Sandra meninggalkan rumahnya dengan kesal. Gagal mendapatkan tanda tangan dari suaminya, ia memilih pergi dengan seorang pria muda yang selalu datang menjemputnya setiap malam untuk berpesta. Setelah Sandra pergi, Nur baru berani masuk ke dalam kamar tuannya. Ia terkejut melihat Hadi terkapar tak berdaya di lantai dalam kondisi setengah sadar. "Bibi! Tolong!" seru Nur. Bibi tergopoh-gopoh masuk ke dalam kamar Hadi. Sebenarnya sedari tadi ia dan Nur sudah gemetar dan ketakutan mendengar amarah Sandra, tetapi tidak ada yang berani mendekat jika Sandra sedang dalam keadaan marah seperti itu. Nur dan bibi berusaha mengangkat tubuh Hadi ke kasur. Walaupun berat tubuh Hadi telah banyak berkurang, tapi tetap saja membutuhkan banyak tenaga untuk mengangkatnya. Nur yang bertubuh mungil tidak mampu mengangkatnya sendiri. "Bi, bagaimana ini? Aku takut melihat keadaan tuan. Bagaimana kalau terjadi sesuatu yang buruk?" tanya Nur. "Iya, Nur. Kasihan Tuan Hadi, sudah sakit malah dianiaya seper
David segera membawa Hadi ke rumah sakit untuk mendapat perawatan dokter. Hari itu juga, seluruh saudara dan keluarga Sandra mengadakan pertemuan penting. Mereka semua merasa terkejut, karena Sandra telah berhasil menipu mereka dan merencanakan perbuatan sejahat itu. "Mama gak percaya kalau Sandra bisa berbuat sejahat itu, Nak. Dulu dia orang yang baik," kata Mama David dalam perjalanan ke rumah. "Iya, Ma. Secepat itu manusia bisa berubah, ya. Dulu aku juga mengenal Om Hadi sebagai orang yang baik. Aku gak menyangka Om Hadi bisa meninggalkan istri dan anak-anaknya demi wanita lain," ujar David sambil mengemudi. Mama David bertanya, "Apa kamu sudah memberi tahu keluarga Mario?" "Ah, hampir saja aku lupa. Aku hubungi Riana dulu, Ma," kata David. David mengambil ponselnya dari dalam saku dan menelepon Riana. "Halo, Ria. Aku punya kejutan untukmu. Besok pagi aku jemput, ya," kata David. David tersenyum membayangkan reaksi Riana saat menerima kabar yang akan ia sampaikan. ***Keeso
Hadi diijinkan pulang ke rumah dan menjalani rawat jalan. Riana berusaha membujuk ibunya untuk mengijinkan ayahnya tinggal di rumah untuk sementara, tapi Hana tidak menanggapinya. Siang itu Riana menjemput ayahnya sendirian di rumah sakit. Ternyata Hadi sudah meminta pengacaranya untuk mencari sebuah panti jompo. Sebenarnya Hadi bisa saja membeli rumah sendiri dan mencari asisten rumah tangga.Namun Hadi sengaja mencari sebuah tempat yang menampung beberapa orang lanjut usia. Ia sadar, sendiri di masa tua seperti ini adalah hukuman bagi kesalahannya di masa lalu. Penyesalan yang mungkin akan tersisa sampai akhir hidupnya nanti. Secara rutin Riana mengunjungi Hadi, menemani berbincang, bercerita, dan menyuapi ayahnya. Itu merupakan satu hal yang bisa menghibur dan menguatkan Hadi. Kondisi Hadi kini mulai membaik dan stabil. Ia juga cukup menikmati waktu dengan beraktivitas dan berkomunikasi dengan penghuni lainnya. Beberapa penghuni yang menderita stroke atau tidak bisa berbicara de
Sejak pertemuan itu, Hana mencoba tetap berhubungan baik dengan mantan suaminya. Satu kali dalam sebulan, Hana menemui Hadi dan membawakan makanan atau buah untuknya. Tanpa terasa Riana telah lulus SMA. Hari itu setelah acara kelulusan, Riana mengajak Mario dan ibunya ke panti jompo. Hadi mengusap air mata haru yang mengalir di pipinya, ia melihat putrinya telah tumbuh dewasa. David juga menyempatkan diri untuk pulang dari luar kota, demi menemani dan merayakan hari bahagia kekasihnya tersebut. Hana tersenyum melihat Riana sangat bahagia. Beberapa kali Riana mengajak semuanya untuk berfoto bersama. Hana juga merasa bahagia melihat keluarga mereka seakan kembali utuh walau hanya untuk sesaat. Sampai saat ini, Hana masih merasakan cinta pada Hadi. Namun rasa cinta itulah yang membuatnya merasakan sakitnya luka dan pengkhianatan itu. Jika persoalan rumah tangga yang harus dihadapi adalah ekonomi atau hal lain, mungkin dirinya akan bertahan. "Ayah, doakan aku, ya. Aku akan kuliah di
Riana sudah mulai kuliah di sebuah perguruan tinggi di Jakarta. Hadi melalui pengacaranya membiayai kuliah Riana dan menyediakan semua keperluannya sampai lulus. Hadi juga mengembalikan rumah yang dulunya dihuni oleh Hana. Di rumah itu, Hana memulai kembali kehidupannya dengan lebih tenang. Jadi juga memberi modal untuk Hana, agar bisa mengembangkan usahanya. Walaupun Hana belum bisa menerima kembali Hadi sebagai suaminya dan mencintai dia seperti dulu, tapi ia secara rutin mengunjungi Hadi di panti jompo. Itu membuat Hadi merasa sangat bersyukur, karena setelah Riana pergi ke luar kota untuk melanjutkan pendidikan, tentu ia merasa sendiri dan kesepian. Hana dan Hadi berusaha menjalin hubungan baik seperti dua orang sahabat. Seperti pagi itu, Hana datang ke panti dan membawa makanan kesukaan Hadi. Ia meluangkan waktu untuk makan siang bersama dengan Hadi. Hana membuka kotak makan yang dibawanya dan meletakkannya di meja. Hadi mengamati makanan yang tersaji di hadapannya. Menu yang
Hana berusaha mengalihkan pikirannya dari paket menyeramkan malam itu. Setiap kali mengingat hal itu, Hana sangat cemas dengan keadaan Mario dan Riana yang jauh darinya. Ia hanya bisa terus berdoa, memohon pada Tuhan untuk keselamatan kedua anaknya. Pagi itu, Hana bersiap berangkat ke butik seperti biasa. Ia juga akan meminta karyawan butiknya untuk lebih waspada dan memperketat keamanan. "Ibu sudah siap?" tanya Pak Asep, sopir pribadi Hana. "Sudah, Pak. Tolong bawa kardus dan barang-barang ini ke mobil!"Pak Asep membawa kardus berukuran sedang berisi buku gambar desain dan beberapa paper bag berisi perlengkapan menjahitnya.Hana menuju ke mobil sambil membawa tas di tangannya. Ia membuka pintu belakang mobil dan duduk, sambil menunggu Pak Asep memasukkan semua barang ke bagasi. Pak Asep masuk ke dalam mobil dan mulai mengemudikan mobil itu menuju ke butik. Jarak dari rumah ke butik itu hanya sekitar dua kilometer. Hadi melalui pengacaranya telah membeli ruko tiga pintu yang berl
"Jadi mereka selamat? Kalian bodoh!" rutuk seorang pria muda yang sedang menerima kabar melalui ponselnya. "Maaf, Pak. Kami sudah memastikan rem mobil itu tidak berfungsi. Mereka menabrak sebuah pohon dan mengalami luka-luka. Nyonya Hana dan sopirnya masih dirawat di rumah sakit," jawab pria suruhannya. "Kalian bodoh! Seharusnya mereka mati dalam kecelakaan itu!"Richard memutuskan pembicaraan itu sepihak, lalu melemparkan ponsel itu ke atas tempat tidur. Ia berjalan bolak-balik di dalam kamarnya. Richard Ajisaka, adalah seorang pria muda yang menjadi kekasih gelap Sandra selama ini. Awalnya Richard menganggap wanita yang usianya beberapa tahun lebih tua darinya itu hanya sebagai mesin uangnya. Namun walau tak lagi muda, Sandra adalah seorang wanita yang mempesona dan menggoda. Sandra mampu membuat hati Richard terpaut padanya dan mau menuruti segala perintahnya. Setelah Sandra ditangkap polisi dan dipenjara, dengan terpaksa Richard harus menyembunyikan diri. Ia sempat merasa kece
Setelah dua hari dirawat di rumah sakit, Hana dan sopirnya diijinkan untuk pulang ke rumah. Mario yang mengemudi mobil untuk menjemput Hana dari rumah sakit."Bu, apa masih ada yang terasa sakit?" tanya Riana."Ibu baik-baik saja, Nak. Gak ada yang sakit," jawab Hana."Tapi Ria sangat cemas dan takut kejadian buruk ini akan terulang, Bu. Apalagi Ibu menerima teror paket misterius kemarin. Apa yang harus kita perbuat, Mas?" tanya Riana pada Mario."Aku juga belum bisa berpikir dengan jernih. Aku dan David sudah menyelidiki siapa yang melakukan semua ini, tapi kami belum menemukan titik terang," jawab Mario."Jahat sekali orang itu, aku sempat berpikir bahwa Tante Sandra pelakunya, tapi dia ada di rumah sakit jiwa dan mendapat penjagaan ketat." Riana berpikir keras."Ibu juga berpikir seperti itu, Nak. Kalian harus berhati-hati selama pelakunya belum bisa ditemukan. Selalu waspada dan berdoa, ya," pinta Hana.Riana menggenggam tangan ibunya dan menyandarkan kepala di bahunya. Ia berdoa
Cindy menatap Riana dengan bingung. Riana menganggukkan kepalanya dan tersenyum. Ia berharap Mario akan kembali membuka hatinya untuk sang mantan kekasih. Cindy mengikuti langkah Mario menuju halaman belakang rumah itu. Di situ sepi dan hanya ada mereka berdua. Cindy dan Mario kini berdiri berhadapan dan saling memandang. Ada rasa yang berbeda saat mereka bertemu kembali setelah sekian lama berpisah. Sekarang semua rahasia dan kesalahpahaman di antara mereka juga sudah terungkap dengan jelas. "Ada apa, Rio?" Mata Cindy bergerak indah, dengan bibir merah alami yang mampu menggetarkan kembali hati Mario. "Mm... Akhirnya semua sudah jelas sekarang. Aku minta maaf karena sudah salah menilai kamu, Cin. Aku langsung pergi tanpa mendengar penjelasanmu," kata Mario. Cindy menghela nafas lega. Sebenarnya sudah lama ia menantikan saat seperti ini. Perpisahan dengan Mario membuatnya rapuh dan hancur, apalagi mereka berpisah saat rencana pernikahan sudah di depan mata. "Semuanya sudah berla
Wajah Sandra mulai berubah pucat. Rahasia yang ia simpan selama ini ternyata sudah terbongkar. Hadi dan keluarganya mempunyai lebih dari cukup bukti dan saksi yang akan membuat Sandra mendapatkan hukuman berat. Sebelum Mario dan David menaikkan Sandra ke dalam mobil, Sandra melihat pintu pagar rumahnya terbuka lebar. Semua karyawan dan penjaga tak berdaya untuk menolong Sandra, karena David juga menghubungi anak buahnya untuk datang dan berjaga di depan pintu gerbang. Tepat pada saat itu, Sandra yang tidak mau dibawa ke kantor polisi melihat satu kesempatan untuk melarikan diri. Ia berencana untuk melarikan diri dan memaksa salah satu anak buahnya yang ada di pintu gerbang untuk membawanya kabur. dengan sekuat tenaga Sandra memutar roda kursi rodanya. David dan Mario terkejut dan segera mengejar Sandra. "Hentikan dia!" David berteriak pada penjaga dan anak buahnya. Melihat beberapa pria bersiaga untuk menghalanginya, Sandra bergegas berbelok ke arah lain. Sandra hanya berpikir un
Mario dan keluarganya sampai di depan kediaman Sandra. Tentu saja mereka juga membawa serta Raka dan Mira. Raka dan Mira akan bersaksi bahwa mereka memang menerima perintah dari Sandra dan anak buahnya untuk menjalankan skenario yang ia buat. Pagar pintu rumah itu tertutup rapat. Tak ada yang menduga kalau seorang wanita yang cacat di dalam rumah itu bisa mengendalikan segala sesuatu sesuai dengan keinginannya. David dan Mario pun yakin, bahwa Raka dan Mira akan terkejut nantinya saat melihat kondisi Sandra yang sebenarnya. David turun lebih dulu dari mobil dan berbincang sejenak dengan penjaga rumah. David memang beberapa kali pernah datang ke rumah itu untuk mengantar mamanya, sehingga semua penjaga dan asisten rumah tangga sudah mengenalnya. "Apa Tante Sandra ada di rumah?" tanya David pada seorang pria bertubuh besar dan berkacamata. "Apa Mas David sudah punya janji?" tanya pria itu. "Saya keponakan Tante Sandra. Apa saya harus membuat janji untuk bertemu dengan tante saya se
"Masuk!" Seorang anak buah David mendorong Miranda alias Mira masuk ke rumah Mario. Wanita itu ingin menolak, tapi tentu tenaganya kalah besar jika dibandingkan dengan tiga orang pria bertubuh besar yang berada di dekatnya. Mario dan semua orang yang ada di dalam rumah pun keluar menemui Mira. "Miranda...." Mario menatap wanita itu, kini dengan rasa yang berbeda. Mira menundukkan kepalanya dan tidak mau menatap wajah Mario. Penampilan dan riasan wajah Mira kini jauh berbeda. Ia berdandan lebih menor dan menjadi dirinya sendiri. Sikap dan gayanya juga terkesan lebih angkuh daripada Miranda yang biasa dikenal oleh Mario. Setelah beberapa saat menghindar dari pandangan mata mantan kekasih palsunya, Mira akhirnya memberanikan diri menatap mata Mario. Semua bisa melihat rasa kesal dan kemarahan Mario saat itu. "Jadi selama ini kamu hanya berpura-pura menjadi kekasihku?" tanya Mario. "Rio, sebaiknya kita bicara di dalam. Gak enak dilihat dan didengar orang lain." Hana mengingatkan Mar
"Aku sama sekali gak tahu identitasnya, Rio. Aku hanya mengenalnya sebagai Tante Jelita. Saat aku mendengar suaranya, sepertinya dia wanita yang tegas. Dia juga punya anak buah dan bisa mengatur segala sesuatu sesuai dengan keinginan hatinya," kata Raka. "Kenapa semuanya serba kebetulan seperti ini? Apa wanita itu ada hubungannya dengan Miranda? Kenapa sepertinya orang itu punya rencana untuk menghancurkan hidupku dan hubunganku dengan Cindy?" tanya Mario. "Benar, Mas. Sepertinya rencana ini sudah diatur dengan rapi oleh seseorang," kata Riana. "Siapa orang yang bisa berbuat setega itu?" tanya Cindy. "Hanya satu orang yang bisa berbuat seperti itu." Mario menatap ibu dan ayahnya. "Apa mungkin ini rencana Tante Sandra? Tapi itu gak mungkin, kan?" kata Riana. "Aku juga punya kecurigaan yang sama, Ria. Seumur hidupku, aku hanya menemukan satu orang yang begitu berambisi menghancurkan kehidupan orang lain," ujar Mario. "Tapi Sandra sekarang sakit, Nak. Dia bukan lagi Sandra yang da
"Tolong tunggu sebentar, Tante! Saya datang untuk menjelaskan semuanya." Cindy memegang tangan Hana dengan erat. "Menjelaskan tentang apa? Bukankah semuanya sudah jelas? Kalian sudah resmi menikah, kan? Tolong jangan usik Mario lagi! Saat ini dia sedang dalam kondisi yang gak baik," kata Hana. Mendengar keributan di depan, Riana keluar dari kamarnya. Ia segera mendekat ketika melihat kedatangan Cindy."Bu, jangan marah dulu! Mbak Cindy juga batal menikah, Bu," kata Riana. "Apa?! Kenapa?" Suara Hana mulai melunak saat mendengar cerita Riana. Riana memang belum sempat menceritakan apa yang ia ketahui dari Cindy, karena ia ingin Cindy yang menceritakan sendiri pada Mario dan orang tuanya. "Bu, biarkan mereka masuk dulu! Mereka pasti baru saja sampai. Aku akan membuat minuman dan memanggil Mas Rio. Mbak Cindy akan menceritakan semuanya pada kita," kata Riana. Hana akhirnya mengijinkan Cindy dan Raka masuk ke dalam rumah. Cindy dan Raka duduk di sofa, sementara Riana membuatkan minuma
Hari yang dinantikan oleh Cindy akhirnya tiba. Pagi itu ia sudah ada di bandara dan menunggu Raka. Mereka akan pergi menemui Mario untuk menjelaskan kesalahpahaman yang terjadi. Cindy memakai kaus kasual dan celana panjang berwarna hitam. Ia memakai kacamata hitam dan membawa sebuah tas koper. Ia juga akan pulang ke rumah orang tuanya dan tinggal beberapa hari di sana. Cindy duduk di bangku yang tersedia di luar bandara. Di tangannya ia menggenggam ponsel dan terus memantau keberadaan Raka. Cindy cukup tenang ketika Raka memberi tahu bahwa ia sudah ada cukup dekat dengan lokasi bandara. Beberapa menit kemudian, Raka datang menghampiri Cindy. Ia membawa tas ransel di punggungnya dan tersenyum ramah. "Maaf lama menunggu, tadi jalanan macet," kata Raka. "Gak apa-apa, Mas. Aku juga belum lama sampai di sini. Ayo kita masuk!" ajak Cindy. Bagi Raka, perjalanan ini juga sangat penting. Ia cukup puas akan menghabiskan waktu bersama dengan Cindy. Hal yang membuatnya semakin senang adalah
Seorang pria berjaket tebal dan berkacamata hitam berhenti sejenak di depan ruang perawatan Raka. Setelah mengintip sejenak dari celah tirai jendela yang terbuka, ia melangkah pergi ke sudut rumah sakit yang sepi. Setelah merasa cukup aman dan tidak ada yang akan mendengar ucapannya, ia mengeluarkan ponsel dari sakunya. "Halo, Nyonya. Saya sudah berhasil melaksanakan tugas dari Nyonya," katanya. "Oh ya? Bagaimana hasilnya?" tanya Sandra dari ujung telepon. "Lukanya cukup serius, dia dirawat di rumah sakit. Tolong kirim uang yang Nyonya janjikan sekarang, karena saya harus segera kabur dari kota ini sebelum ada yang curiga," bisik pria itu. Matanya tetap lincah mengawasi keadaan di sekitarnya. "Saya harus mengetahui kondisi Raka yang sebenarnya. Kenapa dia gak m4ti saja?" tanya Sandra. "Nyonya hanya memberi perintah untuk membuat dia mengalami kecelakaan. Saya sudah melakukan tepat seperti yang Nyonya perintahkan," jawab pria itu. "Kirimkan dahulu foto-foto Raka sebagai bukti! S
"Terimakasih banyak, Nak Cindy. Kami janji akan membayarnya segera," ucap Bapak Raka sambil menangis haru. Cindy tersenyum tipis, ia tidak dapat menahan diri untuk menolong Raka, walaupun itu berarti harus mengorbankan uang tabungannya. Cindy juga sadar, mungkin rencananya untuk menemui Mario akan tertunda sampai kondisi Raka pulih. Jika Cindy memaksa menemui Mario saat ini, mungkin Mario akan menolak dan meragukan keterangannya. Bagaimanapun juga, ia membutuhkan keterangan dan pengakuan dari Raka tentang kejadian yang sebenarnya. Kedua orang tua Raka segera masuk ke ruangan IGD, sementara Cindy menuju bagian administrasi. Ia mengisi formulir rawat inap pasien dan memberikan sejumlah uang deposit. Pihak rumah sakit akan segera memindahkan Raka ke ruang perawatan. Setelah menyelesaikan semua proses yang diperlukan, Cindy segera menyusul ke ruang perawatan Raka. Ia berjalan perlahan dan menunggu di depan pintu, karena Raka sedang berbicara dengan kedua orang tuanya. "Nak, syukurlah