"Surat kematian. Kamu nggak bisa baca?"Aku merebut kembali surat itu, merasa mual karena ada sidik jari Rizald yang tertinggal di sana.Rizald menatapku dengan tatapan aneh."Aliona, apa kamu gila? Cherin itu putrimu sendiri, tapi kamu berani memalsukan dokumen semacam ini untuk membohongiku?"Air mataku sudah mengering dan aku tidak bisa menangis lagi."Ya, Cherin adalah putriku dan dia nggak ada hubungannya denganmu."Aku baru melangkahkan kakiku, tiba-tiba Wilona merebut surat itu dari tanganku.Raut wajahnya terlihat aneh saat membaca surat itu secara detail. Dia tidak melewatkan penyebab kematiannya. Pada akhirnya, dia benar-benar menghela napas lega."Kak Aliona, kenapa kamu melakukan hal seperti ini? Cherin juga putri Kak Rizald. Aku ingin putri Kak Rizald hidup dengan baik meskipun kamu sudah menyumpahi putriku."Dia menyodorkan surat kematian itu ke tanganku dan menatapku dengan tatapan sombong."Aku tahu kamu cemburu, tapi bisakah kamu berhenti main-main?""Minggir!"Aku men
Di rumah duka.Petugas pemakaman memakaikan Cherin gaun baru, gaun Putri Salju.Cherin menyukai kisah Putri Salju. Dia pernah bilang kepadaku bahwa Putri Salju memiliki tujuh orang sahabat yang membuatnya iri.Dia tumbuh tanpa bisa bicara, sehingga anak-anak lain tidak suka bermain dengannya. Bahkan orang tua dari anak-anak itu mengatakan bahwa bisu Cherin menular dan melarang mereka bermain dengannya.Dia sendirian.Sekarang, aku juga sendirian.Sinar pertama matahari pagi menyinari wajah kecilnya yang pucat saat aku mengantarnya ke pemakaman.Tanahnya datar, tidak ada gunung, tidak ada tebing, tidak ada anjing liar.Di pemakaman, aku meletakkan boneka baru di pelukannya dan akhirnya berkata kepadanya."Sayang, di kehidupanmu yang berikutnya jadilah seekor binatang kecil yang bersayap, ya? Yang bisa terbang, jadi kamu tidak akan jatuh."Setelah aku mengatakan itu, tiba-tiba ada seekor kupu-kupu berwarna putih hinggap di dadaku.Sepertinya Cherin telah kembali.Kupu-kupu itu mengibaska
"Maafkan aku."Dia berlutut dan bersujud kepadaku."Maafkan aku."Dia berbalik dan bersujud kepada Cherin."Maafkan aku."Dia bergumam dengan suara terisak."Aku pantas mati, akulah yang harusnya mati.""Ya, kenapa bukan kamu saja yang mati?"Aku pikir aku tidak akan pernah menangis karena dia. Namun, aku meneteskan air mata karenanya untuk sekali lagi.Aku berusia 20 tahun ketika bertemu Rizald. Di masa keemasanku, aku tidak menginginkan apa pun selain memberinya seorang anak.Dia mengatakan kepadaku berkali-kali."Aliona, andai saja kamu bisa memberiku seorang anak perempuan, secantik dan selucu kamu.""Kalian bisa pakai baju putri dan aku akan menjadi ksatria yang akan mengawal kalian."Dia adalah pembohong terbaik di dunia.Menipuku dengan telak.Aku membayar harga yang sangat mahal karena mudah tertipu dan mempercayai seorang pembohong sepertinya."Rizald, apa kamu sudah tanda tangan surat cerainya? Hari ini kamu ada waktu, jadi kita ke pengadilan saja buat mengurus surat cerainya
Saat berjalan keluar dari kantor polisi, pikiranku masih teringat dengan apa yang baru saja dikatakan oleh polisi kepadaku.Itu adalah gunung dan lingkungan di sekitar cukup liar. Cherin dan Rizald bukan satu-satunya orang yang pergi berkemah hari itu, ada yang lain."Jangan khawatir, kami akan menemukan pelaku sesegera mungkin dan memberikan keadilan bagi putri Ibu."Polisi menatapku dengan rasa iba karena kehilangan seorang putri, lalu mengembalikan jam tangan yang seharusnya digunakan sebagai barang bukti kepadaku, untuk disimpan sebagai kenang-kenangan.Matahari menyinari kepalaku, tetapi akal sehatku tidak sadar. Aku hanya berjalan menyusuri jalan seperti mayat hidup.Aku mengingat kembali semua kata-kata dan perilaku Rizald selama dua hari terakhir.Mungkinkah Rizald pelakunya?Mungkinkah dia yang membunuh putrinya sendiri demi bisa bersama Wilona?Aku merasa seperti tenggelam ke dalam air es dan hawa dingin membuatku menggigil.Aku kembali ke rumah karena ingin menanyakan dan me
"Jangan!"Rizald begitu terintimidasi oleh tindakanku. Dia mundur dengan tangan terangkat, tidak berani mendekat ke arahku.Aku menatapnya dengan tajam sampai dia mundur ke jarak yang aman."Aku datang ke sini bukan karena mau main-main denganmu. Ada yang ingin aku tanyakan padamu!"Tidak ada satu kata pun yang perlu diucapkan.Rizald menatapku dengan gugup."Letakkan dan jangan sakiti dirimu sendiri."Aku tidak akan melukai diriku sendiri.Pembunuh Cherin belum ditemukan dan aku akan tetap hidup.Aku menurunkan tanganku yang memegang pecahan kaca, masih menggenggamnya erat-erat untuk berjaga-jaga jika Rizald melakukan hal yang tidak-tidak."Rizald, apa kamu yang membunuh Cherin?"Setelah bertanya, ruang tamu menjadi sangat hening, bahkan jika ada jarum jatuh suaranya akan terdengar dengan jelas.Pupil mata Rizald perlahan-lahan membesar dan dadanya naik turun dengan keras."Kamu mencurigaiku?"Dia menunjuk dirinya sendiri."Apa aku seperti binatang buas di matamu, yang akan membunuh p
Saat mendengar penuturan Rizald, jantungku mulai berdegup kencang hingga hampir melompat keluar dari dadaku."Kenapa kamu nggak sekalian bawa Cherin ke bawah bukit untuk mencari taksi ? Kalau kamu membawanya ke bawah, mungkin seseorang akan melihat mereka, mungkin dia nggak akan ... meninggal."Wajahku memerah.Rizald memejamkan matanya. "Karena Cherin bilang kupu-kupu di gunung itu sangat cantik dan dia ingin melihatnya lebih lama."Aku kembali teringat kupu-kupu putih di kuburan.Saat itulah terdengar ketukan lagi di pintu. Kali ini suara Wilona sedikit cemas."Kak Rizald, kamu memblokirku, jadi aku nggak bisa menghubungimu. Tolong bukakan pintunya. Aku bawa Nabila, dia ingin bertemu denganmu.""Mulai sekarang, kamu bisa perlakukan dia seperti anakmu sendiri. Bukankah kamu menyayanginya?"Aku mencibir.Rasa malu tergambar jelas di wajah Rizald."Buka pintunya."Aku memerintahkan.Rizald membuka pintu seperti yang aku perintahkan.Wilona langsung menerjang ke arahnya, yang ditangkisny
"Seharusnya meninggalnya karena jatuh dari ketinggian ...."Polisi berbicara kepadaku secara langsung, tetapi aku tidak bisa mendengar apa pun.Yang bisa aku lihat hanyalah putriku, putriku yang masih begitu kecil.Dia baru berusia 5 tahun dan sangat menggemaskan seperti malaikat. Namun, matanya yang selalu terlihat bersinar itu tertutup rapat dan tidak akan pernah terbuka lagi.Perlahan-lahan, aku berlutut di depannya dan menangkupkan tangannya yang kecil dan penuh luka. Entah ke mana hilangnya jam tangan yang aku berikan kepadanya."Cherin, buka matamu dan lihat Ibu. Ibu membelikanmu boneka yang kamu sukai. Bukankah kamu bilang kamu akan selalu tidur dengan boneka itu di pelukanmu?""Bagaimana kamu bisa tidur dengan tenang kalau kamu sendirian?"Namun, tidak peduli seberapa keras aku memanggilnya, dia tidak merespons perkataanku.Aku membalik telapak tangannya dan melihat foto keluarga kami yang dia gambar sendiri. Aku tidak tahan lagi dan menangis pilu.Saat itu pukul tiga pagi, sat
Di depan polisi, aku menolak panggilannya, bahkan memblokir kontaknya.Polisi itu menatapku dengan heran. "Ibu yakin, nggak mau ayah dari putri Ibu melihatnya?"Suaraku serak dan patah-patah."Pak polisi, apa Bapak akan membiarkan seorang pembunuh datang dan melihat anak Bapak?"Ketika aku masuk ke dalam ambulans dengan menggendong Cherin, dokter memberi tahuku kalau Cherin meninggal bukan karena jatuh.Dia telah meninggal karena pendarahan internal dan rasa sakit yang luar biasa. Sebelum dia meninggal, mungkin dia mencoba meminta pertolongan. Dia menggali dengan tangan hingga kukunya terkelupas, bahkan sampai ada darah di kesepuluh ujung jarinya.Namun, tidak ada seorang pun yang datang menolongnya. Dia meninggal perlahan-lahan dalam keputusasaan.Aku duduk di kamar mayat sepanjang malam hingga matahari terbit. Dokter menyarankanku untuk memakamkan Cherin sesegera mungkin.Aku tidak ingin Cherin terbaring di kamar mayat yang dingin ini.Aku menghubungi rumah duka dan membawa jenazahny
Saat mendengar penuturan Rizald, jantungku mulai berdegup kencang hingga hampir melompat keluar dari dadaku."Kenapa kamu nggak sekalian bawa Cherin ke bawah bukit untuk mencari taksi ? Kalau kamu membawanya ke bawah, mungkin seseorang akan melihat mereka, mungkin dia nggak akan ... meninggal."Wajahku memerah.Rizald memejamkan matanya. "Karena Cherin bilang kupu-kupu di gunung itu sangat cantik dan dia ingin melihatnya lebih lama."Aku kembali teringat kupu-kupu putih di kuburan.Saat itulah terdengar ketukan lagi di pintu. Kali ini suara Wilona sedikit cemas."Kak Rizald, kamu memblokirku, jadi aku nggak bisa menghubungimu. Tolong bukakan pintunya. Aku bawa Nabila, dia ingin bertemu denganmu.""Mulai sekarang, kamu bisa perlakukan dia seperti anakmu sendiri. Bukankah kamu menyayanginya?"Aku mencibir.Rasa malu tergambar jelas di wajah Rizald."Buka pintunya."Aku memerintahkan.Rizald membuka pintu seperti yang aku perintahkan.Wilona langsung menerjang ke arahnya, yang ditangkisny
"Jangan!"Rizald begitu terintimidasi oleh tindakanku. Dia mundur dengan tangan terangkat, tidak berani mendekat ke arahku.Aku menatapnya dengan tajam sampai dia mundur ke jarak yang aman."Aku datang ke sini bukan karena mau main-main denganmu. Ada yang ingin aku tanyakan padamu!"Tidak ada satu kata pun yang perlu diucapkan.Rizald menatapku dengan gugup."Letakkan dan jangan sakiti dirimu sendiri."Aku tidak akan melukai diriku sendiri.Pembunuh Cherin belum ditemukan dan aku akan tetap hidup.Aku menurunkan tanganku yang memegang pecahan kaca, masih menggenggamnya erat-erat untuk berjaga-jaga jika Rizald melakukan hal yang tidak-tidak."Rizald, apa kamu yang membunuh Cherin?"Setelah bertanya, ruang tamu menjadi sangat hening, bahkan jika ada jarum jatuh suaranya akan terdengar dengan jelas.Pupil mata Rizald perlahan-lahan membesar dan dadanya naik turun dengan keras."Kamu mencurigaiku?"Dia menunjuk dirinya sendiri."Apa aku seperti binatang buas di matamu, yang akan membunuh p
Saat berjalan keluar dari kantor polisi, pikiranku masih teringat dengan apa yang baru saja dikatakan oleh polisi kepadaku.Itu adalah gunung dan lingkungan di sekitar cukup liar. Cherin dan Rizald bukan satu-satunya orang yang pergi berkemah hari itu, ada yang lain."Jangan khawatir, kami akan menemukan pelaku sesegera mungkin dan memberikan keadilan bagi putri Ibu."Polisi menatapku dengan rasa iba karena kehilangan seorang putri, lalu mengembalikan jam tangan yang seharusnya digunakan sebagai barang bukti kepadaku, untuk disimpan sebagai kenang-kenangan.Matahari menyinari kepalaku, tetapi akal sehatku tidak sadar. Aku hanya berjalan menyusuri jalan seperti mayat hidup.Aku mengingat kembali semua kata-kata dan perilaku Rizald selama dua hari terakhir.Mungkinkah Rizald pelakunya?Mungkinkah dia yang membunuh putrinya sendiri demi bisa bersama Wilona?Aku merasa seperti tenggelam ke dalam air es dan hawa dingin membuatku menggigil.Aku kembali ke rumah karena ingin menanyakan dan me
"Maafkan aku."Dia berlutut dan bersujud kepadaku."Maafkan aku."Dia berbalik dan bersujud kepada Cherin."Maafkan aku."Dia bergumam dengan suara terisak."Aku pantas mati, akulah yang harusnya mati.""Ya, kenapa bukan kamu saja yang mati?"Aku pikir aku tidak akan pernah menangis karena dia. Namun, aku meneteskan air mata karenanya untuk sekali lagi.Aku berusia 20 tahun ketika bertemu Rizald. Di masa keemasanku, aku tidak menginginkan apa pun selain memberinya seorang anak.Dia mengatakan kepadaku berkali-kali."Aliona, andai saja kamu bisa memberiku seorang anak perempuan, secantik dan selucu kamu.""Kalian bisa pakai baju putri dan aku akan menjadi ksatria yang akan mengawal kalian."Dia adalah pembohong terbaik di dunia.Menipuku dengan telak.Aku membayar harga yang sangat mahal karena mudah tertipu dan mempercayai seorang pembohong sepertinya."Rizald, apa kamu sudah tanda tangan surat cerainya? Hari ini kamu ada waktu, jadi kita ke pengadilan saja buat mengurus surat cerainya
Di rumah duka.Petugas pemakaman memakaikan Cherin gaun baru, gaun Putri Salju.Cherin menyukai kisah Putri Salju. Dia pernah bilang kepadaku bahwa Putri Salju memiliki tujuh orang sahabat yang membuatnya iri.Dia tumbuh tanpa bisa bicara, sehingga anak-anak lain tidak suka bermain dengannya. Bahkan orang tua dari anak-anak itu mengatakan bahwa bisu Cherin menular dan melarang mereka bermain dengannya.Dia sendirian.Sekarang, aku juga sendirian.Sinar pertama matahari pagi menyinari wajah kecilnya yang pucat saat aku mengantarnya ke pemakaman.Tanahnya datar, tidak ada gunung, tidak ada tebing, tidak ada anjing liar.Di pemakaman, aku meletakkan boneka baru di pelukannya dan akhirnya berkata kepadanya."Sayang, di kehidupanmu yang berikutnya jadilah seekor binatang kecil yang bersayap, ya? Yang bisa terbang, jadi kamu tidak akan jatuh."Setelah aku mengatakan itu, tiba-tiba ada seekor kupu-kupu berwarna putih hinggap di dadaku.Sepertinya Cherin telah kembali.Kupu-kupu itu mengibaska
"Surat kematian. Kamu nggak bisa baca?"Aku merebut kembali surat itu, merasa mual karena ada sidik jari Rizald yang tertinggal di sana.Rizald menatapku dengan tatapan aneh."Aliona, apa kamu gila? Cherin itu putrimu sendiri, tapi kamu berani memalsukan dokumen semacam ini untuk membohongiku?"Air mataku sudah mengering dan aku tidak bisa menangis lagi."Ya, Cherin adalah putriku dan dia nggak ada hubungannya denganmu."Aku baru melangkahkan kakiku, tiba-tiba Wilona merebut surat itu dari tanganku.Raut wajahnya terlihat aneh saat membaca surat itu secara detail. Dia tidak melewatkan penyebab kematiannya. Pada akhirnya, dia benar-benar menghela napas lega."Kak Aliona, kenapa kamu melakukan hal seperti ini? Cherin juga putri Kak Rizald. Aku ingin putri Kak Rizald hidup dengan baik meskipun kamu sudah menyumpahi putriku."Dia menyodorkan surat kematian itu ke tanganku dan menatapku dengan tatapan sombong."Aku tahu kamu cemburu, tapi bisakah kamu berhenti main-main?""Minggir!"Aku men
Wilona berdiri di belakang Rizald, menatapku dengan raut memelas."Kak Aliona, hari ini Kak Rizald pulang dinas dan putriku ingin bertemu dengannya. Jadi, aku mengundangnya ke rumah untuk makan bersama. Kamu boleh marah kepadaku, tapi kenapa kamu malah mengutuk anakku sekejam itu?"Katanya sambil meneteskan air matanya. Tangisannya membuat Rizald tidak tega."Wilona, jangan menangis. Dia akan mendapatkan balasannya karena sudah menyumpahi Nabila."Rizald mencoba menenangkannya.Wajahku mati rasa dan rasa sakit di hatiku makin menusuk, membuatku tercekat.Putrinya belum meninggal, bahkan sempat dipangku Rizald dan disuapi makan.Namun, putriku benar-benar sudah meninggal.Menikah dengan Rizald barulah pembalasan kejam untukku."Aliona, putrimu yang bisu, bukan kamu! Jangan berpura-pura bersikap menyedihkan. Aku muak melihatnya!"Rizald berteriak ke arahku.Hatiku kembali tersengat.Dia bisa memarahiku, tetapi tidak boleh memaki Cherin.Aku mengangkat tanganku dan menamparnya dengan kera
Di depan polisi, aku menolak panggilannya, bahkan memblokir kontaknya.Polisi itu menatapku dengan heran. "Ibu yakin, nggak mau ayah dari putri Ibu melihatnya?"Suaraku serak dan patah-patah."Pak polisi, apa Bapak akan membiarkan seorang pembunuh datang dan melihat anak Bapak?"Ketika aku masuk ke dalam ambulans dengan menggendong Cherin, dokter memberi tahuku kalau Cherin meninggal bukan karena jatuh.Dia telah meninggal karena pendarahan internal dan rasa sakit yang luar biasa. Sebelum dia meninggal, mungkin dia mencoba meminta pertolongan. Dia menggali dengan tangan hingga kukunya terkelupas, bahkan sampai ada darah di kesepuluh ujung jarinya.Namun, tidak ada seorang pun yang datang menolongnya. Dia meninggal perlahan-lahan dalam keputusasaan.Aku duduk di kamar mayat sepanjang malam hingga matahari terbit. Dokter menyarankanku untuk memakamkan Cherin sesegera mungkin.Aku tidak ingin Cherin terbaring di kamar mayat yang dingin ini.Aku menghubungi rumah duka dan membawa jenazahny
"Seharusnya meninggalnya karena jatuh dari ketinggian ...."Polisi berbicara kepadaku secara langsung, tetapi aku tidak bisa mendengar apa pun.Yang bisa aku lihat hanyalah putriku, putriku yang masih begitu kecil.Dia baru berusia 5 tahun dan sangat menggemaskan seperti malaikat. Namun, matanya yang selalu terlihat bersinar itu tertutup rapat dan tidak akan pernah terbuka lagi.Perlahan-lahan, aku berlutut di depannya dan menangkupkan tangannya yang kecil dan penuh luka. Entah ke mana hilangnya jam tangan yang aku berikan kepadanya."Cherin, buka matamu dan lihat Ibu. Ibu membelikanmu boneka yang kamu sukai. Bukankah kamu bilang kamu akan selalu tidur dengan boneka itu di pelukanmu?""Bagaimana kamu bisa tidur dengan tenang kalau kamu sendirian?"Namun, tidak peduli seberapa keras aku memanggilnya, dia tidak merespons perkataanku.Aku membalik telapak tangannya dan melihat foto keluarga kami yang dia gambar sendiri. Aku tidak tahan lagi dan menangis pilu.Saat itu pukul tiga pagi, sat