Ke rumah sakit.
"Apa permintaanmu Roy?" tanya mamanya.
"Tolongin biaya berobatnya Hendra ma!" jawab Roy dengan suara terbata.
"Oh, begitu ya? Itu perkara mudah, hanya apakah dia bersedia kita bantu? Mama cemas ia akan merasa direndahkan." Mamanya Roy menatap ke arah Hendra yang sedang bercengkerama dengan adik-adiknya.
Membantu orang bagi mamanya itu perkara mudah dan ia sukai. Karena kesempatan ini jarang sekali. Namun kadang memang timbul rasa ragu. Akankah niat tulus untuk menolong diterima dengan baik? Atau malah sebaliknya akan dikira menghina atau mengejek pihak yang dibantu?.
"Aku tahu siapa Hendra, dia sedang ada masalah keluarga. Takutnya tidak ada yang mau membantu biaya berobatnya. Tadi dia bersamaku, sudah selayaknya kita membantunya, iya kan ma?" Suara Roy sudah mulai jelas, namun ia mulai merasa berat lagi kepalanya, hingga kembali terpejam cukup lama.
"Roy..Roy," sang mama memanggilnya saat anaknya ini tak bicara lagi.
Saat kembali dari Warung.Malam berlalu, hari berganti pagi. Sebelum mentari terbit dalam suasana setelah subuh, Clara bersiap pulang. Setelah sebelumnya melihat kondisi seorang anak jalanan yang ditemukan tantenya itu. Seperti sang tante, ia juga merasa iba dan sedih melihat kondisi sang anak tadi.Jika saat ini Clara kadang ditinggal pergi orang tua hingga hampir setiap harinya Clara hanya berdua dengan kakaknya di rumah. Tidak ada satpam atau asistant rumah tangga apalagi tukang kebun yang bekerja di rumahnya. Tidak seperti rumah Roy yang memiliki semua pekerja tadi sehingga saat kedua orang tuanya tidak ada di rumah, suasana ramai dan tifak hening.Sedang di rumah Clara, jika ia hanya bersama kakaknya. Rumah akan terasa hening dan sepi, beda saat ada mama dan papanya. Meski begitu mereka tetap bersyukur terlebih saat seperti ini. Melihat anak yang ditolong tante Naira, semakin membuatnya untuk bersyukur.Saat ini mereka berdua bisa makan enak, t
Nasi pecel"Kok, tante lama amat ya mbak?" Clara mulai menanyakan tante Naira."Entahlah, tadi katanya mau beli nasi bungkus. Hingga sekarang belum pulang, biasanya tidak lama sih. Jika sekedar untuk beli nasi saja. Hmmm, mungkin mampir dulu ke rumahnya juga untuk sesuatu yang dibeli buat keluarganya," jawab Lira."Kalau begitu akan agak lama pastinya, aku buat roti bakar saja deh untuk sarapan." Clara mengambil sebungkus roti tawar dari kulkasnya. Diambilnya empat lembar untuk diolesi mentega dan meises coklat. Empat kembar itu dijadikan dua, kemudian dimasukkan dalam alat untuk membuat rotu bakar.Belum jadi roti bakar, tante Naira datang. Setelah mengucap salam, segera sang tante memberikan dua bungkus nasi yang dia belikan untuk kakak beradik ini. Lengkap dengan snack yang masih disisakan dari beberapa pembelian dan sebagian banyak sudah diberikan kepada para anak yang ditemui di jalan tadi."Maaf ya terlalu lama kalian menunggunya," ucap Tante
Telepon dari Tante Naira."Kita langsung ke klinik yuk dik!" ajak Lira saat menjemput Clara."Memangnya mbak enggak balik lagi ke tempat kerja?" tanya Clara."Tidak sih. Aku ijin sekalian. Kata tante kita diminta menemani anak yang ditolong tante, karena ia ada keperluan mendadak," ucap Lira."Oh, pantas. Aku sempat kaget saat tahu tante tiba-tiba tidak jadi menjemput, padahal yadi bilang supaya dia yang ngurus aku agar tidak mengganggu waktu bekerjanya mbak," ucap Clara."Aku juga kaget saat dikabari tante ada urusan mendadak. Dan minta tolong jika sudah longgar untuk ke klinik," Lira berkata sambil menjalankan sepeda motornya.Segera Lira menjalankan sepeda motornya, melaju dengan kencang namun tetap pada posisi di sebelah kiri paling pinggir. Saat siang hari jalanan kota besar begitu padat arus lalu lintasnya. Tidak sedikit yang terjebak macet. Lira tidak berani melewati pengendara yang lain atau menyalipnya.Meski di jalur paling
Berbagi tugas rumah.Tante Naira masih bercerita tentang saudaranya yang usai operasi usus besar. Operasi mayor yang membutuhkan kesabaran bagi pasien yang menjalaninya. Tentu bagi keluarga pasien perlu telaten dalam merawat dan memperlakujan pasca operasi hingga bisa sembuh benar. Tante Naira memberi contoh cara memberi makan dan minum.Selama ini jika dimintai tolong tetangga atau kerabat yang operasi besar, ia membari minum sedikit demi sedikit setelah pasien buang angin. Setengah sendok teh minuman. Dan tidak diberi makan berat tetapi cukup jus dalam dua tiga hari. Setengah sendok makan dan berkala. Sedikit demi sedikit jus.Terlebih operasi usus yang mana setelah sadar pasien akan mengalami gerakan peristaltik usus yang lumayan terasa bagi sebagian orang. Dan organ itu ada jahitan, jadi kerabatnya ini sangat takut saat memberi makan. Dan tante Naira memberi contoh seperti itu.Sering tante ini dimintai tolong oleh tetangga dan kerabat. Yang mana mere
Mencari sang anak.Hari semakin sore, di ruang perawatan pada sebuah klinik, di mana tante Naira bekerja yang mana ada seorang anak dirawat di sana. Sang anak yang baru membuka mata, merasa asing dan kaget dengan tempat yang dia singgahi kali ini. Suasana serba putih dan tangan terdapat selang infus membuatnya sedikit tahu di mana ia sekarang."Hah, ini kan? Rumah sakit? Oh tidak, aku tidak punya uang. Tidak ada keluarga, handai taulan atau sanak famili. Bagaimana nanti aku membayarnya?"Sang anak yang ditolong oleh tante Naira. Kini sudah membuka mata secara perlahan, namun ia kaget saat tahu sedang dirawat. Juga bingung jika nantinya dimintai bayaran. Sementara dia tidak punya apa-apa. Tidak juga punya saudara.Selang infus segera dilepasnya. Sebisa dia begitu juga dengan selang oksigen. Dilihatnya sekeliling tempat ia di rawat. Netranya tertuju kepada sebuah jendela. Segera anak ini beranjak dan melihat jendela itu. Diamatinya sekitar wilayah luar dari
Menjenguk di rumah sakit."Roy?"Sambil mendekatkan jarunya ke tangan pemuda yang masih terpejam matanya. Clara berbisik lirih memanggil nama sang pemuda. Roy sudah hampir tiga tidur pulas siang ini. Mungkin karena efek dari obat yang dia konsumsi.Karena sudah tiga jam, saat Clara dan Lira datang menjenguk. Mamanya Roy yang sedang menunggu, membiarkan teman anaknya untuk sekedar membisikkan nama sang putra dan ingin didekatnya. Dengan penuh santun dan halus Clara berbisik ditelinga Roy.Pemuda itu sepertinya mendengar. Dan ia membuka mata perlahan. Dipandanginya sekitar keberadaannya saat ini. Agak sedikit terkejut sih, saat tahu Clara ada di dekat dan memanggil namanya."Clara, kau di sini sayang?" Roy langsung duduk dan terlihat sumringah. Sementara mamanya Roy ikut tersenyum dan segera mengambil posisi duduk setelah membuka mata lebar."Aku tidak menyangka, jika dirimu akan mengalami sakit yang lebih dariku."Den
Terpesona pada pandangan peetama."Bagaimana keadaan anak itu tante?"Clara dan Lira yang tadi habis dari menjenguk Roy dan Hendra, kini berjalan menuju ruang sang anak yang ditolong tantenya berada. Anak itu seharusnya sudah bisa diajak bicara tentang tempat tinggalnya. Namun karena kesalahan dari para penolong yang kurang memberi penjagaan. Kini ia harus mengalami luka di kaki dan tangannya.Kemungkinan akan ada tindakan operaai untuk tangannya yang ada retak pada salah satu jarinya. Pemasangan pen akan dilakukan hari ini juga. Dan anak itu belum membuka mata sejak tadi. Di keoalanya juga ada luka dan beberapa lebam di wajah.Ah, seandainya dia tadi langsung mendapat pengarahan dan pengertian saat membuka mata. Tidak akan seperti ini jadinya. Tante Naira sangat sedih melihatnya. Untuk beberapa waktu ia tadi menunggui anak itu. Dan saat akan keluar membeli sekedar air mineral dalam kemasan botol. Tante bertemu Lira dan Clara. Segera Clara men
Ketemu Brian."Kau di sini nona manis?" tanya orang yang baru dikenal neberapa hari itu."Kamu..? Kamu kan adiknya mas Bintang?" tanya Clara."Iya, memangnya mengapa?"Clara terdiam, pikirannya teringat pada peristiwa beberapa hari lalu yang tidak mudah dilupakan begitu saja. Wajahnya memerah ada rasa ingin marah dan juga kesal di hatinya. Dulu Bintang mengajak kenalan dengan cara yang kurang nyaman buat Clara. Beberapa hari lalu Bintang menghadangnya saat sedang dengan kakaknya.Penghadangan yang membuat Clara cemas terlebih sedang ada massa yang kemudian brutal. Namun akhirnya Bintang yang terkena sasaran. Kesal memang rasanya, tetapi saat ini Bintang sedang sakit. Sekesal apa jua tetap ada rasa iba terhadap sesama insan yang sakit."Aku tadi bertanya, tidak kau jawab Clara?"Brian adiknya Bintang memandang tajam ke arah Clara. Ia juga ingin marah rasanya. Tetapi wajah manis Clara meredamkan emosinya. Gadis ini merupakan
Hal tak terduga.Clara dan ketiga temannya masih berada di sekat gerbang sekolah. Diantaranya ada Roy dan Sasa. Roy yang tadi sempat menundukkan mata dan mengingat kisah cinta tantenya yang kuat dan tulus sejak masih kecil hingga usia tua ini. Yang mana mereka kini sudah memiliki tiga anak yang cantik dan tampan.Dua orang keponakannya itu bergender perempuan, dan ada lelaki yang lahir paling bontot. Bahkan anak bungsu tantenya ini sudah seusia Rina. Terpaut tujuh tahun menikahnya antara orang tua Roy dan sang tante yang merupakan adik kedua dari mamanya Roy. Sang tante dan omnya itu bahkan kini sudah memiliki usaha yang maju dan lancar.Sama seperti mama Roy yang kaya raya. Tantenya itu selalu dilimpahi rezeki yang terus mengalir. Dan sang tantenya itu juga mulai suka bederma. Ia sering memberi sedekah Jum,at di masjid maupun lingkungan dengan berbagi makanan. Hidangan yang biasa diberikan itu seringnya nasi ayam bakar yang pesan di warungnya tante Naira.
Roy teringat tante"Siang ini, kamu jalan atau dijemput duhai Clara? Jika tidak dijemput, biar bersamaku saja. Kali ini aku bersama supir. Dari pada jalan kaki, mendingan naik mobilku. Dijamin sampai depan rumah dengan aman dan nyaman."Setelah mengikuti pelajaran hari ini. Bel tanda selesai belajar dan semua murid dipersilahkan untuk pulang. Roy yang ingin selalu dekat Clara, segera ke arah gadis itu. Tampak Clara sedang duduk di kursi samping sekolah. Jika dalam keadaan menunggu sudah dipastikan pulangnya menunggu jemputan."Bukankah kau tahu, jika aku sekarang sudah jarang jalan kaki lagi. Sejak tersandung, hingga kini aku selalu dijemput."Clara berucap dengan tenang. Roy meminta maaf karena telah banyak lupa. Clara memahami itu. Karena memang sejak benturan itu, Roy terlihat beda. Banyak yang bilang begitu loh. Roy kembali menawarkan keinginannya untuk mengajak Clara pulang bersamanya. Agar kakaknya tidak kerepotan harus ijin dari kantor untuk
Pesona Roy dan Sasa.Sasa memang memiliki sifat yang sedikit angkuh juga. Jika sudah terluka, ia akan berbuat yang menjadi balasan atas lukanya. Sasa tidak menyangka jika Roy akan menduakan dirinya. Padahal selama ini ia rela menolak cowok manapun yang mendekatinya maupun menyatakan cinta padanya.Semua demi kesetiaannya pada Roy. Tapi Roy malah mengejar Clara, disaat ia sedang ingin menyayangi. Bahkan Sasa sempat merasa aneh dengan Roy yang lebih ingin dekat dengan Clara dari pada dirinya. Dan heran jufa mengapa Clara yang kalem dan lembut bisa menerima Roy?"Ah, iya. Seperti apa jua Roy, mau angkuh atau berengsek, tetap saja ia berkharisma. Pesonanya menahlukan lawan. Pastilah Clara bisa takhluk dengan Roy."Sasa bergumam dalam hati. Tapi Sasa masih merasa lebih cantik dan modis dibanding Clara. Ia merasa akan menang dari gadis berambut pirang itu. Sasa memiliki sikap agresif yang akan membuat Roy selalu ingin dengannya. Terlebih saat cream itu su
Kekesalan SasaRoy menyapa Clara, setelah melihat gadis manis ini sedang bercengkerama bersama temannya. Roy segera mendekati mereka. Ia merasa kurang mood saat di kantin tadi. Sepertinya ia ingin bersama Clara kali ini. Meski tadi diajak makan di kantin oleh Sasa."Oh, hai Roy. Rupanya kamu mencariku ya? Hmmm, aku lagi ingin di sini saja sih." Clara membalas sapa Roy dengan suara lembutnya. Hal inilah yang membuat Roy suka dengan Clara. Pandangan Clara tertuju kepada pemuda tampan yang sedang pemulihan dari sakit ini."Ke kantin yuk! Kurang selera nich kalau tak ada kamu!" ajak Roy."Ah, iya. Dari tadi aku juga tidak selera apa pun. Eh, kok sama ya? Aku ingin di sini saja sih," jawab Clara.Tanpa lebih banyak memperhatikan Roy yang sudah duduk di salah satu kursi yang ada di yltaman sebelah dan masih satu kompleks dengan sekolahan ini. Ia kembali aayik bercengkerama dengan para temannya. Roy yang merasa nyaman di sini jadi tak ingin beranjak.
Saat di kantin.Intan mengingatkan Sasa jadi tidaknya ke kantin. Karena ia sendiri juga sudah merasa haus dan perut keroncongan. Intan palung tidak bisa menahan lapar. Ia sangat hobby makan. Tetapi tubuhnya tidak juga melar. Tetap langsing dan semampai. Hampir mirip dengan Sasa hanya pipinya agak cubby sedikit.Intan tetap langsing karena memang pembawaannya yang tidak mudah gemuk. Ia juga rajin ngegim. Minum suplemen agar tetap menjaga berat badan. Dalam hal penampilan, Intan juga suka dandan yang modis. Hampir mirip dengan Sasa. Mereka teman dan sahabat karib. Juga duduk satu meja dalam dua kursi biasa disebut teman sebangku.Mereka sering bersama, mungkin dari sinilah yang membuat penampilan mereka, satu sama lain hampir sama. Jika di jalan ada yang mengira mereka saudara kembar. Tapi pada kenyataannya mereka beda ayah beda ibu. Kebetulan sama sih memang."Sudah yuk Roy! Kita segera menikmati minuman favorite! Kali ini aku yang bayar deh!" Sasa mulai m
Sambutan dari beberapa teman."Hai Roy? Wah sudah rajin masuk sekarang ya?"Para teman Roy mulai menyambut dengan riang seperti dulu lagi. Sebulan yang lalu Roy sering jarang masuk. Baru dua tiga hari sekolah. Besuknya libur dalam waktu lumayan. Bahkan kadang seminggu. Alasanya karena kepalanya berat. Kadang pusing jika membuka buku. Ia pilih di rumah bersantai ria.Pada seminggu di bulan ini, ia mulai aktif tanpa ijin sama srkali. Kepalanya sudah mau betadaptasi dengan buku dan pelajaran apa saja. Jika kadang pusing atau penat sedikit. Bisa diminimalisir atau dinetralkan dengan duduk santai. Tutup buku sejenak kemudian dibuka lagi, bila sudah netral atau reda."Iya. Sudah ingin belajar lagi nih!"Roy duduk di sebelah temannya yang selama menjadi teman sebangkunya. Temannya ini juga menanyakan keadaan Roy. Dan mendoakan semoga sehat selalu. Kebetulan Roy memiliki teman yang cukup pendiam. Tidak banyak tingkah juga enggak suka brutal. Jarang terliba
Di suatu kedai"Hai Roy! Sudah sehat betulkah?" Sapa Hendra yang sudah beberapa waktu tidak terlihat."Iya, kamu sendiri bagaimana?" Roy balik bertanya. Mereka kini sedang nongkrong, kegiatan yang sudah sebulan lebih tidak mereka lakukan"Sudah baikan. Sudah kerja bahkan aku kini. Oh, iya terimakasih banyak ya. Dulu kamu mbantuin aku sedemikiannya." Hendra teringat segala kebaikan Roy. Teringat saat ia sakit dulu, banyak yang telah Roy berikan."Ah, itu biasa. Sorry, baru segitu aku mbantuinnya," Roy sedikit merendah."Itu banyak Roy."Hendra melihat dan mengingat sekilas keadaan Roy. Bantuan hampir sepuluh juta yang Roy berikan. Semuanya tidak perlu dikembalikan. Jarang ada teman sepeduli itu, apalagi yang dinilai brutal oleh orang lain. Sebaiknya memang jangan memandang sebelah mata terhadap orang lain.Yang Hendra herankan lagi, seorang anak milyader masih menghargai dirinya yang hidupnya sederhana dengan kondisi keluarga yang kura
Rihlah bersama teman kecil."Kita jadi liburan nih."Ibrahim berkata dengan penuh keceriaan. Keinginannya untuk mengajak orang bertamasya akhirnya tercapai. Berbagi rezeki untuk kebahagiaan bersama. Rangga akan doajak juga kelima belas temanya. Setelah empat puluh hari berlalu.Anak itu saat ini tinggal di rumahnya Ibrahim. Sebenarnya tante Naira yang mengadopsi, namun karena saat ini srdang ada keperluan di luar kota. Ia titipkan Rangga pada Ibrahim. Tentu pemuda itu sangat senang sekali. Hampor setiap hari ia membelikan makanan dan buah yang Rangga suka. Juga diberikan kepada teman kecilnya Rangga.Rangga sendiri merasa nyaman tinggal di rumah pemuda ini. Kadang para teman Rangga diajak bermain juga ke rumah sang pemuda ini. Rasanya senang bisa membuat orang lain ceria. Kehadiran Rangga di rumah ini juga atas ijin dari keluarganya. Setelah empat puluh hari kemarin, keluarganya kembali ke kampung halaman.Ibrahim memberikannya banuak b
TrenyuhKeesokkan harinya Clara dan Lira juga tante Naira beraktifitas seperti biasa. Sementara Rangga yang sedang berduka kini bersama para temannya yang belum sekolah. Ada tetangga juga. Serta saudara dan keluarga dari desa ada yang menjenguk.Meski bukan orang tuanya, ia yang selama ini sedikit memiliki nurani untuk mengasihi. Tidak banyak yang bisa dilakukan saudaranya ini. Hanya menjenguk dan menyampaikan duka serta memberi tahu kepada warga yang selama ini berbuat baik. Serta memikirkan kelanjutan hidup untuk Rangga.Mereka yang datang adalah saudara yang selalu kepikiran selama Rangga tidak bersama keluarganya. Mereka hanya kerabat tidak bisa berbuat apa? Terlebih keadaan ekonomi yang belum mendukung untuk menambah anggota keluarga baru yaitu Rangga. Miris rasanya hal ini, hingga salah satu dari mereka bersikeras setelah tujuh hari ini akan membawa Rangga tinggal bersama mereka.Hal ini sempat didengar oleh Ibrahim bahkan disampaikan juga ke