Pada saat makan tadi, pria itu hanya makan makanan yang manis. Seperti iga asam manis, cola chicken wing, onde-onde. Padahal jelas-jelas Ronald lebih suka makanan tawar daripada makanan manis.Selain itu, cara pria itu makan agak serampangan. Dia sama sekali tidak terlihat seperti seorang ahli waris yang dibesarkan di keluarga besar.Rachel tidak memikirkan hal ini sebelumnya. Namun sekarang begitu dia memikirkannya, dia baru menyadari sebenarnya banyak sikap, gerakan dan cara bicara pria itu tidak mirip dengan sosok Ronald yang dulu.“Tunggu sebentar!” ujar Rachel tiba-tiba dengan dingin.Tangan Rendy baru saja memegang gagang pintu. Sorot matanya seketika berubah. Dia pun berbalik dan berkata dengan dingin, “Ada hal lain yang ingin kamu bicarakan?”“Kamu nggak mau cerai, kan?” kata Rachel dengan perlahan, “kalau kamu setiap hari nggak pulang, aku hanya punya satu jalan, yaitu cerai. Jadi aku harap malam ini kamu bisa tetap di sini. Aku ingin tahu apakah kamu yang sekarang masih panta
Farah menarik napas dalam-dalam. Setelah itu, dia baru berhasil menekan perasaan gugup dan mencekik di hatinya.Farah menghampiri Rachel dan meraih tangan menantunya itu, lalu dia menghela napas dan berkata, “Rachel, setiap orang memiliki dua sisi. Contohnya kamu, kamu kuat dan tegas di dunia bisnis. Tapi kalau di depan anak-anak, kamu jadi lembut dan penyabar. Dua kepribadian yang sangat berbeda ini milik kamu sendiri. Begitu juga dengan Ronald. Nggak peduli sisi mana yang dia tunjukkan, itu tetap saja Ronald, putraku, suamimu dan papa dari anak-anakmu.”“Aku mengerti, Ma.”Rachel melengkungkan bibirnya untuk memaksakan senyum. Namun, ada bayangan gelap di dalam matanya. Dia pun menarik tangannya dari tangan Farah dan berkata, “Ronald masih tunggu aku di kamar. Aku ke atas dulu, Ma.”Rachel mengambil langkah berjalan ke dalam vila, lalu berjalan menuju kamar tidur utama di lantai atas selangkah demi selangkah.Sedangkan Farah masih berdiri di tempat, dengan jari-jari yang terkepal era
Rachel dan Ronald baru saja menikah. Hubungan mereka belum cukup dekat sampai Rachel benar-benar familiar dengan pakaian dalam pria itu.Rachel mandi sambil merenung. Begitu dia keluar dari kamar mandi, pria yang tadinya merokok di balkon telah menghilang. Rachel membuka pintu kamar dan berjalan keluar. Dia pun melihat Farah yang berjalan mondar-mandir di ruang tamu dengan wajah cemas.“Rachel, tiba-tiba ada urusan di perusahaan Ronald. Dia baru saja pergi.” Farah segera menjelaskan, “Nanti kalau dia sudah pulang, aku akan tegur dia. Sudah malam, kamu tidur saja dulu.”Rachel mengangguk sambil tersenyum, “Mama juga tidur lebih awal.”Usai berkata, Rachel masuk ke dalam kamar dan menutup pintu. Kemudian, dia menghubungi seseorang.“Peter, aku boleh tanya sedikit tentang psikologis, nggak?”“Rachel, kamu mimpi buruk lagi akhir-akhir ini?”Peter ada psikiater pribadi Rachel di luar negeri. Pada saat berada di luar negeri, Rachel mengira kedua anaknya telah meninggal. Hal itu menyebabkan d
“Non Rachel kenapa nggak tidur lebih lama?” Hilmi yang baru bangun tidur melihat Rachel sedang menuruni tangga.“Hari ini aku nggak ke kantor. Aku bangun lebih awal karena mau siapkan sarapan untuk anak-anak.” Rachel tersenyum dan berkata, “Pak Hilmi suka makan apa, aku sekalian buatkan untuk Pak Hilmi.”“Nggak usah, aku bisa siapkan sendiri, Non.” Hilmi merasa tersanjung, “Aku pergi ke dapur bantu Non Rachel saja.”Rachel menolak tawaran Hilmi. Dia pun memakai celemeknya dan pergi ke dapur. Setelah menikah dengan Ronald, Rachel biasanya memasak satu kali sehari. Sarapan atau makan malam. Anak-anak suka dengan masakannya. Namun, Ronald sepertinya sudah lama tidak makan masakannya. Pertama-tama, Rachel merebus telur untuk anak-anak. Kemudian, dia membuat mie dan mulai membuat sarapan untuk Ronald. Dia membuat keju ala barat, lalu menambahkan dua potong roti dan menggoreng telur menjadi bentuk hati. Kemudian, dia menaruh telur di tengah roti.“Pak Hilmi, aku mau keluar sebentar.”Rachel
“Jangan ngomong sembarangan apa di depanku?”Suara dingin tiba-tiba bergema di belakang Tania. Para sekretaris di ruang pantry spontan gemetaran. Wajah mereka langsung memucat. Tania menoleh ke belakang dengan perlahan. Dia pun melihat Rachel sedang berdiri sambil bersandar di kusen pintu dengan senyum tipis di wajahnya.“Ng-nggak ada apa-apa, Bu Rachel.” Tania cepat-cepat menyerahkan kopi dan berkata, “Bu Rachel, silakan diminum kopinya.”Rachel mengambil kopi dari Tania dan berkata dengan tenang, “Aku barusan dengar kalian bilang Pak Ronald bermain-main dengan seorang perempuan asing?”“Bu ... Bu Rachel salah dengar.” Tania ketakutan sampai jiwanya seakan melayang pergi, “Kami sedang bergosip tentang industri hiburan. Nggak ada hubungannya dengan Pak Ronald.”Rachel mengangkat pandangannya dan menatap lurus ke arah sekretaris yang mengenakan jas hitam di belakang. Kemudian, dia berkata, “Kamu yang bilang. Ikut aku ke kantor CEO.”Sekretaris yang mengenakan jas hitam itu ketakutan sa
Rachel mengangkat alisnya sedikit. Dia pun melihat ada emosi yang tidak jelas bergejolak di mata gelap pria itu. Kelihatannya trik yang dilakukannya ini masih berguna. Selama Rachel tetap gigih, dia pasti bisa memanggil kembali kepribadian utama pria itu.“Ronald, kamu kerja dulu. Aku mau pulang temani anak-anak. Aku harap kamu bisa pulang lebih awal malam ini.”Rachel berjalan keluar dari kantor dengan sebuah kotak bekal di tangannya. Begitu dia keluar, Rendy langsung menyalakan sebatang rokok. Di tengah asap rokok, mata pria itu terlihat lebih gelap dan suram.Rendy terdiam sejenak dengan alis berkerut. Sudah hampir sebulan sejak dia menjadi Ronald. Selama itu juga, dia tidak pernah menyentuh perempuan. Mungkin karena sudah lama tidak menyentuh perempuan, makanya dia bisa-bisanya terpancing oleh Rachel.Rendy mengangkat tangan dan hendak meminta asisten di luar untuk membawa seorang perempuan untuknya. Asisten itu adalah asisten yang Rendy rekrut sendiri, orang kepercayaannya. Kalau
Ketika dia hendak melihatnya dengan lebih jelas, keempat anaknya bergegas masuk dari luar.“Ma, hari ini Mama nggak usah kerja. Kita ke taman hiburan, ya?”“Ma, aku juga mau ke taman hiburan?”Michael mengangkat kepalanya dan berkata, “Ma, Michelle kan mau pergi. Ayolah, kita pergi.”Eddy mengangguk dan berkata, “Aku akan mengatur agar pekerjaanku sore ini ditunda sampai besok.”Rachel berpikir dan berkata, “Gimana kalau kalian ajak papa kalian saja?”Begitu dia mengatakannya, anak-anak terdiam.Meskipun mereka tidak mengerti apa yang terjadi di antara orang tua mereka, mereka semua bisa merasakannya. Ayah mereka berbeda dari yang sebelumnya.Eddy diam sejenak dan berkata, “Pa sangat sibuk dengan pekerjaannya, memangnya Papa mau ikut sama kita?”Michael mengerutkan bibirnya dan berkata, “Ma, kita berlima saja.”“Iya, menurutku Papa agak menakutkan,” ujar Darren dengan cemberut. “Aku nggak mau Papa ikut pergi.”“Apa cuma aku yang mau Papa ikut?” Michelle mengerjapkan matanya yang besar
Satu jam kemudian, enam orang turun dari mobil di depan pintu taman bermain.“Pa, aku mau digendong Papa!”Michelle mengangkat tangannya dan melingkarkan lengannya di leher Rendy.Dia bersandar lembut di dada Rendy, menyuntikkan sedikit kehangatan ke dalam hati pria itu.Meskipun anak ini bukan putri kandung Rendy, mereka juga memiliki hubungan darah. Anak ini bisa dianggap sebagai saudara dekatnya.Seorang paman menyayangi keponakan perempuannya. Ini bukan suatu hal yang tidak bisa diterima.Rendy menggendong Michelle dan berjalan di paling depan.Rachel ikut di belakang mereka, dengan suasana hati yang tak ditebak jika hanya dilihat dari tatapan dingin di matanya.Sebelum pergi, Rachel mengobrol dengan Pak Hilmi. Dia kurang lebih bisa menebak trauma terbesar dalam hidup pria ini dalam dua puluh tahun terakhir adalah kematian ayahnya.Dia tidak tahu bagaimana ayah pria ini bisa meninggal, tapi dia harus bisa membantu Ronald mendapatkan kembali kepribadiannya dengan sudut pandang dan k