Share

10. Dipaksa Pulang

Penulis: Nana Rose
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Rani mengusap air mata dengan kedua tangan. Menarik tas koper besar keluar dari kamar. Tidak sengaja Adi mendengar suara pintu kamar yang menutup.

"Aduh, semoga Mas Adi tidak dengar."

Rani berjalan sangat pelan menuruni anak tangga. Sangat pelan sekali sesekali menengok ke belakang. Khawatir jika Adi mendengar langkah kakinya.

"Sepertinya aman. Bismillah, semoga aku sampai rumah dengan selamat," ucap Rani sambil memejamkan netra seraya berdoa.

Rani berjalan seperti biasa dengan tentengan tas besar dan tas kecil di kedua tangan. Hati rasanya sakit sekali dan masih tidak percaya kejadian yang dialami banyak perempuan di luar sana bisa menimpa rumah tangganya sendiri.

"Mau ke mana kamu?"

Langkah Rani mendadak terhenti. Jelas sekali kalau yang didengar adalah suara Adi. Dada berdebar dua kali lipat lebih cepat. Tidak mampu dan berani untuk menengok ke belakang.

Adi masih diam berdiri melipat tangan di depan dada. Sorot mata Adi nampak menakutkan diiringi dengan bibir yang bergetar. T
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Kerah Baju Bernoda Merah   11. Mengalah

    Rani bergegas lari saat tahu Adi mendekati dirinya. Berlari tanpa melihat ke arah depan. Cemas sekali karena Adi berlari mencoba meraih tubuhnya."Rani! Tunggu! Jangan lari!" "Berhenti! Jangan ikuti aku!" Rani berteriak sambil terus berlari.Rani sama sekali tidak menghadap ke depan. Adi terus mengejar tanpa peduli orang di sekitar. Padahal hampir semua orang memerhatikan tingkah polah mereka. Suasana mendadak ikut riuh. Adi dan Rani seolah sudah tidak peduli lagi."Aduh! Sakit!" teriak Rani cukup keras."Rani!" Adi berteriak saat melihat Rani tersandung hingga tersungkur ke jalanan.Adi sigap membantu berdiri. Namun, dengan cepat Rani menangkis agak kasar. Kedua tangan Adi refleks terangkat ke atas. Rani berdiri sempoyongan sendiri tanpa bantuan suami. Pandangan Adi menyapu sekitar. Banyak orang yang berbisik dan sibuk melihat istrinya."Rani, ayo masuk ke mobil!""Aku gak mau! Aku mau pulang ke Solo!" teriak Rani menyingkirkan tangan Adi.Adi masih menoleh kanan dan kiri. Semakin

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Kerah Baju Bernoda Merah   12. Bumbu Cinta

    Tubuh Rani seolah kaku dan tidak dapat bergerak sedikit pun. Selang beberapa detik dari ujung rambut hingga ujung kaki terasa bergetar dan bulu kuduk berdiri. Berusaha sekuat tenaga melepas pelukan Adi tetapi tidak berhasil. "Rani, jangan bergerak! Ada Bapak di belakang. Beliau tersenyum melihat kita." Adi berbisik sangat pelan di telinga istrinya.Rani menjadi lemas seketika. Tidak ada kekuatan untuk menolak dan mendorong tubuh suami ke belakang. Dia hanya bisa pasrah dan menerima semua perlakuan Adi."Bagus. Bapak, mulai berjalan ke sini. Kamu tetap diam, ya."Sedikit memiringkan kepala sama sekali tidak ada keberanian untuk menoleh ke samping atau bahkan ke belakang. Adi masih erat memeluk istrinya dengan hati berdebar kencang. Mencium aroma wangi Rani dan tanpa sadar memeluk lebih erat sambil memejamkan mata.Rani serasa mati rasa sudah tidak bisa membedakan mana pelukan dan jantung berdebar karena Bapak. Hanya diam dan terpaksa dipeluk suami sangat kencang. Sengaja dilakukan ag

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Kerah Baju Bernoda Merah   13. Salah Ucap

    "Jangan mendekat! Aku bilang jangan mendekat!" teriak Rani mundur ke belakang.Adi terus mendekati Rani penuh tatapan menjijikkan bagi Rani. Baru pertama itu melihat wajah pria yang sangat menyebalkan dan membuat Rani ingin muntah."Rani, sini Sayang! Ayo, ke sini? Ke pelukanku, Sayang," rayu Adi seraya mengedipkan mata genit ke istri."Mundur! Jangan macam-macam!" Rani menabrak sesuatu benda keras di belakang. Dia meraba penuh getaran. Ada dinding di belakang Rani. Terpojok di sudut ruangan kamar. Adi tambah semangat untuk lebih mendekat karena nafsu."Diam kamu, Sayang! Ayolah, sini aku peluk.""Jangan!" Rani berteriak sangat kencang."Rani, ada apa? Kenapa kamu teriak?" Adi bergegas berdiri mendekati istri.Pundak Rani naik turun memburu sangat cepat. Sangat susah mengatur napas. Meraba dada seraya berdiri di dekat jendela. Mengelap kucuran keringat dingin yang membasahi seluruh wajah."Kamu kenapa?" tanya Adi sangat panik.Rani masih sibuk mengatur napas. Memberi tanda ke suami s

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Kerah Baju Bernoda Merah   14. Suara Perempuan

    Air mata Adi menetes dengan sendirinya. Bibir bergetar tidak sanggup menatap wajah istri. Hati ikut terasa sesak mendengar pertanyaan yang sama sekali tidak terbayang akan diucapkan istrinya."Rani, kenapa kamu bertanya seperti itu?" tanya Adi seraya mengusap air mata. Kelopak mata sebelah kembali meneteskan air mata. Dengan cepat dihapus sambil membelakangi istri."Mas, aku tidak tahu kalau menikah akan menyedihkan seperti ini." Rani menangis lemas di atas lantai. Membungkuk sangat dalam terdengar menyayat hati. Meremas ujung jilbab yang basah terkena air mata.Adi menghela napas panjang mulai susah bernapas. Menahan tangis dan air mata agar tidak keluar sangat tidak mudah. Wajar jika Adi merasa dadanya sesak."Aku takut kalau pernikahan ini tetap dilanjutkan."Adi berlari diiringi air mata lalu memeluk istrinya dengan erat. Mereka menangis bersama dengan alasan yang tidak sama tanpa mereka sadari. Ada alasan Rani mengatakan semua itu. Tetapi, berbeda dengan Adi. "Sayang, kamu jang

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Kerah Baju Bernoda Merah   15. Bimbang

    "Rani!" Lintang ikut berteriak. Namun, langkahnya terhenti tiba-tiba saat melihat Dika ikut jongkok di dekat Rani. Deg..."Ya Allah, kenapa hatiku berdebar cepat seperti ini. Aku merasa tidak suka kalau Rani dan Dika dekat." Lintang kembali masuk ke dalam rumah. Mengawasi dari balik tirai ruang tamu. Masih memegang dada yang tidak berhenti berdetak kencang."Rani, kamu kenapa? Astaga, muka mu pucat sekali. Ada apa, Ran?" Dika cemas sekali seraya mengambil ponsel yang jatuh di bawah."Halo, Rani! Sayang! Halo!"Dika menyerahkan ponsel ke Rani dengan hati-hati. Rani tertunduk lesu memalingkan wajah. Dika paham betul gelagat teman baiknya itu. Segera mematikan panggilan telepon lalu menyimpan ponsel ke dalam saku."Tenangkan dirimu dulu, Ran. Ayo, masuk ke dalam! Kamu bisa cerita sama aku dan Lintang."Rani perlahan berdiri sempoyongan berjalan pelan sekali. Adi mengikuti dari belakang dengan perasaan yang bercampur aduk jadi satu kebingungan. Lintang segera berlari melihat Rani menangi

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Kerah Baju Bernoda Merah   16. Rencana Bahaya

    Rani masih terus tak kuasa menahan butiran air mata. Sekilas saja sangat terlihat kalau dirinya sangat hancur. Tidak terhitung jari entah berapa Kali Lintang menyeka air mata sahabatnya. Sama halnya dengan Dika, masih lemas dan berusaha menguatkan Rani. Telinga kanan Rani banyak sekali mendengar asupan nasihat kebaikan dari sahabat yang alim dan saleh itu."Ran, kamu gak sendiri karena ada aku," ucap Lintang menatap dua bola mata indah Rani."Aku tahu pasti sangat berat. Apalagi kayak kita memang sama-sama menjaga jarak dari laki-laki. Aku paham sekali yang kamu rasakan, Ran." Lintang mengusap hijab Rani perlahan."Lin, aku gak tahu harus bagaimana lagi. Pelakor itu semakin gencar mendekati suamiku. Aku takut kalau mereka sampai menikah. Lalu nasibku bagaimana nanti?" Rani sangat resah. Terbayang suami tercinta menikah dengan perempuan lain akan sangat menyakitkan. Istri mana yang bisa kuat hati menyaksikan sendiri suami menyanding perempuan lain. Apalagi Rani yang baru saja merasak

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Kerah Baju Bernoda Merah   17. Pilihan Sulit

    Lintang tersenyum geli tidak sadar merasa lucu dengan ekspresi kaget Rani. Dika ikut senyum geli. Entah Rani lupa atau bagaimana. Hati memang tidak memungkiri dalam keadaan kalut dan bingung."Ran, kamu lupa beneran atau gimana?" tanya Lintang heran."Lupa apanya sih, Lin?" Rani menggaruk kepala."Dika, kamu gak perlu ke Jakarta. Serius aku gak papa kok, Dik," tolak Rani merasa sangat tidak enak.Dika sengaja senyum-senyum sendiri menggoda Rani. Lintang ikut geli menahan tawa. Benar. Rani bingung sekali hingga lupa kalau Dika bekerja di kota Jakarta. Merintis karir dari nol seperti Adi. Namun, mereka beda perusahaan. Dika juga sudah mempunyai rumah sendiri dan belum menikah."Ran, aku 'kan kerja di Jakarta. Jadi, nanti kalau kamu butuh sesuatu ada aku. Kalau suamimu macam-macam sama kamu tinggal hubungi aku saja."Rani masih bengong masih berusaha mengingat. Dalam hitungan beberapa detik kembali ingat dan merasa sangat malu. Bersembunyi di belakang punggung Lintang. "Maaf ya, Dik? Ak

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Kerah Baju Bernoda Merah   18. Bapak Curiga?

    "Kamu ganti baju terus kita makan. Nduk, Bapak kangen sekali sama kamu," ucap Bapak terharu masih tidak percaya bisa makan dengan putri tercinta."Iya, Pak. Rani, juga kangen sekali sama Bapak." Rani menahan air mata yang menumpuk di pelupuk mata.Langkah kaki berlalu meninggalkan Bapak sendirian di meja makan. Termenung dengan keraguan dan kecurigaan yang berputar mengelilingi kepala. Sekilas teringat kembali pesta pernikahan Rani yang sederhana tapi sangat membuat Bapak bahagia. Tidak menampik banyak yang terharu melihat putri semata wayangnya duduk berdampingan dengan pria yang menjadi jodohnya. Tidak terasa senyuman bahagia dan bangga tersungging di bibir tua renta itu."Bapak, maaf kalau sedikit lama. Rani, mandi dulu tadi." Pandangan Rani menyapu semua makanan di meja makan."Iya, Rani. Biar kamu tambah ayu dan segar. Ayo, makan sini!" Bapak melambaikan tangan dari meja makan."Wah, semua kesukaanku. Bapak, yang masak?" tanya Rani sedikit heran.Jauh dari Rani membuat Bapak leb

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29

Bab terbaru

  • Kerah Baju Bernoda Merah   60. Jarang Pulang

    Tidak lama guyuran air hujan turun perlahan. Rani masih betah duduk di tengah terpaan air dingin. Meratapi semua luka dan kepedihan yang tertahan sangat lama.Hanya berharap suami bisa kembali dan rumah tangganya baik-baik saja. Tapi apa? Kenyataannya nihil dan tidak berbuah apapun."Ya Allah, apa tidak bisa rumah tanggaku seperti dulu lagi?" Teriaknya di bawah air hujan yang semakin dingin.Berselang cukup lama memilih masuk ke dalam rumah. Berjalan tertatih merasa sangat hampa dan kosong. "Benar kalau Mas Adi tidak akan pulang lagi. Ini sudah hampir pagi. Sampai kapan aku kuat?"Rani bolak balik dari ruang tamu ke teras depan. Saat galau memikirkan suami yang diharapkan berubah, tapi sia-sia.***Ruangan tidur terlihat sepi dan sunyi. Padahal sinar mentari sudah menembus jendela kamar. Rani masih terlelap di antara bantal dan selimut tebal putih. Nampak wajah letih dan sangat pucat.Namun, tidak ada sosok Adi yang ada di sampingnya. Kosong dan tanpa siapapun di sana. Rani duduk pel

  • Kerah Baju Bernoda Merah   59. Kenapa Berubah Lagi?

    Rani terpaku diam hanya bisa menahan air mata yang sudah mulai memenuhi mata indahnya. Sama sekali tidak membalas pelukan yang detik itu terjadi."Rani?""Ya Allah, apa maksud Mas Adi melakukan semua ini? Apa mungkin suamiku sudah putus dari pacarnya?""Ran, kok diam?" Adi sedikit mengguncang tubuh mungil itu."A-aku gak papa kok, Mas. Kaget aja kamu tiba-tiba meluk aku."Adi tersenyum lalu menurunkan tangan perlahan. Menatap indah wajah istri di depannya. Lalu membalikkan badan melihat penampakan foto pernikahan di dinding kamar. "Kita bahagia ya, Ran?"Rani masih terhanyut dalam kebimbangan dan rasa bingung yang menumpuk di dada saat itu. Kurang memerhatikan omongan suami.Sementara itu Dika masih kaget seraya memegang dada yang berdebar sangat cepat. Berulang kali menyeka keringat dingin yang terus membasahi wajah gantengnya."R-rani, pelukan sama suaminya. Kenapa bisa terjadi?" Dika mencoba mengatur napas dan berpikir lebih jernih lagi. Dahi berkerut dengan irama napas yang memb

  • Kerah Baju Bernoda Merah   58. Sebuah Pelukan

    "Dika, please! Kamu kenapa sih, Dik? Kenapa kamu lihatin aku terus?" Batin Rani sama sekali tidak berkedip.Dika dan Rani terhanyut dalam suasana yang hening dan dada kompak berdebar sangat kencang. Entah apa yang terjadi di antara mereka berdua. Rani sama sekali tidak menyadari dengan status istri detik itu."Rani, aku...aku..."Rani refleks berdehem lumayan kencang lalu menunduk merasa salah tingkah sekali. Sesekali melirik Dika yang lebih dulu memalingkan muka."Dik, a-aku mau pulang sekarang. Bisa antar sekarang atau kamu masih mau di sini?" Rani menoleh ke Dika lalu kembali menunduk."Oh, i-iya. Aku habiskan minumanku dulu terus baru aku antar pulang."Cukup berselang lama mereka hanya diam tanpa berkata atau mengobrol. Pandangan mereka lurus ke depan dan sangat canggung. Padahal kedua sahabat itu biasa bercanda dan ngobrol hingga lupa waktu."Ya Allah, kenapa jadi canggung kayak gini? Dika, juga dari tadi diam." Rani sedikit melirik lalu lihat ke depan lagi."Ran, kita pulang se

  • Kerah Baju Bernoda Merah   57. Masih Bertahan

    Tatapan Adi semakin tajam melihat tingkah Citra yang aneh dan senyum sendiri. Tidak butuh waktu lama merebut ponsel yang ada di dalam tas."Mas, apa-apaan sih kamu! Lihat ini! Semua jadi jatuh berantakan kayak gini!"Pandangan Adi kaget melihat semua barang di dalam tas jatuh tersebar di atas lantai. Citra jongkok perlahan mengambil satu per satu sedikit kasar.Tangan kanan gesit meraih ponsel lalu dimasukkan ke dalam tas. Lalu berganti dengan barang yang lain. Nampak sekali wajah sangat kesal dengan bibir mengerucut sempurna."Mas, kamu kenapa kasar sekali! Semua sampai jatuh kayak gini!""Kamu pikir aku akan minta maaf?"Citra menoleh kesal ke belakang. Bibir bergetar menahan amarah yang sudah memuncak. Adi masih santai memalingkan wajah."Bos, permisi! Saya besok gak masuk kerja! Malas lihat tampang membosankan Anda!" Citra sengaja membenturkan pundak kiri ke pundak kanan bosnya.Adi menarik tangan Citra hingga tersentak ke belakang. Pandangan sama sekali belum pernah dirasakan Cit

  • Kerah Baju Bernoda Merah   56. Masa Pendekatan

    Adi tidak cepat menjawab pertanyaan Citra. Masih diam dengan pikiran yang terlempar ke masa lalu. Dahi berkerut sedikit lelah merasa hampir putus asa."Mas, aku 'kan tanya. Jawab donk!" Citra melipat tangan di depan dada."I-iya, Sayang. Udah ya, semua itu gak penting lagi. Karena mulai sekarang hanya ada kita.""Kamu ini amnesia atau gimana? Istrimu mau ditaruh di mana? Kamu cerai aja gak mau pakai bilang hanya ada kita!" Nada bicara Citra meninggi.Adi mau tidak mau kembali teringat ke masa lalu yang terpaksa harus diingat kembali. Di tengah lamunan Adi ada wanita yang nampak manyun dan sangat kesal.Flashback..."Rani, kamu mau cokelat atau sesuatu yang segar?""Em, gak usah. Aku bisa beli sendiri."Suasana taman sore hari itu cukup ramai. Udara sejuk dan terpaan sinar mentari senja yang menghangatkan badan. Terlihat dua manusia yang sekilas seperti orang yang tidak saling mengenal."Susah sekali mengambil hatimu, Ran. Aku harus gimana lagi?" Batin Adi yang bersandar pada pohon sam

  • Kerah Baju Bernoda Merah   55. Mulut Manis Citra

    Citra hanya bisa menghindar dengan wajah kesal. Berdiri seolah menantang Adi tanpa ada rasa takut. Adi terdiam bengong melihat sikap acuh yang ditunjukkan wanita yang ia cintai.Suasana menjadi asing dan sedikit mencekam saat Citra perlahan melepas cincin. Tatapan Adi menjadi melebar dan tidak percaya semua yang dilihat siang itu."Citra? Mau apa kamu? A-aku gak mau kehilangan kamu, Sayang. Aku mohon p-pakai lagi cincin itu!" Adi berusaha mendekati wanita seksi di depannya.Perkataan Adi seakan hanya menjadi angin lalu saja. Cincin jatuh perlahan ke atas lantai. Netra menutup perlahan seraya membuang muka."Semua sudah selesai!" Citra mundur selangkah lalu membalikkan badan penuh tatapan kecewa."Enggak! Citra! Tunggu! Kamu gak bisa kayak gini! A-aku gak bisa hidup tanpa kamu!" Adi memeluk tubuh mungil dan berisi itu dari belakang.Hati tidak bisa dibohongi. Rasa tidak bisa dipaksakan. Munafik jika tidak merasakan sakit hati. Pria yang diharapkan bisa menjadi suaminya sudah menanam be

  • Kerah Baju Bernoda Merah   54. Suami Kasar

    "Yang pasti dan harus kamu tahu kalau anak yang aku kandung ini adalah darah dagingmu, Mas!" Teriakan Rani membuat Dika berlari ke depan ruangan Adi.Adi hanya diam mematung. Tatapan tidak lepas dari istrinya yang terengah-engah meluapkan kemarahan. Rani sengaja membiarkan air mata terus menetes tanpa jeda."Aku tidak sudi terlihat lemah di depanmu! Tapi, aku ingin kamu tahu kalau aku sakit dan hancur!" Batin Rani dengan bibir bergetar hebat."Astaga, masalah mereka sangat rumit. Benar-benar rumit. Kasihan sekali kamu, Ran." Dika mengelus dagu. Telinga masih menempel di pintu."Rani, jangan menuduh orang sembarangan! Kamu gak ada bukti!" Adi mulai naik pitam."Apa? Bukti? Kamu ingin bukti apa? Hah! Bilang sama aku, Mas! Mau bukti apa kamu?" Rani terus berteriak di depan wajah Adi.Adi melipat tangan di depan dada seraya membuang muka. Senyuman sedikit takut dengan gertakan istrinya."Kamu berharap punya anak dari perempuan yang kamu cintai? Iya, 'kan?" Rani senyum kesal.Tangan Adi me

  • Kerah Baju Bernoda Merah   53. Bujuk Rayu

    Rani hanya bisa diam seraya mengusap tetesan bulir air mata. Dada terasa sesak seraya meremas pelan perut yang sedikit buncit. Sekilas masih rata, akan tetapi dirinya sendiri yang merasa berbeda."Ran, a-aku menolak permintaanmu karena demi kamu juga. Kamu ngerti, 'kan?" Dika memelankan suara menjadi lebih lembut.Pandangan Rani beralih ke wajah Dika yang tampak sekali cemas. Merasa sangat malu dan memilih mengalihkan muka sejenak."Rani, pikir ulang lagi kalau kamu ingin ke sana. Apapun bisa menimpa kamu. Apalagi di dalam kantor itu juga ada pelakor yang merusak rumah tangga kalian."Rani mencerna setiap kata yang terlontar dari mulut Dika. Menarik napas panjang lalu membuang perlahan. Berulang kali hingga merasa sedikit tenang dan nyaman."Iya, aku minta maaf ya, Dik? Aku emosi sekali tadi." Rani menunduk lemas.Senyuman tipis mengembang terlihat sangat tulus. Dika kembali melajukan mobil dengan hati yang cukup tenang."Ran, kalau boleh tahu alasan apa yang membuat kamu ingin ke kan

  • Kerah Baju Bernoda Merah   52. Susah Lepas

    Rani menitikkan air mata hingga kepala menjadi pusing dan sakit. Memegang kepala sangat kencang sambil menunduk lemas. Dika masih sangat terkejut dan tidak sanggup mengeluarkan sepatah kata dari bibir."Coba k-kamu ulangi lagi, Ran? Kamu kenapa?" Dika lebih menatap sahabatnya dan seakan melebarkan telinga."Dik, a-aku gak sanggup kalau harus melanjutkan. A-aku merasa sangat hancur, Dik. Tolong aku!" Rani menutup wajah dengan dua tangan.Dika membuang napas perlahan lalu menyandarkan badan ke belakang. Ikut merasa sangat bingung dan tidak tahu harus berbuat apa."Aku jujur sangat bingung. Kamu itu istri sah dari Adi. Dan wajar kalau k-kamu hamil. Bahkan, mungkin Bapak dan yang lainnya juga tidak sabar menimang cucu. Tapi...""Di satu sisi menjadi hal yang sulit kalau kamu ingin lepas dari Adi. Jadi, aku ngerti semua perasaan yang berkecamuk di hatimu, Ran." Dika memijit kening sesekali melirik ke samping."Iya, Dik. Sekarang aku mengandung anaknya Mas Adi. Dan suamiku tidak mau mengaku

DMCA.com Protection Status