Michelle bergegas berlari ke arah Rachel, tapi Rachel menghindarinya.Rachel terus memperhatikan Michael.Suara-suara di kepalanya semakin keras dan frekuensi perintah itu semakin banyak.“Rachel ....”Ronald datang dan memeluknya.“Kamu belum cukup istirahatnya. Aku akan mengantarmu ke atas.”Dia segera memeluk Rachel dan mengajak wanita itu ke atas, tetapi wanita itu melepaskan diri dengan paksa.Rachel berlutut di hadapan Michael dan berkata dengan suara lirih dan serak, “Michael, Mama harus mengambil keputusan.”Seolah sudah bisa menebaknya, Michael tampak tenang dan berkata, “Ma, katakanlah.”“Sebaiknya kamu tinggalkan rumah keluarga Tanjaya.” Hati Rachel terasa sakit mendengar setiap kata yang diucapkannya, tapi dia tetap berusaha menyelesaikan kalimatnya. “Jangan tinggal di rumah keluarga Tanjaya lagi. Kamu bisa pergi kemana pun yang kamu mau.”Meski sudah menduganya, Michael tetap kaget dan tidak bisa merespons untuk waktu yang lama.“Rachel, bagaimana kamu bisa membuat lelucon
“Michael hanya sebuah permulaan saja. Kalau kamu nggak mau nurut, aku akan membuat kamu mengirimkan semua keempat anakmu pergi. Tapi aku begitu peduli denganmu, bagaimana mungkin aku tega melihatmu tersiksa? Sekarang kamu datang ke kediaman keluarga Tanjaya, kita ketemu.”Rachel terdiam di tempat. Semua anak-anaknya ada di kediaman keluarga Tanjaya. Kenapa Rendy bisa ke sana? Dia baru saja hendak membuka suara, terdengar suara dari seberang sana,“Rachel, sebaiknya kamu jangan kasih tahu Ronald keberadaanku. Jika nggak, aku akan langsung potong tangan Michael dan kirim ke kamu sebagai hadiah.”Rachel merinding seketika karena dia yakin Rendy akan melakukan apa yang dia katakan. Perempuan itu terlonjak bangkit dan Ronald langsung memeluk pinggangnya sembari berkata, “Rachel, kenapa?”“Aku keluar sebentar, kamu jangan ikut aku.”Rachel langsung mengenakan baju luarannya dan mengambil kunci mobil. Setelah itu dia bergegas pergi. Ronald memicingkan kedua matanya dan mengikuti perempuan itu
Bibir Farah bergetar sembari berkata, “Rendy, kalian itu saudara kandung dan merupakan saudara kembar! Kenapa harus jadi seperti ini?”“Kalau dia kasih Rachel ke aku, aku nggak akan minta apa pun lagi,” ujar Rendy.Kalimat tersebut membuat Farah terdiam dan berkata, “Rendy, Rachel itu adik ipar kamu!”Rendy tertawa miring dan berkata, “Anggap saja Mama nggak melihatku. Lakukan saja kegiatan Mama, aku akan segera pergi.”“Pergi ke mana?” tanya Farah. Dia khawatir kedua saudara kandung itu akan bertemu dan keduanya akan ribut hingga terjadi pertumpahan darah.Begitu kalimatnya baru saja diucapkan, terdengar suara mobil yang direm secara mendadak di luar sana. Rendy menyunggingkan senyum miring dan berkata, “Rachel sudah datang, Mama bawa dia ke kamar ini. Jangan sampai bocah-bocah itu merasa curiga.”“Rendy, jangan seperti ini ….” Suara Farah terdengar bergetar.“Nggak bisa juga kalau nggak seperti ini, aku akan membawa paksa bocah-bocah itu di hadapan Rachel. Aku nggak tanggung jawab ka
Farah menghela napas dalam diam sambil berbalik menaiki tangga. Kedua tangan Rachel berada di dalam sakunya sambil melangkah perlahan menaiki anak tangga. Pintu kamar didorong terbuka dan Rachel dapat mencium aroma asap rokok yang begitu menyengat.Dulu setiap dia bersama dengan Rendy, dia selalu menjadi perokok pasif. Setelah aroma asap rokok yang ada di dalam kamar sedikit berkurang, Rachel baru melangkah masuk.“Keluar!” usir Rendy pada ibunya.Semua ucapan Farah tertahan di lidahnya. Dia tidak berani melawan putranya sehingga hanya bisa berjalan keluar sambil menutup pintu dengan berat hati.“Untuk apa kamu memanggilku ke sini?” tanya Rachel yang berdiri di depan pintu dengan dingin.“Keluarkan kedua tanganmu,” ujar Rendy ketika melihat tangan perempuan itu yang ada di balik saku. Rachel menuruti permintaan lelaki itu untuk mengeluarkan tangannya.“Buang baju luaran kamu ke luar!” perintah lelaki itu lagi.Rachel tidak menolaknya dan mengikuti perintah lelaki itu.“Cih! Kamu simpan
Farah berjalan melewati lorong dengan susah payah hingga tiba di kamar anak. Baru saja tangannya hendak membuka pintu, pintu kamar sudah dibuka dari dalam.“Mama … Nenek? Kok Nenek di sini?” tanya Darren dengan wajah penuh kecewa.Dengan lembut Farah berkata, “Darren, Nenek dan Mama ada yang mau dibicarakan tentang perempuan. Michelle juga perempuan, sini, ikut Nenek ketemu dengan Mama.”Michelle tersenyum lebar. Dia berlari keluar dengan riang. Akan tetapi Michael langsung menarik lengan bocah itu sambil berkata, “Mama bilang kami baru boleh keluar kalau Mama sendiri yang panggil.”Michelle langsung menghentikan langkah dan memiringkan kepala sembari berkata, “Iya, harus Mama yang panggil aku baru aku boleh keluar.”Senyuman di wajah Farah hampir lenyap, dia kembali berkata, “Mama yang minta Nenek bawa Michelle ke bawah. Kalau kelamaan nanti Mama marah loh.”Michelle menunduk dan menatap jari tangannya bimbang. Pertemuannya selama dua kali terakhir dengan ibunya membuat dia menyadari
“Michelle!” seru Rachel dengan kedua bola mata membulat. Dia berlari menerjang untuk menangkap tubuh bocah itu. Sayangnya terlambat, tubuh Michelle membentur nakas dengan kuat hingga membuat bocah itu jatuh pingsan.Rachel memeluk anaknya dengan mata terbuka lebar. Dia mendongak dan mendapati Rendy sudah mengeluarkan pistol dari pinggangnya.“Rachel, meski dia adalah putrimu, dia tetap alat buatku untuk mengendalikanmu. Hanya alat saja masih berani mengiggitiku? Cari mati!”Lubang pistol mengarah tepat di kening Michelle. Emosi Rachel seketika mendidih dan memuncak. Dia terus menarik napas dalam-dalam dan tanpa henti mencoba membisikkan dirinya untuk menahan diri. Rachel memejamkan matanya dan membukanya lagi. Sepasang bola mata jernih menatap Rendy dengan penuh keyakinan dan berkata,“Rendy, lepaskan anakku dan aku akan ikut kamu pergi. Kalau nggak ….”Rachel mengeluarkan sebuah pisau kilat dari balik pinggangnya juga sambil berkata, “Kalau nggak, kamu hanya akan mendapatkan jasadku s
Dia menatap Farah dengan dingin dan melangkah cepat mengikuti langkah kaki Rendy. Begitu tiba di halaman rumah, dia merasakan sesuatu yang aneh. Mata dinginnya menyapu ke arah pepohonan yang tersembunyi cukup banyak orang.Tidak hanya Rachel yang bisa merasakannya, Rendy juga merasakan hal yang sama. Dia menarik tangan Rachel dan dengan suara berat bertanya, “Kamu yang minta Ronald datang?!”Rachel tahu kalau Ronald akan datang dan itu juga satu-satunya harapan yang dia pegang. Dengan suara tenang dia berkata, “Sekarang aku sudah ada di tanganmu, dia bisa berbuat apa lagi? Naik! Kita pergi.”Sikap patuh Rachel membuat Rendy merasa kalau perempuan ini seperti bersedia melepaskan segalanya dan ikut dengannya berkelana. Akan tetapi perasaan tersebut sirna ketika melihat luka sayatan di leher perempuan itu. Rachel tidak akan patuh dan menurutinya jika tidak diancam.Rendy memasukkan Rachel ke dalam samping kemudi dengan kasar. Dia menunduk dan menyentuh tubuh perempuan itu untuk memastikan
Ronald memeriksa jasad Rendy yang sudah mati dalam waktu satu menit. Lelaki itu menunduk dan mengusap wajah Rendy, kedua mata lelaki itu juga ikut menutup.“Cari tempat dan kubur.” Setelah memberikan perintah, dia menggendong tubuh Rachel dan berjalan ke mobil yang ada di belakang.“Rachel, nggak ada hubungannya denganmu. Peluruku yang membuat nyawa dia melayang. Aku yang sudah membunuh dia,” ujar Ronald dengan lembut.Ketika Ronald menjadi Terry North, dia hampir menembak dan membunuh orang sepanjang hari. Baginya, membunuh tidak membuatnya merasa bersalah. Meski dia membunuh orang di Indonesia, kejahatan Rendy sangat besar sekali. Kalau mau dipermasalahkan, Ronald juga akan dibebaskan.“Rachel, nggak apa-apa. Nggak akan ada apa-apa.”Ronald memeluknya dan menenangkan perempuan itu. Rachel melihat tubuh Rendy yang bersimbah darah tengah diangkut oleh para anak buahnya Ronald. Sosok yang membuat kehidupannya hancur lebur akhirnya sudah mati dan lenyap.“Tutup dulu berita tentang kemati