Apa yang terjadi hari ini pasti sangat berat baginya. Kasihan istriku.Apa kalian tahu betapa takut diri ini ketika ia mengatakan benar-benar akan meninggalkanku? Tubuh ini terasa lemas membayangkannya. Sungguh tidak sanggup jika hal itu terjadi untuk kedua kalinya. Cukuplah kehilangan Kalila dan aku tidak mau kehilangan Sasi juga.“Kamu kenapa sih dari tadi diam aja? Bukannya mau dengar cerita saya? Cerita yang mana?” Aku membuka percakapan saat bersandar di headboard tempat tidur.Sasi menoleh kepadaku beberapa lama, sebelum merebahkan kepala di atas paha ini.
SasikiranaPerlahan mata mulai mengerjap berusaha untuk terbuka. Susah banget bangun pagi ini, apa karena tadi malam tidur nggak nyenyak? Rentetan kejadian, mimpi buruk hingga penglihatan yang ditunjukkan oleh Kalila kemarin memenuhi isi kepala, sehingga mata susah untuk dipejamkan. Bang Vian nggak tahu kalau tadi malam, aku bangun lagi setelah dia tidur.“Kalila nggak hamil, Dek.” Itulah jawaban yang didapatkan dari suamiku, atas pertanyaan sebelum tidur.Menurut cerita Bang Vian, dua bulan sebelum Kalila meninggal, keduanya memang sedang program kehamilan. Tapi hingga almarhumah istri suamiku meninggal, hal itu belum terwujud.Berarti memori siapa yang diperlihatkan Kalila kemarin? Nggak mungkin kenanganku atau penglihatan masa depan, ‘kan? Karena nggak ada seorangpun
MelvianoOm Jhonny datang tepat waktu. Beliau bisa menceritakan yang sebenarnya kepada Mama, agar percaya bahwa Sasi dan Mama Mariana bisa melihat makhluk halus. Semoga saja setelah mendengar penjelasan dari Om, Mama jadi percaya.Ternyata aku belum bisa merasa lega dengan kedatangan Om Jhonny. Samar-samar terdengar tarikan napas berat dari samping kiri. Kepala ini menoleh ke tempat Sasi duduk dan melihatnya menatap tajam Om Jhonny. Amarahnya seakan berlipat-lipat sekarang.Sebelum tahu mengenai siapa Tante Diana sebenarnya, Sasi sudah enggan bertemu dengan Om Jhonny. Apalagi sekarang setelah tahu, pria itu merebut sang Ibu dari dirinya.“Syukurlah kamu datang, Jhon. Aku hampir pusing mendengar cerita yang tidak masuk akal dari mereka berdua,” ujar Mama begitu melihat Om Jhonny mu
Sasikirana“Selangkah kamu keluar dari pintu kamar tanpa izin saya, kamu bukan istri saya lagi!”Kalimat yang dilontarkan Bang Vian membuat langkah kaki ini langsung berhenti. Aku memutar tubuh dengan pelan dan memberinya tatapan protes. Kenapa sih dia begini banget? Nggak ngerti apa yang dirasakan istrinya?Coba kalian bayangkan, orang yang telah merebut Mama ada di rumah ini dan ingin berbicara denganku. Jujur, aku benar-benar emosi ketika melihat Om Jhonny muncul di sini. Ya, aku sadar diri dengan posisi sebagai menantu, oleh karena itu lebih memilih menghindar dan puncak adalah tempat terbaik.“Abang jahat!” tuduhku dengan wajah mulai berkerut menahan tangis.“Kamu keras kepala, Sasi,” balas Bang Vian sepert
MelvianoAku memperlambat laju kendaraan, kemudian meminggirkannya.“Virus apa?” tanyaku kepada Vidya.Sasi juga tampak penasaran dengan virus yang dimaksud oleh sekretarisku itu.“Virus Corona, Pak. Sekarang terjangkit di Wuhan jadi pada waspada. Kabarnya ada yang sudah sampai ke Beijing juga,” papar Vidya lugas seperti biasa.Aku dan Sasi saling berbagi pandang dalam kebingungan. Kenapa tidak tahu tentang berita besar ini?“Kamu pernah dengar beritanya, Dek?” bisikku kepada Sasi.Dia menggelengkan kepala, karena tidak terlalu suka menonton berita sama sepertiku. Isi berita online dan televisi banyak yang membuat pusing.
SasikiranaShit! Kenapa ketemu sama ini orang di sini? Mana sedang bersama dengan Bang Vian lagi. Perlahan pandangan beralih kepada suamiku. Dia tampak bingung melihatku dan pria yang berdiri di depan kami bergantian.“Kamu kenal, Sayang?” tanya Bang Vian dengan kening berkerut.Mampus, bisa-bisa ini orang terancam dipecat kalau Bang Vian tahu siapa dia. Aku juga baru tahu dia bekerja di sini. Kenapa bisa kebetulan begini sih?“Teman SMA, Bang,” jawabku sedikit berbohong.Apa kalian tahu siapa sebenarnya pria itu? Dia adalah satu-satunya orang yang pernah dekat denganku. Masih ingat dengan pacar tiga hari yang pernah kuceritakan? Ya, dialah orangnya.
MelvianoRapat internal dadakan diselenggarakan menjelang makan siang. Divisi ticketing dan CS operational diundang untuk menanggulangi masalah yang akan dihadapi jika virus Corona semakin menjadi. Kita tidak bisa prediksi apa yang akan terjadi ke depannya.“Vidya, panggilkan manajer keuangan ke sini,” titahku kepada Vidya yang duduk di samping.“Baik, Pak.”Gadis itu langsung berdiri, kemudian beranjak ke meja kerja untuk menghubungi manajer keuangan. Anggaran keuangan harus dihitung untuk antisipasi penumpang yang ingin dana dikembalikan secepatnya. Pihak maskapai biasanya akan memproses pengembalian dana terlebih dahulu paling cepat 14 hari kerja. Berarti harus ada dana perusahaan
MelvianoSatu bulan kemudianRentetan kejadian bulan lalu membuatku tidak bisa bernapas lega. Bayangkan apa yang dihadapi tidaklah mudah. Mulai dari kenyataan Sasi bisa melihat makhluk halus, Tante Diana yang ternyata ibu kandung Sasi, hingga Kalila yang disuruh oleh Om Reino menjadi mata-mata. Belum lagi kematian Papa yang tidak wajar. Mungkin karena itulah roh beliau masih berada di rumah ini.“Kayaknya kita masih punya PR deh, Sayang,” kataku kepada Sasi ketika kami bersiap untuk tidur.“Apa, Bang?” Sasi membuka mata yang sempat terpejam sebentar.“Bantu Papa pergi ke tempat yang seharusnya.”Sasi tampak semringah, kemudian mengubah posisi menjadi duduk. “Be
Sasikirana “Aku membesarkanmu agar bisa bermanfaat suatu hari nanti, Kalila.” Terdengar suara serak seorang pria. Siapa itu? Pandanganku beralih melihat dua orang yang duduk di ruang tamu sebuah rumah mewah. Di mana aku sekarang berada? Rumah ini begitu asing bagiku. Mata menyipit ketika ingin fokus melihat pria dan wanita yang sedang berbicara di ruangan itu. Kalau nggak salah dengar tadi, pria tersebut menyebut nama Kalila. Seketika diri ini terkesiap saat melihat almarhumah istri suamiku duduk berhadapan dengan pria paruh baya, tapi masih tampak gagah. “Maaf, Pa. Kalila nggak bisa lagi meneruskan rencana Papa. Apalagi sekarang sedang hamil,” lirih Kalila dengan kepala tertunduk melihat perut sendiri. “Sudah berapa kali kuperingatkan. Janga
Melviano Tak pernah kubayangkan akan berjumpa lagi dengan Kalila meski melalui perantara Sasi. Mendengar bagaimana cara bicaranya saat ini, sudah jelas almarhumah istriku yang berbicara sekarang. Terutama dari cara Sasi memanggilku ‘Vi’. Rasa rindu terhadap Kalila menjadi terobati meski tidak bisa melihat wajahnya. “Vidya … vidya.” Kalila yang berada di dalam tubuh Sasi berdecak berkali-kali. “Gue heran kenapa sih harus pendam cinta sekian lama, tanpa mengutarakannya?” “Bayangin lo jatuh cinta sama suami gue selama belasan tahun, tapi nggak berani mengatakannya.” Kalila menggigit bibir bawah Sasi. Dia sering begini semasa hidup, menggigit bibir sendiri sebelum meneruskan perkataan. Apa? Vidya sudah lama jatuh cinta denganku? Bahkan dua belas tahun memendamnya dalam hati?
Sasikirana“Sasi gawat!!” Terdengar suara yang nggak asing lagi di telinga beberapa hari belakangan. Siapa lagi jika bukan roh Kalila.Dia datang tiba-tiba ketika aku mempersiapkan diri untuk menerima materi yang diberikan oleh instruktur. Sesuai dengan perkataan Bang Vian, aku disuruh ikut pelatihan manajemen sebelum diberikan jabatan strategis di Liburan.com.“Kenapa sih Mbak? Ngagetin aja,” protesku mengelus dada. Beruntung instruktur sedang keluar sebentar, sehingga bisa berbicara dengan Kalila.Paras Kalila tampak begitu panik. Dadanya naik turun bukan karena bernapas (roh nggak ada yang napas hahaha), tapi seperti menahan marah.“Vidya coba godain Vian. Buruan naik ke lantai lima belas,” suruhnya nggak ten
MelvianoFakta demi fakta tentang Kalila yang belum diketahui membuatku terkejut bukan main. Tak hanya itu, rasa bersalah muncul seketika di dalam hati, menyadari diri ini lengah sampai tidak mengetahui dirinya sedang hamil sebelum kecelakaan terjadi.Belum hilang syok yang dirasakan saat mendengar Kalila hamil, sekarang ada hal lain lagi yang tak kalah mengejutkan. Menurut cerita Sasi, almarhumah istriku itu meninggal secara tidak wajar. Bukan karena kecelakaan tunggal yang merenggut nyawanya, melainkan dibunuh.“Detailnya, Abang bisa tanyakan langsung sama Mbak Kalila nanti. Nanti Abang nggak percaya dengan apa yang saya katakan,” ujar Sasi tadi malam.Sasi menolak untuk menceritakan penyebab pecahnya hubungan persahabatan Kalila dan Vidya. Dia khawatir jika aku tidak percaya de
SasikiranaPagi ini aku dibikin kaget dengan dua fakta. Pertama, Bang Vian yang masih berada di luar flat sejak kemarin siang. Kedua, pernyataan cintanya.Dia mencintaiku? Astaga! Apa aku sedang bermimpi? Jika pun benar, semoga nggak pernah terbangun lagi dari tidur ini.Nggak hanya itu, Bang Vian sampai mengemis agar aku nggak meninggalkannya. Sumpah demi apa, seorang Melviano mengiba dan memohon kepadaku? Sampai mengatakan rela kehilangan harta kekayaan, asal aku tetap bersama dengannya. Seberharga itukah diriku?Setelah melihat kesungguhan suamiku, akhirnya hati ini luluh juga. Kalian tahu kalau aku lemah jika ada yang memelas, ‘kan?Bang Vian melangkah
MelvianoBagai orang bodoh, aku menunggu Sasi di depan flat yang dulu ditempati oleh Kalila. Ternyata istriku ada di sini. Sudah pasti roh almarhumah istriku yang membawanya ke sini, karena Sasi tidak kenal dengan keluarga Kalila.Jujur, situasi seperti ini membuat canggung sekaligus bingung. Bagaimana tidak?! Roh almarhumah istriku dan istriku yang sekarang pasti sedang berada di dalam flat. Aku yakin Kalila juga yang bersama dengan Sasi di restoran itu. Kemungkinan dia tahu tentang Vidya dari Kalila. Apakah aku menjadi penyebab persahabatan mereka rusak?Sejak tadi malam, aku berusaha untuk terjaga. Meski terasa lapar dan haus, tetap saja diri ini enggan beranjak d
SasikiranaApaan sih? Bang Vian mau mengancamku? Jika benar, maka itu nggak akan pernah bisa membuatku kembali ke rumah keluarga Stanley.“Turuti aja kemauan Vian, Sasi,” saran Kalila sebelum aku merespons.Aku menggeleng tegas. “Aku udah bilang sama Mbak, ‘kan?”Kening Bang Vian berkerut bingung ketika aku menjawab perkataan Kalila.“Kamu ngomong sama siapa, Dek?” tanyanya heran.“Bukan urusan Abang,” sahutku ketus seraya berlalu pergi dari hadapannya.Sekarang akan kutunjukkan siapa Sasikirana sebenarnya. Seorang wanita yang berasal dari keluarga miskin, tapi memiliki harga diri yang tinggi. Jika sebel
MelvianoSejak mendapatkan pesan misterius dari nomor tidak dikenal, perasaanku mendadak gelisah. Apa maksudnya orang itu mengatakan Sasi berselingkuh? Benarkah? Rasanya tidak mungkin.Setelah perang batin berjam-jam, akhirnya kuputuskan pergi ke restoran yang dimaksud oleh si pengirim. Bermodalkan jaket hoodie yang kupinjam dari Michael, aku pergi ke tempat tersebut.Begitu tiba di restoran, aku langsung melihat Sasi duduk di kursi paling ujung merapat ke dinding. Ternyata pesan yang kuterima benar, istriku berada di sana. Namun sepertinya dia tidak sendirian, dia tampak sedang berbicara entah dengan siapa. Apakah dia bersama dengan roh sekarang? Mungkinkah Kalila? Aku menjadi penasaran.Beruntung aku meng