Ronald memandang wajah Rachel dari samping.Dia pandai membaca hati orang, dan dia tahu bahwa wanita ini berbohong.Namun, dia tidak tahu mengapa wanita ini berbohong.Dia mengeluarkan beberapa tiket dari saku jasnya dan menyerahkannya pada wanita itu, “Aku ingin mengundang Michelle ke sebuah konser piano. Tiket ini untuk Sabtu sore. Apa kamu bisa meluangkan waktu?”Rachel menoleh.Konser in adalah konser bersama yang diadakan oleh beberapa pianis internasional terkenal. Sangat sulit mendapatkan tiketnya.Bisa-bisanya pria ini punya sebanyak itu?Kelihatannya, ada empat atau lima lembar.Dia mengerutkan bibirnya dan berkata, “Kalau Michelle setuju, aku nggak keberatan.”Ronald mengangkat alisnya sedikit.Mengapa wanita ini jadi begitu mudah dihadapi?Seolah-olah wanita dingin beberapa hari yang lalu itu hanyalah halusinasinya semata.“Zzzz. Zzzz.” Ponsel yang berada di lemari tiba-tiba bergetar.Rachel menoleh dan melihatnya. Telepon dari Andre.Dia mengelap tangannya dan mengangkat te
Eddy dan Darren. Dia sudah berutang empat tahun pada mereka. Bagaimana dia bisa pergi begitu saja?Dia ingin sekali merebut hak asuh atas kedua anak ini. Namun, dia tahu dia tidak memiliki kemampuan itu.Melawan Ronald sama saja dengan memukul batu dengan kerikil.“Ada apa? Apa yang kamu pikirkan?” Ronald menundukkan kepalanya sedikit dan menatap lurus ke mata Rachel yang memerah.Rachel meletakkan pisaunya, lalu mengangkat kepalanya. Matanya yang dingin dipenuhi dengan tekad.“Pak Ronald, jadilah pacarku.”“Apa?!” Mata Ronald membelalak kaget.Dia kira ada yang salah dengan telinganya. Dia menarik napas dalam-dalam dan berkata, “Rachel, katakan sekali lagi.”Rachel menatap mata pria itu dan berkata lagi, “Pak Ronald, kamu sudah mendengarnya tadi. Keluarga Chendrasa susah dilawan. Aku nggak ingin kehilangan hak asuh kedua anakku. Pengacaraku bilang, kalau aku berada dalam hubungan asmara yang cukup panjang dan stabil, itu akan sangat membantu dalam melawan mereka. Jadi, aku ingin memin
“Tante Rachel, masakan Tante semakin enak, deh. Lezat sekali. Aku rasanya bisa menelan lidahku sendiri!” Darren hampir membenamkan kepalanya ke dalam piring. Mulutnya penuh minyak dan matanya berbinar.Eddy memegang sumpit, mengambil sepotong daging dan memasukkannya ke dalam mangkuknya .Warna dan aroma daging itu tidak berbeda dengan yang pernah dia makan sebelumnya. Namun, ketika dia memasukkannya ke dalam mulut dan mengunyahnya, dia akhirnya tahu mengapa Darren yang biasanya pilih-pilih makanan bisa sangat mengagumi keterampilan memasak Rachel.Karena rasanya benar-benar enak.Selain rasanya, sepertinya juga ada perasaan familier dari makanan itu.Dia mencicipi setiap hidangan, dan dia sepertinya mengerti apa perasaan familier itu.Apa itu rasa kasih sayang yang dicurahkan ke dalam makanan?Eddy menundukkan kepalanya dan mulai makan dengan lahap.Dia selalu makan satu mangkuk. Namun, malam ini, dia makan dua mangkuk.Namun, dibandingkan dengan Darren dan Michelle, dua mangkuk nasiny
Setelah makan malam, waktu sudah menunjukkan pukul jam delapan malam. Rachel pun hendak pulang bersama kedua anaknya.Ronald mengikuti keluar dan berkata, “Aku akan mengantar kalian pulang.”“Nggak perlu.” Rachel memandang pria itu dan berkata dengan lembut, “Aku harap Pak Ronald bisa mempertimbangkan proposalku dengan baik.”Setelah mengatakan itu, dia membawa kedua anaknya masuk ke dalam mobil.Ronald berdiri di pintu vila sampai mobil itu menghilang ke jalan raya, sebelum perlahan memalingkan wajahnya.Menjadi pacarnya ....Namun, jadi pacar palsu ....Kalau tidak ada kata “palsu”, dia mungkin akan langsung setuju.“Pa!” Darren menarik ujung jasnya dan berkata, “Apa Papa nggak mau berpisah dengan Tante Rachel?”Mata Ronald beralih kepada Darren. Dia mengerutkan bibirnya dan berkata dengan nada sedikit tidak senang, “Omong kosong apa yang kamu bicarakan?”“Di TV biasanya seperti ini. Kalau nggak ingin berpisah, pasti akan menengok orang itu pergi dari jauh.” Darren mengerjapkan matan
Ting!Sebuah pesan singkat masuk ke dalam ponsel Ronald. Pesan itu merupakan pesan otomatis bahwa ada notifikasi di emailnya. Ronald langsung membuka komputer dan mengunduh lampiran dalam email tersebut. Sesaat kemudian terdapat sebuah rekaman CCTV dalam komputernya.Rekaman tersebut adalah rekaman lima tahun lalu di koridor Empire Hotel. Video tersebut sudah diedit dan hanya berdurasi sepuluh menit saja. Cahaya di koridor sangat gelap dan terlihat karyawan hotel yang berlalu lalang hingga tengah malam baru muncul sosok dua orang perempuan.Meski pencahayaannya sangat buram, Ronald bisa mengenali sosok itu adalah Rachel dan Shania. Rachel terlihat jelas sudah mabuk dengan Shania yang membopongnya berjalan di koridor dan berhenti di depan sebuah pintu kamar. Pintu didorong terbuka dan Shania membawa Rachel masuk kamar.Rekaman sampai di detik tersebut mendadak langsung berakhir. Ronald menyipitkan matanya dan menelepon seseorang. Suara Yohanes yang terdengar bermalas-malasan berkata, “A
“Huhuhu! Memang jelek sekali ya?” tanya Darren sambil melihat boneka buatannya lagi. Boneka itu dia buat selama sepuluh jam lebih dan jelas-jelas terlihat lucu! Kenapa semuanya nggak suka?Tangan gembul milik Michelle terulur dan mengambil boneka itu dan memeluknya. Mata bulatnya berkedip dengan bibir merah muda yang melengkung ke atas. Setelah itu dia menyimpan boneka tadi ke dalam tas kecil miliknya.Dengan bahagia Darren berseru, “Kalian lihat! Michelle menyukai hadiah yang aku berikan!”Rachel terbahak melihat pemandangan tersebut. Keempat anak itu terlihat sangat menyenangkan ketika berkumpul. Seakan hidupnya sudah tidak ada yang lebih penting dari mereka semua. Asalkan mereka berempat bahagia, maka hidupnya sudah lengkap dan sempurna. Sepasang mata elang juga mendaratkan tatapannya pada diri Rachel yang tengah tersenyum ketika melihat anak-anak.Sorot mata Ronald juga terdapat sebersit sorot lembut yang bahkan lelaki itu tidak menyadarinya. Mendadak dia ingin membuat waktu berhen
Rachel menolehkan kepalanya dengan cepat dan dengan sorot tidak percaya dia bertanya, “Michelle, barusan kamu bilang apa?”Dia hanya pernah mendengar Michelle menyebut panggilan “Papa” sebanyak dua kali saja dan sudah tidak pernah mendengar apa pun lagi. Rachel pernah berkonsultasi dengan psikiater dan kata dokter bahwa hal seperti ini harus dengan sabar dan perlahan, tidak boleh terburu-buru.Selama ini Rachel juga menunjukkan sikap tidak peduli, tetapi faktanya tidak ada yang jauh lebih menginginkan Michelle berbicara dibandingkan dirinya. Akhirnya dia mendengar kata lain selain “Papa”.Rachel berjongkok dan kedua tangannya diletakkan di atas bahu Michelle dan kata, “Michelle, tadi kamu ngomong apa? Coba ngomong sekali lagi.”Michelle memiringkan kepalanya dan mengerjapkan mata tanpa berbicara apa pun lagi.“Tante Rachel, tadi Michelle bilang minta Tante cium Papa!” kata Darren yang mendekat. Dengan bahagia dia berkata, “Michelle susah payah bicara, Tante Rachel buruan cium Papa! Bur
Seluruh orang yang ada di sekeliling mulai berbisik dan tertangkap oleh telinga Rachel. Perempuan itu melangkah lurus tanpa mempedulikan ucapan mereka semua. Sedangkan sudut bibir Ronald terangkat ke atas.Tempat duduk yang dia beli merupakan posisi VIP yang berada di paling depan. Mereka berenam melangkah hingga berada di posisi depan. Sesaat Darren melupakan peringatan dari ayahnya tadi. Dia mulai berceloteh ria, “Michelle, kita duduk di sini ya?”Michelle melompat turun dari gendongan Rachel dan duduk di tempat yang ditunjuk Darren.“Kak, Kakak duduk di kiri aku dan Michael duduk di kanannya Michelle.”Darren mulai menyusun tempat duduk mereka dan menyisakan dua tempat duduk yang ada di pojok. Otomatis tempat tersebut menjadi milik Ronald dan juga Rachel.Michelle duduk di samping Eddy dan dari posisinya kerap terdengar suara ucapan Darren.“Michelle, konsernya sudah mau dimulai. Kamu senang nggak?”“Michelle, aku belum pernah dengar konser musik. Kalau nanti aku nggak ngerti, kamu