Suasana malam semakin kelam saat Clara dan Aryan melangkah cepat menuju arah utara, menelusuri jalan setapak di antara tumpukan sampah dan deretan bangunan kosong. Mereka merasa terjebak di antara bayangan dari kegelapan dan ketidakpastian, saat suara sirine ekor pengawal masih terdengar samar-samar di kejauhan. Clara menarik napas dalam-dalam, berusaha mempertahankan ketenangan saat mereka akhirnya tiba di sebuah pintu belakang yang menyimpan banyak rahasia. “Ini dia,” Clara berbisik, menatap Aryan dengan penuh harap. “Alden menunggu di sini. Dia tahu banyak tentang apa yang terjadi di dalam Elysium.” Dengan tangan yang sedikit bergetar, Clara membuka pintu, dan mereka melangkah ke dalam ruangan yang sempit dan remang-remang. Dindingnya terbungkus dengan poster-poster usang dan layar komputer yang menunjuk ke petakan informasi yang bersinar samar. Di sudut ruangan, duduklah seorang pria paruh baya dengan rambut berantakan, matanya fokus pada layar. Namun, saat pintu terbuka, ia m
Dalam heningnya ruang penyimpanan yang dipenuhi dengan rasa tegang, Clara, Aryan, dan Alden menyusun rencana untuk menelusuri lebih dalam ke jantung kegelapan yang mengelilingi Elysium. Namun, kedamaian itu tidak berlangsung lama. Suara langkah berat dan teriakan menggema dari luar ruangan, menandakan bahwa waktu mereka hampir habis. “Kalian tidak bisa di sini lebih lama,” Alden berkata dengan tegas. “Jika mereka menemukan kalian, mereka akan melakukan hal-hal yang lebih buruk. Kalian harus pergi sekarang!” “Tidak, kami tidak bisa meninggalkanmu!” Clara bersikeras. Namun, Alden menggelengkan kepalanya. “Ini bukan tentang aku. Ini tentang keselamatan kalian!” Alden bersikeras. “Kau harus menghadapi mereka, dan harus melakukannya dengan senjata paling yang kau punya—Aryan.” “Aku tidak siap!” Aryan menyela, merasa tiba-tiba semakin tidak berdaya. Kenangan samar tentang sang ayah kembali muncul, bertabrakan dengan beban yang dihadapi. “Pertarungan ini sudah dimulai. Mereka tidak
Alden, Clara, dan Aryan melangkah cepat menembus lorong-lorong gelap Elysium. Dengan jantung berdebar kencang dan rasa lega yang mengisi dada mereka setelah berhasil mengalahkan anggota “Dark Immortal” mereka tahu bahwa mereka masih harus terus bergerak. Setiap detak langkah terdengar seperti deru ancaman yang masih bersembunyi, siap menyerang kembali kapan saja. “Mari kita pergi ke tempat aman,” Alden berbisik sambil melirik ke belakang. “Kita perlu menjauh dari sini sebelum mereka semua berdatangan.” “Di mana kita bisa bersembunyi?” Clara bertanya, masih merasakan percikan adrenaline dari pertarungan sebelumnya. “Masih ada satu tempat yang aman,” Alden menjelaskan, sambil memimpin jalan. “Di sana kita bisa merencanakan langkah selanjutnya.” Setelah melalui belokan dan koridor sempit, mereka akhirnya sampai di sebuah pintu tembok yang tampak kokoh. Alden mengetuk dengan pola tertentu dan terdengar derak mekanis saat pintu perlahan terbuka, memperlihatkan ruangan terlindung,
Kendaraan melaju kencang, mengangkut Aryan, Clara, dan Alden jauh dari Elysium yang kelam. Udara malam terasa segar, seolah menghapus jejak kegelapan yang baru mereka tinggalkan. Namun, dalam benak Aryan, suasana tenang itu kontras dengan kegelisahan yang menggelora. Ia merasakan gemuruh kekuatan di dalam dirinya, kekuatan yang tampaknya baru terbangun dari tidur panjang. “Mari kita berhenti sejenak di lokasi yang aman,” Alden mengusulkan, memutar kemudi menuju jalur yang mengarah ke hutan lebat. “Kita perlu segera meneliti informasi yang kita bawa.” Setelah memasuki hutan, mereka parkir di area terpencil, terhalang oleh pepohonan tinggi yang memberikan perlindungan dari pandangan luar. Mereka bertiga keluar dari kendaraan, Alden segera mengambil dokumen dan menyimpan ponselnya di saku. “Kita perlu memetakan langkah selanjutnya dan mencari tahu informasi lebih lanjut mengenai jaringan mereka.” Dalam sekejap, Clara menyebar dokumen di atas dudukan kayu. “Berdasarkan apa yang kita am
Di dalam kendaraan yang melaju cepat menjauhi pabrik, Aryan merenungkan semua informasi yang mereka peroleh. Matahari hampir terbit, menyoroti jalan di depan mereka dengan cahaya kuning keemasan, tetapi bayangan gelap yang mereka bawa bersama masih menghantui pikirannya. Sesampainya di tempat aman di tengah hutan, mereka segera membuka berkas yang berhasil mereka bawa. “Lihat ini!” Clara menyuarakan sambil menggelar berkas yang dipenuhi informasi mengejutkan. “Berdasarkan dokumen ini, jaringan ‘Kegelapan Abadi’ telah membantai lebih dari 1000 orang selama enam bulan terakhir. Ini adalah skala yang sangat besar!” “Apa?!” Alden terkejut, wajahnya memucat saat membaca data di bawah lampu senter. “Ini menjadi lebih buruk dari yang kita sangka!” “Bukan hanya itu,” Clara menambahkan, suaranya bergetar dengan kemarahan. “Ternyata mereka juga terlibat dalam perdagangan manusia—menjual perempuan ke luar negeri untuk dijadikan pekerja paksa dan budak seksual!” Aryan merasakan kemarahan meny
Aryan mengernyitkan dahi. “Apa itu?!” tanyanya, mengerem kendaraan secara mendadak, matanya mencermati bayang-bayang yang berlarian. “Sepertinya... kendaraan trail?” sahut Alden, melotot ke arah cahaya yang semakin mendekat. “Mereka pasti sudah mengetahui kehadiran kita!” Sebelum Aryan bisa menjawab, suara detakan mesin memekakkan telinga. Motor trail berwarna hitam menyapu keluar dari sisi hutan, siluet pengendara yang mengenakan helm dan pelindung mesin mengarah langsung ke arah mereka. Dalam sekejap, Aryan merasakan adrenaline-nya memuncak. “Ayo pergi!” serunya, menarik gas kendaraan dan membuat mobil meluncur. Kejar-mengejar dimulai ketika para pasukan musuh dengan motor trail itu mengejar mereka dengan kecepatan tinggi. suara mesin melengking bergema saat motor melesat di belakang mereka, mencoba mengejar mobil yang melintas cepat. “Sial!” Clara berteriak, terpaksa berpegangan pada kursi. “Mereka tidak akan membiarkan kita pergi begitu saja!” “Berhati-hatilah!” teria
Setelah berhasil meloloskan diri dari kejaran musuh dan melumpuhkan lawannya satu persatu. Aryan merasa bernafas lega. Kemudian Clara mengajak Aryan untuk berkunjung ke rumahnya. Sedang Alden telah pergi untuk merencanakan sesuatu. Mereka telah mendapatkan informasi penting dari para musuh yang mereka hadapi. Daftar lokasi operasi dan bahkan nama orang-orang yang terlibat. Ini adalah langkah signifikan menuju pembongkaran jaringan gelap tersebut. Setiba di rumah Clara, Aryan sedikit terkejut. Rumah megah itu berdiri angkuh di tengah pekarangan yang hijau, memperlihatkan kemewahan dan keanggunan. Clara membuka pintu dan mengundang Aryan masuk. “Selamat datang di rumahku,” katanya, senyumnya tampak tenang meskipun mereka masih merasakan ketegangan dari kejadian sebelumnya. Aryan melangkah masuk, merasa sedikit canggung. Dinding-dinding rumah itu didekorasi dengan lukisan indah, lampu-lampu kristal menjuntai menambah suasana glamor. Clara menuntun Aryan menuju ruang tamu di man
Suasana yang manis tersebut seketika berubah arah saat Ibu Clara masuk ke dalam pembicaraan dengan ekspresi serius. “Apa kalian tidak bisa berfikir sehat?” tanyanya, menatap tatapan bingung antara suami dan putrinya. “Bu, tapi Ayah setuju dengan ide Aryan untuk perusahaan ini!” Clara menjawab dengan penuh semangat, berusaha untuk menyebarkan kebahagiaan yang baru ditemukan. “Oh, jadi sekarang kuli bangunan ini dianggap sebagai penasihat bisnis?” Ibu Clara masih tidak bisa menyembunyikan nada skeptisnya. “Saya rasa kalian tidak melihat betapa bodohnya hal ini!” “Ada banyak potensi dalam diri Aryan, Bu,” Clara berusaha membela. “Mungkin bukan dari latar belakang yang ibu inginkan, namun pandangannya yang brilian bisa menyelamatkan perusahaan ini.” Ibu Clara menatap bercampur antara bingung dan sinis, tetapi saat itu juga, Ayah Clara mengambil langkah maju. “Terima saja, mengapa tidak. Mari kita coba menerima dia dengan idenya. Lihat ke mana arah perusahaan kita selanjutnya.”
Rasa kesedihan menyelimuti diri Aryan. Akan tetapi ada sesuatu hal yang terpenting. Yaitu rasa tanggung jawab untuk kembali ke Arkhadea dan melindungi negeri yang pernah menjadi bagian dari hidupnya. Setelah beberapa jam perjalanan, mobil yang membawa Aryan tiba di bandara. Aryan turun dari mobil dan menuju ke hanggar pesawat jet pribadi. Setelah beberapa jam, pesawat jet pribadi itu tiba di bandara Arkhadea. Aryan melihat ke luar jendela dan melihat suasana yang berbeda dari yang ia lihat sebelumnya. Setelah pesawat itu mendarat, Aryan memasuki bandara. Dan setidaknya 30 pasukan militer menjemputnya dengan pengawalan ketat. Siap untuk membawanya ke markas besar. Di luar bandara, 20 mobil lapis baja telah berjejer rapih. Mereka lantas berjalan beriringan menuju ke sebuah markas besar di Kota Arkhadea City, di mana ia akan dihadapkan dengan Menteri Pertahanan Negeri Arkhadea. Sesampainya di Markas Besar. Para pasukan menyambutnya. Bendera raksasa Arkhadea telah membentang
"Persilahkan dia masuk," perintah Ibu Clara kepada seorang penjaga. "Baik Nyonya," Jawab sang penjaga. Lalu ia keluar dari ruangan. Tak berselang lama, pintu terbuka dengan lembut. Seorang pria berpakaian seragam militer memasuki ruangan. Dia memiliki postur tegap dan tatapan tajam. Di bahunya tersandang emblem negeri Arkhadea, yang menggambarkan seekor elang dengan sayap melambai. Di sampingnya, dua penjaga berjas hitam dengan senjata yang terselip di pinggangnya, berdiri tegak. "Maaf mengganggu, saya ke sini atas perintah dari Negeri Arkhadea untuk menjemput seseorang yang penting bagi negeri kami, yaitu Aryan," ucap Pria gagah tersebut di hadapan Ibu Clara. "Aryan? Kalian pasti salah orang? dia itu hanya kuli bangunan!" Ucap Ibu Clara, tegas. "Kami tidak mungkin salah orang. Biarkan kami berbicara kepada beliau," ucap Pria tegap tersebut lalu pandangannya beralih kepada Aryan. “Saudara Aryan?” pria tersebut bertanya, suaranya berwibawa dan terisi kekuatan. Clara merasa kete
Clara berdiri dengan tatapan bingung, menatap Aryan yang terlihat tenang meskipun peristiwa baru saja berlalu. Jendral Widodo yang tiba-tiba menghormatinya begitu membuat rasa ingin tahunya meningkat. “Aryan,” ujar Clara, suaranya bergetar. “Apa yang sebenarnya terjadi di antara kalian? Kenapa Jendral Widodo tiba-tiba menghormatimu seperti itu?” Aryan, yang terlihat sedikit terkejut dengan pertanyaan Clara, mengalihkan pandangannya ke arah jendela. Wajahnya tampak memikirkan sesuatu yang lebih dalam. “Saya… saya tidak begitu yakin, Clara. Rasanya seperti ada kenangan yang lebih dalam yang terpendam, tapi tidak bisa saya ingat dengan jelas.” Clara mengerutkan kening, melihat keraguan di dalam mata Aryan. “Bagaimana bisa seorang Jendral menghormati seseorang yang dia anggap biasa’? Ini sangat aneh. Apakah kamu menyembunyikan sesuatu? Apakah ada yang tidak saya ketahui tentang dirimu?” “Ada banyak hal yang mungkin tidak kamu ketahui tentang saya, tetapi yang jelas, saya tidak me
Di pagi yang cerah, percakapan di antara Ibu Clara dan Jendral Widodo berlangsung dengan semangat. Di tengah ketegangan itu, Ibu Clara menghubungi Widodo dengan harapan bisa menunjukkan betapa seriusnya niat lelaki pilihannya dan mengambil langkah di luar batas yang bisa menyelamatkan putrinya. “Widodo, apa kabar?” Ibu Clara membuka percakapan dengan nada ramah, meskipun di dalam hatinya, rasa ketidakpastian dan harapan berbaur. “Baik, Ibu Clara. Selalu senang mendengar suara Anda,” jawab Jendral Widodo dengan suara berat dan menggoda, seolah menggambarkan kepastian yang mengarah kepada keinginannya. “Dan bagaimana putri Anda? Masih cantik seperti yang saya ingat?” Ibu Clara merasakan dadanya berdegup kencang. “Clara paduan antara kecantikan dan kecerdasan, Widodo. Dia sangat berbakat dalam apa yang dilakukannya sebagai agen rahasia. Namun, saya merasa saat ini kita harus mendiskusikan langkah yang penting dalam hidupnya.” “Oh, saya paham. Saya percaya bahwa posisi saya bi
Suasana yang manis tersebut seketika berubah arah saat Ibu Clara masuk ke dalam pembicaraan dengan ekspresi serius. “Apa kalian tidak bisa berfikir sehat?” tanyanya, menatap tatapan bingung antara suami dan putrinya. “Bu, tapi Ayah setuju dengan ide Aryan untuk perusahaan ini!” Clara menjawab dengan penuh semangat, berusaha untuk menyebarkan kebahagiaan yang baru ditemukan. “Oh, jadi sekarang kuli bangunan ini dianggap sebagai penasihat bisnis?” Ibu Clara masih tidak bisa menyembunyikan nada skeptisnya. “Saya rasa kalian tidak melihat betapa bodohnya hal ini!” “Ada banyak potensi dalam diri Aryan, Bu,” Clara berusaha membela. “Mungkin bukan dari latar belakang yang ibu inginkan, namun pandangannya yang brilian bisa menyelamatkan perusahaan ini.” Ibu Clara menatap bercampur antara bingung dan sinis, tetapi saat itu juga, Ayah Clara mengambil langkah maju. “Terima saja, mengapa tidak. Mari kita coba menerima dia dengan idenya. Lihat ke mana arah perusahaan kita selanjutnya.”
Setelah berhasil meloloskan diri dari kejaran musuh dan melumpuhkan lawannya satu persatu. Aryan merasa bernafas lega. Kemudian Clara mengajak Aryan untuk berkunjung ke rumahnya. Sedang Alden telah pergi untuk merencanakan sesuatu. Mereka telah mendapatkan informasi penting dari para musuh yang mereka hadapi. Daftar lokasi operasi dan bahkan nama orang-orang yang terlibat. Ini adalah langkah signifikan menuju pembongkaran jaringan gelap tersebut. Setiba di rumah Clara, Aryan sedikit terkejut. Rumah megah itu berdiri angkuh di tengah pekarangan yang hijau, memperlihatkan kemewahan dan keanggunan. Clara membuka pintu dan mengundang Aryan masuk. “Selamat datang di rumahku,” katanya, senyumnya tampak tenang meskipun mereka masih merasakan ketegangan dari kejadian sebelumnya. Aryan melangkah masuk, merasa sedikit canggung. Dinding-dinding rumah itu didekorasi dengan lukisan indah, lampu-lampu kristal menjuntai menambah suasana glamor. Clara menuntun Aryan menuju ruang tamu di man
Aryan mengernyitkan dahi. “Apa itu?!” tanyanya, mengerem kendaraan secara mendadak, matanya mencermati bayang-bayang yang berlarian. “Sepertinya... kendaraan trail?” sahut Alden, melotot ke arah cahaya yang semakin mendekat. “Mereka pasti sudah mengetahui kehadiran kita!” Sebelum Aryan bisa menjawab, suara detakan mesin memekakkan telinga. Motor trail berwarna hitam menyapu keluar dari sisi hutan, siluet pengendara yang mengenakan helm dan pelindung mesin mengarah langsung ke arah mereka. Dalam sekejap, Aryan merasakan adrenaline-nya memuncak. “Ayo pergi!” serunya, menarik gas kendaraan dan membuat mobil meluncur. Kejar-mengejar dimulai ketika para pasukan musuh dengan motor trail itu mengejar mereka dengan kecepatan tinggi. suara mesin melengking bergema saat motor melesat di belakang mereka, mencoba mengejar mobil yang melintas cepat. “Sial!” Clara berteriak, terpaksa berpegangan pada kursi. “Mereka tidak akan membiarkan kita pergi begitu saja!” “Berhati-hatilah!” teria
Di dalam kendaraan yang melaju cepat menjauhi pabrik, Aryan merenungkan semua informasi yang mereka peroleh. Matahari hampir terbit, menyoroti jalan di depan mereka dengan cahaya kuning keemasan, tetapi bayangan gelap yang mereka bawa bersama masih menghantui pikirannya. Sesampainya di tempat aman di tengah hutan, mereka segera membuka berkas yang berhasil mereka bawa. “Lihat ini!” Clara menyuarakan sambil menggelar berkas yang dipenuhi informasi mengejutkan. “Berdasarkan dokumen ini, jaringan ‘Kegelapan Abadi’ telah membantai lebih dari 1000 orang selama enam bulan terakhir. Ini adalah skala yang sangat besar!” “Apa?!” Alden terkejut, wajahnya memucat saat membaca data di bawah lampu senter. “Ini menjadi lebih buruk dari yang kita sangka!” “Bukan hanya itu,” Clara menambahkan, suaranya bergetar dengan kemarahan. “Ternyata mereka juga terlibat dalam perdagangan manusia—menjual perempuan ke luar negeri untuk dijadikan pekerja paksa dan budak seksual!” Aryan merasakan kemarahan meny
Kendaraan melaju kencang, mengangkut Aryan, Clara, dan Alden jauh dari Elysium yang kelam. Udara malam terasa segar, seolah menghapus jejak kegelapan yang baru mereka tinggalkan. Namun, dalam benak Aryan, suasana tenang itu kontras dengan kegelisahan yang menggelora. Ia merasakan gemuruh kekuatan di dalam dirinya, kekuatan yang tampaknya baru terbangun dari tidur panjang. “Mari kita berhenti sejenak di lokasi yang aman,” Alden mengusulkan, memutar kemudi menuju jalur yang mengarah ke hutan lebat. “Kita perlu segera meneliti informasi yang kita bawa.” Setelah memasuki hutan, mereka parkir di area terpencil, terhalang oleh pepohonan tinggi yang memberikan perlindungan dari pandangan luar. Mereka bertiga keluar dari kendaraan, Alden segera mengambil dokumen dan menyimpan ponselnya di saku. “Kita perlu memetakan langkah selanjutnya dan mencari tahu informasi lebih lanjut mengenai jaringan mereka.” Dalam sekejap, Clara menyebar dokumen di atas dudukan kayu. “Berdasarkan apa yang kita am