Ketika Raya datang ke rumahku, Thomas sedang menelepon untuk meminta bantuan."Halo, Pak. Ya, ini aku Thomas. Aku ingin minta bantuanmu ...."Aku membuka pintu rumah dengan ekspresi datar. Raya menatapku dengan mata memerah."Di mana Thomas?" tanya Raya.Ketika melihatku tidak merespons, Raya hendak menerobos masuk. Namun, aku menendang perut wanita itu hingga membuatnya terjatuh."Lillia, kamu sudah gila ya?""Ya, aku memang gila. Sejak putramu membunuh putraku, aku jadi gila!"Raya tidak berani menatapku. Dia membentak, "Xander nggak menyerang putramu! Putramu yang melukainya duluan! Aku belum membuat perhitungan denganmu soal ini!"Aku tidak pernah melihat orang yang begitu tidak tahu malu."Kamu mau buat perhitungan denganku? Lapor polisi saja. Biar kulaporkan kamu yang menerobos masuk rumah orang seenaknya. Kebetulan, putramu pasti kesepian di dalam sana. Kamu temani saja dia," ejekku dengan dingin.Raya pun memulai sandiwaranya. Dia terduduk di lantai dan menangis tersedu-sedu. B
Segera, hakim membuat keputusan. Xander dan beberapa murid yang terlibat dalam kasus perundungan mendapat hukuman yang setimpal.Selain itu, Xander juga harus membayar kompensasi. Sebagai wali Xander, Raya tentu harus membayarnya. Setelah mendapat uang itu, aku langsung menyumbangkannya kepada rakyat miskin.Raya mengambil cuti sehingga tidak pernah datang ke sekolah lagi. Dengar-dengar, dia juga pindah rumah karena terus digosip tetangga.Thomas pun dipecat. Ini karena Lionel mendapat bukti bahwa Thomas menerima suap. Hingga sekarang, Thomas masih dalam penyelidikan.Kehidupanku kembali normal, tetapi hatiku masih gelisah. Ketika berada di sekolah, aku sering kali menghentikan langkah kakiku secara mendadak karena melihat bayangan Louis.Di lapangan basket, aku seperti melihat seorang anak laki-laki yang bertubuh agak kurus, bermain basket dengan keterampilan yang tidak kalah dari pemain basket profesional.Di lintasan lari, aku seperti melihat seorang anak laki-laki yang berlari deng
Thomas tertegun menatapku. "Apa hubungannya dengan Raya?""Karena Raya pergi, kamu baru ingat padaku. Kalau Raya kembali, kamu bakal lupa lagi padaku. Ya, 'kan?"Thomas mengernyit. "Sudah kubilang, aku dan Raya cuma teman biasa. Kenapa kamu nggak percaya padaku?"Aku nggak menyangka Thomas akan begitu keras kepala. Jadi, aku memilih untuk membongkar semuanya. "Kalau teman biasa, ngapain dia meneleponmu tengah malam dan menyuruhmu datang untuk memperbaiki jaringan internet di rumahnya?""Kalau teman biasa, ngapain dia pakai piama bertali dan bersandar di pelukanmu? Bahkan, dia mengunggah foto itu di Instagram.""Kalau teman biasa, ngapain kamu begitu melindunginya? Kamu memberinya nilai tinggi waktu evaluasi dan membawanya jalan-jalan dengan uang pemerintah.""Kalau teman biasa, apa kamu bakal mengabaikan penjelasan putra kandung dan percaya pada omongan mereka? Pada akhirnya, putramu dibunuh mereka, 'kan?"Aku menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan diri. Aku tidak ingin melanjutka
"Louis, jangan takut. Mama sudah telepon ambulans. Bertahan sebentar lagi ya!"Di lantai, terlihat noda darah yang panjang sampai bilik kamar mandi. Mataku sakit melihatnya. Itu adalah darah anakku saat melarikan diri ke kamar mandi.Entah setakut dan sesakit apa anakku saat itu .... Aku menahan luka di kepala Louis, tetapi darah mengalir keluar tanpa henti. Aku tidak bisa menghentikan darahnya.Di luar, terdengar sirene ambulans. "Louis, ambulans sudah tiba! Kamu bakal selamat!"Pada saat yang sama, Thomas menggendong seorang anak laki-laki dan berlari ke arah ambulans dengan cepat. "Xander, jangan takut. Aku nggak bakal membiarkanmu kenapa-napa."Ambulans datang dan pergi dengan cepat. Aku tidak bisa memercayai penglihatanku. Aku buru-buru berseru, "Jangan pergi! Aku yang panggil ambulans! Thomas, Louis nggak kuat lagi! Cepat kembali! Thomas, kumohon ...."Tidak ada yang memperhatikan bahwa korban yang sesungguhnya sudah sekarat. Aku menelepon Thomas sekali dua kali, tetapi tidak ada
Setelah pemakaman Louis berakhir, aku pergi ke rumah sakit. Di bangsal VIP, lengan putra Raya diperban. Anak itu tampak bercerita dengan penuh semangat.Ketika melihatku, ekspresi Thomas sontak berubah drastis. Dia buru-buru menghampiri. "Siapa yang menyuruhmu kemari? Kondisi Xander baru stabil. Jangan buat masalah di sini!""Thomas, anakmu sudah mati, tapi kamu masih sempat meladeni anak orang lain?" bentakku. Anak dan ibu di dalam bangsal pun menatapku dengan terkejut.Ekspresi Thomas menjadi makin masam. Dia mendorongku supaya lebih jauh dari bangsal, lalu memperingatkanku, "Lillia, hentikan semua ini. Raya membesarkan anak sendirian. Sebagai kepala sekolah, apa salahnya aku membantu dia? Lagian, Louis menindas Xander selama ini. Kali ini, Louis melukai lengan Xander. Atas dasar apa kamu membuat keributan di rumah sakit?"Aku sudah tahu Thomas akan menjawab begini. Aku sudah menghafal alasannya. Raya dan suaminya telah bercerai, jadi Thomas selalu menjaga mereka. Aku dan suamiku tid
Aku datang ke firma hukum yang sangat terkenal untuk berkonsultasi dengan pengacara tentang perundungan yang dialami di sekolah.Para anak kurang ajar itu tidak boleh berkeliaran bebas begitu saja setelah Louis meninggal. Jangan sampai mereka mencelakai anak lain lagi.Sebelum pergi, aku mendengar seseorang memanggil namaku. "Lillia?"Terlihat wajah Lionel yang dipenuhi senyuman. Lionel masih sama seperti yang ada di benakku. Dia tampan dan ceria.Aku menggigit bibir, merasa agak malu pada pria yang pernah mengejarku saat kuliah dulu. Lionel menyodorkanku air dan bertanya, "Apa aku boleh tanya kenapa kamu kemari? Apa ada yang bisa kubantu?"Seolah-olah melihat keraguanku, Lionel tersenyum dan meneruskan, "Aku pengacara di sini. Kamu boleh memberitahuku kalau ada masalah."Aku mendongak dengan terkejut. Lionel malah tersenyum ramah padaku. Setelah mengobrol cukup lama, Lionel hampir memahami keseluruhan situasi. Namun, dia tidak terlihat bersimpati ataupun kasihan padaku.Hal ini membua
"Omong kosong apa yang kamu katakan? Xander anak baik. Mana mungkin dia menindas Louis?" Thomas membantah tanpa sadar.Prioritasnya tetap ada pada putra cinta pertamanya. Thomas tidak bisa menerima "anak baik" yang dimanjakannya itu menindas orang lain.Thomas memelototiku dengan kesal. "Kamu yang memberi tahu dia semua ini, 'kan? Gimana bisa kamu memfitnah Xander? Xander sudah masuk rumah sakit, tapi kamu masih membela anak kurang ajar itu.""Aku sudah terlalu memanjakan anakmu, makanya dia jadi jahat dan menindas Xander. Di mana kamu sembunyikan dia? Dia pasti sembunyi karena tahu dirinya membuat masalah besar, 'kan? Kali ini, aku bakal mencambuknya habis-habisan!"Aku berdiri dengan tenang dan menyaksikan Thomas yang menggila. Xander dan anakmu. Panggilan asing ini menunjukkan dengan jelas posisi kedua anak itu di hati Thomas.Sejak Raya muncul di sekolah, aku tahu Thomas akan menjadi seperti ini. Rumah tangga kami telah hancur.Ibu dan anak itu selalu bisa menyenangkan hati Thomas
Thomas tertegun menatapku. "Apa hubungannya dengan Raya?""Karena Raya pergi, kamu baru ingat padaku. Kalau Raya kembali, kamu bakal lupa lagi padaku. Ya, 'kan?"Thomas mengernyit. "Sudah kubilang, aku dan Raya cuma teman biasa. Kenapa kamu nggak percaya padaku?"Aku nggak menyangka Thomas akan begitu keras kepala. Jadi, aku memilih untuk membongkar semuanya. "Kalau teman biasa, ngapain dia meneleponmu tengah malam dan menyuruhmu datang untuk memperbaiki jaringan internet di rumahnya?""Kalau teman biasa, ngapain dia pakai piama bertali dan bersandar di pelukanmu? Bahkan, dia mengunggah foto itu di Instagram.""Kalau teman biasa, ngapain kamu begitu melindunginya? Kamu memberinya nilai tinggi waktu evaluasi dan membawanya jalan-jalan dengan uang pemerintah.""Kalau teman biasa, apa kamu bakal mengabaikan penjelasan putra kandung dan percaya pada omongan mereka? Pada akhirnya, putramu dibunuh mereka, 'kan?"Aku menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan diri. Aku tidak ingin melanjutka
Segera, hakim membuat keputusan. Xander dan beberapa murid yang terlibat dalam kasus perundungan mendapat hukuman yang setimpal.Selain itu, Xander juga harus membayar kompensasi. Sebagai wali Xander, Raya tentu harus membayarnya. Setelah mendapat uang itu, aku langsung menyumbangkannya kepada rakyat miskin.Raya mengambil cuti sehingga tidak pernah datang ke sekolah lagi. Dengar-dengar, dia juga pindah rumah karena terus digosip tetangga.Thomas pun dipecat. Ini karena Lionel mendapat bukti bahwa Thomas menerima suap. Hingga sekarang, Thomas masih dalam penyelidikan.Kehidupanku kembali normal, tetapi hatiku masih gelisah. Ketika berada di sekolah, aku sering kali menghentikan langkah kakiku secara mendadak karena melihat bayangan Louis.Di lapangan basket, aku seperti melihat seorang anak laki-laki yang bertubuh agak kurus, bermain basket dengan keterampilan yang tidak kalah dari pemain basket profesional.Di lintasan lari, aku seperti melihat seorang anak laki-laki yang berlari deng
Ketika Raya datang ke rumahku, Thomas sedang menelepon untuk meminta bantuan."Halo, Pak. Ya, ini aku Thomas. Aku ingin minta bantuanmu ...."Aku membuka pintu rumah dengan ekspresi datar. Raya menatapku dengan mata memerah."Di mana Thomas?" tanya Raya.Ketika melihatku tidak merespons, Raya hendak menerobos masuk. Namun, aku menendang perut wanita itu hingga membuatnya terjatuh."Lillia, kamu sudah gila ya?""Ya, aku memang gila. Sejak putramu membunuh putraku, aku jadi gila!"Raya tidak berani menatapku. Dia membentak, "Xander nggak menyerang putramu! Putramu yang melukainya duluan! Aku belum membuat perhitungan denganmu soal ini!"Aku tidak pernah melihat orang yang begitu tidak tahu malu."Kamu mau buat perhitungan denganku? Lapor polisi saja. Biar kulaporkan kamu yang menerobos masuk rumah orang seenaknya. Kebetulan, putramu pasti kesepian di dalam sana. Kamu temani saja dia," ejekku dengan dingin.Raya pun memulai sandiwaranya. Dia terduduk di lantai dan menangis tersedu-sedu. B
Saat aku pulang, malam sudah larut. Lampu di ruang tamu masih menyala. Tanpa melirik Thomas yang berdiri di depan potret Louis, aku langsung masuk ke kamar."Sayang ...."Langkah kakiku sontak terhenti. Aku merasa terkejut sekaligus sedih. Sudah bertahun-tahun Thomas tidak memanggilku seperti ini.Sejak Raya dan Xander kembali ke kehidupannya, Thomas hanya memanggil namaku, bahkan kadang memanggilku "hei". Yang satu adalah panggilan sopan yang profesional, yang satu lagi penuh hinaan.Aku tidak menghiraukan Thomas. Aku ingin masuk ke kamar, tetapi Thomas tiba-tiba menghampiri dengan tergesa-gesa dan meraih lenganku. Aku menoleh dengan murka. Namun, ketika melihat penampilannya, aku tak kuasa termangu. Baru beberapa jam berlalu, tetapi wajah Thomas terlihat sangat lelah dan lesu. Ada juga bekas tamparan dariku di wajahnya. Aku justru merasa lucu melihat penampilan menyedihkannya ini."Sayang, a ... aku nggak tahu Louis terluka. Ini salahku. Tolong maafin aku ya?""Maaf?" Aku terkekeh-k
"Omong kosong apa yang kamu katakan? Xander anak baik. Mana mungkin dia menindas Louis?" Thomas membantah tanpa sadar.Prioritasnya tetap ada pada putra cinta pertamanya. Thomas tidak bisa menerima "anak baik" yang dimanjakannya itu menindas orang lain.Thomas memelototiku dengan kesal. "Kamu yang memberi tahu dia semua ini, 'kan? Gimana bisa kamu memfitnah Xander? Xander sudah masuk rumah sakit, tapi kamu masih membela anak kurang ajar itu.""Aku sudah terlalu memanjakan anakmu, makanya dia jadi jahat dan menindas Xander. Di mana kamu sembunyikan dia? Dia pasti sembunyi karena tahu dirinya membuat masalah besar, 'kan? Kali ini, aku bakal mencambuknya habis-habisan!"Aku berdiri dengan tenang dan menyaksikan Thomas yang menggila. Xander dan anakmu. Panggilan asing ini menunjukkan dengan jelas posisi kedua anak itu di hati Thomas.Sejak Raya muncul di sekolah, aku tahu Thomas akan menjadi seperti ini. Rumah tangga kami telah hancur.Ibu dan anak itu selalu bisa menyenangkan hati Thomas
Aku datang ke firma hukum yang sangat terkenal untuk berkonsultasi dengan pengacara tentang perundungan yang dialami di sekolah.Para anak kurang ajar itu tidak boleh berkeliaran bebas begitu saja setelah Louis meninggal. Jangan sampai mereka mencelakai anak lain lagi.Sebelum pergi, aku mendengar seseorang memanggil namaku. "Lillia?"Terlihat wajah Lionel yang dipenuhi senyuman. Lionel masih sama seperti yang ada di benakku. Dia tampan dan ceria.Aku menggigit bibir, merasa agak malu pada pria yang pernah mengejarku saat kuliah dulu. Lionel menyodorkanku air dan bertanya, "Apa aku boleh tanya kenapa kamu kemari? Apa ada yang bisa kubantu?"Seolah-olah melihat keraguanku, Lionel tersenyum dan meneruskan, "Aku pengacara di sini. Kamu boleh memberitahuku kalau ada masalah."Aku mendongak dengan terkejut. Lionel malah tersenyum ramah padaku. Setelah mengobrol cukup lama, Lionel hampir memahami keseluruhan situasi. Namun, dia tidak terlihat bersimpati ataupun kasihan padaku.Hal ini membua
Setelah pemakaman Louis berakhir, aku pergi ke rumah sakit. Di bangsal VIP, lengan putra Raya diperban. Anak itu tampak bercerita dengan penuh semangat.Ketika melihatku, ekspresi Thomas sontak berubah drastis. Dia buru-buru menghampiri. "Siapa yang menyuruhmu kemari? Kondisi Xander baru stabil. Jangan buat masalah di sini!""Thomas, anakmu sudah mati, tapi kamu masih sempat meladeni anak orang lain?" bentakku. Anak dan ibu di dalam bangsal pun menatapku dengan terkejut.Ekspresi Thomas menjadi makin masam. Dia mendorongku supaya lebih jauh dari bangsal, lalu memperingatkanku, "Lillia, hentikan semua ini. Raya membesarkan anak sendirian. Sebagai kepala sekolah, apa salahnya aku membantu dia? Lagian, Louis menindas Xander selama ini. Kali ini, Louis melukai lengan Xander. Atas dasar apa kamu membuat keributan di rumah sakit?"Aku sudah tahu Thomas akan menjawab begini. Aku sudah menghafal alasannya. Raya dan suaminya telah bercerai, jadi Thomas selalu menjaga mereka. Aku dan suamiku tid
"Louis, jangan takut. Mama sudah telepon ambulans. Bertahan sebentar lagi ya!"Di lantai, terlihat noda darah yang panjang sampai bilik kamar mandi. Mataku sakit melihatnya. Itu adalah darah anakku saat melarikan diri ke kamar mandi.Entah setakut dan sesakit apa anakku saat itu .... Aku menahan luka di kepala Louis, tetapi darah mengalir keluar tanpa henti. Aku tidak bisa menghentikan darahnya.Di luar, terdengar sirene ambulans. "Louis, ambulans sudah tiba! Kamu bakal selamat!"Pada saat yang sama, Thomas menggendong seorang anak laki-laki dan berlari ke arah ambulans dengan cepat. "Xander, jangan takut. Aku nggak bakal membiarkanmu kenapa-napa."Ambulans datang dan pergi dengan cepat. Aku tidak bisa memercayai penglihatanku. Aku buru-buru berseru, "Jangan pergi! Aku yang panggil ambulans! Thomas, Louis nggak kuat lagi! Cepat kembali! Thomas, kumohon ...."Tidak ada yang memperhatikan bahwa korban yang sesungguhnya sudah sekarat. Aku menelepon Thomas sekali dua kali, tetapi tidak ada