Anggita mengetuk pintu rumahnya, sengaja ingin memberi kejutan kepada orang tuanya. Pintu dibuka, tampaklah wajah Ibunya yang tak percaya dengan apa yang dilihat di hadapannya ini.“Yah ... Ayah ” Bu Joko berteriak memanggil suaminya.“Ada apa sih, Bu. Zea baru mau tidur ini Anggita!” Ayahnya langsung berteriak melihat anakgadisnya berdiri di depannya.Mereka menangis karena bahagia. Bu Joko mengajak Anggita duduk.“Ibu ambilkan makan ya, kamu duduk sini dulu!” perintah Ibunya. Anggita pun menurut. Dia duduksambil menonton berita di TV.“Ditemukan sebuah mobil kecelakaan tunggal hingga terjatuh ke jurang. Korban adalah seorang laki- laki berusia 32 tahun. Beruntung kecelakaan itu tak merenggut nyawanya. Berikut adalah video saat korban dievakuasi oleh petugas.”Anita kaget, dia sangat mengenali plat mobil itu. Itu adalah Arya. Dia segera memanggil Ibunya.“Bu, Arya kecelakaan?!” ungkap Anggita kepada Ibunya.“Ibu sudah tahu, dari tadi berita itu terus disiarkan. Ibu tak mau menjenguk
Aku sengaja memblokir semua nomor Arya. Sudah tidak mau tahu lagi apa yang akan terjadi pada lelaki itu, pun dengan kedua orang tuanya. Ibu dan Ayahku juga memblokir kontak Arya.“Makan dulu, Yuk! Ibu sudah memasak kesukaanmu!” Ajak Ibu. Aku pun menurunkan Zea dari pangkuanku dan meletakkannya di ranjang. Tak lupa kiri kanan kupasangi bantal agar ia tak jatuh dari ranjang saat belajar tengkurap.“Kamu tambah kurus, Nak. Dulu Arya tidak memberimu makan dengan layak ya!” Ibu menatapdiriku. Aku hanya tersenyum.“Yang lalu biarlah berlalu, Bu. Yang penting Anggita dan Zea ada bersama kita,” kata Ayah.Ibu pun tersenyum mengiyakan.“Bu Joko! Keluar kamu!”Terdengar suara orang berteriak dari luar rumah. Kami bertiga segera menghentikan makan siang kami dan melihat siapa yang berteriak.“Cepat kembalikan uangku! Kalau tidak bisa kamu harus pergi dari rumah ini karena aku sedang butuh uang!” ucap Bu Susi. Rentenir di kampung ini.“Ibu pinjam uang sama Bu Susi?” tanyaku tak percaya kepada Ib
“Mas” Aku menyadarkan Mas Dani dengan menyentuh pundaknya.Mas Dani menoleh, sambil terisak ia berkata. “Rara menikahbaru saja aku mau minta maaf tulusdan memintanya memperbaiki hubungan, sekarang dia telah menikahi teman masa kecilnya. Dia jahat ya! Rara jahat!”Bukannya tenang Mas Dani malah berlari menuju sepasang pengantin baru itu. Tapi belum sampai di tempat duduk Rara, Mas Dani tiba-tiba tergeletak pingsan.“Mas Dani!” aku berteriak saking kagetnya. Beberapa orang satpam mengangkat Mas Dani dan membaringkannya di kursi dekat pintu belakang. Seorang wanita paruh baya memberikan minyak kayu putih untuk menyadarkannya, sepertinya ART di sini. Aku jadi merasa dejavu, sama saat Ibuku pingsan saat pernikahanku dengan Mas Dani dulu.“Tolong! Adakah yang bisa mengantarkanku ke rumah sakit? Mas Dani belum sadar juga!” aku panikmelihat Mas Dani seperti ini.“Pakai mobilku saja!” teriak si Pengantin pria. “Aku ikut!” Rara pun ikut bersuara.Tanpa sempat berganti baju, mereka segera me
Dani masih terbaring di rumah sakit. Bu Intan tak berhenti menangis melihat Dani menderita penyakit yang ditakuti banyak orang itu. Ia sendirian. Tak ada saudara ataupun tetangga yang datang menjenguk.Mungkin karena sikapnya sendiri yang sering menyakiti hati tetangga dengan ucapannya. Kini, saat ia membutuhkan bantuan moril, tak ada satupun tetangga yang memberinya semangat.Bahkan lewat pesan singkat pun tidak. Padahal ia sudah mengirim kondisi Dani ke grup arisan Ibu-Ibu di kampung tersebut. Tetapi tak ada yang berkomentar, hanya beberapa orang yang memberikan emot sedih.Bu Intan sudah bilang pada dokter bahwa ia akan membawa Dani pulang, meskipun menurut Dokter, Dani harus dirawat lebih lama, tapi karena tak ada biaya, maka Bu Intan sedikit memaksa dokter itu agar mengizinkan Dani pulang.Bu Intan pun menatap tagihan rumah sakit. Biayanya hampir tiga juta rupiah. Dulu uang segitu adalah uang sekali arisannya. Namun sekarang, uang itu terasa begitu besar.Bahkan menjual perhiasan
Extra Part 1 PoV Alex Perempuan itu bernama Rara. Gadis periang yang baik hati. Aku sangat suka melihat senyumannya, celotehnya, bahkan ekspresinya ketika sedang ngambek. Aku menyukai semua yang ada pada dirinya. Dia adalah teman masa kecilku. Kami tumbuh bersama karena kedua Papa kami bersahabat. Persahabatan antara dua insan yang berbeda akan menimbulkan benih-benih cinta. Dan aku merasakan hal itu. Namun aku hanya bisa memendam perasaanku rapat-rapat. Aku begitu takut untuk mengungkapkan semuanya kepada Rara. Aku takut akan merusak hubungan persahabatan yang telah terjalin selama ini. Ketika mendengar Rara memiliki pacar, aku masih bisa menahan perasaanku. Tapi begitu dia bilang akan menikah, saat itulah aku merasa dunia berhenti berputar. Aku sangat shock! Lalu aku tahu lelaki itu belum lama dikenalnya. Tapi kenapa ia bisa seyakin itu? Aku tersenyum mengucapkan selamat, padahal dalam hati aku menangis. Setelah pernikahan Rara, aku menyibukkan diri dengan bekerja. Kututup hatik
“Kamu tidak apa-apa, Sayang?” tanya Alex sembari mengulurkan segelas air putih kepadaku.Aku hanya mengangguk. Malu rasanya Alex bicara begitu gamblang kepada orang tuaku. Mama dan Papa hanya tersenyum dan geleng-geleng kepala melihatku yang salah tingkah“Rencana kalian berapa lama di sana?” tanya Papa yang masih senyum-senyum melihatku.“Seminggu mungkin, Pah! Kalau Rara masih betah di sana ya sebulan juga nggak papa. Hahahah”tawa renyah Alex membahana. Sepertinya dia sangat senang akan berbulan madu denganku. Aku pun sama. Tak sabar dan deg-degan rasanya.“Wah, bawa vitamin yang banyak, Ra. Biar nggak gampang sakit,” goda Papa lagi.“HmmmNamanya juga pengantin baru, Pah! Kayak Papa dulu enggak aja! Inget nggak dulusampai ditelpon Nenek suruh pulang, karena perusahaan butuh Papa juga?” mendengar ucapanMama, membuat Papa menghentikan tawanya.Aku baru tahu cerita ini karena Mama tidak pernah menceritakannya.“jadi Papa juga gitu ya? Sok-sokan meledek segala” aku pun ganti mengg
Dua tahun kemudian ...Perutku semakin membesar karena HPL tinggal dua Minggu lagi. Saat hamil besar begini, gerakanku menjadi terbatas bahkan untuk memakai sepatu pun aku kesulitan. Tapi aku menikmati kehamilan ini.“Mas, perutku sakit sekali, sepertinya aku akan melahirkan,” erangku sambil memegang perut yangsudah membesar.Setelah menikah, memang aku memanggil Alex dengan sebutan Mas, untuk lebih menghormatinya sebagai suamiku meskipun awalnya kelihatan aneh aku memanggilnya Mas Alex.“Bukan kontraksi palsu lagi ya? Sudah benar-benar tidak kuat lagi?” tanya Alex panik dan mulaimencari tas baby kami tapi dia belum menemukannya.“Tenanglah, Mas. Tidak usah panik. Ambil tasnya di dekat lemari itu, lalu bantu aku berganti baju,kita ke rumah sakit sekarang,” ujarku perlahan sambil menahan sakitnya kontraksi.Untunglah meskipun di desa, tapi fasilitas kesehatan tidak terlalu jauh, hanya satu jam perjalanan sudah sampai di rumah sakit. Penanganannya juga bagus, tak kalah seperti rumah
“Dan, Ibu sudah lelah! Harus mengurusmu yang sedang sakit dengan penuh kekurangan. Bahkan untuk makan sehari-hari aja kita kesulitan. Sedangkan lihat Rara dan suami barunya?” Ibu menunjuk aku dan Alex.“Hidupnya penuh dengan kebahagiaan. Bahkan sekarang dia memiliki anak yang lucu. Kamar pun mendapat fasilitas yang kelas satu. Bukankah ini tidak adil untuk kita, Dan?” Ibu kembali menangis.“Kita untuk makan aja susah, rumah sempit, tak punya uang, saudaramu masih di penjara. Dan yang lebih penting, Ibu sudah tak bisa lagi belanja-belanja seperti dulu. Ibu sudah bosan, Dan! Ibu sudahlelah!”“Nia juga sampai sekarang seperti orang gila! Kerjanya hanya diam dirumah. Kadang tertawa dan kadang menangis. Ibu benar-benar tidak kuat lagi, Dan!” Ibu kembali menangis.Aku tak tahu sama sekali kalau Ibu mertuaku mengalami hal ini. Lalu kemana Anggita? Kenapa Ibu tidak membicarakan soal menantu tersayangnya itu?“Sudahlah, Bu. Harus kita syukuri, kita masih hidup. Maafkan aku Cuma bisa jadi beba
“Kamu sedih?” Tanya Alex, suami Rara.Alex bertanya karena ia melihat istrinya terdiam begitu tiba di rumah setelah pulang dari tempat mantan suaminyaRara menggeleng, karena memang bukan itu yang dirasakan olehnya.“Bukan sedih sih, Mas. Tapi lebih ke kasihan aja dengan Bu Intan. Mas Dani dulu jadi satu-satunya tulang punggung keluarga, sekarang tak ada lagi. Entah bagaimana nasib Ibu kini.”Alex menghela napas.“Semua itu ada sebab ada akibat, Sayang. Apa yang dia tanam, itulah yang akan dia tuai. Dani dan keluarganya hanya menuai apa yang selama ini mereka tanam. Kamu tak perlu kasihan terhadap mereka. Kenapa? Karena mereka semua sehat dan sudah dewasa, mereka bisa menghidupi diri mereka sendiri dengan bekerja. Kecuali kalau setelah menikah Dani memiliki anak yang yang masih kecil-kecil, maka kita perlu membantu karena mereka menjadi anak yatim.” Jelas Alex panjang.“Emang sih, tapi tetep aja kasihan lihatnya. Tapi mungkin memang itu takdir yang harus mereka jalani. Semua pasti sud
“Bagaimana kondisi Lala?” Alex datang dengan wajah cemasnya.“Tulang di kakinya retak, lalu ada luka di kepala dan tangannya. Kata dokter tidak berbahaya, hanyalecet saja.”“Lalu kenapa sekarang belum sadar?” tanya Alex. Aku menggeleng, aku pun tak tahu kenapa sampaisekarang dia belum membuka matanya.Tumpah lagi tangisku melihat kondisi Lala. Aku mengambil ponselku dan mengabari kedua Kakek dan Nenek Lala. Sama denganku, mereka pun terkejut. Tak pernah kusangka ternyata sesakit ini rasanya melihat anak sakit.Alex memelukku. “Kita doakan saja semoga Lala cepat sadar.” Ucapan Alex kuamini dalam hati. “Mas, kamu pulanglah, ambil beberapa keperluan untuk menginap. Aku akan menunggu di sini.Mungkin sebentar lagi Papa dan Mama juga akan datang.”Alex mengangguk. Sebelum pergi dia mengecup puncak kepala Lala pelan.“Cepat sadar putri kecil Papa.”Kepergian Alex membuat ruangan ini sunyi. Hanya terdengar suara jarum detik jam yang terus bergerak. Waktu seakan berjalan lambat. Dalam hati
Pagi hari, kami bersiap mengantar anak-anak remaja itu berangkat naik gunung. Awalnya mereka ingin berangkat sendiri tapi suamiku tak mengizinkan, jadilah kami yang mengantarnya.“Disana harus jaga sikap, jangan buang Sampah sembarangan dan jangan lupa berdoa agar selamat sampai rumah.” Wejangan dari seorang Ayah yang menyayangi putrinya.Anak-anak remaja itu mengangguk.“Kalian yang laki-laki harus bisa bertanggung jawab kepada teman kalian yang perempuan.” Alexbicara dengan salah seorang teman Lala dengan menepuk kedua pundaknya.“Siap, Om!” jawab mereka kompak.Perjalanan sekitar tiga jam. Kami meninggalkan mereka, begitu sampai di basecamp.“Mereka sudah pergi. Jadi sepi ya, Sayang!” ucap Suamiku memasang wajah sedih.“Baru ditinggal bentar aja udah melow-melow apalagi kalau besok Lala menikah ya?!”“Kalau sampai ada laki-laki yang berani menyakiti putri kita, maka akan kupastikan kalau hidupnyaakan menderita.” Ucapan Alex membuatku bergidik ngeri.“Sudah doakan saja yang baik-b
“Happy Anniversary juga, Sayang.” “Lala juga mau peluk!” teriak putriku.Kami bertiga berpelukan bersama. Setelah itu, banyak uang mengucapkan selamat kepada kami. Tanpa aku sadari, ada beberapa wartawan yang diundang di pesta ini. Tentu saja, karena Papa adalah pebisnis terkenal, sedangkan suamiku juga pebisnis dan juga ganteng.Pesta berlangsung sangat meriah, banyak teman-teman memberikan kado untuk kami berdua. Bahkan tetangga sekitar kami di desa pun turut diundang. Entah kapan Alex mempersiapkan hal ini, aku sama sekali tidak mengetahuinya.Hingga sekitar pukul sepuluh malam, satu per satu tamu mulai meninggalkan tempat ini. Kini tinggallah keluarga inti saja.“Sayang, memang kapan kamu membeli kalung itu? Kenapa aku sama sekali tidak tahu?” tanyakusaat kami semua tinggal duduk santai.“Rahasia dong! Harusnya tadi kubawa serta, kelupaan. Awalnya aku minta tolong Mama untuk mengambilnya diam-diam dari kamar kita, tapi Untunglah kamu menemukan sendiri kalung itu jadi aku dan Mama
“Perfect! Kita ambil yang ini saja!” Mama berteriak untuk memanggil pelayan agar membungkussemua belanjaan Mama dan menuju kasir.“Mama cantik banget! Papa pasti klepek-klepek kalau melihat Mama pakai baju ini.”Mendengar Papanya disebut, seketika aku teringat dengan kalung itu. Siapa wanita itu? Wanita lain yang dicintai suamiku? Tanpa terasa air mataku turun, tapi langsung kuhapus karena tak ingin dilihat oleh anakku.“Mama kok nangis? Terharu ya?” goda Lala. Aku hanya tersenyum dan mengangguk.“Yuk pulang, Nenek sudah selesai bayarnya.” Mama mengajakku dan Lala keluar dari butik ini. “Kita pulang sekarang, Nek?” tanya Lala.“Nanti! Kita ke salon dulu! Masa bajunya udah cantik tapi orangnya belum.” “Iya deh, Nek. Tapi salat dan makan dulu ya, sudah magrib ini.” Pinta Lala. “Tentu saja, Sayang!” jawab Mama lalu mengacak rambut Lala.Setelah makan dan melakukan kewajiban sebagai umat muslim, kami segera menuju salon langganan yang juga terletak di mal ini.Ternyata tidak hanya Mama,
Kukeluarkan pakaian-pakaian yang sudah tidak terpakai. Semuanya aku kumpulkan menjadi satu.Selesai dengan lemariku, berikutnya adalah lemari milik suamiku. Kubereskan juga baju-bajunya yang sudah jarang dipakai. Saat mengambil tumpukan yang paling bawah, aku melihat suatu benda terjatuh.Kupungut benda berwarna merah itu. Sebuah kotak berisi kalung emas yang sangat cantik. Tangankugemetar melihat tulisan yang tertera di kotak kalung itu. ‘Untukmu yang paling kusayangi’Badanku terasa lemas. Rasanya tulang lepas dari tubuhku begitu saja. Aku tak menyangka kalau Alex pun sama seperti Mas Dani.Aku menangis sesenggukan. Seorang diri di rumah ini menahan sesak di dada. Hari ini bukan ulang tahunku, bukan pula ulang tahun Lala. Kalau bukan kami berdua, lantas siapa?Kumasukkan kembali baju milik suamiku. Aku tak jadi merapikan isi lemarinya. Penemuan Kalung ini membuatku shock. Seakan tak ada yang bisa kulakukan. Aku hanya menangis dan menangis.Hingga kudengar ucapan salam dari pintu de
Semakin hari usia Lala semakin bertambah. Dia bukan lagi gadis kecilku, melainkan gadis remaja yang semakin cantik. Tak ayal banyak pemuda yang mulai main ke rumah, hanya sekedar untuk bertemu dengan anakku.“Ma, kok banyak yang main ke sini sih? Lala risih karena gak gitu kenal sama mereka.”Aku tersenyum menanggapi putriku sayang. Kuputar otak agar bisa memberikan pemahaman kepada dirinya yang mulai dewasa.“Itu tandanya anak Mama menarik perhatian orang lain. Tapi ingat ya, Nak! Kamu nggak boleh terlalu dekat dengan laki-laki yang bukan mahram,” jelasku.“Bukan mahram itu apa, Ma?” tanya Lala kritis. Dia memang pintar, selalu menanyakan hal-hal yang dia tak tahu. Dan aku sebagai orang tuanya harus bisa memberikan penjelasan yang masuk akal juga.“Tergantung konteksnya, Sayang. Bukan mahram adalah orang yang haram untuk disentuh, atau tidak boleh bersentuhan. Bisa jadi bukan mahram adalah apabila bersentuhan bisa membatalkan wudhu, bisa juga bukan mahram artinya haram untuk dinikahi
“Dan, Ibu sudah lelah! Harus mengurusmu yang sedang sakit dengan penuh kekurangan. Bahkan untuk makan sehari-hari aja kita kesulitan. Sedangkan lihat Rara dan suami barunya?” Ibu menunjuk aku dan Alex.“Hidupnya penuh dengan kebahagiaan. Bahkan sekarang dia memiliki anak yang lucu. Kamar pun mendapat fasilitas yang kelas satu. Bukankah ini tidak adil untuk kita, Dan?” Ibu kembali menangis.“Kita untuk makan aja susah, rumah sempit, tak punya uang, saudaramu masih di penjara. Dan yang lebih penting, Ibu sudah tak bisa lagi belanja-belanja seperti dulu. Ibu sudah bosan, Dan! Ibu sudahlelah!”“Nia juga sampai sekarang seperti orang gila! Kerjanya hanya diam dirumah. Kadang tertawa dan kadang menangis. Ibu benar-benar tidak kuat lagi, Dan!” Ibu kembali menangis.Aku tak tahu sama sekali kalau Ibu mertuaku mengalami hal ini. Lalu kemana Anggita? Kenapa Ibu tidak membicarakan soal menantu tersayangnya itu?“Sudahlah, Bu. Harus kita syukuri, kita masih hidup. Maafkan aku Cuma bisa jadi beba
Dua tahun kemudian ...Perutku semakin membesar karena HPL tinggal dua Minggu lagi. Saat hamil besar begini, gerakanku menjadi terbatas bahkan untuk memakai sepatu pun aku kesulitan. Tapi aku menikmati kehamilan ini.“Mas, perutku sakit sekali, sepertinya aku akan melahirkan,” erangku sambil memegang perut yangsudah membesar.Setelah menikah, memang aku memanggil Alex dengan sebutan Mas, untuk lebih menghormatinya sebagai suamiku meskipun awalnya kelihatan aneh aku memanggilnya Mas Alex.“Bukan kontraksi palsu lagi ya? Sudah benar-benar tidak kuat lagi?” tanya Alex panik dan mulaimencari tas baby kami tapi dia belum menemukannya.“Tenanglah, Mas. Tidak usah panik. Ambil tasnya di dekat lemari itu, lalu bantu aku berganti baju,kita ke rumah sakit sekarang,” ujarku perlahan sambil menahan sakitnya kontraksi.Untunglah meskipun di desa, tapi fasilitas kesehatan tidak terlalu jauh, hanya satu jam perjalanan sudah sampai di rumah sakit. Penanganannya juga bagus, tak kalah seperti rumah