“Kamu juga, sih, yang cari gara-gara ngomong soal dua anak itu. Cewek mana pun pasti nggak mau dengar pacarnya cerita soal mantan, apalagi kala sudah punya dua anak. Kalau sudah kayak gitu, gampang banget buat ngebayangin hal-hal yang nggak masuk akal ….”“Kenapa cewek suka begitu?”“Apa lagi? Ya cemburu, lah!” kata Yohanes, “Semakin satu cewek sayang sama kamu, semakin peduli juga dia sama mantan kamu. Waktu kamu ngomong soal mantan di depan muka dia, dia pasti ngerasa kamu masih sayang sama mantan kamu, wajar kalau dia cemburu. Kalau sudah cemburu, dia pasti marah. Kalau sudah marah, dia nggak bakal mau ngomong sama kamu ….”“Jadi maksud kamu, Rachel sayang sama aku?”“Jelas, lah! Kalau nggak, buat apa dia marah? Ron, dengan kualitas yang kamu punya sekarang ini, kamu lebih dari kata layak buat pacaran sama putri bangsawan. Kenapa aku ngerasa kamu malah nggak percaya diri di depan Rachel?”“Yaah, mau gimanapun juga, Rachel itu kan cewek paling cantik di Suwanda,” imbuh Christopher.“
“Karena Shania adalah ibunya Darren dan Eddy, jadi Mama nggak akan ke rumah keluarga Tanjaya lagi?” tanya Michael dengan serius.Rachel mengerutkan bibirnya dan berkata, “Mama nggak bisa menghadapi putranya Shania dengan hati tenang, jadi kalau Mama nggak pergi, itu lebih baik untuk semua.”“Mereka juga anaknya Om Ronald,” lanjut Michael, “Om Ronald seharusnya cukup special untuk Mama, ‘kan?”Jantung Rachel seolah berhenti berdetak.Dia menarik napas dalam-dalam, lalu berkata dengan datar, “Nggak ada yang istimewa. Dia hanya seorang partner.”Ponsel Michael tiba-tiba bergetar di sakunya.Dia mengelap tangannya, membuka ponselnya dan melihat seseorang mengirim email dengan judul “Hasil Tes DNA”.Matanya membeku. Dia membuka email tersebut dan matanya langsung tertuju pada baris teks terakhir.Meskipun semua ini sudah berada dalam ekspektasi, dia masih sulit mempercayainya.Dia mematikan layar ponselnya, mendongak dan bertanya, “Michelle sudah memanggil Om Ronald ‘Papa’ beberapa kali. Ap
“Apa ada yang namanya Darren di sini?” teriak Driver GoSend itu sambil memegang rantang makanan di luar vila.Darren berlari keluar dengan tergesa-gesa, “Aku Darren. Ada apa?”“Ini makananmu. Silakan diterima.”Setelah menyerahkan makanan itu, driver tadi kembali mengendarai motornya dan menghilang di jalan pegunungan yang berkelok-kelok.Darren masuk ke rumah sambil membawa rantang makanan itu. Setelah membukanya, dia mencium aroma masakan yang tidak asing.Air matanya mengalir turun.“Oh, Den Darren, kenapa nangis lagi?” Hilmi mengambil tissue dan mengelap air mata anak itu, “Ini makan malam yang diantar oleh Bu Rachel, ‘kan? Ada ayam asam manis, telur orak arik dengan tomat, daging asam manis, dan iga. Semuanya yang Den Darren suka. Jangan nangis lagi. Cepat makan selagi masih panas.”Darren berkata sambil menangis, “Tante Rachel benar-benar nggak datang. Kenapa dia nggak datang lagi? Aku sangat merindukannya. Aku sangat merindukan Michelle. Huhuhu. Kakek Hilmi, sebenarnya apa salah
Ronald melirik putranya dengan dingin, “Kamu mau mengajari Papa dalam melakukan sesuatu?”Darren langsung ciut.Dia bergumam, “Memang Papa yang salah. Minta maaf susah banget, ya?”Eddy mengerutkan kening, “Apa salah Papa?”Ronald juga ingin tahu apa kesalahannya.Darren mendengus pelan dan berkata, “Yang jelas Papa yang salah. Kalau nggak, Tante Rachel nggak akan marah tanpa alasan!”Setelah mengatakan itu, dia berbalik badan dan naik ke kursi makan, membuka rantang makanan tadi dan mulai makan.“Wow! Enak! Enak banget! Ayam asam manis buatan Tante Rachel semakin dimakan semakin enak!”Dia memasukkan ayam itu ke dalam mulutnya tanpa mementingkan image-nya sama sekali. Mulutnya penuh, seperti seekor tupai kecil yang sedang makan.Eddy sering melihat Darren pilih-pilih makanan dan menolak untuk makan. Dia tiba-tiba jadi penasaran dengan rasa ayam asam manis itu ....Melihat Eddy menatap rantang makanannya, Darren segera memeluk rantang itu dan berkata dengan tidak jelas karena ada makan
Di Australia.Di Gedung Konser Internasional.Ini adalah tur konser terakhir Shania ke luar negeri.Dia mengenakan gaun berwarna hitam dengan hiasan mutiara dan permata di atasnya, dan bersinar terang di bawah lampu Kristal.Dia duduk di atas panggung dengan postur tegap, dan jari-jarinya yang ramping menari di atas tuts piano.Dia merasa mata semua penonton tertuju padanya, dan dia menjadi pusat perhatian dunia ini ….Di akhir lagu, tepuk tangan meriah terdengar dari kursi penonton.Shania berdiri dan membungkuk tanpa berterima kasih.Saat matanya menyapu ruangan, dia tiba-tiba merasakan tatapan tajam tertuju padanya.Dia cepat-cepat mengangkat kepala, dia melihat wajah yang familier.Farah. Ibunya Ronald. Dia pernah bertemu dengan wanita ini dua kali sebelumnya.Sekali di pesta ulang tahun Eddy dan Darren yang ke 100 hari, dan sekali di ulang tahun mereka ketika berumur satu tahun.Kalau dihitung-hitung, dia sudah tiga tahun lebih tidak pernah bertemu dengan Farah lagi. Tak disangka,
“Aku juga ingin pergi ke Indonesia dan melihat pemandangan-pemandangan indah di sana. Tapi, aku terlalu sibuk akhir-akhir ini, nggak bisa pulang ke Suwanda untuk merayakan ulang tahun Tante,” kata Catherine dengan sangat menyesal, “Klinik konseling dan psikologiku akan buka di Suwanda sebentar lagi. Kalau sudah buka di sana, aku bakal bisa makan dengan Tante dan Kak Ronald.”Shania menaikkan alisnya.Tante? Kak Ronald?Kenapa wanita ini bisa begitu dekat dengan Farah, dan dia sepertinya memiliki hubungan yang baik dengan Ronald.Siapa wanita ini?Shania mengangkat alisnya, menatap Catherine dengan tenang, dan berkata sambil tersenyum, “Kalau kamu ke Suwanda, hubungi saja aku. Aku akan mengajakmu mengunjungi tempat-tempat terkenal di Suwanda, tempat-tempat yang Eddy dan Darren paling suka pergi ....”Dia menyebut nama kedua anak itu dengan santai, seolah sedang menunjukkan statusnya.Mata Catherine berbinar. Dia berkata, “Iya, di Suwanda masih ada Darren dan Eddy, dua kesayanganku itu.
Rachel mengendarai mobilnya dan berhenti di depan vila. Sebelum keluar dari mobil, dia melihat Hilmi yang sedang berdiri di luar pagar, serta Darren yang berdiri di samping pria itu.Dia mengerucutkan bibir merah tipisnya, lalu membuka pintu dan keluar dari mobil.“Tante Rachel.”Darren berdiri, meloncat di tempat dan memandangnya dengan mata yang besar dan berkaca-kaca, dan tatapan yang ragu.Sebelumnya, setiap kali mereka bertemu, anak ini pasti akan langsung berlari dan memeluknya.Namun, kali ini, anak itu bahkan tidak berani bergerak. Seolah takut dia akan marah ….Hati Rachel rasanya sakit dan pahit melihatnya.“Darren Tanjaya, kenapa kamu ….”Begitu dia membuka mulutnya, Darren menyela, “Tante Rachel, panggil aku Darren saja, dong ….”Ada sedikit kerinduan dalam suaranya.Bagaimanapun juga, hati Rachel tidak terbuat dari batu. Dia menghela napas dan berkata, “Darren, apa yang kamu lakukan di sini semalam ini?”“Aku merindukan Tante ...,” kata Darren. Air matanya mengalir turun d
“Pulang. Pulang.”Darren membuka pintu mobil dan masuk ke dalamnya, lalu menatap ke luar jendela dengan mata kosong.Rachel keluar dari dapur, melihat ke kiri dan ke kanan, tetapi tidak menemukan Darren. Dia pun bertanya, “Di mana Darren?”“Dia sudah pulang.” Michael menjawab dengan suara pelan.Rachel mengerutkan keningnya.Darren itu sangat lengket padanya. Kalau sudah datang ke sini, anak itu tidak mungkin pulang begitu saja.Dia memandang putranya itu dan berkata, “Apa yang kamu katakan pada Darren?”“Aku hanya mengatakan yang sebenarnya.” Michael mengerutkan bibirnya dan berkata, “Dia selalu bertanya mengapa, seolah-olah Mama yang begitu kejam dan nggak menginginkannya lagi. Padahal jelas-jelas salah mereka. Mereka sudah salah sejak lahir.”Rachel terdiam.Dia menghela napas dan berkata, “Kamu temani adikmu sebentar. Mama mau masak.”Sebuah mobil melaju kencang di jalan raya. Dalam waktu 20 menit, mobil itu sudah sampai di gerbang vila Keluarga Tanjaya.Darren membuka pintu mobil