Hana terus saja menggerutu sejak laki-laki itu pergi, hingga Hana menerima pesanannya kemudian kembali ke dalam taksi yang ia tumpangi. Hal itu disaksikan oleh sang sopir dan membuat laki-laki paruh baya itu mengernyit.
"Enak banget dia! Abis ngatain aku rakus terus pergi gitu aja? Awas aja kalau ketemu lagi bakal aku lempar ke lubang buaya!" Hana mengomel demikian dan sang sopir mendengar dengan jelas."Neng beli banyak sekali makanan, dan tidak terima dikatakan rakus oleh seseorang? Bukannya Neng ini memang kelihatan rakus?" celetukan sang sopir membuat Hana melotot tajam namun sopir tersebut pura-pura tidak tahu."Emangnya saya bilang kalau saya membeli makanan sebanyak ini untuk saya habiskan sendiri? Kalau nggak tau apa-apa mending Bapak diam saja!" Hana membalas, tidak mempedulikan kesopanan lagi karena ia sudah amat sangat dibuat kesal."Oh, begitu." Sang sopir menjawab singkat dan terkesan mengalah daripada nanti penumpangnya itu melaporkan dirinya pada atasannya, bisa-bisa dirinya akan kena omel dan bonusnya akan dipotong."Jalan sekarang, Pak!""Baik, Neng!"***Hana menyeret kopernya memasuki sebuah resort, dan mengetuk pintu tempat tinggal sahabatnya dengan sedikit kerepotan karena membawa banyak pizza ditangannya. Meski sebagian sudah diberikan pada sang sopir dengan mengatakan pizza itu untuk anaknya yang masih kelas empat SD itu, tetap saja pizza ditangan Hana masih banyak.Pintu dibuka dari dalam oleh Salsa—sahabat Hana, dan gadis itu terkejut melihat kedatangan Hana disana."Hana? Ngapain disini? Dan, apa ini? Kenapa bawa-bawa koper segala?" Salsa menghujani kedatangan Hana dengan banyak pertanyaan.Tanpa mengindahkan pertanyaan Salsa, Hana menerobos masuk meninggalkan si tuan rumah yang masih terbengong di ambang pintu."Aku kabur!" ujar Hana sambil menghempaskan bokongnya ke sofa kemudian membongkar pizza yang ia bawa dan segera memakannya tanpa peduli tangannya kotor atau tidak.Melihat apa yang dilakukan sahabatnya, tentu saja Salsa berseru protes."Jorok banget, sih? Tanganmu pasti banyak kumannya!" Salsa merebut sepotong pizza yang sudah sempat digigit oleh Hana, lalu menyemprotkan cairan antiseptik pada telapak tangan Hana sebelum akhirnya membiarkan sahabatnya itu menyantap makanan fast food yang ia bawa itu lagi.Salsa bukan termasuk orang yang gila kebersihan, hanya saja ia merasa menjaga kesehatan itu perlu."Ngapain kabur? Dijodohin lagi?"Hana mengedikan bahu. "Ya begitulah." Hana menjawab pertanyaan sahabatnya dengan mulut penuh.Salsa menghela napas, ikut prihatin dengan perjodohan yang diatur untuk sahabatnya itu. Kemudian tiba-tiba Salsa memekin ketika menyadari sesuatu."OH MY GOD! Hana, apa kamu gila? Kamu beli makanan sebanyak ini? Junk food?" serta merta Salsa mengomel begitu menyadari makanan yang dibawa oleh Hana dengan posri yang tidak sedikit itu adalah Pizza."Udah deh, nggak usah ngomel. Mau bantu aku habisin ini?" Hana sengaja menggoda Salsa agar gadis itu ikut makan.Hana tahu sahabatnya itu memiliki suatu kelebihan tersendiri, yaitu berat badannya akan mudah naik jika ia makan banyak. Berbeda dengan dirinya yang makan banyak pun tidak akan begitu berpengaruh pada berat badannya.Salsa mulai merasa tergiur, kentara sekali bagaimana cara gadis itu menelan salivanya karena menahan diri setengah mati untuk tidak menyentuh makanan yang menggiurkan itu."Salsa, ayo makan. Kamu rela kalau makanan ini aku abisin semua?" Hana semakin memancing sahabatnya."Jangan!" Spontan Salsa melontarkan satu kata itu. Senyum puas terkembang di bibir Hana."Kalau gitu, makanlah!"Salsa masih berusaha untuk tidak menyentuh makanan itu, menahan diri sekuat yang ia bisa, meskipun air liurnya hampir menetes ketika melihat Hana begitu menikmati makanan itu."Hana, kalau aku gendut, emang kamu mau tanggung jawab?" Salsa mengerucut bibirnya."Tenang aja, aku akan tetap jadi sahabat kamu meskipun kamu gendut, kok.""Iya, tapi aku akan semakin sulit dapetin cowok idamanku, Hana!" Salsa merengek."Itu urusan kamu, bukan masalahku," balas Hana acuh tak acuh kemudian bangkit dan berlari menjauhi Salsa sebelum gadis itu menyerangnya dengan membabi buta."Hanaaa! Dasar, nggak punya perasaan!"Suara Salsa melengking di udara namun Hana sama sekali tak menggubrisnya dan tetap melanjutkan langkahnya masuk ke dalam kamar si tuan rumah.Di waktu yang sama, Sonya yang tidak menemukan putrinya di seluruh sudut butik, kalang kabut.Menaydari Hana tidak ada di butik, Sonya segera meminta sopir untuk mengantarkan pulang dan berharap putrinya sudah kembali ke rumah.Sonya segera masuk ke dalam kamar putrinya dan ternyata kamar itu sedikit berantakan dengan lemari pakaian yang masih terbuka. Meskipun tidak kosong, tetapi Sonya tahu pakaian Hana yangbada di dalam lemari telah berkurang. Sonya segera mengecek koper milik putrinya dan benar saja benda itu tidak Sonya temukan. Hana pasti kabur."Dasar anak ini! Kenapa suka sekali merepotkan aku? Pergi kemana dia?"Tak mau hanya menebak-nebak sendiri, Sonya segera menghubungi putrinya."Hana, pulang sekarang juga atau—""Atau Mama akan memblokir kartu kredit Hana?" Hana menyambung ucapan ibunya yang sudah dihafalnya di luar kepala. Ibunya memang kerap kali mengancam untuk memblokir kartu kredit Hana jika Hana tidak patuh, namun Hana tidak takut."Hana, dimanapun kamu berada, Mama perintahkan kamu untuk segera pulang sekarang juga!" tutur Sonya tegas."Hana nggak akan pulang kalau Mama masih akan menjodohkan Hana. Hana nggak mau dijodohkan, titik!""Kamu nggak mau dijodohkan? Oke, kamu boleh menolak perjodohan yang sudah Mama atur, hanya dengan satu alasan, jika kamu sudah punya kekasih. Selama kamu tidak punya kekasih, maka kamu harus patuh pada Mama, Hana!""Oke, Hana akan cari pacar, Mama tenang aja dan tunggu aja di rumah. Selama Hana belum punya pacar, Hana nggak akan pulang ke rumah.""Apa? Jangan gila kamu, Hana! Mau tinggal dimana kamu?" Sonya tidak terima jika Hana harus tinggal di luar seorang diri."Mama nggak perlu khawatirin Hana, Hana bisa jaga diri Hana. Kalau gitu Hana tutup dulu, bye, Ma."Tanpa menunggu respon dari sang ibu, Hana langsung mengakhiri panggilan setelah mengucapkan salam."Cih, cari pacar? Mau cari pacar dimana? Di Bazaar?" Salsa datang mencibir, setelah sejak tadi mendengar obrolan Hana di telpon dengan ibunya."Aku mau cari jodoh melalui aplikasi, Sa.""What? Cari jodoh dari aplikasi?"***"Hana, kamu serius mau cari jodoh online?" Salsa terkejut bukan main mendengar penuturan Hana yang membuatnya tak habis pikir.Hana manggut-manggut. Ekspresinya serius, menandakan bahwa gadis itu tidak sedang main-main."Aku serius. Daripada aku harus ketemu sama anaknya temen Mama yang aku sendiri nggak tau rupanya, lebih baik aku cari teman kencan sendiri aja. Setidaknya kalau cari teman kencan online aku bisa ninggalin dia kapan aja kalau ternyata dia jelek. Yang terpenting aku bisa menghindari perjodohan yang diatur Mama kalau aku punya teman kencan." Hana menjelaskan alasannya kenapa ia berpikir untuk mencari teman kencan online."Sadis! Itu sama aja kamu cuma memanfaatkan orang lain demi kepentingan kamu sendiri, Hana!""Bukannya seharusnya orang itu senang kalau hidupnya bermanfaat untuk orang lain? Bukankah hidup kita akan lebih berharga kalau kita bermanfaat untuk orang lain?" Hana mendebat dengan santainya."Dasar gila! Bukan gitu juga kali!" Salsa semakin dibuat tak habis p
Pagi hari, Hana menyeret Salsa untuk pergi ke pantai. Salsa yang sangat jarang bangun pagi buta seperti itu pun mengomel tiada henti dan terus memaki Hana karena telah menyita waktu tidurnya. Namun Hana tidak peduli, gadis itu memasang sikap acuh.Ya, Salsa memang tinggal di sebuah resort di pinggir pantai, hingga mereka bisa pergi ke pantai hanya dengan berjalan kaki saja."Hanaaa... Aku tuh masih ngantuk, tau!" Salsa melancarkan aksi protesnya, dengan menyentakkan tangan Hana yang sejak tadi setia melingkari pergelangan tangannya, kemudian Salsa melempar tatapan tak suka pada Hana sambil mengerucutkan bibir."Sa, kamu nggak liat badan kamu itu punya banyak lipatan? Masih aja kerjaannya cuma makan sama tidur? Cepat lari! Kita olahraga," ujar Hana sedikit panjang.Meskipun apa yang diucapkan Hana memang benar, tapi tetap saja Salsa merasa kesal jika diingatkan bahwa dirinya memiliki lipatan di perutnya. Dan sepertinya memang karena ia kurang berolahraga.Salsa mencibir. "Nggak puas, y
Setelah mendapat notifikasi dari aplikasi PLAY DATES dimana mengharuskan Hana melakukan pertemuan dengan seseorang yang memiliki kecocokan dengan tingkat tinggi dengan dirinya, Hana melesat kembali ke tempat tinggal Salsa dan segera bersiap melakukan kencan pertamanya.Melihat Hana yang begitu semangat untuk bertemu teman kencan butanya, Salsa geleng-geleng kepala."Kamu serius mau ketemu sama teman kencan buta kamu itu? Gimana kalau ternyata dia jelek, buluk, berkumis, berjenggot, dan—""Nggak mungkin! Aku yakin dia nggak seperti yang kamu katakan barusan," sela Hana."Kenapa nggak mungkin? Kalau dia ganteng, kaya, good looking, mana mungkin dia cari jodoh online? Kecuali kalau dia punya kelainan!" Salsa menghardik."Apa menurutmu aku ini punya kelainan juga?" Hana mengembalikan pertanyaan itu dan Salsa tak bisa menjawabnya.Melihat salsa terdiam seperti itu, Hana tergerak untuk menjelaskan niatnya tanpa diminta. Karena biar bagaimanapun Hana tahu Salsa sedang mengkhawatirkan dirinya.
Hana melempar tatapan sedikit tajam ke arah Oliver yang menunggu jawaban atas pertanyaan. "Kamu serius mau tahu apa alasanku?"Oliver tersenyum miring, kemudian menarik diri dan menghempaskan punggungnya pada sandaran kursi sambil melipat kedua tangannya di depan dada. "Kalau aku nggak serius ngapain atau tanya segala."Kini giliran Hana yang menarik diri ke belakang dan melakukan hal yang sama seperti yang yang dilakukan Oliver, melipat kedua tangannya di depan dada sambil bersandar dan memasang wajah senyum miring pula."Gimana kalau aku bilang, aku mau manfaatin kamu?" Hana berkata dengan sangat cuek, tanpa beban, dan seolah tidak takut jika akhirnya pemuda itu tidak jadi menyambung hubungan mereka setelah ini. Toh perjodohan yang diatur ibunya tidak akan terjadi dalam waktu dekat. Kalaupun Oliver memutus hubungan, Hana masih akan memiliki waktu untuk mencari teman kencan yang lain.Oliver terkekeh singkat. "Kamu mau manfaatin aku? Nggak akan semudah itu.""Oke, aku akan mengatakan
Hana kembali ke resort Salsa dengan senyum merekah begitu lebar. Kedua tangannya menenteng kresek besar berisi berbagai macam makanan. Menghempaskan bokongnya di atas sofa, Hana mulai membongkar belanjanya yang berisikan mulai dari makanan ringan beberapa minuman kaleng serta biskuit dan kue.Salsa yang mendapati itu, terperangah dan tak bisa berkata-kata untuk beberapa saat. Gadis itu hanya geleng-geleng dengan mulut yang terus terbuka."Tutup mulut! Nanti ada lalat masuk, lho!" celetuk Hana acuh, kemudian melanjutkan menyantap snack di tangannya.Salsa berdecak kesal dengan sikap Hana. Jika dilihat-lihat sepertinya sahabatnya itu tengah bersuka hati, sehingga membeli begitu banyak makanan untuk merayakan kebahagiaan yang didapatnya.'Apa kencan butanya sama cowok aplikasi itu berjalan dengan baik?' Salsa membatin.Masih dengan sedikit kesal, Salsa bergerak memeriksa kantong kresek yang tadi dibawa oleh Hana, mencari sesuatu yang kira-kira bisa dimakan tanpa membuat berat badannya me
Hana tertegun cukup lama. Apa yang dikatakan Salsa memang benar, biasanya dia selalu diperjuangkan, kenapa pula sekarang Nia merasa harus memperjuangkan Oliver, pemuda yang dikenalnya melalui aplikasi dan baru bertemu di dunia nyata sekali saja.Hana menggelengkan kepalanya kuat, seolah berusaha menyingkirkan banyak pemikiran yang tidak pernah terlintas di benaknya sebelumnya."Oke, jadi gini. Tadi aku udah ngomong sejujurnya ke dia, apa tujuanku nyari jodoh online, tapi dia tetap mau lanjut meskipun dia tau kalau aku cuma manfaatin dia. Lagian dia juga bilang ikuti aturan aplikasi aja, nggak perlu dibikin pusing apapun yang terjadi nantinya." Setelah beberapa saat bergelut dengan pikirannya sendiri, kini Hana angkat bicara."Jadi hubungan kalian nggak pasti, kan? Gimana kalau suatu hari kamu beneran jatuh cinta sama cowok itu, tapi tiba-tiba aplikasi itu bilang kalian nggak cocok dan kalian nggak bisa lanjut hubungan?"Pertanyaan yang diajukan Salsa lagi-lagi membuat Hana bungkam beb
Salsa mengernyit mendengar ucapan pelan Hana yang terdengar menyebut nama Oliver. "Oliver? Bukannya itu nama cowok aplikasi itu? Mana? Di mana dia?" Salsa langsung bersemangat mencari keberadaan Oliver, dan mengikut arah pandang Hana.Hana menunjuk pada objek yang dia maksud, sambil terus menatapnya tanpa berkedip. "Itu, yang pake baju merah, dia ngapain disana? Apa itu keluarganya?"Salsa menyipitkan mata, mengamati pria bernama Oliver itu dan beberapa orang yang terlihat seperti keluarga. Tapi Salsa tidak yakin bahwa mereka merupakan keluarga Oliver."Meskipun mereka kelihatan seperti sebuah keluarga tapi aku nggak yakin kalau itu keluarga Oliver, Han. Jelas-jelas mereka berbeda. Mereka keliatan seperti orang bule tapi Oliver bukan bule." Salsa memberikan pendapat sesuai pengamatannya.Hana menganggukkan kepala sambil masih terus memandang ke arah dimana Oliver seperti begitu akrab dengan keluarga tersebut. Hana setuju dengan pendapat Salsa.Hana merogoh tas kecilnya dan meraih pons
Oliver menatap Hana penuh arti. Mendengar pertanyaan Hana, Oliver jadi berpikir untuk sekedar mengetes ketulusan gadis itu.'Dia bilang mau memanfaatkan aku, kan? Gimana kalau aku tes dia sedikit?' Batin Oliver berbicara."Kamu nggak bisa punya pasangan miskin, ya?" tanya Oliver yang cukup mampu membuat Hana kebingungan harus menjawab apa. Apakah kentara sekali bahwa ia sangat menghindari pria miskin?Sebenarnya bukan tanpa alasan, Hana menghindari pria miskin karena melihat dari pengalaman-pengalaman sebelumnya, mereka hanya ingin memanfaatkan kekayaan orang tua Hana saja. Sedangkan yang tidak miskin hanya mengincar tubuh Hana saja. Karena itulah Hana sangat pemilih sekarang.Hana mengalihkan pandangan ke sembarang arah ketika berkata, "Bukan nggak bisa, tapi nggak terbiasa. Nggak papa cowok itu miskin asalkan dia bisa mencukupi kebutuhanku yang nggak sedikit." Hana menghindari berserobok tatap dengan pemuda di hadapannya."Jadi, apa masalahmu, sampai kamu mengajakku bertemu mendadak
Menjelang petang Sonya kembali masuk ke dalam kamar Hana yang sudah kembali rapi. Sonya geleng-geleng kepala ketika minat putrinya tertidur. Sepertinya gadis itu lelah mengamuk kemudian kembali membereskannya, sehingga ia ketiduran.Sonya mendekati putrinya kemudian mengguncang pelan tubuh Hana untuk membangunkan gadis itu.Hana menggeliat, pertanda dirinya dapat merasakan sentuhan ibunya pada pundaknya. Perlahan Hana membuka mata dan pandangannya langsung menangkap keberadaan ibunya yang duduk di tepi ranjang."Bangunlah, Sayang. Kamu harus cepat bersiap-siap. Om Johan mengundang kita makan malam untuk merayakan kepulangan putranya," ujar Sonya pada putrinya yang baru saja membuka mata.Hana mengubah posisinya, dari berbaring menjadi duduk."Mengundang? Bukannya tadi Mama bilang mereka akan datang?""Tadinya begitu, tapi Om Johan berubah pikiran. Dia ingin makan malam yang nggak biasa. Dia ingin makan malam kali ini spesial."Hana mengernyit mendengar penuturan sang ibu. "Makan malam
"Saat ini saya sedang tidak bekerja, Tante. Saat pertama bertemu dengan Hana, saya sedang melakukan tugas saya sebagai petugas resort.""Jadi kamu hanya seorang petugas resort dan sekarang tidak bekerja? Bagaimana kamu bisa menghidupi Hana kalau kamu saja tidak punya pekerjaan?" Suara Sonya langsung meninggi, merasa tidak bisa menoleransi pemuda seperti itu."Maaf, Tante, saat ini saya memang sedang tidak bekerja, tapi saja berjanji akan mendapatkan pekerjaan yang lebih layak, saya pasti bisa bertanggung jawab menghidupi Hana, dan saya akan memperhatikan kebahagiaan putri Tante," ujar Oliver mantap."Apa kamu tau, Hana gadis yang boros, dia suka berbelanja, suka jalan-jalan, dan dia selalu memilih barang-barang yang bagus dan mahal. Bagaimana kamu bisa mencukupi itu semua, Oliver?" tanya Sonya lagi semakin menuntut."Saya tau itu, Tante, karena Hana sendiri sudah mengatakan itu pada saya. Saya keluar dari pekerjaan yang sebelumnya karena saya ingin mencari pekerjaan yang lebih benefit
Sonya terkejut melihat kedatangan Hana serta menyeret kopernya di tangannya. Itu artinya putrinya telah pulang. Tak bisa dipungkiri, Sonya teramat senang melihat pemandangan itu."Han, akhirnya kami pulang. Mama sangat senang melihatnya," ujar Sonya sambil memeluk sang putri, mengekspresikan kebahagiaannya."Kemari, duduklah. Kamu mau makan apa, Sayang? Mama akan masakin buat kamu," lanjut Sonya, masih merangkul putrinya kemudian membimbingnya untuk ikut duduk di sofa bersama dirinya."Kebetulan ini udah hampir jam makan siang, gimana kalau mama masak buat makan siang? Masak apa aja, dan tolong masaknya dibanyakin ya, Ma, soalnya Hana ada undang temen ikut makan di sini bareng kita," sahut Hana cukup panjang.Sonya mengernyit. "Teman? Apa itu Salsa?"Hana spontan menggeleng. "Bukan, Ma, dia namanya Oliver. Pacar baru Hana," ujar Hana terang-terangan."Han, kamu serius?""Hana serius, Ma. Dia ada di depan, tapi Mama nanti aja ketemunya, waktu kita makan siang bareng, oke?""Bukan itu m
Salsa menemukan Oliver tidak jauh dari penginapannya, sepertinya laki-laki itu hendak menuju ke penginapan yang ditempati Salsa dan Hana.'Ingin mengucapkan salam perpisahan pada Hana sebelum dia pergi, kah?' kata Salsa membatin.Gadis itu mempercepat langkahnya untuk segera menghampiri Oliver dan menghadang pemuda itu."Jadi kamu benar-benar mau pergi, Pria aplikasi!" Salsa langsung membentak demikian ketika jaraknya sudah terbilang dekat dengan Oliver.Oliver mengernyit, sedikit heran kenapa sikap Salsa jadi kembali jutek terhadap dirinya? Bukankah kemarin Salsa sudah mulai bersikap ramah?Masih sibuk dengan rasa herannya, Oliver sampai lupa untuk menjawab pertanyaan Salsa, hingga membuat gadis itu semakin naik tingkat kemarahannya."Kamu ini manusia atau patung? Ditanya kenapa diem aja!" bentak Salsa lagi.Dibentak demikian, Oliver hanya bisa mengangguk mengiyakan. "Iya, aku mau pergi.""Dasar pria brengsek! Ternyata feelingku tepat, kamu emang pria yang nggak setia. Nyesel aku pe
"Han, kamu mau terima aku jadi pacarmu, kan? Aku bisa bantu kamu menghindari perjodohan itu."Hana menarik tangannya dari genggaman Oliver, kemudian gadis itu berbalik membelakangi pemuda yang kini tengah menunggu jawabannya."Tetap nggak bisa, Oliver. Nggak akan berpengaruh karena kamu akan pergi, kamu nggak akan ada di samping aku, kan? Mama nggak akan percaya kalau aku bilang aku udah punya pacar, tapi orang itu nggak ada."Hana beberapa kali mengusap wajahnya kasar. Ia merasa resah sekarang. Resah karena Oliver akan pergi, dan juga resah karena dengan kepergian Oliver maka dia harus siap bertemu dengan pria yang dijodohkan dengan dirinya. Itu membuat Hana sangat tidak tenang.Oliver kembali memposisikan diri di hadapan Hana. Oliver meraih dagu gadis itu dan menariknya, membuat gadis itu mendongak lalu saling beradu tatap dengan Oliver."Han, lupakan tentang itu dulu. Aku ingin mendengar pengakuan kamu, tolong jawab sejujurnya, jawablah sesuai dengan isi hatimu. Apa kamu mencintaik
Tatapan mata Hana yang tadinya sempat berbinar dan sumringah, kini berganti menjadi sendu saat mendengar ucapan Oliver yang memintanya memilih untuk mendengar kabar baik atau kabar buruk lebih dulu. Rasanya ada sesuatu kecemasan yang dirasakan Hana.Tempo hari Oliver mengatakan jika ia dipaksa untuk melakukan pekerjaan yang tidak ia sukai dan bisa saja ia dipaksa untuk pergi keluar negeri. Apakah kabar itu datang hari ini? Apakah Oliver akan mengatakan bahwa Oliver akan pergi ke luar negeri? Meninggalkan dirinya yang mulai merasakan perasaan yang mendalam?"Bisakah aku denger kabar baiknya aja? Aku nggak mau denger kabar buruk apapun," ujar Hana mencoba untuk bernegosiasi.Oliver menghela napas berat sebelum akhirnya berbicara. "Hana, di kehidupan ini kita selalu dihadapkan dengan berbagai keadaan, baik dan buruk. Kita nggak bisa menghindar, yang harus kita lakukan adalah menjalaninya.""Baiklah, karena aku nggak bisa menolak, kalau gitu aku ingin mendengar kabar buruk dulu."Oliver m
Hana dan Salsa langsung menghentikan tawanya ketika suara Oliver masuk ke gendang telinga.Oliver yang menunggu jawaban Hana, menatapnya tanpa berkedip."Ya, boleh, silakan," kata Hana."Emm ... kita bicara di tempat lain, bisa?" tanya Oliver lagi.Hana dan Salsa kemudian saling pandang. Lewat tatapan mata, mereka mencari kesepakatan.Salsa mengangguk. "Pergilah! Aku balik duluan ke penginapan," kata Salsa meminta Hana pergi bersama Oliver.Hana ikut mengangguk tanpa mengeluarkan sepatah katapun."Jaga sahabatku, awas kalau sampai kamu macem-macem, kamu akan berurusan denganku!" ucapan lantangnya itu ditujukan pada Oliver.Mendapat pernyataan seperti itu dari sahabat Hana, Oliver tersenyum simpul. "Siap, Komandan! Kamu tenang aja, aku nggak akan macem-macem sama sahabat kamu kok, dia nggak akan lecet.""Aku pegang kata-katamu!" balas Salsa. "Kalau gitu aku balik duluan ya, Han," lanjutnya."Iya," balas Hana sekenanya.Oliver mengulurkan tangannya setelah kepergian Salsa dari hadapan k
Hana tertawa mendengar jawaban Oliver. "Mana mungkin kamu nggak pernah jatuh cinta? Usiamu berapa sekarang? Sekalipun kamu nggak pernah jatuh cinta? Aku nggak percaya!" tanya Hana bertubi-tubi."Aku serius, aku memang belum pernah jatuh cinta sebelumnya, tapi sekarang aku sedang jatuh cinta.""Aku nggak perca—apa?" Hana yang tadinya memang tidak percaya Oliver tidak pernah jatuh cinta, langsung terkejut ketika menyadari ujung kalimat Oliver.Pemuda itu mengatakan saat ini ia sedang jatuh cinta. Apakah Oliver sedang jatuh cinta pada Hana?Ah ... memikirkannya saja sudah membuat Hana tersipu.Namun Hana tidak ingin terlalu meninggikan diri sendiri. Sebelum pernyataan itu diutarakan secara langsung oleh pemuda di hadapannya itu, Hana harus bisa mengontrol diri, tidak ingin terlalu percaya diri berlebihan."Iya, aku mengenal seseorang yang berhasil bikin aku ngerasain gimana rasanya jatuh cinta," ujar Oliver.Mati-matian Hana menahan diri untuk tidak tersenyum walau ia begitu ingin. Karen
Oliver terus menggandeng Hana ketika rombongan yang dibawanya sudah berpencar menikmati tour mereka, dan olive meminta mereka untuk kembali berkumpul di tempat yang mereka sepakati pukul empat sore hari.Tak pernah sirna senyum di bibir Hana karena hanya dengan berdekatan dengan Oliver saja ia sudah merasa senang, apalagi digandeng terus seperti itu?Namun ada yang mengerucut bibir melihat kedekatan Hana dan Oliver yang demikian. Yaitu Salsa. Gadis itu mengomel panjang pendek dengan suara pelan."Kalian sengaja ngajak aku gini untuk memamerkan kemesraan kalian, ya? Tau gini, aku nggak akan ikut! Males amat jadi obat nyamuk!" Tak tahan hanya mengomel sendiri dengan suara pelan, Salsa akhirnya melancarkan kalimatnya dengan nada ketus, menunjukkan aksi protesnya pada Oliver dan juga Hana yang seperti mereka sedang sama-sama kasmaran."Hei, jangan sembarangan bicara! Aku ngajak kamu pergi karena aku peduli sama kamu, Sa. Aku tau kamu udah lama nggak jalan-jalan, kan?" Hana mendebat."Ya y