“Aku yakin anak yang dikandung Lila saat ini bukan anakmu, Sean. Bagaimana mungkin Lila bisa hamil anakmu, jika kamu mandul?”Miranda mencoba menyanggah dan meyakinkan Sean tentang anak yang dikandung Lila. Persiapan pertunangan mereka sudah cukup jauh. Sang papa juga sangat mengantung masa depan keluarga pada pernikahan mereka berdua.Sean tidak langsung menjawab. Dia menarik napas panjang, berusaha keras menemukan kata yang tepat untuk menjelaskan keadaan ini pada Miranda, meskipun ia tahu apa pun yang ia katakan tak akan meredakan luka di hati wanita di hadapannya.Sean sadar keputusan rujuk dengan Lila begitu menyakitkan bagi Miranda. Dia hanya berharap penjelasannya tidak akan semakin memperparah perasaan Miranda yang kini terguncang.“Aku tidak pernah mengatakan kalau aku mandul,” jawab Sean dengan nada tenang namun dingin, sengaja menahan emosinya. “Aku memang mengatakan ada masalah, tapi itu bukan masalah kesuburan.”“Kalau bukan masalah kesuburan, lalu apa? Bagaimana mungkin
Bella memperhatikan peristiwa itu dari kejauhan. Dia melihat Miranda keluar dengan air mata di pipi dan wajah yang menyiratkan kesedihan mendalam.Diam-diam, Bella merasa ada harapan baru. Jika Miranda sudah tersingkir dari hidup Sean, mungkin kini ada kesempatan baginya untuk mendekati pria yang selama ini dia kagumi secara diam-diam.Dengan semangat baru, Bella bersiap menunggu kesempatan untuk bicara dengan Sean. Namun, tepat saat dia hendak mendekat, dia melihat Rangga berjalan melewatinya dengan membawa beberapa kotak susu. Rangga melangkah cepat menuju ruangan Sean, tetapi Bella berhasil menghentikannya di lorong.“Rangga,” panggil Bella dengan senyum ramah. “Untuk siapa susu itu?” tanyanya sambil melirik kotak-kotak di tangan Rangga yang dia ketahui brand ternama untuk produk susu ibu hamil.Rangga menoleh, sedikit terkejut, tapi kemudian tersenyum tipis. “Ini untuk Bu Lila,” jawab Rangga singkat.Mendengar jawaban itu, senyum Bella perlahan memudar, tergantikan oleh keterkejut
Dengan sokongan dana yang melimpah dari Sekar dan kelihaian Andika dalam berbisnis, perusahaan yang didirikan Andika telah berkembang pesat dalam waktu singkat, menjadi kekuatan baru di bidang investasi.Kesuksesan itu membuat Andika dan Sekar bisa mengangkat kepala saat berada di tengah-tengah keluarga besar Wismoyojati. Seperti dalam acara keluarga yang digelar di sebuah hotel mewah malam ini.Acara keluarga besar Wismoyojati digelar meriah di aula sebuah hotel mewah, penuh dengan para pengusaha properti ternama. Sekar berdiri di samping Andika, memperhatikan suaminya yang kini tampak begitu elegan dan percaya diri dalam setelan jas hitam yang rapi. Semua orang menghormatinya, bahkan yang dahulu memandang sebelah mata.Andika melangkah dengan tenang, menyapa para kerabat dengan senyum yang penuh percaya diri. Saat dia memasuki lingkaran para pengusaha senior, termasuk beberapa yang memiliki pengaruh besar di bidang properti, Andika mulai berbicara tentang perusahaan sekuritasnya d
Seperti yang sering didengar, harta, tahta dan wanita akan menjadi ujian berat bagi seorang pria. Setelah sukses dalam bisnis dan memiliki posisi yang mentereng, kini Andika dihadapkan pada pesona gadis lugu yang membuatnya merasa menjadi seorang lelaki sejati.Sebagai seorang istri, Sekar memang mengabdi dengan tulus. Tetapi segala kelebihan yang dia miliki membuat Andika sering merasa rendah diri dihadapan perempuan yang telah memberinya seorang putra tersebut. Jauh berbeda saat berada berasama Risda, gadis itu membuatnya merasa begitu dominan dan dibutuhkan.Tanpa berpikir panjang, Andika melangsungkan pernikahan siri dengan Risda, tanpa pengetahuan siapa pun, hanya pihak keluarga Risda saja yang hadir menjadi saksi.Setelah pernikahan yang hanya dengan mengucap kalimat akad tanpa adanya perayaan apa pun, Risda tetap bekerja sebagai office girl di kantor. Pasangan pengantin sembunyi-sembunyi itu memanfaatkan setiap kesempatan untuk bisa saling berdekatan dan memadu kasih, layaknya
Sebagai putri tunggal, Sekar adalah satu-satunya penerus bagi perusahaan keluarganya. Meski di tengah kesibukannya, Sekar tetap berusaha melayani Andika, tetapi banyak celah kosong yang tidak bisa dia tutupi. Karena kesibukan Sekar dalam mengelola perusahaan keluarga, hingga tujuh tahun pernikahan Andika dan Risda tidak terendus olehnya.Sekar tersenyum puas melihat Andika dan Sean bercengkerama di ruang keluarga. Andika duduk berhadapan dengan Sean yang baru saja menceritakan pencapaiannya di sekolah. Wajah Andika terlihat penuh rasa bangga, dan Sekar merasa hangat di hatinya melihat suaminya memberikan perhatian begitu besar pada putra semata wayang mereka."Papa bangga sekali sama kamu, Sean. Memenangkan lomba OSN itu bukan hal mudah," ujar Andika sambil mengusap kepala Sean lembut penuh rasa bangga."Terima kasih, Pa. Sean janji akan belajar lebih rajin lagi!" Sean sangat bahagia, matanya berbinar karena pujian dari sang ayah.Sekar memperhatikan interaksi mereka dengan perasaan p
Suasana kompleks perumahan yang tenang mendadak gempar pagi itu. Beberapa mobil patroli polisi yang datang memecah keheningan pagi dan menarik perhatian warga yang penasaran Dalam hitungan menit, kerumunan terbentuk di sekitar rumah Risda. Beberapa warga berbisik-bisik, mencoba menebak apa yang terjadi, sementara yang lain mengamati dari balik jendela rumah mereka. Andika dan Risda terlihat bingung dengan kedatangan satu kompi polisi ke rumah mereka. Ekspresi mereka campur aduk antara ketakutan dan kebingungan. Warga yang melihat adegan itu mulai berbisik lebih keras, sebagian malah merekam momen tersebut dengan ponsel mereka, seolah sedang menyaksikan sebuah drama penangkapan teroris. "Ini salah paham!" Risda berteriak panik, suaranya bergetar, dalam situasi seperti ini tiba-tiba perutnya merasa tidak nyaman. "Kami tidak berzina!” Risda tidak terima saat salah seorang polisi mengatakan yang menjadi dasar atas penangkapan tuduhan adanya tindak perzinahan. “Kami sudah menikah sec
Di dalam ruang kunjungan yang terdapat di kantor polisi, Andika terlihat begitu kacau saat seorang pria dari pihak rumah sakit menyodorkan sebuah kertas yang harus segera ditandatangai oleh Andika, sebagai persetujuan kepada dokter untuk segera melakukan tindakan medis kepada Risda.Kabar jika Risda mengalami keguguran sudah menghancurkan hati Andika, apalagi harus ditambah berita bahwa dokter meminta persetujuan untuk melakukan pengangkatan rahim Risda membuatnya nyaris tidak sanggup bernapas.Andika menatap surat persetujuan medis di tangannya dengan tangan bergetar saat membubuhkan tanda tangan. Pikirannya berputar, penuh penyesalan dan rasa bersalah."Apa yang sudah aku lakukan ...," gumam Andika pelan, hampir seperti berbisik pada dirinya sendiri.Setelah mendapat tanda tangan dari Andika, pria dari rumah sakit itu segera pergi. Dalam keterpurukan yang begitu dalam, Andika mencoba tetap tegar. Dia harus menemukan jalan keluar dari kekacauan yang sudah dia buat.“Bisakah saya meng
Sekar duduk dengan tenang di seberang meja, tatapannya dingin namun penuh ketegasan. Di depannya, Andika memegang surat perjanjian yang baru saja disodorkan Sekar. Ia membaca setiap kata dengan cermat, wajahnya semakin tegang saat sampai di bagian yang merinci konsekuensi atas tindakannya.Andika menghela napas berat, lalu mengusap wajahnya dengan tangan, mencoba meredakan kekalutannya.“Sekar … ini terlalu berat,” ucap Andika dengan suara yang bergetar. “Kau tidak bisa menuntut semuanya begitu saja dalam waktu secepat ini. Berikan aku lebih banyak waktu … aku berjanji akan mengembalikan aset yang kujaminkan, tapi aku butuh waktu.”Sekar tetap tenang, tak sedikit pun tergoyahkan oleh permohonan Andika. “Waktu?” tanyanya dengan nada tajam. “Waktu telah membohongiku, Aku kira dengan berjalannya waktu aku lebih mengenalmu, tetapi ternyata ….” Sekar tidak melanjutkan kalimatnya dan hanya menggelengkan kepala.Andika menundukkan kepala, tahu bahwa Sekar benar. Namun, ia merasa terpojok. “S
Lila berpikir cepat. Dia tidak ingin membuat Sean menunggu lama di hotel, tetapi juga tahu jika menolak permintaan Delisa begitu saja. Adiknya itu pasti akan mengadu pada Ibu mereka, jika keinginannya tidak terpenuhi. Ujung-ujungnya, Lila akan menerima ceramah panjang lebar yang menyakitkan hati dari sang ibu."Sebagai mbak, kamu itu harusnya lebih sayang sama adikmu!" Inayah pasti akan berkata begitu. "Dulu kita sama-sama hidup susah, setelah hidup enak kenapa sekarang lupa pada adikmu?" "Delisa itu adikmu, Lila. Kalau bukan kamu yang memperhatikannya, siapa lagi?" Kalimat-kalimat yang sebenarnya menyakitkan bagi Lila, seolah-olah selama ini dia tidak pernah peduli pada adiknya. Seolah-olah semua yang sudah dia lakukan tidak ada artinya.Lila menarik napas panjang, menahan kesal yang mulai menguasai pikirannya. Dia tidak ingin berdebat dengan Inayah lagi. Lila berusaha berpikir cepat agar bisa menemukan solusi lain.Tanpa ragu, Lila mengeluarkan ponselnya dan segera memesan makana
Ryan menunduk, suaranya nyaris tenggelam dalam riuh rendah restoran. "Ibuku seorang penderita skizofrenia."Rina terkejut. Matanya membulat, menatap Ryan yang kini tampak begitu rapuh di hadapannya. Ia tidak menyangka, di balik sikapnya yang selalu tenang dan terkendali, Ryan menyimpan luka sedalam ini.Rina bertanya dalam hati, apakah ini yang membuatnya selalu terlihat murung?Ryan menghela napas, menatap ke arah lain. "Aku sadar, menikah denganku tidak akan mudah, Rina. Aku tidak bisa menjanjikan hidup yang sempurna. Aku tidak bisa menjanjikan segalanya akan baik-baik saja. Tapi ..." Ia menatap Rina, dalam dan tulus. "Aku bisa menjanjikan ketulusan."Rina masih diam, hatinya berkecamuk. Ia tidak pernah membayangkan beban yang harus ditanggung Ryan. Ia tahu, memiliki anggota keluarga dengan gangguan mental bukanlah sesuatu yang mudah. Ada tanggung jawab, ada pengorbanan, ada kesedihan yang mungkin tidak bisa dimengerti orang lain.Tanpa sadar, Rina meraih tangan Ryan. Ia menggenggam
Ryan menatap bayangannya di cermin, menyisir rambutnya dengan perlahan. Wajahnya tampak tenang, tapi pikirannya tidak. Rina masih memenuhi benaknya.Sejak perpisahan mereka, ia berusaha mengalihkan perhatian dengan pekerjaan dan kesibukan lainnya, tetapi bayangan gadis itu selalu muncul, terutama di saat-saat seperti ini, saat ia sendiri, berdiri di depan cermin, menghadapi dirinya sendiri.Dengan helaan napas panjang, Ryan meraih ponselnya dari meja. Jemarinya ragu sejenak sebelum akhirnya mengetik pesan."Rina, bisakah kita bertemu? Mungkin untuk yang terakhir kali."Ia menatap layar, mempertimbangkan apakah ini keputusan yang tepat. Namun sebelum bisa berubah pikiran, ia menekan tombol kirim.Detik-detik berlalu terasa lambat. Ia menunggu dalam diam, berharap, tapi juga takut akan jawaban yang mungkin ia terima. Lalu, ponselnya bergetar."Baiklah, di mana?"Ryan merasakan dadanya sedikit lega, meski di baliknya ada kegelisahan. Ia segera mengetik balasan."Bagaimana kalau di Restor
Setelah makan malam, mereka duduk santai di ruang keluarga. Sekar duduk di sofa dengan nyaman, sementara Lila menyandarkan kepalanya di bahu Sean yang duduk di sampingnya. Brilian sudah tertidur pulas di kamarnya, membuat malam terasa lebih tenang.Sekar menyesap teh hangatnya, lalu melirik ke arah Sean. “Sean, apartemen kamu di Regal Hight itu sampai sekarang masih kosong, ya?” tanya Sekar santai.Sean menoleh ke ibunya, lalu mengangkat bahu. “Iya, Ma. Kenapa?”Sekar menatapnya dengan tajam. “Apa rencanamu dengan apartemen itu?”Sean menghela napas, melirik sekilas ke arah Lila yang tampak mendengarkan obrolan mereka dengan tenang. “Belum ada rencana, Ma,” jawab Sean akhirnya.Sekar langsung bersuara dengan nada tegas, “Kalau begitu lebih baik disewakan saja. Daripada dibiarkan kosong, hanya menghabiskan biaya perawatan.”Sean kembali melirik Lila, kali ini lebih lama. Sebenarnya, dia punya rencana sendiri untuk apartemen itu. Sesekali, dia ingin mengajak istrinya ke sana, menghabisk
Setelah kelahiran Brilian, ada rasa kurang nyaman saat mereka menikmati kebersamaan. Beberapa kali Brilian terbangun di saat yang tidak tepat, hingga membuat Sean dan Lila terpaksa menyelesaikan dengan cepat, bahkan pernah akhirnya tidak dilanjutkan.Tidak menyia-nyiakan kesempatan yang ada, Sean dan Lila menikmati kesempatan yang diberikan oleh Sekar. Terasa seperti bulan madu saat menikmati kebersamaan penuh gairah tanpa ada gangguan.Tidak harus terburu-buru untuk saling memberikan kenikmatan. Bahkan Sean tidak perlu membekap mulut Lila agar suara desah dan jeritannya membangun Brilian.Setelah berburu kenikmatan bersama dalam berbagai gaya diiringi dengan erangan dan desahan, akhirnya Sean dan Lila bisa mencapai puncak bersama. Sean melabuhkan kecupan lembut di bibir Lila sebelum menjatuhkan tubuhnya tepat di samping Lila dan memeluknya dengan erat. Sementara itu Lila berusaha menormalkan kembali deru napasnya yang tidak beraturan.“Apa motif mama melakukan ini semua?” Lirih suara
Sean mendekati mamanya dengan hati-hati. Ia tahu Sekar tidak suka ditentang, tetapi ia juga tidak bisa diam melihat istrinya terluka.Dengan nada lembut berharap tidak menyinggung perasaan sang mama, Sean melontarkan pertanyaan, “Ma, kenapa Lila menangis? Apa ada sesuatu yang terjadi?”Sekar menoleh ke arah Sean, dia terlihat santai sambil tetap bermain dengan Brilian.“Ah, cuma masalah kecil, Sean. Aku hanya bilang ingin tidur dengan Brilian malam ini. Sepertinya Lila tidak terima.”Sean menarik napas panjang, mencoba meredam emosinya. “Ma, aku tahu Mama sangat menyayangi Brili. Tapi Lila sudah seharian di kantor. Dia hanya ingin memeluk anaknya malam ini. Tidak bisakah Mama memberikan waktu untuk Lila dan Brili bersama? Besok, Mama bisa bermain sepuasnya dengan Brili saat kami bekerja.”Sekar menatap tajam ke arah Sean, matanya seolah ingin menembus akal sehat putra semata wayangnya.“Mama tidak ingin mengajakmu hitung-hitungan. Mama tidak pernah meminta imbalan untuk merawat Brili,
Inayah memijit pelipisnya dengan kesal setelah mendengar keluh kesah Delisa melalui telepon. Kata demi kata yang terlontar dari bibir putri bungsunya masih terngiang-ngiang di telinganya."Bu, Mbak Lila sekarang sombong. Dia nggak peduli lagi sama aku setelah jadi bos. Apa dia lupa kalau aku adiknya?" Nada bicara Delisa terdengar penuh keluhan, membuat hati Inayah ingin segera bertindak.Yang ada dalam benak Inayah, saudara itu harus selalu rukun dan saling menolong. Tidak ada salahnya Lila yang sudah memiliki kehidupan yang baik menolong adiknya yang sedang merintis karir.Tanpa berpikir panjang, Inayah meraih ponselnya dan bersiap menghubungi Lila. Namun, sebelum ia sempat menekan nomor, Waluya menghentikannya."Tunggu dulu, Bu. Jangan bertindak gegabah. Masalah Lila dan Lisa kali ini tentang pekerjaan, bukan urusan keluarga," ucap Waluya dengan tenang."Tapi, Pak, masa Lila begitu sama Lisa? Mereka kan saudara! Lila harusnya lebih perhatian sama adiknya," sahut Inayah dengan nada t
Setelah acara pengumuman berakhir, suasana di Mahendra Securitas mulai kembali tenang. Sekar terlihat tenang tetapi penuh perhatian ketika menggendong Brilian yang tertidur pulas di pelukannya.Langkahnya mantap menuju mobil, sementara Lila berjalan di sampingnya dengan raut wajah yang terlihat berat melepas kepergian putranya. Untuk pertama kalinya dia akan terpisah dalam waktu yang lama dengan putranya.Sekar tersenyum lembut, menatap menantunya dengan penuh pengertian. “Lila, Brilian akan baik-baik saja. Aku akan merawatnya dengan baik, seperti dulu waktu merawat Sean. Kamu fokus saja pada tugasmu di sini. Percayalah, ini juga untuk kebaikan Brilian.”Meskipun hatinya masih ragu, Lila akhirnya mengangguk. Dia tahu Sekar memiliki pengalaman dan kasih sayang yang luar biasa. Saat Sekar bersiap memasuki mobil bersama Brilian, Lila dan Sean mendekat untuk memberikan kecupan perpisahan kepada putra kecil mereka.Lila mencium kening Brilian dengan lembut, air mata hampir jatuh dari sudut
Mahendra Securitas sedang dipenuhi kasak-kusuk. Di sudut-sudut kantor, pembicaraan tentang pengganti Sekar menjadi topik utama.Beberapa karyawan menduga Andika dan Ryan, dua nama lama yang pernah menjadi bagian perusahaan, akan kembali memimpin. Namun, Nadya, yang dikenal sebagai tangan kanan Sekar, menepis rumor tersebut.Dengan senyuman penuh rahasia, Nadya hanya berkata, “Tunggu saja, kalian akan tercengang.”Di salah satu ruangan, Delisa mendengar percakapan itu. Rasa ingin tahunya memuncak, dan dengan hati-hati, ia mendekati Nadya. Dalam hati Delisa merasa senang saat mendengar jika Sekar akan digantikan. Gadis mud aitu sudah merasa tidak betah dengan sikap keras Sekar kepadanya.“Kak Nadya,” katanya dengan nada penuh harap, “apa benar akan ada pemimpin baru? Siapa dia?”Nadya menatap Delisa, senyumnya penuh teka-teki. “Kamu akan tahu nanti, Delisa. Ini kejutan besar,” jawabnya singkat, meninggalkan Delisa semakin penasaran.Semua karyawan diminta berkumpul di aula perusahaan se