Share

Bab 76 Bianna Marah

Author: Ziya_Khan21
last update Last Updated: 2025-02-26 12:00:42

Bianna tergesa-gesa keluar dari toilet. Namun, begitu dia melewati pintu, Damian sudah berdiri di luar, bersandar pada dinding dengan kedua tangannya terselip di saku celana. Begitu melihat Bianna, dia segera meluruskan tubuhnya dan menatapnya penuh selidik.

"Kamu kenapa lama sekali?" tanyanya, suaranya terdengar datar, tetapi sedikit mengandung rasa khawatir.

Bianna tidak menjawab. Dia hanya berjalan lurus melewati Damian tanpa sedikit pun meliriknya.

"Bia."

Damian memanggilnya lagi, kali ini lebih tegas. Namun, Bianna tetap tak berhenti. Kesabarannya tampaknya habis, karena tiba-tiba Damian bergerak cepat dan menarik lengan Bianna, menghentikannya di tengah koridor pesta.

"Apa yang terjadi padamu?" tanyanya dengan suara yang lebih dalam, menatap Bianna dengan tajam.

Bianna menoleh, matanya penuh kemarahan. Dengan cepat, dia menepis tangan Damian dengan keras. Damian tampak sedikit terkejut dengan tindakan itu.

"Kamu ti
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (39)
goodnovel comment avatar
b3kic0t
biar pun marah akting kalian berdua harus tetap totalitas ya bia Dami,kalo enggak bisa ketahuan yg nikahnya g seriusan
goodnovel comment avatar
Ika Dewi Fatma J
pasti Damian g bakal nyadar apa kesalahannya deh
goodnovel comment avatar
Ratihtyas
intinya kalian itu belum saling terbuka makanya bnyk masalah
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Kembalinya sang Putri Pewaris    Bab 77 Akhirnya Tahu

    Bianna turun dari mobil tanpa menunggu pintunya dibukakan, langkahnya cepat dan penuh emosi. Angin malam menerpa kulitnya, tetapi amarah yang membakar dadanya membuatnya tak peduli pada hawa dingin."Bia!" Suara Damian memanggil, tetapi dia mengabaikannya.Dia terus berjalan menuju pintu masuk, tidak peduli apakah Damian mengejarnya atau tidak. Tatapannya lurus ke depan, hatinya dipenuhi dengan kemarahan dan kekecewaan yang bercampur menjadi satu.Dari balkon lantai atas, Sean yang tengah menikmati segelas anggur memperhatikan pemandangan itu. Alisnya sedikit terangkat melihat bagaimana Bianna melangkah cepat, sementara Damian tampak kesal di belakangnya.Sean menghela napas pelan dan bergumam pada dirinya sendiri, "Sepertinya pesta mereka tidak berjalan dengan baik."Di dalam kamar, Bianna baru saja menutup pintu saat Damian mengejarnya. Dengan satu gerakan cepat, Damian menarik tangannya, menahannya agar tidak p

    Last Updated : 2025-02-26
  • Kembalinya sang Putri Pewaris    Bab 78 Galaunya Damian

    Damian berjalan menuju ruang tengah dengan langkah tergesa-gesa, napasnya memburu, bukan karena kelelahan, tetapi karena amarah yang masih membara di dadanya. Tangannya yang terluka berdenyut nyeri, mengingatkannya pada dorongan keras Bianna barusan. Dia meringis, menekan lukanya dengan telapak tangan satunya, berusaha mengendalikan rasa sakit yang menjalar hingga ke tulang.Dia mendengkus, duduk di sofa dengan kasar, kepalanya bersandar ke belakang. Tatapannya kosong menatap langit-langit, sementara pikirannya terus berputar, kacau seperti badai yang tak kunjung reda."Apa masalahnya?" gumamnya dalam hati, jemarinya mencengkram lengan kursi dengan kuat. "Kenapa Bianna selalu ikut campur? Kenapa dia harus bereaksi seperti itu?"Seharusnya tidak ada yang perlu dipermasalahkan. Bianna tahu peran mereka. Mereka bukan pasangan sungguhan, hanya dua orang yang terikat dalam perjanjian. Lalu, kenapa dia bersikap seolah-olah dia berhak merasa marah

    Last Updated : 2025-02-27
  • Kembalinya sang Putri Pewaris    Bab 79 Pagi Menyebalkan

    Pagi harinya, sinar matahari yang masuk melalui celah tirai menyilaukan mata Bianna yang terasa berat. Seluruh tubuhnya terasa pegal, seolah-olah dia baru saja menyelesaikan maraton semalaman. Dengan malas, dia menggerakkan tubuhnya, merasakan nyeri di leher dan punggungnya.Saat dia akhirnya duduk di tepi ranjang, tangannya terangkat untuk mengusap wajahnya yang terasa kering dan sedikit hangat. Dia menghela napas dalam, mencoba menghilangkan perasaan berat yang masih menggelayut di dadanya.Dengan langkah gontai, Bianna berjalan menuju meja rias. Dia meraih sisir, tapi saat matanya menangkap pantulan dirinya di cermin, dia tersentak. Mata bengkak. Wajah kusut."Astaga!" serunya kaget, nyaris menjatuhkan sisir dari tangannya.Tepat saat itu, pintu kamar terbuka, dan Inara masuk dengan nampan berisi air hangat di tangannya. Gadis itu terlonjak kaget mendengar teriakan Bianna. "Ny—nyonya? Ada apa?"Bianna berbalik denga

    Last Updated : 2025-02-27
  • Kembalinya sang Putri Pewaris    Bab 80 Bersama Sean

    Kini, Bianna dan Sean sudah duduk di meja makan, menikmati sarapan mereka dalam suasana yang cukup tenang. Aroma kopi dan roti panggang memenuhi ruangan, menambah kenyamanan pagi itu.Tak lama, Eduardo muncul, berjalan dengan tenang menuju kursi di ujung meja. Dengan wibawa khasnya, pria tua itu duduk dan mulai menyendok bubur hangatnya.Saat semua mulai sarapan, Eduardo melirik ke sekitar meja, menyadari sesuatu yang kurang. "Di mana Damian?" Tiba-tiba dia bertanya.Bianna yang sedang mengunyah bubur oat meal-nya langsung tersedak mendengar pertanyaan itu. Dia buru-buru menutup mulutnya dengan tangan, sedangkan Sean dengan sigap menyodorkan segelas air padanya."Pelan-pelan, Bia. Jangan sampai kamu meninggal gara-gara pertanyaan Papa," ucap Sean sambil terkekeh.Bianna menatapnya tajam, lalu meletakkan gelasnya dengan tenang, meski dalam hatinya dia panik. Sejak tadi dia memang sengaja tidak memikirkan Damian set

    Last Updated : 2025-02-27
  • Kembalinya sang Putri Pewaris    Bab 81 Damian Marah

    Mobil sedan Mercedes Benz CLE-300 melaju pelan di bawah kemudi Tian. Bianna masih menunggu Sean bicara atas pertanyaannya barusan. Detik berikutnya, tanpa mengalihkan tatapan, Sean pun menjawab pertanyaan Bianna sambil tersenyum kecil. "Karena Dami terlalu membenci Viella."Bianna mengerjap, tidak mengerti sepenuhnya apa maksud dari kata-kata Sean. Apakah itu berarti Viella tidak lagi menjadi ancaman? Ataukah kebencian Damian justru sesuatu yang berbahaya?Namun, melihat ekspresi Sean yang tidak berniat menjelaskan lebih jauh, Bianna memilih untuk menyimpan pertanyaan itu dalam hati.***Damian berdiri di depan sebuah pintu apartemen dengan ekspresi dingin dan penuh tekanan. Tangannya yang terluka masih terasa nyeri, tetapi itu bukan sesuatu yang menghalanginya pagi ini. Dia menekan bel pintu dengan keras, sekali, dua kali, tiga kali. Tidak ada jawaban.Dia menekan lagi, kali ini lebih kuat dan lama.Beberapa saat kemudian, pintu

    Last Updated : 2025-02-28
  • Kembalinya sang Putri Pewaris    Bab 82 Sisi Lain Damian

    Bianna terlihat bingung dengan apa yang dibawa Esma untuknya. Sementara Esma meletakkan nampan di meja Bianna dengan hati-hati sebelum menatapnya dengan senyum simpul. "Tuan Damian yang memerintahkan saya untuk membawakannya pada Anda," katanya santai.Bianna menegang seketika. Matanya menatap cangkir kopi dan kue di atas meja seolah-olah keduanya bisa memberinya jawaban. Dia mengerutkan kening. "Dami?" ulangnya pelan, masih sulit percaya. Bukankah Om Sean bilang dia sedang ke luar kota? gumam Bianna dalam hati.Esma mengangguk. "Ya, Nyonya. Saya juga sedikit terkejut ketika mendapat perintah itu. Tapi Tuan Damian memintanya secara langsung."Bianna mengerutkan alis, rasa bingung memenuhi kepalanya. Sejak semalam Damian bersikap dingin, bahkan sampai pagi ini pria itu pergi tanpa sepatah kata pun. Tapi sekarang ... Dia tiba-tiba mengirimkan kopi dan kue?"Apa dia mengatakan sesuatu?" tanya Bianna, masih menatap kue itu dengan ekspresi ti

    Last Updated : 2025-02-28
  • Kembalinya sang Putri Pewaris    Bab 83 Ke Rumah Sakit

    Pertanyaan Damian membuat Bianna langsung tersadar dari lamunannya dan menggeleng. “Bukan apa-apa,” jawabnya cepat.Saat itu, lift tiba-tiba berhenti di salah satu lantai dan pintunya terbuka. Beberapa pegawai masuk, membuat ruangan sempit itu semakin penuh. Bianna dan Damian terpaksa berdiri lebih dekat, hampir tidak ada ruang tersisa di antara mereka.Tanpa sengaja, seseorang menyenggol lengan Damian yang terluka. Seketika, pria itu meringis dan menahan napas, tetapi dengan cepat berusaha mengendalikan ekspresinya agar tidak terlihat lemah.Namun, Bianna yang berada tepat di sampingnya dengan jelas mendengar desahan kesakitan dari bibir Damian. Dia menoleh, melihat rahang pria itu menegang dan tangannya sedikit mengepal menahan nyeri.Bianna menatapnya dengan khawatir, ingin bertanya, tetapi sadar bahwa mereka sedang dikelilingi oleh banyak orang. Damian sendiri tetap berusaha bersikap tenang, pura-pura tidak terjadi apa-apa.Suasana di

    Last Updated : 2025-02-28
  • Kembalinya sang Putri Pewaris    Bab 84 Tetap Sama

    Di ruang periksa rumah sakit, Damian duduk di atas ranjang medis dengan ekspresi datar. Bahunya yang terluka terasa berdenyut, tetapi dia tetap bersikap seolah-olah tidak ada yang terjadi. Bianna berdiri di sampingnya, menatap dokter dengan wajah serius.Dokter mengamati hasil X-ray di tangannya sebelum menghela napas. "Tuan Damian, berdasarkan hasil pemeriksaan, ada dislokasi pada bahu Anda. Itu sebabnya Anda merasa nyeri. Jika dibiarkan, kondisinya bisa semakin buruk."Bianna sontak menoleh pada Damian dengan tajam. "Dengar itu? Makanya kamu harusnya ke rumah sakit dari tadi, bukannya malah bersikap keras kepala!"Damian tidak menjawab, hanya mengalihkan pandangannya ke arah lain.Dokter melanjutkan, "Saya sarankan untuk segera melakukan reposisi bahu, lalu Anda harus memakai penyangga selama beberapa minggu agar posisinya kembali normal."Bianna langsung mengangguk. "Lakukan sekarang juga, Dok!"Damian menoleh cepat ke arah Bi

    Last Updated : 2025-03-01

Latest chapter

  • Kembalinya sang Putri Pewaris    Bab 178 Akhir yang Indah

    Enam bulan kemudianAngin sore bertiup lembut, mengusap wajah Rachel yang termenung di bangku taman dekat dengan rumahnya. Pandangannya kosong menatap danau buatan di depannya, pikirannya masih dipenuhi oleh satu hal yang sama selama enam bulan terakhir ini, penyesalan.Hampir setiap hari, dia mengulang kembali momen itu dalam pikirannya. Betapa bodohnya dia yang hanya diam saat Sean bertanya apakah dia harus pergi. Seharusnya saat itu Rachel mengatakan sesuatu. Seharusnya waktu itu Rachel memintanya tetap tinggal.Rachel menggenggam erat jemarinya sendiri, hatinya terasa sesak."Aku seharusnya mengatakannya …," gumamnya, lalu tiba-tiba dia berteriak kesal, "Aku seharusnya bilang jangan pergi!" Suaranya bergetar menahan tangis."Lalu kenapa kamu tidak mengatakannya malam itu?"Rachel membelalakkan matanya. Mencerna suara yang baru saja dia dengar lalu dengan cepat dia berdiri dan menoleh ke arah suara itu.Di sana, berdiri sosok yang selama ini selalu ada dalam pikirannya.Sean.Rache

  • Kembalinya sang Putri Pewaris    Bab 177 Kembali ke New York

    Perjalanan menuju rumah Rachel dipenuhi dengan keheningan. Hanya suara mesin mobil yang terdengar, sedangkan Sean dan Rachel larut dalam pikiran masing-masing.Rachel menggenggam ujung mantelnya dengan erat, mencoba menahan sesuatu yang terasa mengganjal di dadanya. Sean di sampingnya tampak tenang, tetapi tatapannya lurus ke depan, seakan-akan menyembunyikan banyak hal yang ingin dia katakan.Mobil berhenti di depan rumah Rachel. Wanita itu membuka pintu mobil, tetapi sebelum turun, Sean akhirnya bersuara.“Mungkin ini adalah pertemuan terakhir kita.”Rachel membeku. Jari-jarinya yang memegang pegangan pintu menegang. Dia menelan ludah susah payah, berusaha mencari sesuatu untuk dikatakan, tetapi tenggorokannya terasa kering.“Kalau begitu .…” Rachel menarik napas panjang sebelum melanjutkan, “hati-hati di perjalanan.”Sean tersenyum tipis, tetapi senyumnya terasa pahit.“Kau juga,” jawabnya.Rachel mengangguk pelan, lalu turun dari mobil. Sean tetap duduk di dalam, menatap punggung

  • Kembalinya sang Putri Pewaris    Bab 176 Haruskah?

    Sean berdiri di tepi trotoar, menunggu dengan sabar di depan kantor tempat Rachel bekerja. Udara sore yang sejuk membelai wajahnya, sedangkan lalu lintas kota mulai ramai seiring jam pulang kerja.Tidak lama, pintu kaca otomatis terbuka, dan Rachel muncul dari dalam gedung dia antara banyaknya para pekerja yang keluar dari gedung itu. Dia tampak lelah, tetapi senyum tetap terukir di wajahnya saat matanya menangkap sosok Sean. Dengan riang, dia melambaikan tangan."Sean!" serunya, mempercepat langkah mendekatinya.Sean, yang kini sudah benar-benar pulih tanpa tongkatnya, membalas senyum Rachel. "Lama sekali. Aku hampir mengira kau sudah lupa kalau ada seseorang yang menunggumu di sini," godanya.Rachel tertawa kecil. "Sibuk, tahu? Tapi aku senang kamu datang menjemputku."Sean mengangkat bahu. "Aku ‘kan harus memastikan kamu tidak pulang terlalu larut. Siapa tahu ada orang asing yang mencoba merebut perhatianmu," ujarnya dengan nada bercan

  • Kembalinya sang Putri Pewaris    Bab 175 Bersatu

    Waktu berlalu, dan akhirnya hari yang dinantikan tiba. Setelah menjalani pemulihan yang cukup panjang, Sean dan Steven hari ini sudah diperbolehkan keluar dari rumah sakit. Mereka sempat melalui berbagai pemeriksaan dan tes untuk memastikan kondisi keduanya benar-benar sudah pulih.Hari itu langit begitu cerah, seolah-olah ikut merayakan kesembuhan mereka berdua.Damian sudah menunggu di depan ruang rawat sang anak yang pintunya terbuka dengan penuh antusias. Tidak berapa lama, orang yang dia tunggu akhirnya keluar juga. Bianna tersenyum hangat sambil menggandeng tangan Steven yang terlihat lebih ceria dan sehat dibanding sebelumnya.“Siap pulang, jagoan?” Damian bertanya sambil mengusap kepala putranya dengan lembut.Steven mengangguk dengan semangat. “Siap, Daddy! Aku kangen rumah!”Dari arah sebelah kanan Damian, Sean juga baru keluar dari ruang rawatnya, pria itu melangkah dengan tenang, meskipun tubuhnya masih sed

  • Kembalinya sang Putri Pewaris    Bab 174 Satu Keluarga

    Rachel menghela napas, tidak menyangka kalau Sean akan bertanya hal itu. Wanita yang menguncir rambut panjangnya itu lebih dulu menyesap air putih dari gelas yang ada di meja samping tempat tidur sebelum akhirnya menjawab, “Aku bertemu dengan Bianna lebih dulu, lalu dari situlah aku mulai mengenal Damian. Tapi aku bisa merasakan sesuatu yang aneh darinya. Dia selalu bersikap baik, tapi juga menjaga jarak seolah-olah … ada sesuatu dalam diriku yang mengganggunya.”Sean mengangkat alis. “Mengganggunya?”Rachel mengangguk pelan. “Aku tidak tahu pasti, tapi aku merasa dia melihatku bukan sebagai diriku sendiri … melainkan seseorang yang lain.”Sean menatap Rachel dalam diam. Pikirannya mulai menghubungkan banyak hal yang selama ini terasa samar. “Mungkin karena kamu mirip dengan Elara,” gumamnya lirih.Rachel menatap Sean, mencoba membaca ekspresinya. “Aku tidak pernah bertanya banyak, karena aku bisa merasakan sepertinya itu sesua

  • Kembalinya sang Putri Pewaris    Bab 173 Steven Selamat

    Waktu terasa berjalan lambat bagi Damian dan Bianna yang menunggu di luar ruang operasi. Bianna duduk di bangku tunggu sambil terus meremas jemarinya sendiri, sedangkan Damian mondar-mandir di sepanjang lorong rumah sakit.“Aku tidak tahan lagi … ini sudah berjam-jam,” gumam Bianna dengan suara gemetar.Damian menghentikan langkahnya dan duduk di samping istrinya, menggenggam tangannya erat. “Mereka akan baik-baik saja. Sean kuat, begitu juga Steven.”Bianna mengangguk, meskipun kekhawatiran masih tergambar jelas di wajahnya. Sementara Eduardo duduk di bangku lainnya ditemani oleh Dion. Pria tua itu menunduk sembari merapalkan doa-doa demi keselamatan cucu dan cicitnya.Setelah hampir lima jam yang terasa seperti seumur hidup, akhirnya pintu ruang operasi terbuka. Dokter Rodriguez keluar dengan wajah tenang dan profesional didampingi seorang suster di sampingnya. “Dok, bagaimana keadaan mereka?” Damian langsung b

  • Kembalinya sang Putri Pewaris    Bab 172 Hari Penting

    Damian menatapnya dengan sorot mata tajam, tetapi tetap tenang. “Bukan itu maksudku, Kak.”“Tapi itulah yang kamu katakan!” Sean mendekat, dadanya naik turun menahan amarah. “Kamu berbicara seolah-olah kehadiran Rachel itu seperti pengganti Elara! Seperti Elara tidak ada artinya bagimu!”Mendengar ucapan Sean, Damian mengepalkan tangannya. “Aku tidak pernah bilang begitu! Aku hanya mengatakan bahwa melihat Rachel … aku merasa sedikit lebih baik. Itu bukan berarti aku melupakan Elara!”Sean menggelengkan kepala dengan ekspresi tidak percaya. “Jangan bicara seolah-olah kamu lebih menderita dariku, Damian! Kamu bahkan tidak ada di sana saat Elara meninggal! Kamu tidak melihatnya sekarat di pelukanku! Kamu tidak merasakan ketakutan dan rasa bersalah yang menghantui setiap detik hidupmu!”Suasana semakin memanas, napas mereka berdua memburu.Damian menatap Sean dengan tatapan dingin. “Kamu pikir hanya kamu yang merasa kehilangan, Kak? Aku juga

  • Kembalinya sang Putri Pewaris    Bab 171 Sean Marah

    Malam semakin larut, tetapi Damian belum juga bisa memejamkan mata. Dia menatap Bianna yang tertidur di samping Steven, memeluk putra mereka dengan penuh kasih sayang. Wajah putranya masih pucat, tetapi napasnya kini lebih teratur setelah mendapatkan perawatan intensif. Damian mengusap rambut Steven dengan lembut, memastikan bahwa putranya nyaman.Namun, pikirannya terus dipenuhi oleh sosok Sean.Dengan hati yang dipenuhi berbagai emosi, Damian bangkit dari tempat duduknya dan melangkah keluar dari kamar rawat sang anak. Dia berjalan menyusuri lorong rumah sakit yang sepi, mencari keberadaan Sean. Dia tahu bahwa saudaranya itu pasti masih ada di sekitar sini.Saat dia sampai di taman di balkon rumah sakit, langkahnya terhenti.Di sana, di bawah redupnya cahaya lampu taman, Sean sedang duduk di bangku panjang bersama Rachel. Keduanya tampak berbincang dengan santai. Rachel terkadang tertawa kecil, sementara Sean terlihat lebih rileks dibandingkan s

  • Kembalinya sang Putri Pewaris    Bab 170 Membuka Hati

    Rachel tiba di rumah sakit, untuk menjenguk Steven. Saat dia melangkah ke dalam ruangan dan melihat ekspresi wajah semua orang, dia langsung menyadari bahwa sesuatu yang besar baru saja terjadi. “Apa yang terjadi?” tanyanya sambil menatap mereka satu per satu. Bianna menghapus air matanya dan tersenyum. “Kak Sean cocok sebagai donor sumsum tulang untuk Steven.” Rachel terkejut. Dia menoleh ke arah Sean yang hanya berdiri diam di sudut ruangan, tampak tenang seperti biasanya. Namun, di balik ketenangannya, ada sesuatu yang berbeda dalam tatapan Sean. Rachel melangkah mendekat dan berkata pelan, “Kau benar-benar akan melakukannya?” Sean menatap Rachel dan mengangguk tanpa ragu. “Ya. Aku akan menyelamatkan keponakanku.” Rachel menatapnya dalam-dalam. “Itu … luar biasa.” Sean tidak menjawab, hanya menoleh kembali ke Damian dan Bianna. “Kalau begitu, aku akan menyelesaikan tes tambaha

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status