Aula kepolisian Kota Moniyan.]Pada saat ini, semua orang di kepolisian sedang berkumpul dan raut wajah Milan terlihat kaku.“Kali ini, pria itu benar-benar kembali lagi, dan dengar-dengar setelah mengasingkan diri, kali ini kekuatannya bertambah pesat. Sekarang tidak ada satu orang pun yang tahu tahap yang sudah dicapai oleh pria itu, aku takut Tuan Nathan ….” Milan takut, Nathan bukanlah lawan dari Squala.Jika Nathan benar-benar bukan lawan dari Squala, maka Nathan berada dalam bahaya, Squala ini sering sekali membunuh lawannya saat bertarung. Hanya saja, aturan di atas arena, mereka semua sudah mendaftar untuk bertarung hidup atau mati, walau membunuh lawannya, tidak akan mendapat hukuman.Namun, banyak peserta yang tidak akan melakukan sampai titik itu, karena mereka tidak memiliki dendam satu sama lain, untuk apa membunuh orang dan menambah masalah untuk diri sendiri? Tapi tidak dengan Squala ini, mereka yang bertarung melawannya harus terbunuh karena terluka, dan lukanya harusl
Nathan beserta seluruh anggota kepolisian berangkat menuju ke lokasi kompetisi.Saat ini, arena kompetisi di pinggiran Kota Moniyan sudah dipenuhi oleh orang-orang, puluhan ribu orang datang kemari untuk menonton kompetisi kali ini. Banyak orang yang datang karena Squala dan Nathan, banyak juga yang datang untuk belajar, karena jarang sekali ada kompetisi seperti ini.Nathan tiba bersama anggotanya dan menemukan kalau tim dari negara lainnya sudah tiba dan duduk bergantian di bangku di bawah arena.Sebagai Ketua kepolisian, Milan mengambil tempat duduk untuk dirinya dan Nathan berdiri di belakang Milan. Sedangkan di sebelah kiri Milan, adalah seorang gadis pirang yang mengenakan gaun indah, sementara di belakang gadis itu ada seorang pria bertubuh kekar dengan tinggi dua meter dan otot yang menonjol.Nathan tahu, ini adalah tim dari Negara Wilom, tapi dia tidak tahu mengapa seorang gadis kecil seperti itu yang memimpin tim.Di saat Nathan sedang menilai gadis itu, gadis itu menoleh da
Tidak lama kemudian, seorang pembawa acara mengenakan setelan bela diri dan memegang mikrofon berjalan masuk ke arena.“Hadirin sekalian, hari ini adalah kompetisi yang diselenggarakan setiap lima tahun sekali. Tujuan turnamen ini adalah untuk memungkinkan negara-negara bertukar pengalaman dalam bela diri. Intinya, sebaiknya tidak ada yang terluka. Selain itu, atas saran dari tim perwakilan Negara Solara, kami menambahkan kompetisi tim untuk tahun ini!”“Aturan kompetisi tim sangat sederhana. Kami akan menempatkan anggota tim di sebuah pulau kecil, dan meletakkan bendera kompetisi di sana. Tim yang pertama kali mendapatkan bendera dan kembali dengan selamat akan menjadi pemenangnya.”“Tim lain boleh merebut bendera kompetisi. Tidak ada aturan yang mengikat. Tidak peduli bagaimana cara mendapatkan bendera, selama bisa membawa kembali bendera tersebut, maka akan dianggap sebagai pemenang.”“Namun, kita harus mementingkan persahabatan terlebih dahulu. Kompetisi adalah hal nomor dua. Seba
Saat ini, semua perwakilan di atas panggung sudah mengundi, dan waktunya untuk memulai pertarungan. Seorang pria pendek berkulit gelap melompat dan mendarat di atas arena. Saat pria pendek itu mendarat, seorang pria berjanggut dengan sorban melilit di kepalanya berjalan ke atas arena dengan santai. Kedua pria itu saling memberi hormat tanpa mengatakan apa-apa, tapi aura yang terpancar dari tubuh keduanya langsung bertabrakan.Satu pukulan itu begitu ganas dan tak terduga, kecepatannya menimbulkan suara deru angin yang memekakkan telinga—jelas kekuatan dari satu pukulan ini tidak biasa.“Tuan Nathan, orang yang melayangkan tinjunya ini adalah Fangky, seorang ahli bela diri dari Negara Nimaria. Dia sudah berlatih sejak kecil. Kecepatannya luar biasa, dan serangannya sangat ganas,” jelas Milan kepada Nathan.Namun, Nathan tidak memperdulikannya. Meskipun pukulan Fangky begitu ganas dan kecepatannya luar biasa, bagi Nathan, itu masih belum cukup. Bahkan jika Nathan berdiri diam tidak berg
Squala bukan tidak melakukan apa-apa. Gerakannya yang tiba-tiba itu ternyata menyerang Fangky dengan tangan kosong, kecepatannya bahkan tidak terlihat dengan mata telanjang. Hanya saja kecepatannya begitu tinggi sehingga tidak banyak orang yang bisa melihat gerakan Squala.Tapak Buddha yang ada di depan Squala mulai menghilang, sedangkan Fangky menatap Squala dengan keterkejutan. Keduanya hanya berjarak setengah meter, namun tidak ada yang bergerak.Bruk!Angin berhembus, dan tubuh Fangky tiba-tiba ambruk di atas arena.Saat tubuh Fangky ambruk, darah segar menyembur keluar dari tubuhnya mengalir dengan deras, memenuhi arena dengan darah. Di atas tubuh Fangky terlihat belasan lubang darah, seluruh tubuhnya sudah seperti sarang lebah. Mata Fangky membelalak, dia mati dengan enggan.“Memberi kesempatan padamu untuk turun dari arena, tapi kamu tidak menghargainya. Jangan salahkan aku!” ujar Squala dengan angkuh, melihat mayat Fangky.Semua yang menyaksikan pemandangan ini kaget. Kekuatan
Menghadapi Erya, Squala tidak sesantai saat dia berhadapan dengan Fangky, dia mengeluarkan sebuah pedang katana yang panjang. Seorang master wing chun menggunakan pedang?“Apa?! Dia menggunakan pedang?”“Apakah aku tidak salah melihat?!”“Seroang master wing chun bisa menggunakan pedang!”Orang-orang yang melihat itu berseru kaget dengan tatapan wajah yang tidak percaya. Katananya yang bagaikan daun willow bersinar dengan cahaya dingin, seperti sayap jangkrik yang tipis. Setiap ayunan katananya bagaikan sambaran petir.Erya mengandalkan ukuran tubuhnya dan tinjunya yang bagaikan besi, tidak takut dengan katana di tangan Squala. Dia langsung menggunakan sepasang tinjunya untuk melawan katana Squala.Klang!Klang!Klang!Setelah suara benturan, tinju Erya tidak terluka sama sekali. Meskipun keduanya tidak jauh lebih baik satu sama lain, hanya saja Erya jelas merupakan petarung yang lebih baik menggunakan tinjunya untuk melawan katana Squala.“Apakah kamu melihatnya? Tangan besi Erya tid
Tidak lama kemudian, Erya terengah-engah, tenaganya terkuras, dan bulu coklatnya perlahan memudar. Matanya juga kembali ke warna aslinya. Erya kembali ke bentuk semulanya, saat ini aura di tubuhnya tidak cukup untuk melanjutkan transformasinya.Melihat penampilan Erya, tiga bayangan Squala langsung menyatu dan berdiri di depan Erya. Katana panjang di tangannya diletakkan tepat di leher Erya. Saat ini, hanya dengan lambaian pelan dari Squala akan membuat tubuh Erya terbelah. Namun, alih-alih membunuh Erya, Squala malah mengayunkan katananya dan bekas sayatan langsung muncul di tubuh Erya.Tidak lama kemudian, bekas sayatan-sayatan itu membentuk tanda di dada Erya. Meskipun Squala tidak membunuh Erya, tindakan ini lebih menghina.“Aku akan membunuhmu!” Erya yang melihat dadanya berlumuran darah meraung marah dan menerjang ke arah Squala. Namun, Squala langsung menendangnya keluar dari arena.Bugh!“Kalau bukan karena kamu adalah orang dari Negara Wilom, aku pasti sudah membunuhmu sejak
Sudut mulut Nathan terangkat saat menghadapi kekuatan batin yang begitu kuat. Semburan cahaya keemasan tiba-tiba muncul di sekujur tubuhnya, dan Nathan seketika terbungkus oleh cahaya keemasan itu bagaikan ulat kepompong.“Huh!” Raut wajah Squala sedikit berubah saat melihat perubahan pada Nathan. Seseorang dengan kekuatan penguasa Ingras, bagaimana mungkin bisa mengeluarkan aura yang begitu menakutkan dari tubuhnya?Tidak lama kemudian, sebuah energi yang bagaikan bilah pisau tajam menghantam tubuh Nathan.BRAK!BRAK!BRAK!Suara logam yang berbenturan terdengar, energi yang menghantam tubuh Nathan meledak dalam bentuk bola api dan akhirnya menghilang. Energi yang begitu menakutkan itu gagal menembus pertahanan Nathan dan tidak bisa melukainya.‘B-bagaimana mungkin?’ raut wajahnya terlihat muram, hati Squala dipenuhi dengan keterkejutan.Yarke, yang berada di bawah arena juga sama terkejutnya. Dia awalnya mengira Nathan naik ke atas arena untuk mengantarkan nyawanya, tapi adegan di
Nathan tersenyum tipis. Tapi senyuman itu tidak membawa kehangatan, itu adalah senyuman milik seseorang yang telah membuat keputusan. “Bukan gertakan,” bisiknya dingin. “Itu adalah nisan yang baru saja kau gali sendiri.”Gill menatap Nathan dengan pandangan tajam, senyum sinis masih menempel di wajahnya. “Kau terlalu percaya diri.”Swosshh~Dalam sekejap, tubuh Gill menghilang dari tempatnya, melesat seperti bayangan! Nathan tak bergerak, matanya hanya menyipit sepersekian detik sebelum serangan.Slashh!Sebuah pukulan meluncur dari arah kiri, cepat dan berat seperti meteor. Tapi Nathan memiringkan tubuhnya hanya setipis helai rambut, menghindari serangan itu tanpa panik. Bugh!Siku Nathan melesat balas ke arah dada Gill dengan kecepatan tak kasat mata. Gill mengebloknya dengan lengan kiri, suara benturan tulang beradu terdengar nyaring di udara malam.Bugh! Bugh! Bugh!Serangan demi serangan saling beradu, tinju, siku, tendangan, sapuan kaki. Setiap benturan menghasilkan gelombang u
Nathan berdiri di depan menara kegelapan, jubahnya berkibar pelan tertiup angin malam. Matanya menatap lurus ke arah pria yang telah meretakkan formasi pembunuhnya.Di bawah sinar bulan yang dingin, aura mereka saling berbenturan meski belum ada yang bergerak.Gill berhenti menghantam, tangannya yang terluka mengepal pelan, namun ekspresinya tetap tenang. Matanya menyapu Nathan dari atas ke bawah. “Jadi, kau Nathan?” ujarnya, suaranya rendah tapi menggema seperti bergema dari dasar lembah.Nathan menatapnya datar. “Dan kau pasti Gill, Tuan Muda yang disembunyikan di balik bayangan nama Wilford.”Gill menyeringai tipis. “Kau lebih pintar dari yang kuduga.”Nathan menatap luka di tangan Gill. “Formasi pembunuhku membuatmu berdarah. Tidak buruk untuk seorang ‘tuan muda’, bukan?”Gill tertawa pelan, tatapan matanya sinis. “Kalau formasi sekelas itu saja sudah membuatku mundur, aku tidak pantas menyandang nama Wilford.”“Sayangnya,” Nathan menimpali, suaranya seperti mata pisau menggores b
Formasi terpasang sempurna. Nathan menarik diri ke dalam bayang menara, menatap ke dalam kegelapan sambil menghela napas berat.Di luar, Hago memandang menara yang bergetar pelan, detak hatinya berpacu.“Sehebat ini?” satu prajurit bisik, suaranya hampir tak terdengar.Hago memutar wajah, mata redup menyala. "Nathan menghancurkan Ging dan melukai Kaidar, mereka seorang dengan kekuatan puncak penguasa Ingras tingkat akhir! Apa kita lebih hebat?"Gemuruh aktivitas di menara menggetarkan tanah. Kilatan cahaya ungu menelusup silang di balik jendela tinggi menara, seolah detak jantung yang siap meledak.Prajurit terhuyung, Hago mencibir pelan, sipi matanya menerawang ke cakrawala. "Tunggu Tuan Gill datang, aku akan melihat ke mana larinya Nathan kemudian."Dalam senyap menara, Nathan tenggelam kembali dalam kultivasi. teknik kijutsu berputar liar, menara bergetar hebat, merintih menahan badai energi yang menyedot setiap partikel energi spiritual di sekitarnya.“Apa?! Menara itu bergetar? P
Di bawah bayang menara, sosok itu terbungkus gaun hitam, wajahnya masih membelakangi mereka. Nathan membuka mata, sebuah kilatan biru dan merah menari di tengah pupilnya.Hago menegakkan punggung, mencoba menutupi keterkejutannya. “Siapa kau?” tanyanya, tingkahnya tenang namun bergetar tipis.Nathan menoleh perlahan, bayangan luncur di pipinya. “Pemilik sah villa ini,” jawabnya dingin. “Jika ingin selamat, mundur sekarang.”Getaran energi spiritual mengepul di telapak Nathan, aura naga melingkari tubuhnya.“Kami wakil keluarga Wilford!” desak Hago, namun suaranya gemetar. “Ramos telat bayar hutang, villa ini jadi milik kami. Lalu kamu siapa?”Nathan mengangkat dagu, cahaya dingin menyorot wajahnya. “Ramos sudah tiada, tapi tanah dan menara ini kini di bawah kendaliku,” ujarnya tenang. “Akan kucabut nyawa kalian jika berani menentang.”Beberapa prajurit keluarga Wilford saling berpandangan, tangan mereka mengepal pada gagang pedang.Salah satu dari mereka terangkat suaranya. "Tuan Hago
Debu dan serpihan porselen beterbangan, kristal lampu bergetar. Kaidar merasakan detik-detik terombang-ambing antara hidup dan mati, namun dia tetap tegap, mencatat setiap celah serangan Gill. Dengan satu teriakan rendah, Kaidar membalikkan formasi menjadi cincin pelindung, gelombang magis memantulkan serangan Gill, menimbulkan kilatan cahaya keunguan yang menari seperti naga kecil sebelum lenyap.Pertarungan singkat itu berakhir secepat kilat, tak ada korban luka baru, namun udara di antara mereka masih bergetar penuh ketegangan.Gill terdiam, matanya menatap kekaguman dan kewaspadaan. Dia menurunkan energi hitamnya, senyumnya merekah hangat namun penuh tipu daya. “Kaidar, rahasiamu pantas diperjuangkan. Menara Herton akan menjadi milik keluarga Wilford, dan kau, anak muda, pantas mendapatkan jatahmu.”“Aku akan mengirim pasukan ke sana, tidak akan ada siapapun yang bisa memasuki Villa itu!”Kaidar mengangguk pelan, rasa lega dan kemenangan berpadu di dadanya. “Tuan Gill, apakah Anda
Di Kota Hulmer, di kediaman megah keluarga Wilford, cahaya senja menyusup melalui jendela kaca patri ruang tamu. Gill, tuan muda Wilford, bersandar di kursi berlapis kain emas, dahi berkerut memikirkan langkah Kaidar. Sinar matahari sore menari di lengkungan langit-langit, menciptakan bayangan bergerigi yang seolah berbisik rahasia kuno.“Hago,” panggil Gill pelan, matanya menatap jajaran lukisan leluhur yang terpajang di dinding. “Mengapa Kaidar memilih Kota Yundom untuk berlatih? Dan apa hubungan villa Ramos dengannya?”Hago, penghuni lorong panjang dengan napas teratur, menunduk hormat. “Tuan Muda, ada sesuatu ganjil pada menara tua dalam kompleks keluarga Herton—bangunan itu seolah menolak bayangan zaman. Semua sayap villa telah dipugar, kecuali menara itu yang tetap lapuk dan dingin.”Gill bangkit, tatapannya menyala, lingkaran kekuasaan keluarga Winaya tak berdaya menjangkau Yundom. “Rahasia apa yang tersembunyi di balik dinding usang itu, sampai Kaidar tega merenggut nyawa Ramo
Cahaya lembut itu merambat ke rantai hitam yang menyekapnya, mengikis aura dingin kegelapan yang membekukan. Satu per satu rantai itu tergerus tenaga damai, lalu melingkup ke dalam tanah seperti akar yang kembali pulang. Suara raungan naga raksasa teredam, tubuh Nathan kembali bersih dari cengkraman gelap.Kaidar menegang, pandangannya melekat pada mutiara di tangan Nathan. Air mukanya memerah—rasa iri menyala di balik sorot matanya yang tajam. Baginya, harta Nathan adalah pusaka legendaris, pedang Aruna, cincin Ruang, Batu Mata Naga… dan kini cahaya Langit yang lebih agung lagi.“Nathan, semua itu akan jadi milikku, setelah kau mati!” desis Kaidar, suaranya bergema dingin.Cahaya hitam di atas kepalanya kembali memancar, menyembur seperti laser ganas, siap meremukkan segalanya.Namun Nathan hanya tersenyum tenang. Dia mengangkat kedua tangan, membiarkan kilau cahaya jatuh di telapak. Cahaya damai merembes ke pori-pori kulitnya, mengeras menjadi aura emas yang menyala-lenyap.Saat ali
“Inikah kartu terakhirmu?” suara Nathan dalam bisik dingin.Sementara Kaidar terhuyung, mata mereka bertemu, rasa benci dan keinginan menang beradu tajam.Kaidar mengerang, lalu senyumnya memberi amaran. "Kau pikir ini sudah selesai? Saatnya kutunjukan kekuatan utamaku!”Dalam satu gerakan kilat, aura hitam di sekujur tubuhnya meroket, membentuk lingkaran manik-manik darah yang melayang di udara. Api malam menyala lebih pekat, memancarkan cahaya jingga dan ungu yang memutihkan langit. “Naga kegelapan!” teriaknya, sebuah ikatan darah naga yang membangkitkan roh kegelapan di dalamnya.Kegelapan pekat berdenyut di atas kepala Kaidar, merangkai diri menjadi lingkaran hitam pekat yang melayang. Dalam pusaran itu, udara bergetar, seperti permukaan danau yang berubah menjadi lautan gelombang badai. Cahaya sirna, hanya bayangan pekat yang menelan segalanya.Nathan menyipitkan mata, merasakan tekanan dalam rongga dada. “Apakah dia akan memanggil makhluk gelap lagi?” gumamnya pelan, ingatan ten
Satu menjadi dua, dua menjadi tiga—hingga akhirnya, enam sosok Nathan berdiri sejajar, masing-masing memegang pedang Aruna yang berkobar.Mantra Kaidar berubah menjadi enam telapak tangan raksasa, turun dari langit seperti hukuman para dewa.BAAAAANG!Langit seolah runtuh oleh tekanan dari telapak-telapak tangan itu. Namun di tengah tekanan, Nathan mengangkat pedangnya dan berteriak. “Api spiritual, bangkit!”Keenam pedang Aruna menyala, api merah membubung lebih dari sepuluh meter. Dalam sekejap, kobaran itu menembus telapak-telapak raksasa, membakar mantra hingga menguap di udara.“AAARGHH!”Teriakan memilukan terdengar. Kaidar muncul dari balik api, tubuhnya terbungkus jilatan merah membara. Dia berteriak panik, berguling di tanah, mencoba memadamkan api yang melahap pakaiannya.Saat apinya padam dan dia baru merasa lega.Namun, sebuah tangan emas mencengkeram kerah bajunya. Tatapan Kaidar membeku saat dia melihat Nathan berdiri di hadapannya, mata bersinar, wajahnya keras dan mend