Glara tak bisa tidur dengan tenang, berulang kali ia mencoba memejamkan mata sayangnya matanya tak mau bekerja sama dengannya. Ia hanya berguling ke kanan dan kiri karena pikirannya terus teringat akan ucapan Bhuvi. “Enam tahun lalu? Bukan orang baru? astaga‼ Bhuvi sebenarnya siapa?”
“Aku harus mencari tahu‼” Glara segera mengambil ponselnya, ia mulai berselancar mencari tahu segalanya tentang Bhuvi.
Hingga Glara tak sadar, waktu sudah menunjukkan larut malam. Rasa kantuk perlahan mulai menyerangnya, ia pun tanpa sadar tertidur dengan ponsel yang masih digenggamnya. Glara pun semakin pulas kala malam itu hujan gerimis turun membasahi kotanya.
Hingga pagi datang, hujan masih turun. Glara pun terbangun kala mendengar suara alarm di ponselnya. Ia menoleh ke ranjang di sampingnya. Ia tersenyum kala melihat Gama juga terbangun namun masih bergelung di dalam selimutnya. “Sayang, ayo bangun! Mandi
“Ia bertemu dengan seorang pria berjubah hitam di sebuah taman. Namun, kami tak bisa mendengar lebih dekat lagi. Karena kami mengenakan seragam pengawal.”Bhuvi menganggukkan kepala. “Kalau begitu tambah pasukan penyelidik. Pilih yang memang bisa dipercaya. Kalau perlu selundupkan pelayan wanita untuk mencari tahu tujuan dan siapa yang pelayan itu temui.”“Baik tuan.”Salah seorang pelayan pun mengeluarkan map dan memberikan pada Bhuvi. “Supir truk dinyatakan meninggal beberapa hari lalu. Sedangkan supir pick up menghilang tetapi kami sedang mengerahkan tim untuk melakukan pencarian.”“Bagaimana dengan keluarganya?”“Keluarganya turut menghilang, Tuan. Namun, kami menemukan sebuah petunjuk dari orang yang kita tangkap saat kejadian di rumah mendiang Tuan Louis.”Bhuvi menaikkan sebelah al
Glara kesulitan menelan salivanya, ia melihat ke arah Bhuvi seakan meminta bantuan dari pria itu. “Kami memang dekat dengan Pak Louis. Sedikit banyak kami belajar dari beliau,” sahut Bhuvi berusaha menutupi kebenarannya.Glara menghela napas lega, ia sungguh beruntung karena Bhuvi terus menerus menutupi dan melindunginya. Setelah itu, beberapa pemimpin perusahaan lain mulai melayangkan pertanyaan yang berkaitan dengan proyek dan presentasi mereka.Meeting pun berlangsung selama dua jam dan kini Glara sedang beristirahat di ruangan Bhuvi. Ia menghempaskan tubuhnya di sofa empuk milik Bhuvi seraya menengadahkan kepalanya. “Bhuvi, apa kamu pria yang mau dijodohkan Kakek denganku?” tanya Glara setelah ia berhasil mengingat-ingat kenangannya sebelum menikah dengan Damian.Bhuvi tersenyum, pria itu kembali berbalik dan mengambil dua botol minuman isotonik dingin. “Tahu dari mana?” tany
Suara desahan dan erangan terdengar ke seluruh penjuru kamar, keringat menetes di kening Damian sedangkan wanita di bawahnya tengah tersenyum dan turut bergoyang membantu Damian segera mencapai puncaknya. Tak lama terdengar erangan kuat nan panjang dari Damian juga Tania.Tubuh Damian ambruk di samping tubuh Tania, ia mengatur napasnya begitu juga dengan Tania yang masih mengejang beberapa kali. Belum beberapa menit, Tania kembali bangkit dan duduk di atas tubuh Damian ia bergoyang seirama membangkitkan gairah Damian lagi.Di lain tempat, Martha menatap layar monitor dengan mata berkaca-kaca, ia tak menyangka jika Damian benar-benar tega mengkhianatinya. Bahkan Damian tega melakukannya dengan seorang pelayan biasa. Martha sebenarnya tak sungguh-sungguh pergi ke Singapura. Ia sengaja pergi dari rumah karena melihat gelagat Damian yang terlihat berbeda saat menatap Tania, begitu pun sebaliknya. Dan ternyata benar dugaan Martha jika Damian meng
Bhuvi tersenyum dan mengangguk, Gama pun berteriak senang. Dengan penuh semangat, Gama berjalan ke halaman rumah. ia lantas menyapa Boy dan meminta pria itu segera mengantarkan dirinya ke sekolah. Glara terharu melihat tingkah Gama yang begitu bahagia hanya karena hal sekecil itu. Sosok Bhuvi mampu memenuhi semua impian Gama tentang seorang Ayah.Selama perjalanan menuju ke sekolah, Gama terus berceloteh tentang penampilannya nanti. Ia mengatakan kalau dirinya sangat senang bisa tampil di sana. Tak terasa mobil Bhuvi sudah tiba di halaman sekolah Gama, Bhuvi turun pertama kali dan membantu Glara dan Gama turun.Senyum bahagia tak pernah luntur dari wajahnya begitu juga dengan Glara, ia turut senang kala melihat putra tunggalnya begitu bahagia. Mereka mengantarkan Gama ke kelasnya dan setelah itu mereka berjalan beriringan menuju ke aula sekolah dan mencari tempat duduk yang berhadapan langsung dengan panggung tempat Gama tampil nanti.
Glara pun terjatuh dan hilang kesadaran, Bhuvi mendengar suara teriakan dari arah samping panggung. Dengan berhati-hati, Bhuvi segera menghampiri sumber suara. Dari kejauhan dan jarak pandang yang tak terlalu jauh, Bhuvi melihat seorang wanita terbaring di lantai dan sekelilignya terdapat api yang menyambar-nyambar.Bhuvi bergegas menghampiri sosok itu, setelah berjuang cukup sulit, akhirnya Bhuvi berhasil berada di samping tubuh itu. dengan sekali hentakan, Bhuvi berhasil mengangkat tubuh lemah Glara. Kini tantangan terakhir yang harus Bhuvi lewati adalah kayu besar yang menghadang pintu keluar dengan kobaran api di sekitarnya.Setelah berdiam cukup lama, Bhuvi akhirnya menemukan cara untuk keluar dari sana. ia segera berjalan menuju ke salah satu jendela yang terlihat masih utuh. Bhuvi mengedarkan pandangan mencari alat untuk memecahkan kacanya. Beruntung di dekatnya terdapat sebuah balok kayu yang tak terbakar. Dengan sebelah tangan Bhuvi
Gama sudah menangis di dalam dekapan Darel. “Bu Lana, bisa bawa Gama menjauh. Biar dia saya yang atasi.” Lana mengangguk dan mengambil alih Gama dari pria itu.“Boy jaga,” perintah Darel pada Boy dan beberapa anak buah lainnya.Darel bergerak maju, pengawalnya membuka jalan untuk Darel. “Pak Damian, ada baiknya bapak menjaga sopan santun anda. Ini rumah sakit bukan pasar, lagipula ini bukan saat yang tepat untuk menemui Gama.”“Anda siapa? Anda tidak perlu ikut campur!” bentak Damian menunjuk-nujuk Darel.Salah seorang anak buah Darel sudah menempelkan tembakan ke arah kepada Damian namun, Darel mencegahnya dengan memberi kode gelengan kepala. “Saya memang bukan siapa-siapa. Anda benar saya memang tidak perlu ikut campur dengan urusan anda dan masa lalu Glara. Tetapi yang perlu anda ingat, saya adalah rekan sekaligus saudara jauh dari Tuan Louis,
Damian pun terpaksa berhenti bergoyang dan melihat sosok wanita yang dengan lancangnya masuk ke ruangannya. “Martha?”Wanita itu menaikkan sebelah alisnya. “Kenapa kaget?” balasnya berdiri di ambang pintu seraya melipat kedua tangan di depan dadanya.Damian pun segera merapikan celana dan pakaiannya, begitu juga dengan Tania ia menunduk seraya merapikan pakaiannya. “Kenapa berhenti, dilanjut saja. lagi tinggi, ‘kan? Kurang ya main sama Vione?”“Sayang, bukan begitu –“ ucapan Damian terpotong karena Martha mengangkat tangannya menandakan ia enggan mendengarkan ucapan apapun dari pria itu.“Aku tidak mau mendengarkan apapun. Kamu wanita murahan!” ujar Martha memanggil Tania mendekatinya.“Martha jaga bicaramu!” bentak Damian tak terima dengan sapaan yang istrinya sematkan pada wanita yang baru
“Saya tidak akan keluar dari sini. Transaksi itu tanpa sepengetahuan saya, jadi saya tidak akan keluar dari sini.”Tiga orang pria itu menatap Damian bingung. “Tetapi di sini sudah jelas jika kami pemilik sah rumah ini. Dan transaksi kami sah secara hukum dan negara. Jika bapak tidak bisa kooperatif saya akan meminta bantuan pihak kepolisian.”“Silakan saja! saya tidak takut. Rumah ini masih sah milik saya.”Setelah mendengar jawaban Damian, tiga orang pria itu bergegas pergi dari sana dan mempersiapkan langkah selanjutnya. Damian mengacak meja tamunya dan berteriak. “Shit! Semuanya jadi kacau‼”Damian menangkup wajahnya dan mengacak rambut kasar. “Tadi siapa?” tanya seorang wanita paruh baya berdiri di depan Damian.Damian mendongak dan menghela napas kasar kala melihat sosok yang kini duduk di hadapannya. “Bukan