Share

Bab 3

Penulis: Putri Indira
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-11 17:41:36
Wilona berdiri di belakang Rizald, menatapku dengan raut memelas.

"Kak Aliona, hari ini Kak Rizald pulang dinas dan putriku ingin bertemu dengannya. Jadi, aku mengundangnya ke rumah untuk makan bersama. Kamu boleh marah kepadaku, tapi kenapa kamu malah mengutuk anakku sekejam itu?"

Katanya sambil meneteskan air matanya. Tangisannya membuat Rizald tidak tega.

"Wilona, jangan menangis. Dia akan mendapatkan balasannya karena sudah menyumpahi Nabila."

Rizald mencoba menenangkannya.

Wajahku mati rasa dan rasa sakit di hatiku makin menusuk, membuatku tercekat.

Putrinya belum meninggal, bahkan sempat dipangku Rizald dan disuapi makan.

Namun, putriku benar-benar sudah meninggal.

Menikah dengan Rizald barulah pembalasan kejam untukku.

"Aliona, putrimu yang bisu, bukan kamu! Jangan berpura-pura bersikap menyedihkan. Aku muak melihatnya!"

Rizald berteriak ke arahku.

Hatiku kembali tersengat.

Dia bisa memarahiku, tetapi tidak boleh memaki Cherin.

Aku mengangkat tanganku dan menamparnya dengan keras.

"Plak!

Rizald membeku dan memalingkan wajahnya, sorot matanya begitu menakutkan. "Beraninya kamu menamparku!"

"Kamu bisa memukulku, tapi aku nggak boleh memukulmu?"

Aku mencibir.

Rizald terdiam sejenak, menatapku dengan tatapan bingung.

"Aliona, apa yang ... terjadi padamu hari ini?"

"Kak Aliona! Tadi Kak Rizald bilang kalau emosimu nggak stabil, tapi aku nggak percaya. Ternyata kamu memang benar-benar temperamental. Menakutkan sekali!"

"Kalau mau memukul seseorang, pukul aku saja. Lepaskan semua kemarahanmu kepadaku."

Wilona tiba-tiba menghampiriku sambil menangis, lalu meraih tanganku dan menampar wajahnya.

Aku merasa jijik dan menepis tangannya.

Di sela-sela pergulatan, dia tiba-tiba mengaduh kesakitan dan terjatuh ke lantai sambil menutupi wajahnya.

Sebuah tanda merah panjang dari kuku muncul di wajahnya.

"Aliona! Kamu gila!"

Rizald langsung marah, mendorongku untuk menyingkir.

Tubuhku hampir menabrak meja, membuat semua yang ada di atasnya terjatuh ke lantai.

Terdengar suara berderak yang cukup keras.

Rizald menoleh ke arahku dan mencoba meraihku, tetapi Wilona menahannya.

Dia bertanya pada Wilona, "Sakit nggak?"

Aku jatuh ke atas meja dan tertawa.

Karena harus menjaga Cherin, aku tidak pernah memanjangkan kukukku, bahkan memotongnya sampai sangat pendek, hampir melukai daging tanganku.

Sebaliknya, Wilona memanjangkan kukunya dan ada banyak manik berkilau yang menempel di kukunya.

Sayang sekali Rizald buta mata dan hati.

Perlahan-lahan, aku mulai berdiri dan meringis kesakitan.

"Ah ...."

Setelah melakukan pencarian di pegunungan seharian penuh, aku terjatuh berkali-kali. Kali ini, benturan dengan meja membuat tubuhku makin remuk.

Rizald mendengar suaraku dan menoleh ke arahku, lalu beranjak dan berjalan ke arahku.

"Aliona ...."

Namun detik berikutnya, Wilona menjerit kesakitan.

"Kak Rizald, apa wajahku akan rusak? Aku seorang konselor kecantikan, kalau wajahku rusak, aku nggak akan bisa kerja lagi seumur hidupku."

Dia merintih dan mulai menangis.

Aku masuk ke kamar dan mengambil barang-barang yang sudah aku kemasi sejak tadi, lalu keluar dengan boneka yang baru aku beli.

"Kamu belum minta maaf sama Wilona, sekarang kamu malah bawa barang-barangmu pergi dari rumah? Kamu pikir aku akan percaya dengan tipu muslihatmu?"

Rizald melangkah ke arahku dengan raut tidak senang.

Aku berkata dengan dingin, "Menyingkirlah. Aku akan menemui Cherin, dia sedang menungguku."

Alis Rizald berkerut. "Cherin nggak ada di rumah? Kamu meninggalkannya di suatu tempat, kenapa baru akan menemuinya tengah malam begini?"

Aku menatap Rizald dengan mata merah.

"Kamu tahu di mana dia sekarang?"

Rizald menjawab tidak sabar, "Mana mungkin aku bisa tahu dia ada di mana? Berhenti main-main! Kamu pasti menyuruhnya bersembunyi untuk menakut-nakutiku!"

"Cherin, berhenti bersembunyi, keluarlah. Keluarlah dan lihatlah betapa buruknya sikap ibumu ini!"

Dia meraih lenganku dan membawaku ke kamar Cherin, mencoba membuatku menemukan Cherin.

Saat dia menarik lenganku, sesuatu di dalam sakuku terjatuh ke lantai.

Itu adalah surat kematian Cherin.

Dia memungutnya dan meliriknya, raut wajahnya tiba-tiba berubah.

"Ini ...."

Bab terkait

  • Kematian Berujung Perceraian   Bab 4

    "Surat kematian. Kamu nggak bisa baca?"Aku merebut kembali surat itu, merasa mual karena ada sidik jari Rizald yang tertinggal di sana.Rizald menatapku dengan tatapan aneh."Aliona, apa kamu gila? Cherin itu putrimu sendiri, tapi kamu berani memalsukan dokumen semacam ini untuk membohongiku?"Air mataku sudah mengering dan aku tidak bisa menangis lagi."Ya, Cherin adalah putriku dan dia nggak ada hubungannya denganmu."Aku baru melangkahkan kakiku, tiba-tiba Wilona merebut surat itu dari tanganku.Raut wajahnya terlihat aneh saat membaca surat itu secara detail. Dia tidak melewatkan penyebab kematiannya. Pada akhirnya, dia benar-benar menghela napas lega."Kak Aliona, kenapa kamu melakukan hal seperti ini? Cherin juga putri Kak Rizald. Aku ingin putri Kak Rizald hidup dengan baik meskipun kamu sudah menyumpahi putriku."Dia menyodorkan surat kematian itu ke tanganku dan menatapku dengan tatapan sombong."Aku tahu kamu cemburu, tapi bisakah kamu berhenti main-main?""Minggir!"Aku men

  • Kematian Berujung Perceraian   Bab 5

    Di rumah duka.Petugas pemakaman memakaikan Cherin gaun baru, gaun Putri Salju.Cherin menyukai kisah Putri Salju. Dia pernah bilang kepadaku bahwa Putri Salju memiliki tujuh orang sahabat yang membuatnya iri.Dia tumbuh tanpa bisa bicara, sehingga anak-anak lain tidak suka bermain dengannya. Bahkan orang tua dari anak-anak itu mengatakan bahwa bisu Cherin menular dan melarang mereka bermain dengannya.Dia sendirian.Sekarang, aku juga sendirian.Sinar pertama matahari pagi menyinari wajah kecilnya yang pucat saat aku mengantarnya ke pemakaman.Tanahnya datar, tidak ada gunung, tidak ada tebing, tidak ada anjing liar.Di pemakaman, aku meletakkan boneka baru di pelukannya dan akhirnya berkata kepadanya."Sayang, di kehidupanmu yang berikutnya jadilah seekor binatang kecil yang bersayap, ya? Yang bisa terbang, jadi kamu tidak akan jatuh."Setelah aku mengatakan itu, tiba-tiba ada seekor kupu-kupu berwarna putih hinggap di dadaku.Sepertinya Cherin telah kembali.Kupu-kupu itu mengibaska

  • Kematian Berujung Perceraian   Bab 6

    "Maafkan aku."Dia berlutut dan bersujud kepadaku."Maafkan aku."Dia berbalik dan bersujud kepada Cherin."Maafkan aku."Dia bergumam dengan suara terisak."Aku pantas mati, akulah yang harusnya mati.""Ya, kenapa bukan kamu saja yang mati?"Aku pikir aku tidak akan pernah menangis karena dia. Namun, aku meneteskan air mata karenanya untuk sekali lagi.Aku berusia 20 tahun ketika bertemu Rizald. Di masa keemasanku, aku tidak menginginkan apa pun selain memberinya seorang anak.Dia mengatakan kepadaku berkali-kali."Aliona, andai saja kamu bisa memberiku seorang anak perempuan, secantik dan selucu kamu.""Kalian bisa pakai baju putri dan aku akan menjadi ksatria yang akan mengawal kalian."Dia adalah pembohong terbaik di dunia.Menipuku dengan telak.Aku membayar harga yang sangat mahal karena mudah tertipu dan mempercayai seorang pembohong sepertinya."Rizald, apa kamu sudah tanda tangan surat cerainya? Hari ini kamu ada waktu, jadi kita ke pengadilan saja buat mengurus surat cerainya

  • Kematian Berujung Perceraian   Bab 7

    Saat berjalan keluar dari kantor polisi, pikiranku masih teringat dengan apa yang baru saja dikatakan oleh polisi kepadaku.Itu adalah gunung dan lingkungan di sekitar cukup liar. Cherin dan Rizald bukan satu-satunya orang yang pergi berkemah hari itu, ada yang lain."Jangan khawatir, kami akan menemukan pelaku sesegera mungkin dan memberikan keadilan bagi putri Ibu."Polisi menatapku dengan rasa iba karena kehilangan seorang putri, lalu mengembalikan jam tangan yang seharusnya digunakan sebagai barang bukti kepadaku, untuk disimpan sebagai kenang-kenangan.Matahari menyinari kepalaku, tetapi akal sehatku tidak sadar. Aku hanya berjalan menyusuri jalan seperti mayat hidup.Aku mengingat kembali semua kata-kata dan perilaku Rizald selama dua hari terakhir.Mungkinkah Rizald pelakunya?Mungkinkah dia yang membunuh putrinya sendiri demi bisa bersama Wilona?Aku merasa seperti tenggelam ke dalam air es dan hawa dingin membuatku menggigil.Aku kembali ke rumah karena ingin menanyakan dan me

  • Kematian Berujung Perceraian   Bab 8

    "Jangan!"Rizald begitu terintimidasi oleh tindakanku. Dia mundur dengan tangan terangkat, tidak berani mendekat ke arahku.Aku menatapnya dengan tajam sampai dia mundur ke jarak yang aman."Aku datang ke sini bukan karena mau main-main denganmu. Ada yang ingin aku tanyakan padamu!"Tidak ada satu kata pun yang perlu diucapkan.Rizald menatapku dengan gugup."Letakkan dan jangan sakiti dirimu sendiri."Aku tidak akan melukai diriku sendiri.Pembunuh Cherin belum ditemukan dan aku akan tetap hidup.Aku menurunkan tanganku yang memegang pecahan kaca, masih menggenggamnya erat-erat untuk berjaga-jaga jika Rizald melakukan hal yang tidak-tidak."Rizald, apa kamu yang membunuh Cherin?"Setelah bertanya, ruang tamu menjadi sangat hening, bahkan jika ada jarum jatuh suaranya akan terdengar dengan jelas.Pupil mata Rizald perlahan-lahan membesar dan dadanya naik turun dengan keras."Kamu mencurigaiku?"Dia menunjuk dirinya sendiri."Apa aku seperti binatang buas di matamu, yang akan membunuh p

  • Kematian Berujung Perceraian   Bab 9

    Saat mendengar penuturan Rizald, jantungku mulai berdegup kencang hingga hampir melompat keluar dari dadaku."Kenapa kamu nggak sekalian bawa Cherin ke bawah bukit untuk mencari taksi ? Kalau kamu membawanya ke bawah, mungkin seseorang akan melihat mereka, mungkin dia nggak akan ... meninggal."Wajahku memerah.Rizald memejamkan matanya. "Karena Cherin bilang kupu-kupu di gunung itu sangat cantik dan dia ingin melihatnya lebih lama."Aku kembali teringat kupu-kupu putih di kuburan.Saat itulah terdengar ketukan lagi di pintu. Kali ini suara Wilona sedikit cemas."Kak Rizald, kamu memblokirku, jadi aku nggak bisa menghubungimu. Tolong bukakan pintunya. Aku bawa Nabila, dia ingin bertemu denganmu.""Mulai sekarang, kamu bisa perlakukan dia seperti anakmu sendiri. Bukankah kamu menyayanginya?"Aku mencibir.Rasa malu tergambar jelas di wajah Rizald."Buka pintunya."Aku memerintahkan.Rizald membuka pintu seperti yang aku perintahkan.Wilona langsung menerjang ke arahnya, yang ditangkisny

  • Kematian Berujung Perceraian   Bab 1

    "Seharusnya meninggalnya karena jatuh dari ketinggian ...."Polisi berbicara kepadaku secara langsung, tetapi aku tidak bisa mendengar apa pun.Yang bisa aku lihat hanyalah putriku, putriku yang masih begitu kecil.Dia baru berusia 5 tahun dan sangat menggemaskan seperti malaikat. Namun, matanya yang selalu terlihat bersinar itu tertutup rapat dan tidak akan pernah terbuka lagi.Perlahan-lahan, aku berlutut di depannya dan menangkupkan tangannya yang kecil dan penuh luka. Entah ke mana hilangnya jam tangan yang aku berikan kepadanya."Cherin, buka matamu dan lihat Ibu. Ibu membelikanmu boneka yang kamu sukai. Bukankah kamu bilang kamu akan selalu tidur dengan boneka itu di pelukanmu?""Bagaimana kamu bisa tidur dengan tenang kalau kamu sendirian?"Namun, tidak peduli seberapa keras aku memanggilnya, dia tidak merespons perkataanku.Aku membalik telapak tangannya dan melihat foto keluarga kami yang dia gambar sendiri. Aku tidak tahan lagi dan menangis pilu.Saat itu pukul tiga pagi, sat

  • Kematian Berujung Perceraian   Bab 2

    Di depan polisi, aku menolak panggilannya, bahkan memblokir kontaknya.Polisi itu menatapku dengan heran. "Ibu yakin, nggak mau ayah dari putri Ibu melihatnya?"Suaraku serak dan patah-patah."Pak polisi, apa Bapak akan membiarkan seorang pembunuh datang dan melihat anak Bapak?"Ketika aku masuk ke dalam ambulans dengan menggendong Cherin, dokter memberi tahuku kalau Cherin meninggal bukan karena jatuh.Dia telah meninggal karena pendarahan internal dan rasa sakit yang luar biasa. Sebelum dia meninggal, mungkin dia mencoba meminta pertolongan. Dia menggali dengan tangan hingga kukunya terkelupas, bahkan sampai ada darah di kesepuluh ujung jarinya.Namun, tidak ada seorang pun yang datang menolongnya. Dia meninggal perlahan-lahan dalam keputusasaan.Aku duduk di kamar mayat sepanjang malam hingga matahari terbit. Dokter menyarankanku untuk memakamkan Cherin sesegera mungkin.Aku tidak ingin Cherin terbaring di kamar mayat yang dingin ini.Aku menghubungi rumah duka dan membawa jenazahny

Bab terbaru

  • Kematian Berujung Perceraian   Bab 9

    Saat mendengar penuturan Rizald, jantungku mulai berdegup kencang hingga hampir melompat keluar dari dadaku."Kenapa kamu nggak sekalian bawa Cherin ke bawah bukit untuk mencari taksi ? Kalau kamu membawanya ke bawah, mungkin seseorang akan melihat mereka, mungkin dia nggak akan ... meninggal."Wajahku memerah.Rizald memejamkan matanya. "Karena Cherin bilang kupu-kupu di gunung itu sangat cantik dan dia ingin melihatnya lebih lama."Aku kembali teringat kupu-kupu putih di kuburan.Saat itulah terdengar ketukan lagi di pintu. Kali ini suara Wilona sedikit cemas."Kak Rizald, kamu memblokirku, jadi aku nggak bisa menghubungimu. Tolong bukakan pintunya. Aku bawa Nabila, dia ingin bertemu denganmu.""Mulai sekarang, kamu bisa perlakukan dia seperti anakmu sendiri. Bukankah kamu menyayanginya?"Aku mencibir.Rasa malu tergambar jelas di wajah Rizald."Buka pintunya."Aku memerintahkan.Rizald membuka pintu seperti yang aku perintahkan.Wilona langsung menerjang ke arahnya, yang ditangkisny

  • Kematian Berujung Perceraian   Bab 8

    "Jangan!"Rizald begitu terintimidasi oleh tindakanku. Dia mundur dengan tangan terangkat, tidak berani mendekat ke arahku.Aku menatapnya dengan tajam sampai dia mundur ke jarak yang aman."Aku datang ke sini bukan karena mau main-main denganmu. Ada yang ingin aku tanyakan padamu!"Tidak ada satu kata pun yang perlu diucapkan.Rizald menatapku dengan gugup."Letakkan dan jangan sakiti dirimu sendiri."Aku tidak akan melukai diriku sendiri.Pembunuh Cherin belum ditemukan dan aku akan tetap hidup.Aku menurunkan tanganku yang memegang pecahan kaca, masih menggenggamnya erat-erat untuk berjaga-jaga jika Rizald melakukan hal yang tidak-tidak."Rizald, apa kamu yang membunuh Cherin?"Setelah bertanya, ruang tamu menjadi sangat hening, bahkan jika ada jarum jatuh suaranya akan terdengar dengan jelas.Pupil mata Rizald perlahan-lahan membesar dan dadanya naik turun dengan keras."Kamu mencurigaiku?"Dia menunjuk dirinya sendiri."Apa aku seperti binatang buas di matamu, yang akan membunuh p

  • Kematian Berujung Perceraian   Bab 7

    Saat berjalan keluar dari kantor polisi, pikiranku masih teringat dengan apa yang baru saja dikatakan oleh polisi kepadaku.Itu adalah gunung dan lingkungan di sekitar cukup liar. Cherin dan Rizald bukan satu-satunya orang yang pergi berkemah hari itu, ada yang lain."Jangan khawatir, kami akan menemukan pelaku sesegera mungkin dan memberikan keadilan bagi putri Ibu."Polisi menatapku dengan rasa iba karena kehilangan seorang putri, lalu mengembalikan jam tangan yang seharusnya digunakan sebagai barang bukti kepadaku, untuk disimpan sebagai kenang-kenangan.Matahari menyinari kepalaku, tetapi akal sehatku tidak sadar. Aku hanya berjalan menyusuri jalan seperti mayat hidup.Aku mengingat kembali semua kata-kata dan perilaku Rizald selama dua hari terakhir.Mungkinkah Rizald pelakunya?Mungkinkah dia yang membunuh putrinya sendiri demi bisa bersama Wilona?Aku merasa seperti tenggelam ke dalam air es dan hawa dingin membuatku menggigil.Aku kembali ke rumah karena ingin menanyakan dan me

  • Kematian Berujung Perceraian   Bab 6

    "Maafkan aku."Dia berlutut dan bersujud kepadaku."Maafkan aku."Dia berbalik dan bersujud kepada Cherin."Maafkan aku."Dia bergumam dengan suara terisak."Aku pantas mati, akulah yang harusnya mati.""Ya, kenapa bukan kamu saja yang mati?"Aku pikir aku tidak akan pernah menangis karena dia. Namun, aku meneteskan air mata karenanya untuk sekali lagi.Aku berusia 20 tahun ketika bertemu Rizald. Di masa keemasanku, aku tidak menginginkan apa pun selain memberinya seorang anak.Dia mengatakan kepadaku berkali-kali."Aliona, andai saja kamu bisa memberiku seorang anak perempuan, secantik dan selucu kamu.""Kalian bisa pakai baju putri dan aku akan menjadi ksatria yang akan mengawal kalian."Dia adalah pembohong terbaik di dunia.Menipuku dengan telak.Aku membayar harga yang sangat mahal karena mudah tertipu dan mempercayai seorang pembohong sepertinya."Rizald, apa kamu sudah tanda tangan surat cerainya? Hari ini kamu ada waktu, jadi kita ke pengadilan saja buat mengurus surat cerainya

  • Kematian Berujung Perceraian   Bab 5

    Di rumah duka.Petugas pemakaman memakaikan Cherin gaun baru, gaun Putri Salju.Cherin menyukai kisah Putri Salju. Dia pernah bilang kepadaku bahwa Putri Salju memiliki tujuh orang sahabat yang membuatnya iri.Dia tumbuh tanpa bisa bicara, sehingga anak-anak lain tidak suka bermain dengannya. Bahkan orang tua dari anak-anak itu mengatakan bahwa bisu Cherin menular dan melarang mereka bermain dengannya.Dia sendirian.Sekarang, aku juga sendirian.Sinar pertama matahari pagi menyinari wajah kecilnya yang pucat saat aku mengantarnya ke pemakaman.Tanahnya datar, tidak ada gunung, tidak ada tebing, tidak ada anjing liar.Di pemakaman, aku meletakkan boneka baru di pelukannya dan akhirnya berkata kepadanya."Sayang, di kehidupanmu yang berikutnya jadilah seekor binatang kecil yang bersayap, ya? Yang bisa terbang, jadi kamu tidak akan jatuh."Setelah aku mengatakan itu, tiba-tiba ada seekor kupu-kupu berwarna putih hinggap di dadaku.Sepertinya Cherin telah kembali.Kupu-kupu itu mengibaska

  • Kematian Berujung Perceraian   Bab 4

    "Surat kematian. Kamu nggak bisa baca?"Aku merebut kembali surat itu, merasa mual karena ada sidik jari Rizald yang tertinggal di sana.Rizald menatapku dengan tatapan aneh."Aliona, apa kamu gila? Cherin itu putrimu sendiri, tapi kamu berani memalsukan dokumen semacam ini untuk membohongiku?"Air mataku sudah mengering dan aku tidak bisa menangis lagi."Ya, Cherin adalah putriku dan dia nggak ada hubungannya denganmu."Aku baru melangkahkan kakiku, tiba-tiba Wilona merebut surat itu dari tanganku.Raut wajahnya terlihat aneh saat membaca surat itu secara detail. Dia tidak melewatkan penyebab kematiannya. Pada akhirnya, dia benar-benar menghela napas lega."Kak Aliona, kenapa kamu melakukan hal seperti ini? Cherin juga putri Kak Rizald. Aku ingin putri Kak Rizald hidup dengan baik meskipun kamu sudah menyumpahi putriku."Dia menyodorkan surat kematian itu ke tanganku dan menatapku dengan tatapan sombong."Aku tahu kamu cemburu, tapi bisakah kamu berhenti main-main?""Minggir!"Aku men

  • Kematian Berujung Perceraian   Bab 3

    Wilona berdiri di belakang Rizald, menatapku dengan raut memelas."Kak Aliona, hari ini Kak Rizald pulang dinas dan putriku ingin bertemu dengannya. Jadi, aku mengundangnya ke rumah untuk makan bersama. Kamu boleh marah kepadaku, tapi kenapa kamu malah mengutuk anakku sekejam itu?"Katanya sambil meneteskan air matanya. Tangisannya membuat Rizald tidak tega."Wilona, jangan menangis. Dia akan mendapatkan balasannya karena sudah menyumpahi Nabila."Rizald mencoba menenangkannya.Wajahku mati rasa dan rasa sakit di hatiku makin menusuk, membuatku tercekat.Putrinya belum meninggal, bahkan sempat dipangku Rizald dan disuapi makan.Namun, putriku benar-benar sudah meninggal.Menikah dengan Rizald barulah pembalasan kejam untukku."Aliona, putrimu yang bisu, bukan kamu! Jangan berpura-pura bersikap menyedihkan. Aku muak melihatnya!"Rizald berteriak ke arahku.Hatiku kembali tersengat.Dia bisa memarahiku, tetapi tidak boleh memaki Cherin.Aku mengangkat tanganku dan menamparnya dengan kera

  • Kematian Berujung Perceraian   Bab 2

    Di depan polisi, aku menolak panggilannya, bahkan memblokir kontaknya.Polisi itu menatapku dengan heran. "Ibu yakin, nggak mau ayah dari putri Ibu melihatnya?"Suaraku serak dan patah-patah."Pak polisi, apa Bapak akan membiarkan seorang pembunuh datang dan melihat anak Bapak?"Ketika aku masuk ke dalam ambulans dengan menggendong Cherin, dokter memberi tahuku kalau Cherin meninggal bukan karena jatuh.Dia telah meninggal karena pendarahan internal dan rasa sakit yang luar biasa. Sebelum dia meninggal, mungkin dia mencoba meminta pertolongan. Dia menggali dengan tangan hingga kukunya terkelupas, bahkan sampai ada darah di kesepuluh ujung jarinya.Namun, tidak ada seorang pun yang datang menolongnya. Dia meninggal perlahan-lahan dalam keputusasaan.Aku duduk di kamar mayat sepanjang malam hingga matahari terbit. Dokter menyarankanku untuk memakamkan Cherin sesegera mungkin.Aku tidak ingin Cherin terbaring di kamar mayat yang dingin ini.Aku menghubungi rumah duka dan membawa jenazahny

  • Kematian Berujung Perceraian   Bab 1

    "Seharusnya meninggalnya karena jatuh dari ketinggian ...."Polisi berbicara kepadaku secara langsung, tetapi aku tidak bisa mendengar apa pun.Yang bisa aku lihat hanyalah putriku, putriku yang masih begitu kecil.Dia baru berusia 5 tahun dan sangat menggemaskan seperti malaikat. Namun, matanya yang selalu terlihat bersinar itu tertutup rapat dan tidak akan pernah terbuka lagi.Perlahan-lahan, aku berlutut di depannya dan menangkupkan tangannya yang kecil dan penuh luka. Entah ke mana hilangnya jam tangan yang aku berikan kepadanya."Cherin, buka matamu dan lihat Ibu. Ibu membelikanmu boneka yang kamu sukai. Bukankah kamu bilang kamu akan selalu tidur dengan boneka itu di pelukanmu?""Bagaimana kamu bisa tidur dengan tenang kalau kamu sendirian?"Namun, tidak peduli seberapa keras aku memanggilnya, dia tidak merespons perkataanku.Aku membalik telapak tangannya dan melihat foto keluarga kami yang dia gambar sendiri. Aku tidak tahan lagi dan menangis pilu.Saat itu pukul tiga pagi, sat

DMCA.com Protection Status