Lagi-lagi pertanyaan ini. Naomi menatapnya sambil menjawab, "Apakah ... suka harus ada alasannya?"Hardy tertawa sebelum berkata, "Apa kamu mengenalku? Kamu bahkan tidak tahu seperti apa diriku, tapi sudah menyukaiku? Apa kamu tidak takut aku adalah orang jahat?"Naomi menunduk, lalu berkata perlahan, "Aku tahu kamu bukan orang jahat."Sementara itu, Hardy mengelus bibirnya sambil berkata, "Kenapa kamu yakin aku bukan? Karena kamu merasa aman ketika bersamaku?"Naomi mengernyit kebingungan. Hardy menatapnya sembari melanjutkan, "Kamu ini benar-benar polos, bisa-bisanya menganggap semua pria itu baik? Kalau aku adalah pria lain, apa kamu kira bisa melewati malam kemarin dengan aman?"Naomi mengerucutkan bibirnya seraya berkata, "Tapi, kamu bukan pria seperti itu.""Aku tidak seperti itu karena menahan diri," ucap Hardy. Kemudian, dia melepaskan tangannya dan duduk membelakangi Naomi sambil menambahkan, "Jangan menganggap semua pria itu baik."Hardy pun bangkit dan berjalan ke dekat tump
"Benar," jawab Naomi sambil mengangguk dan tersenyum. Kemudian, dia duduk di hadapan Jeremy. Jeremy memperhatikannya sejenak, lalu tersenyum sembari berkata, "Tidak disangka kamu terlihat begitu berkarisma. Aku kira ....""Kira apa?" tanya Naomi.Jeremy tersenyum seraya membalas, "Kamu tidak terlihat seperti yang dideskripsikan ibumu."Naomi hanya mengangguk.Jeremy seketika terpikirkan sesuatu. Dia mengambil buku menu dan bertanya, "Kamu mau makan apa? Pesan saja."Naomi tertegun sejenak, lalu menimpali, "Maaf, aku sudah makan. Aku kemari karena kamu bilang mau bertemu.""Begitu, ya? Kalau begitu, kamu mau minum apa?" tanya Jeremy lagi.Lantaran segan menolak tawaran Jeremy, Naomi pun memesan segelas kopi. Ketika sedang makan, Jeremy terus bertanya tentang urusan pekerjaan. Naomi bekerja di Perusahaan Soulna, jadi dia sangat paham dengan topik pembicaraan ini.Selesai mengobrol, Jeremy sangat puas dengan Naomi. Dia berujar, "Ternyata kamu sangat serius terhadap pekerjaan juga, ya. Apa
Jeremy mengulurkan tangannya mengelus punggung tangan Naomi. Naomi seketika membeku dan mengernyit. Melihat ekspresi Naomi, Jeremy tersenyum seraya berkata, "Kita boleh mulai perlahan-lahan. Aku butuh seorang istri yang baik dan berkarisma sepertimu."Naomi tiba-tiba menarik tangannya sambil membalas, "Maaf, aku sudah punya seseorang yang kusuka."Mendengar ini, raut wajah Jeremy langsung berubah. Dia meraih tangan Naomi dan berujar, "Hanya suka, 'kan? Itu bukan masalah besar. Memangnya kalian sudah berpacaran? Sudah menikah? Kalaupun orang tuamu tahu, apa mereka setuju dengan hubungan kalian?"Naomi terkejut dengan tindakan Jeremy. Dia berusaha sekuat tenaga untuk menarik tangannya, tetapi tidak berhasil. Raut wajahnya sudah berubah menjadi serius. "Jeremy, tolong lepaskan tanganku," ucapnya."Widya, aku benar-benar sangat menyukaimu. Aku menyukaimu pada pandangan pertama," kata Jeremy.Jeremy menarik tangan Naomi, lalu mengecupnya. Hal ini membuat sekujur tubuh Naomi merinding. Lanta
Naomi tercengang. "Aku nggak tahu. Aku sama sekali nggak mengerti apa hubungan kita. Lagi pula, bukankah kamu juga nggak menganggapku serius? Aku memang nggak punya pengalaman dalam percintaan, tapi aku tahu pria dan wanita yang berciuman menandakan mereka punya hubungan khusus. Sayangnya, kita nggak seperti itu," ujarnya.Hardy tertawa dengan kesal. Dia berdiri tegak di hadapan Naomi sembari bertanya, "Apa kamu kira aku sedang mempermainkanmu?""Apa ada bedanya?" tanya Naomi dengan mata yang sudah merah."Ada" Hardy menindih Naomi di dinding dan mencondongkan tubuhnya, lalu menjelaskan, "Kalau aku ingin mempermainkanmu, aku tidak akan berciuman denganmu, tapi langsung menidurimu."Naomi menatap Hardy dengan terkejut.Hardy mendekatkan bibirnya ke telinga Naomi. Dia tersenyum sinis seraya bertutur, "Apa kamu tahu, pria tidak akan banyak berpikir untuk mempermainkan seorang wanita. Mereka hanya perlu mengikuti nafsu. Bagi pria, nafsu dan perasaan bisa dipisahkan. Aku sudah bilang, janga
Lantaran tidak mendengar balasan, Hardy menoleh menatap Naomi seraya bertanya, "Apa kamu tidak ingin berkencan?""Bukan begitu ...." Naomi berpikir sejenak, lalu bertanya dengan pelan, "Apa sekarang kita berpacaran?"Hardy mempererat rangkulannya di pundak Naomi agar lebih dekat dengannya. Dia membalas, "Kamu masih menanyakan hal yang sudah jelas? Dasar."Naomi memandang Hardy sambil tersenyum.Keesokan harinya, di Perusahaan Soulna."Naomi, terima kasih untuk kemarin. Ibuku bilang pasangan kencanku menghubunginya dan bilang nggak ingin berkencan denganku lagi. Dia juga meminta maaf kepada ibuku. Ibuku sampai terkejut," kata Widya. Dia pagi-pagi sudah datang mencari Naomi untuk berterima kasih.Mendengar ini, Naomi tersenyum sembari menimpali, "Sama-sama. Tapi, sebenarnya aku yang seharusnya berterima kasih padamu." Jika bukan karena menggantikan Widya bertemu pasangan kencan butanya, Naomi juga tidak akan bertemu dengan Hardy, 'kan?"Terima kasih padaku?" Widya bertanya dengan bingung
"Oh," sahut Naomi sambil mengerucutkan bibirnya.Aditya melirik kotak makanan di tangan Naomi, lalu bertanya sambil mengernyit, "Naomi, pria tadi ... apa dia tuan muda dari Keluarga Chaniago?"Naomi mendadak merasa gugup, tetapi dia tidak berani membohongi ayahnya. Dia pun menjawab dengan jujur, "Iya. Maaf, aku nggak seharusnya menyembunyikan hal ini dari Ayah.""Sejak kapan?" tanya Aditya."Kemarin ...," sahut Naomi."Maksud Ayah, sejak kapan kamu berinteraksi dengannya?" tanya Aditya lagi."Hampir sebulan lalu," jawab Naomi. Dia terdiam sejenak sebelum melanjutkan, "Ayah pernah bilang nggak akan ikut campur urusan asmaraku. Ayah nggak lupa, 'kan? Aku sangat menyukainya."Aditya menarik napas dalam-dalam, lalu berkata dengan nada serius, "Ayah memang pernah bilang begitu, tapi itu tergantung orangnya juga. Naomi, Hardy tidak pantas buatmu.""Ayah, aku tahu reputasinya kurang bagus, tapi masa lalunya nggak penting bagiku," ujar Naomi. Ini pertama kalinya dia membantah ayahnya.Sadar ba
Javier menyendokkan sup ke mangkuk Claire dan tertawa sambil berujar, "Kamu tidak perlu masak, cukup kerja untuk menafkahiku."Claire menerima mangkuk itu dan menyahut, "Menafkahi seorang presdir butuh biaya besar, lho."Ketika hendak menimpali Claire, ponsel Javier tiba-tiba berdering. Dia memicingkan matanya saat melihat nama penelepon sebelum menjawab, "Ada apa?"Javier mendengar ucapan orang di ujung telepon, lalu berujar lagi, "Oke, aku ke sana malam ini."Setelah Javier menutup telepon, Claire menatapnya sambil bertanya, "Kenapa?"Javier mengulum senyum tipis dan menjawab, "Ada acara malam ini, teman sekelasmu itu juga bakal datang."Claire tahu siapa orang yang dimaksud Javier. Jadi, dia berdecak dan berujar, "Teman sekelasku? Bukannya dia kerabatmu?""Dia kerabatmu juga, 'kan?" balas Javier sambil tersenyum lebar.Lampu neon menyemarakkan langit malam kota. Orang-orang berpengaruh di dunia bisnis memenuhi ruang VIP di sebuah restoran. Mereka datang untuk merayakan dan mendukung
"Rupanya kamu yang bernama Dimas, ya? Aku sudah lama mendengar tentang reputasimu," ujar Aditya sambil bersulang pada Dimas.Dimas membungkuk sopan dan menyahut sambil tersenyum, "Aku juga sudah lama mendengar tentang Pak Aditya. Aku sangat kagum dengan proyek Teluk Bomin Bapak di luar negeri."Aditya mengulum senyum dan berujar, "Keberhasilan proyek Teluk Bomin itu berkat kerja sama dengan partner juga. Penghargaan atas proyek itu lebih banyak adalah milik mereka."Dimas menyesap anggurnya, lalu membalas, "Pak Aditya terlalu rendah hati.""Ngomong-ngomong, apa kamu mengenal putriku?" tanya Aditya sambil melirik Naomi. Dia melihat Dimas mengobrol dengan putrinya barusan."Nona ini putri Pak Aditya?" tanya Dimas dengan nada kaget.Aditya menjawab, "Ya, dia sangat jarang mengikuti acara seperti ini, jadi aku mengajaknya supaya dia terbiasa bersosialisasi.""Rupanya begitu. Aku juga baru bertemu dengannya di pesta beberapa hari yang lalu," ujar Dimas.Naomi hanya menunduk tanpa bersuara s