"Mak, aku menerapkan kebaikan untuk Wulandari. Tidak ada yang salah dengan itu!" tegasnya di akhir kalimat.
Mak Rominah tersenyum mengejek, dan melemparkan pandangannya jauh ke depan. Bayangan beberapa minggu sebelum Wulandari meninggal terlintas. Ada rasa miris, sedih dan rasa bersalah teramat sangat, bercampur menjadi satu. Mata renta yang penuh keriput, mulai berembun. Namun dia masih bisa menahan bulir bening yang hampir terjatuh.
"Kebaikan opo? Kebaikan yang membuat anakmu terjerumus? Kebaikan yang menekannya? Kebaikan yang membuat dia ingin mengakhiri hidupnya?" tanya Mak Rominah.
Mbok Sri makin meradang, mendengar ucapan dari Mak Rohimah. Ucapan yang sebenarnya pernah dia dengar dari mulut anaknya sendiri namun, demi menutupi rasa gengsinya, dia tidak mengakui hal itu. Dia merasa sudah melakukan hal yang benar, dan tidak mau di kritik.
"Kalian hanya menutupi kesalahn dengan memutar balikan fakta!" ujar Mbok Sri dengan menaikan suaranya satu okt
Pak Kuswan sepertinya juga mengingat apa yang diingat oleh istrinya. Dia langsung berbalik arah dan langsung menuju ke klik Bidan Esti di ikuti oleh istrinya. Beberapa orang saling berbisik, menanyakan ada apa, dan mereka hanya bisa menduga-duga. Lalu, kembali fokus pada Ardi yang masih diam tidak berkata apa-apa. "Baiknya tetap kita adili! Mereka bisa sajs berbohong!" teriak warga yang sedari awal ingin Ardi di hukum. "Silahkan! Tapi, jika Ardi tidak salah maka yang menghukumnya akan kami hukum lebih dari apa yang kalian lakukan pada Ardi!" ucap Mak Rominah santai. Semua diam, tidak ada yang menyetujui ataupun menolak, ucapan Mak Rohminah. "Kita tunggu, dulu. Sebentar lagi, kita akan tahu siapa yang melakukan hal keji pada Wulandari dan menyeabkan kekacauan ini!" Mak Rominah meyakinkan semua, "baiknya bubar!" imbuhnya. Semua mengikuti anjuran Ma Rominah, mereka pergi satu persatu. Hanya ada beberapa orang yang menghardik Ardi ketika meninggal
"Saya, Ines. Suster jaga Bidan Esti!" jawab wanita muda itu.Mak Darmani dan Pak Kuswan saling pandang, bagaimana bisa suster jaga ada di luar klinik, lalu ke mana anak mereka?"Suster, di mana Ratih dan Najwa?" tanya Pak Kuswan khawatir."Saya baru datang, Pak, Bu. Gantian dengan teman saya!" ujarnya bingung.Mereka sama-sama bingung dengan situasi yang ada, lalu mereka berembuk untuk masuk secara paksa. Betapa terkejutnya mereka, ketika masuk ke dalam klinik. Ruang yang acak-acakan, dan tidak menemukan siapapun di dalam kamar rawat klinik."Kita berpencar," ujar suster.Pak Kuswan langsung menuju ke belakang, dan membuka satu persatu ruangan yang tertutup."Maaak! Ratih di sini!" teriak Pak Kuswan, ketika membuka kamar mandi di bagian belakang.Pak Kuswan langsung membuka ikatan yang membelit tangan Ratih dan suster, lalu mengajak mereka keluar dari kamar mandi. Mak Darmani berjalan dengan langkah cepat mendekati asal suara P
Mak Darmani menghela napas panjang, lalu mengiyakan pinta anaknya yang sepertinya tidak fokus pada situasi saat ini. Sedangkan, Pak Kuswan menangkap ada sesuatu di balik peristiwa ini. Sesuatu yang harus di bongkar, tapi dia tidak punya keahlian atau kekuatan. Pak Kuswan hanya mengangguk, mengiyakan pinta dari anaknya."Baiknya kita pulang, meskipun kita minta tolong, belum tentu ada yang bisa membantu. Kita hanya mengharapkan pertolongan Allah, untuk saat ini. Suster mau ikut kami atau mau pulang?" tanya Pak Kuswan pada kedua suste yang duduk berdampingan."Pulang!" jawab mereka kompak."Ya sudah, kabari saja Bu Bidan, takut dia cemas ketika pulang klinik kosong!" saran dari Mak Darmani.Setelah salah satu suster menghubungi Bidan Esti, mereka berlima keluar dari klinik. Di tengah perjalanan, tangan Ratih menggenggam erat baju Mak Darmani, membuat wanita paruh baya itu merasa aneh. Semakin lama, semakin terasa erat. Mak Darmani seperti sedang membaca sit
Lelaki bertubuh besar itu bediri di balik pohon sawo, yang mana Wulandari sering menampakan wujudnya yang menyeramkan.Baru saja Mak Darmani membatin kakinya tersandung, ketika bayangan Wulandari nampak di matanya. Ratih segera membantu ibunya, dan membersihkan sisa tanah yang menempel di kain jarik Mak Darmani. Tidak lama, teriakan dari lelaki bertubuh kekar itu terdengar menakutkan. Tubuh laki-laki itu terangkat dan naik ke atas pohon sawo. Mak Darmani dan Ratih saling pandang, tangan remaja itu gemetaran, ketika melihat pemandangan yang enggak masuk akal di depannya."Mak, itu kenapa?" tanya Ratih, sepertinya dia hanya melihat lelaki itu saja. Tapi, tidak melihat penampakan Wulandari.Mak Darmani hanya menepuk tangan anaknya pelan, dan mengajaknya mendekati Pak Kuswan."Pak!" panggil Mak Darmani pada suaminya yang sepertinya tidak melihat kejadian itu.Pak Kuswan melirik sejenak dan kembali berjalan, dengan terpaksa Mak Darmani dan Ratih mengiku
Pak Kuswan tidak mengindahkan ucapan sang istri, dia terus berjalan dan mendekati pintu belakang. Dia berfikir ini masih siang menuju sore hari, pasti banyak orang yang akan membantunya jika terjadi sesuatu."Mak!" Ranti mulai merengek."Kita ikuti bapak saja, tunggu dulu!" Mak Darmani mengunci pintu depan dari dalam dan langsung menuju ke belakang dengan menbawa kayu bakar berukuran besar.Ketika mereka keluar rumah, aroma busuk tercium sampai menusuk hidung. Ratih memuntahkan isi dalam perutnya, karena bau yang terlalu menyengat sehingga tidak bisa ditolerin oleh indra penciumannya. Namun, bau busuk itu berubah menjadi aroma yang sangat wangi. Mereka hanya diam dan memandang sekitar, yang tidak terlihat ada aktivitas manusianya.Pak Kuswan mengajak istri dan anaknya untuk masuk ke dalam rumah, karena hari semakin sore. Mereka harus memikirkan bagaimana menyikapi tentang penculikan Najwa."Ratih, mandi dulu!" perintah Pak Kuswan namun, ditol
Mak Darmani makin penasaran, ketika melihat ekspresi pada suaminya. Perlahan dia mendekati Pak Kuswan dan menanyakan apa yang sedang dilihatnya. Pak Kuswan tidak menjawab, hanya menyodorkan kertas putih bernoda darah pada istrinya. Mak Darmani membaca dan memperhatikan setiap tulisan yang ada di dalamnya. Wajah Mak Darmani serupa Pak Kuswan, bengong dan menahan sesak."Ratih baca, Mak!" Ratih mengambil kertas itu dan membacanya, kakinya terasa lemas tidak berdaya.Bagaimana tidak, dalam tulisan itu ada sebuah ancaman dengan melampirkan poto Najwa yang sedang disekap. Mak Darmani menghembuskan napas erat, terlihat matanya sudah mulai mengembun."Mak, apa kita harus peri dari sini?" tanya Ratih dengan nada suara bergetar.Mak Darmani menggelengkan kepalanya, rasanya dia tidak sanggup berpikir saat ini. Sedangkan Pak Kuswan duduk dan membaca ulang surat ancaman itu."Mak, kita harus ...." Ucapan Pak Kuswan terhenti ketika pintu diketuk berulang kali d
Pak Tono pun menceritakan kronologi saat Najwa datang ke rumahnya, sebenarnya Tono pun tidak percaya. Akan tetapi, nyatanya Najwa ada di rumahnya sekarang."Koq iso?" Mak Darmani bingung namun, ada kelegaan tersendiri di hatinya mengetahui anaknya selamat."Najwa cerito opo?" tanya Pak Kuswan setelah dari tadi hanya menyimak saja."Enggak ono, Mas. Najwa langsung ambruk, dan Rita menyarankan untuk dibawa ke rumah sakit tempatnya bekerja!" balas Pak Tono.Pak Kuswan diam, dan sepertinya sedang berpikir. Dia takut salah langkah dan membuat semuanya berakhir buruk, seperti tuduhannya pada Ardi yang terlalu tergesa-gesa."Pak, apa kita harus ke kota?" tanya Mak Darmani."Ton, awakmu keberatan ora nak ngurus Najwa?" tanya Pak Kuswan pada adiknya, dan mengabaikan pertanyaan dari istrinya. "Aku ga iso nang kota, iso gae Najwa ciloko!" sambungnya."Ton, kamu keberatan enggak kalau merawat Najwa?" "Aku enggak bisa ke kota, bisa membuat Najwa c
"Pak Kades!" sapa Pak Tono."Walah, ada tamu jauh! Ada apa nih, datangnya malam-malam?" tanya Pak Irwanto basa-basi.Pak Tono yang paham situasi, hanya mengatakan perihal arisan keluarga, yang mana Pak Kuswan sudaah tidak mau ikutan lagi. Dia pun tidak ingin gegabah berkata-kata, takut menjadi boomerang untuk kakaknya dan keluarga."Saya tidak bisa lama-lama ni, Pak Kades! Gerah di sini!" ucap Pak Tono bohong. "Percuma, jauh-jauh tapi Mas Kuswan tetap enggak mau ikut arisan dan kumpul keluarga!" keluhnya."Yo dimaklumi to, Ton!" lirih Pak Kuswan.Hawa di rumah itu terasa berubah ketika Pak Irwanto datang. Pak Tono pun ikut merasakannya. Pak Tono tidak ingin berburuk sangka dan tidak ingin gegabah, bagaimanapun Pak Irwanto temannya saat di kota dulu. Dia memilih pergi dengan memasang wajah kesal, menutupi berita yang diceritakan kakaknya. Dia harus menjaga keponakannya, mungkin Najwa saksi kunci semua kejadian aneh di desa itu."Keliatan kesa
Malam cukup panjang untuk dilewati begitu saja, Pak Kuswan dan Mak Darmani hanya bisa berpasrah diri. Tidak henti-hentinya berdoa dan berzikir agar terlindung dari kejahatan manusia juga makhluk tuhan yang lainnya.***Pagi sudah menyapa dan keluarga Pak Kuswan memulai aktivitas seperti biasanya. Hanya saja, ada kelhawatiran yang tidak bisa mereka ungkapkan satu dengan lainnya."Pak, kapan mau jemput anakmu? Enggak enak lama-lama di rumah orang meskipun saudara sendiri! Sejak Najwa sakit, loh," Mak Darmani mengingatkan.Pak Kuswan paham maksud istrinya, dan dia mulai mencari cara agar orang tahunya dia menjemput anak bungsunya, bukan melihat Najwa. Maka dia mendatangi tetangganya yang biasa dia mintai tolong untuk menjaga sawahnya dan dia menceritakan akan menjemput anaknya bungsunya, takut merepotkan adiknya. Tidak butuh waktu seharian, berita pun tersebar dengan cepat.Mak Darmani mempersiapkan bekal selama perjalanan, agar tidak jajan sembaranga
Pak Kuswan mendekati Ardi dan mempertajam pendengarannya. Suara Ardi terdengar lirih, sehingga Pak Kuswan tidak terlalu mendengar."Apa, Di?" tanya Pak Kuswan."Wu-Wulandari mati karena," Tiba-tiba napas Ardi tersengal-sengal, menahan rasa sakit di dadanya."Lebih baik kamu saya antar pulang, Di! Jika tidak, akan membahayakan semua," Keputusan Pak Kuswan sudah bulat.Pak Kuswan merasa, Ardi dan Najwa adalah saksi kunci dari kematian Wulandari dan anaknya. Tapi, dia pun tidak bisa merawat Ardi seperti ini, karena akan menimbulkan fitnah.Mak Darmani menyetujui perkataan suaminya, takut jika ada sesuatu yang terjadi. Maka, Mak Darmani memberikan obat balur untuk luka yang sedang di derita oleh Ardi, seelum diantar pulang.Langkah Ardi terseok-seok, ketika dipapah oleh Pak Kuswan menuju rumahnya. Pak Kuswan meminta Ardi duduk sejenak, ketika sampai di depan rumahnya untuk mengetuk pintu dan memanggil Mak Rominah. Cukup lama menunggu, Mak Romina
Mak Darmani diam dan ikut melantunkan doa, dia tahu, jika itu bukan ular biasa. Ada mahkota kecil dikepalanya jika memperhatikan dengan seksama. Pak Kuswan saja tidak melihatnya, karena terlalu sibuk memikirkan ada apa dengan semua yang terjadi dan apa hubungannya dengan keluarganya. Dia tidak tahu, saat ini sedang dilindungi oleh ular jelmaan yang pernah ditolong oleh Mak Darmani di masa lalu. Suara kikikan bercampur ratapan terdengar menyayat hati, Pak Kuswan dan Mak darmani saling memandang tau suara apa itu. Ular yang tadinya melata mendekat, kemudian membuka mulutnya lear-lebar dan terlihat sesuatu yang aneh. "Ardi!" pekik Mak Darmani. Perlahan, tubuh Ardi keluar dari mulut ular itu. Tidak ada gerakan, seperti mayat. Mak Darmani tidak berani mendekat, dia diam pada posisinya. begitupula Pak Kuswan. Mereka tidak menyangka, jika ular itu akan memuntahkan tubuh Ardi yang telah dilahapnya beberapa jam tadi. "Wulan," suara lirih terdengar dari
Mak Darmani tidak kunjung datan, meskipun Pak Kuswan sudah selesai berzikir. Pak Kuswan memanggil istrinya untuk kedua kalinya, tapi tidak ada sahutan dari luar kamar. Tidak lama, Al-quran disodorkan pada Pak Kuswan oleh Mak Darmani yang tidak mengucapkan satu patah kata pun yang terlontar. Pak Kuswan dengan khusyuk membaca kitabullah, perlahan hingga larut malam. Bulu kuduknya terus meremang dan makin membuatnya tidak nyaman. Setelah menyelesaikan dua surah, Pak Kuswan menutup Al-quran dan membereskan tempatnya salat. 'Wes turu, to!' gumam Pak Kuswan ketika melihat anak dan istrinya terlelap. Namun, hal itu malah membuat Pak Kuswan curiga, kemudian dia melihat ular yang ada di kamar Najwa. Takut jika menghilang dan mengganggu orang lain, bahkan memakannya seperti yang dilakukan terhadap Ardi. 'Opo sing mesti tak lakuke sakiki! Soyo sui, soyo merajalela!' gumam Pak Kuswan. 'Apa yang harus dilakukan sekarang! Semakin lama, semakin merajalela!'
Pak Kuswan bergegas masuk ke dalam rumah dan melihat apa yan terjadi. Belum hilang rasa keterkejutannya melihat Ardi dilahap oleh ular, kini dia melihat ular itu melingkar di atas tempat tidur anaknya."Kapan ulone nang kono!" tanya Pak Kuswan."Kapan ularnya ada di sana?""Bapak mekik nyeluk Ardi, aku arep metu ndelok. Negelewati kamar Najwa lah kok ono ulo sak gede ngono!" tutur Mak Darmani."Bapak teriak manggil ardi, aku mau keluar untuk melihat. Melewati kamar Najwa, lah kok ada ular sebesar itu!"Pak Kuswan mengambil aram dan segelas air, lalu dibacakan surah-surah al-quran. Kemudian di siramkan ke tubuh ular namun, binatang melata itu hanya mengeliat kemudia melingkarkan tuuhnya lagi."Ulo kui, bar mangan Ardi. Dadi de
Pak Kuswan seprtinya ketakutan, apalagi baru saja Pak Irwanto mengancamnya dengan halus. Ardi memperhatikan gelagat aneh itu dan dia hanya mengatakan jika dirinya sering mendapatkan ancaman dari orang yang tidak diketahui, untuk menutup mulutnya. ardi sempat ingin mencari tahu kenapa Wulandari memutuskan untuk bunuh diri.Suara tawa dan tangisan menyatu, membuat orang yang mendengarnya bergidik. Ditambah dengan hawa dingin yang menusuk dan suasana yang terasa mencekam."Sebaiknya, kamu simpan pemikiranmu untuk saat ini! Karena tidak akan berbuah baik untukmu dan keluargamu!" pesan Pak Kuswan.Ardi tahu, jika Pak Kuswan sedang menyembunyikan sesuatu. Akan tetapi, dia tidak berani bertanya. Ardi berpikiran jika Pak Kuswan sedang merasa terancam seperti dirinya kemarin, terlebih Ardi menyadari jika Najwa tidak ada di klinik. Dia menyambangi klinik setelah kejadian yang dilakukan oleh Pak Kuswan, dan benar saja perkiraan ardi. Najwa tidak ada di klinik itu dan suasa
Semua makin menjauhi Pak Tris yang sedang merasakan sakit luar biasa, jika tidak pernah mengalami kejadian aneh maka hal ini kejadian yang mustahil."Ada apa ini?" tanya Pak Irwanto dari mobilnya, tidak ada yang menyadari kedatangan orang nomor satu di desa itu.Satu persatu mereka menceritakan awal mula kejadian yang dialami oleh Pak Tris. Sebagian ada yang merinding, dan sebagian berbisik. Warga makin banyak yang datang karena suara Pak Tris yang mengundang rasa penasaran. Sedangkan Pak Kuswan hanya mendengarkan secara seksama."Ini karena kematian Wulandari, desa ini jadi tidak tenang! Dia yang berbuat dosa, kita semua yang merasakan akibatnya!" seorang warga mengamuk tiba-tiba."Iya betul, dia yang zina kita yang kebagian dosanya. Setelah mati, kita pula yang diterornya!" sahut yang lainnya."Keluarga Mbok Sri yang harusnya bertanggung jawab!" tambah yang lainnya.Suara sumbang makin jelas terdengar, Pak Irwanto bak pahlawan kesiangan. D
"Tapi, Pak. kok, seram suara teriakannya!" ujar Mak Darmani, "Itu suara laki-laki loh, Pak!" Mak Darmani mengingatkan. "Kalau ada apa-apa dengan bapak, kalian pergi dari desa ii dan gunakan uang yang ada untuk berusaha!" pesan Pak Kuswan. Ratih langsung menangis, dia merasa takut kehilangan lagi. Adiknya ikut pamannya, ketika mereka sibuk mengurus Najwa, lalu Najwa ikut menghilang, ditambah bapaknya berkata seperti itu. "Ora bakalan enek opo-opo! Ojo mikirin sing aneh-aneh!" ujar Pak Kuswan, mencoba menenangkan anak dan istrinya. "Enggak bakalan ada apa-apa! Jangan mikir yang aneh-aneh!" Mak Darmani mengelus punggung anaknya, dia pun tidak menyangka jika akan ada kejadian seperti ini. Mencoba berbaik sangka, akan tetapi tetap saja tidak bisa. Kini, banyak orang yang mereka curigai sebagai penyebab kematian Wulandari, dan berharap menemukan penyebabnya dengan cepat. Ingin kembali hidup normal seperti biasanya. "Weslah, Mak, Tih. Bapak l
Pak Kuswan dan istrinya paham sekarang, apa yang diinginkan Pak Irwanto. Sebenarnya mereka pun sudah menutup mulut mereka sejak keluar dari rumah itu. Enggan ikut campur urusan orang lain. Dengan cepat, Pak Kuswan menolak pemberian dri Pak Irwanto yang setengah memaksanya, Pak Kuswan beralasan, memang tidak mau ikut arisan karena jauh dan harus mengeluarkan uang lebih jika mereka menjadi tuan rumah. Pak uswan berjanji, tidak akan memberitahu siapapun tentang kejadian di rumahnya. Namun, Pak Irwanto tetap memberikan amplop itu untuk Pak Kuswan, kali ini alasannya untuk Najwa berobat. Akhirnya, Pak Kuswan mau menerima uang itu, tanpa memberitahu bahwa Najwa diculik dan telah selamat. Pak Irwanto langsung pergi ketika sudah yakin, jika sepasang suami istri itu akan bungkam. "Bapak kenapa enggak minta bantuan Pak Kades?" tanya Mak Darmani dan diamini oleh Ratih yang sejak tadi hanya diam saja. "Hal seperti ini tidak bisa dibicarakan pada sembarang orang!" tegas P