Beranda / Romansa / Kekhilafan Satu Malam / Bab 9: Ingin Pergi

Share

Bab 9: Ingin Pergi

Penulis: Ngolo_Lol
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Sontak saja baik Binar maupun Aiman sama-sama berubah pucat pasi. Aiman membeku, jantungnya berdentum keras dengan tatapan menghujam pada Binar. Sementara mata bulat Binar langsung berkaca-kaca, bibirnya bergetar. Dia mencengkeram bahu kursi dengan dada yang naik turun dengan berat.

Bayangan memori kehangatan di malam penuh badai yang dingin itu terlintas di pelupuk mata keduanya, seolah-olah sedang menonton tayangan bioskop. Binar beringsut mundur dengan tungkai yang terasa lemas. Pandangannya pun tiba-tiba mengabur.

"Binar!" Syeira panik melihat Binar pingsan.

Langsung saja dia menepuk-nepuk pipi wanita yang telah terbaring di lantai itu. Sementara Aiman masih berusaha mengendalikan dirinya sendiri. Rasa syok melihat wanita yang pernah menghabiskan malam berdua dengannya itu hadir di depan mata.

"Mas!" seru Syeira membuat Aiman terlonjak kaget. "Ayo, tolong angkat dia, bawa ke kamar!"

"A-apa?" Mata Aiman mengerjap beberapa kali. Dia menatap Syeira dan Binar saling bergantian. Rasa takut di hatinya makin menjadi, takut Syeira mengendus kelakuannya waktu itu.

"Angkat dia bawa ke kamarnya, Mas!" Syeira mengulang ucapannya. Dia menarik lengan kekar Aiman yang terbungkus jas kantor, mendekati Binar yang terbaring di lantai keramik.

"I-iya." Berusaha Aiman memperbaiki degup jantungnya yang menggila. Biar bagaimanapun, dia tak ingin Syeira sampai mencurigai dirinya. Aiman tak sanggup membuat hati Syeira terluka.

Telapak tangan Aiman bergetar halus saat mengangkat tubuh Binar ke pangkuannya. Aroma tubuh Binar yang menguar, menggelitik indra penciumannya, dan itu terasa ... memabukan. Aiman segera menepis memori-memori panas yang mulai bermunculan lagi.

"Rebahkan dia di sini, Mas." Syeira menyusun dua bantal.

Aiman meletakkan tubuh lemah Binar di atas ranjang, untuk sesaat dia terpaku menatap paras ayu itu dalam jarak yang begitu dekat. Wajah ayu itu tampak kuyu, jauh berbeda dengan yang ditemuinya di malam itu.

"Ini lho, Mas, ART baru yang aku bicarakan tadi pagi. Namanya Binar. Dia terlunta-lunta di jalanan akibat kehamilannya itu ...." Syeira mencari-cari minyak kayu putih, tidak ditemukan di dalam kamar tersebut, dia mengayunkan kaki ke luar.

Aiman kembali menatap wajah Binar, begitu lekat.

'Jadi, namanya Binar? Dan dia sedang hamil? Apakah itu ... anakku?' batin Aiman terasa sesak. Jantungnya seakan diremas kuat-kuat. Pikirannya mendadak tumpul, apa yang harus dia lakukan agar bisa terlepas dari kekhilafan di malam itu. Tangan pria itu terulur begitu saja, sedikit gemeter, hendak meraih wajah berparas ayu itu.

Ketukan sepatu Syeira di lantai keramik, terdengar mendekat. Buru-buru Aiman memperbaiki posisi berdirinya, lalu sedikit menjauh dari ranjang Binar.

"Mas, kamu masih di sini? Katanya tadi buru-buru mau ke kantor." Syeira melangkah mendekati ranjang. "Udah, kamu pergi aja ke kantornya. Biar aku yang urus dia."

Aiman meraih lengan Syeira, membawanya sedikit menjauh dari ranjang Binar.

"Buat apa kamu bawa wanita itu kemari?"

"Maksud Mas Aiman apa? Aku hanya menolong---"

"Bagaimana kalau dia bukan orang baik-baik?"

Syeira tertawa singkat. "Sejak kapan kamu suka negatif thinking sama orang, Mas?" tanyanya.

Aiman hanya terdiam, tak tahu harus menjawab apa. Dikarenakan ingin menyembunyikan kejadian di malam itu, Aiman mencoba memprovokasi Syeira agar berprasangka buruk pada Binar.

"Sudahlah, mending Mas ke kantor aja. Lagi pula ... wanita itu terlihat takut pada Mas."

Mendengar hal itu, Aiman sontak terhenyak. Apa mungkin ... Syeira tahu kejadian itu. Pupil Aiman bergerak-gerak menatap wajah Syeira.

"Apa Mas liat tadi, saat melihat Mas, Binar seperti ketakutan begitu. Mungkin saja ... dia hamil karena diperkosa ...."

"Uhuk!" Aiman tersedak ludahnya sendiri. Bulir-bulir bening mulai mencuat di sekitar pelipisnya.

"... dan hal itu membuatnya takut pada Mas. Mungkin saja dia trauma untuk melihat laki-laki." Syeira melanjutkan praduganya. Dia berjalan kembali ke ranjang Binar. Mengusap wajah yang tampak lemah itu. "Apa Mas nggak kasian, kalau misalnya kita ngusir dia dari sini? Ke mana dia akan pergi? Dia pasti akan terlunta-lunta lagi, sebab keluarganya sudah mengusir dia. Kehamilannya ini sudah membuat ayahnya meninggal."

Aiman mengepalkan tangannya yang berada di balik punggung dengan erat. Lututnya serasa dipukul palu godam, hampir saja dia terjungkal mendengar kebenaran itu. Jadi, yang Syeira ceritakan tadi pagi adalah kisah Binar, wanita yang pernah dia tiduri. Miris. Aiman benar-benar telah menjadi lelaki bajingan di mata wanita yang pernah dia selamatkan dari pemangsa di malam itu.

"Aku pergi dulu." Aiman berucap lirih, bahkan hampir tak didengar oleh Syeira yang masih sibuk mengolesi Binar dengan minyak kayu putih.

**

Aiman melajukan mobilnya dalam kecepatan kilat, menembus jalanan yang agak padat dengan kendaraan, hendak lari dari kejadian di malam itu. Andai dia lebih kuat lagi menahan nafsu, pasti wanita itu takkan hamil, dan dia takkan menjadi lelaki pengecut seperti ini.

'Wanita itu sedang hamil muda, dia diusir dari rumahnya sebab kehamilan tersebut. Kasihan, dia terlunta-lunta di jalanan. Dokter yang memeriksa keadaannya mengatakan, jika kandungannya lemah sebab kekurangan nutrisi.'

'Dia hamil di luar nikah. Bahkan, kehamilannya itu sampai membuat ayah wanita itu meninggal. Makanya, dia diusir dari rumah dan terlunta-lunta di jalanan.'

Aiman membelokkan mobilnya ke sembarang arah, bahkan menerobos lampu merah. Seketika decitan mobil dan bunyi klakson menggelegar di jalan raya itu. Aiman tak peduli, dia tetap melajukan mobilnya, berusaha kabur dari memori panas yang terus mengejarnya.

"Awas, ada mobil, Icha!" teriak seorang ibu pada anaknya yang hendak mengambil bola di tengah jalan.

Aiman tersentak melihat depan mobilnya hampir menyosor tubuh bocah kecil itu. Segera dia membanting setir ke arah kiri dan buru-buru menginjak rem. Hampir saja dia menabrak batang pohon besar.

Napas Aiman memburu dengan tatapan kosong di depan sana selama beberapa saat, sampai beberapa warga yang melihat kejadian tadi mengetuk pintu mobilnya secara kasar, meminta penjelasan atas aksinya yang ugal-ugalan itu.

"Maaf, Pak, Bu, rem mobil saya sedikit bermasalah." Untung saja, penjelasan Aiman diterima oleh para warga dan tidak memperpanjang masalah tersebut.

Aiman kembali termenung, sampai ponselnya berdering. Panggilan dari kantor.

"Pak, Anda di mana sekarang? Rapat sudah sejak tadi dimulainya," ucap si sekertaris cemas.

"Saya akan segera sampai." Aiman menyahut datar, menetralkan perasaannya, lalu kembali melajukan mobilnya ke kantor.

"Tenang Aiman, bisa jadi wanita itu bukan mengandung anakmu. Jangan hancurkan cintamu dengan Syeira hanya praduga bodoh seperti itu," gumamnya dingin.

**

"Kamu baik-baik saja?" Syeira membantu Binar untuk duduk.

"Hmm." Binar menyahut singkat. Wanita berparas ayu itu baru sadar dari pingsan.

"Ini, kamu minum dulu susunya." Syeira menyodorkan segelas susu strawberry.

Pupil mata Binar bergerak-gerak selama meminum segelas susu, pikirannya terbayang-bayang wajah pria berparas kaukasoid itu. Di mana dia?

Syeira menyadari kegelisahan Binar, dia menyentuh punggung tangan wanita itu. "Kamu nyari pria tadi, yah?"

Binar diam. Tapi dalam hatinya mengangguk penuh kecemasan.

"Dia itu suamiku." Syeira menggenggam tangan Binar dengan erat, sedangkan yang digenggam berusaha menahan gejolak hatinya yang siap-siap memuntahkan tangis. "Aku tau, kamu pasti trauma yah, ngeliat seorang pria? Apa kamu ... diperkosa?" tanya Syeira hati-hati.

Binar lagi-lagi diam. Tapi matanya mulai menggenang air, sedangkan dadanya mulai naik turun dengan berat, begitu sesak.

"Tapi, kamu tenang saja, suami aku orangnya baik. Dia nggak pernah nakal sama seorang wanita. Dia selalu menghormati sesam---"

"A-aku ingin pergi dari sini!"

Bab terkait

  • Kekhilafan Satu Malam   Bab 10: Susan Adela

    Binar tak ingin bertemu lagi dengan pria itu. Binar tak ingin menganggu kehidupan rumah tangga malaikat penolongnya itu. Binar cukup tahu diri, kejadian di malam penuh badai itu, bukan murni kesalahan Aiman saja. Binar juga ikut andil dalam kekhilafan di malam itu. Binar terlalu terbuai dalam kehangatan yang Aiman ciptakan di malam penuh badai yang dingin itu. Andai Binar menolak dan melakukan perlawanan, pasti hal ini semua tidak akan pernah terjadi. Baru saja Binar menjauh dua langkah dari ranjang, tungkainya kembali lemas. Dia memegang kepalanya yang agak pening. Segera Syeira menahan lengan Binar, takut dia terjatuh lagi. "Kamu mau ke mana?" Syeira berucap cemas. "Kondisi kamu belum memungkinkan untuk pergi jauh lagi dari sini? Emang kamu punya tempat tinggal?"Pertanyaan Syeira hanya ditanggapi bulir-bulir bening yang berjatuhan deras dari mata Binar. Bagaimana harus menjelaskan pada Syeira, bahwa dia tidak mau tinggal di rumah itu sebab s

  • Kekhilafan Satu Malam   Bab 11: Pengkhianatan?

    Seharian Aiman jadi tak fokus kerjanya, rapat melamun, di ruangannya pun melamun. Hanya menatap layar yang selalu menampilkan kejadian di malam penuh badai itu, tayangan yang selalu muncul setiap kali dia melamun. Berusaha dia menimbun memori itu, tetapi setiap kali sindrom aneh yang dia alami, wajah kuyu Binar selalu muncul di hadapannya. "Arh, bisa gila lama-lama kalau begini!" Diraupnya kasar wajah mulus tanpa cambang maupun kumis tipis itu. Terdengar ketukan pintu yang membuat Aiman menyahut dengan malas. Lantas, masuklah seorang wanita dengan mengenakan dress biru tua seatas lutut. "Pak, karena rapat yang sedikit kacau tadi, kita berdua harus membahas harga-harga saham ini dulu." Sang asisten berucap. Perkataan wanita dengan rambut pendek itu, tak ditanggapi Aiman. Dia malah menatap lekat wanita yang memakai pakaian ketat tersebut, yang di mana dress-nya membuat lekuk tubuh wanita itu terlihat jelas dengan bagian leher yang rend

  • Kekhilafan Satu Malam   Bab 12: Aiman Pingsan

    Mata yang selalu teduh itu mendongak, menatap tajam pada sang suami. Tak sadar, dia mencengkram lengan suaminya itu. Memang benar, wanita makhluk pencemburu orangnya. Sekarang ini, rasa panas menjalar di dada Syeira saat Aiman tak kunjung memberikan jawaban yang dia nantikan. Aiman hanya menatap manik hitam milik Syeira, mencoba menyelam di kedalaman manik pekat itu, mencoba mnyembunyikan semua kesalahannya. "Apa kamu berpikir aku tega mengkhianatimu?" Aiman bertanya balik dengan raut datar. Syeira menatap kedua bola mata Aiman secara bergantian beberapa saat, lalu kembali menelusupkan wajahnya di dada sang suami. "Aku percaya padamu, Mas. Sangat percaya."Jantung Aiman serasa dipukul, dadanya memanas. Sebajingan itu dia sekarang. Bukan hanya mengkhianati, tetapi juga pecundang, dan pembohong yang tak berani mengakui perbuatannya. **Selesai subuh, Binar sudah mulai bekerja. Memasak makanan juga beberapa lauk. Walapun Syeira mengatakan tak perlu membuat makanan berat seperti kemar

  • Kekhilafan Satu Malam   Bab 13: Benarkah Dia Mengandung Anakku?

    Aiman menatap mata bulat Binar yang melebar sempurna, dia tersihir dengan bulatan mata indah itu, membuat Aiman tenggelam beberapa saat di dalamnya. Sementara Binar melihat tatapan sayu Aiman seperti hendak menerkamnya. Binar meringis. Hendak bangun, tetapi tangannya terjepit di bawah tubuh Aiman. Seketika bulir-bulir dingin mulai mencuat di pelipis Binar. Syeira yang sempat terbengong melihat adegan keduanya yang beberapa saat saling menatap, membuat Syeira sedikit merasa aneh. Ada sedikit rasa panas yang menjalar di dadanya, terlebih lagi ketika ucapan ibunya melintas di kepala. Namun detik berikutnya, Syeira segera mengempaskan pikiran buruk tersebut. Syeira sadar, alasan Binar tak kunjung bangkit dari ranjang, sebab tangannya terjepit oleh tubuh suaminya. "Astaga ... Mas, kamu apa-apaan sih? Tangan Binar kamu jepit!" Syeira membalikkan tubuh Aiman agar terlentang. Binar buru-buru menarik lengan mulusnya. Dia bangkit berdiri. "Maaf, Kak," ucap Binar berlalu keluar kamar cepat-cep

  • Kekhilafan Satu Malam   Bab 14: Mencari Tahu

    "Mas Aiman semalam pulang jam berapa?"Di pagi harinya, Syeira mendapati Aiman masih terpejam di sampingnya. Syeira yakin bahwa suaminya itu telah bangun. Hanya saja, masih belum mau membuka mata. Kebiasaannya. Semalam, Aiman pulang sangat larut malam. Sampai di rumah, dia melihat Syeira sudah terlelap dalam tidurnya. Aiman tak berani menganggu Syeira yang tertidur begitu nyenyak. "Mas ...." Syeira memeluk pinggang Aiman. Tanpa dia ketahui, suaminya itu sedang memikirkan wanita lain. 'Bagaimana caranya aku memastikan kalau anak yang dikandungnya itu darah dagingku atau bukan?' Aiman membuka perlahan matanya. Indra penglihatannya langsung dipenuhi oleh wajah bantal Syeira. Terlihat begitu seksi di mata Aiman. "Kalau aku yang terlambat pulang sedikit saja, kamu langsung marah dan ngasi aku hukuman. Terus, kalau kamu yang terlambat pulang, enaknya diapain yah?" Syeira mengetuk-ngetuk dagunya dengan jari telunjuk. "Suruh pu

  • Kekhilafan Satu Malam   Bab 15: Terlena

    Tubuh Binar ditarik di sudut toko, wanita itu terus meronta, mencakar lengan yang menarik tubuhnya. Aiman menarik tubuh Binar masuk ke ruangan yang tampak sepi juga ... temaram. Tampak seperti gudang toko pakaian. Begitu banyak pakaian yang menumpuk di sekitarnya. "Diam!" Aiman berujar dingin sambil masih membekap tubuh Binar. Kini mereka telah berhadapan. Binar membeku sekaligus melotot, kala mengetahui Aiman-lah yang menariknya ke tempat sepi itu. Hawa dingin langsung memanjat naik ke tengkuk Binar. Takut, dengan tatapan intimadasi yang diberikan Aiman. Jujur saja, Aiman sekarang sangat jauh berbeda di mata Binar dengan Aiman yang menolongnya malam itu. Aiman malam itu begitu nyaman Binar rasakan ketika dekat dengannya, tidak seperti sekarang, mencekam! "Aku ingin bertanya sesuatu." Tatapan itu, begitu kelam. "A-apa ...." Binar langsung menunduk. Tak berani menatap wajah Aiman. Aiman menarik dua langkah sedikit menjauh dari Binar.

  • Kekhilafan Satu Malam   Bab 16: Memaksa!

    Aiman tersentak mendengar suara Syeira dari arah tangga. Segera dia menoleh ke arah tersebut. Terlihat wanita yang mengenakan piyama itu sedang memegang teko, ingin mengambil air minum. Alis Syeira bertaut melihat Aiman yang berdiri di depan pintu kamar Binar. Jujur, hatinya mulai tak enak. Teringat dengan ucapan ibunya waktu itu. "Mas." Syeira memanggil suaminya lagi. Dia mengayunkan kaki, mendekati pria yang masih mengenakan jas kantornya itu. "Mas ngapain di depan pin---""Aku hanya lewat. Dan seperti mendengar suara tangisan di dalam sana." Aiman menyela perkataan Syeira. Beralibi sambil mengayunkan kaki menjauh dari kamar Binar. "Oh yha?" Syeira hendak mengetuk pintu kamar Binar, khawatir wanita yang sedang hamil itu kenapa-napa. Namun, Aiman segera menahan lengan istrinya. "Tidak usah ganggu dia. Siapa tau saja, dia sedang mengingat anggota keluarganya. Biarkan dia sendiri dulu." Alasan Aiman memang sangat masuk akal. Tanpa sadar, pria ya

  • Kekhilafan Satu Malam   Bab 17: Kamu Harus Menikahinya!

    Binar yang sedang bersimpuh terisak-isak sambil menutup wajahnya, seketika mendongak kala mendengar bunyi tamparan di ambang ruang perpustakaan itu. Sementara Aiman membeku, sesaat setelah tamparan kasar tersebut mendarat di rahang tegasnya. Rasa panas yang menjalar di pipi pria itu tak mengalahkan rasa ketakutan di hatinya. "Ma-ma ...." Mata Aiman mendelik ketakutan melihat wanita yang telah melahirkannya itu menatapnya penuh kebencian, amarah, juga kekecewaan. "Sejak kapan kamu jadi pria tak berperasaan seperti itu, Aiman? Hah!" Wanita yang bernama Ambarawati itu memukul kembali putranya. Mendaratkan pukulan di lengan juga di dada. Ambar sudah sampai ke rumah itu sejak melihat Aiman menyeret Binar ke ruang perpustakaan. Ambar menguping pembicaraan mereka sejak tadi. Dan bagai dihantam godam hati wanita itu, mendengar putranya yang sangat dia banggakan tak lebihnya seorang bajingan berkelas. Dia telah merenggut kehormatan seorang gadis, sampai mem

Bab terbaru

  • Kekhilafan Satu Malam   Bab 171: Pelecehan Abimanyu

    Malam kian larut, ditemani gerimis serta angin yang kencang. Abimanyu memanahkan tatapan pada rintik-rintik hujan yang menetes. Pikirannya tenggelam, entah ke mana. Beberapa kali dia mendengar sang ibu mengetuk pintu kamarnya, meminta dia agar keluar makan malam. Tapi Abimanyu memilih bungkam. Entahlah, rasanya Abimanyu belum bisa menerima keadaan jika Chelsi adalah adiknya. Rasanya, Abimanyu ingin meminta pada ibunya agar membuang saja gadis itu. Jujur, Abimanyu kurang menyukai kehadiran Chelsi. Bahkan sangat! Sebab kasih sayang ayah dan ibunya mulai terbagi pada gadis itu. Terlebih, Abimanyu menyimpan perasaan pada Chelsi. "Bagaimana caranya membuang perasaan bodoh ini?!"Terdengar bunyi mengkriuk lapar dari perut sang pria. Abimanyu memutuskan untuk turun ke lantai bawah. Melewati kamar yang dalamnya bernuansa warna pink itu, Abimanyu terhenti sekejap. Terus jalan lagi. Hasratnya ingin masuk ke dalam sebenarnya. Rum

  • Kekhilafan Satu Malam   Bab 170: Rasa yang Tersesat

    Sudah berhari-hari kini Chelsi tinggal di kediaman Adipati. Dia mulai mengakrabkan diri dengan semua hal yang ada di rumah besar itu. Baik dengan kedua orang tuanya, para ART, peraturan, ruangan, aktivitas, bahkan perabotan. Hanya satu hal yang belum Chelsi akrabkan. Abimanyu. Semenjak Chelsi menginjakan kaki di rumah Adipati sebagai putri kandung Affandi dan Binar, keberadaan sang abang tersebut seperti hilang di telan bumi. Abimanyu tak pernah pulang ke rumah, hampir seminggu malah sekarang. Binar khawatir tentang keberadaan sang putra. Ditelepon pun, ponsel pria itu tak aktif. Hal tersebut makin membuat hati Binar tak tenteram. "Iya, Bang Abi ke kantor beberapa hari yang lalu. Hanya sebentar, karena dia harus keluar negeri mengurusi tender di sana." Penjelasan Angkasa lewat telepon sedikit membuat Binar mengembuskan napas lega. Tapi masa sesibuk itu Abimanyu, sampai tak punya waktu sedikit pun buat bicara dengan ibunya. Binar memilih mengirimkan

  • Kekhilafan Satu Malam   Bab 169: Keluarga Baru

    "Chelsi." Gadis itu sedikit tersentak ketika kedua bahunya dipegang oleh Syeira."Ah, iya. Kenapa?" Chelsi menatap Syeira dengan sorot kebingungan. "Ayo, masuk." Syeira merangkul gadis manis itu. "Saya nggak nyangka, ternyata kamu putrinya Binar dan Affandi. Kamu tidak pernah tau, seterpukul apa dulu Binar saat bayinya dinyatakan meninggal di ruang inkubator."Chelsi tertegun mendengar hal tersebut. Dia menatap Binar yang sejak tadi menatapnya dengan mata basah. Terasa sakit hati gadis itu melihat wajah Binar yang terus-terusan meneteskan air mata itu. Lantas pandangannya mengarah ke Affandi. Petugas medis itu juga tampak basah matanya, dengan wajah memerah, berusaha menahan tangis. Apakah benar, kedua orang tersebut adalah orang tuanya? Chelsi bahkan tak berani bermimpi untuk hal itu. "Sini." Affandi meraih lengan halus Chelsi, mengajaknya agar lebih menempel padanya. Telapak tangannya, Affandi letakkan di dada sendiri seray

  • Kekhilafan Satu Malam   Bab 168: Putriku!

    Serempak mata orang-orang di dalam ruangan tersebut membulat sempurna. Terlebih Vena, tubuh wanita itu menegang dengan bulir-bulir yang mulai mencuat di pelipis. Tungkainya melemas. Perlahan, dia memutar kepalanya, melihat sang putri yang masih dicekal erat oleh petugas medis kesehatan itu. Sementara Chelsi hanya menatap Affandi dengan tatapan syok. Mana mungkin? Tapi benarkah? Pikiran dan perasaan gadis itu campur aduk. Lalu dia menatap sang ibu--Vena. Mata Chelsi berkaca-kaca, melihat wajah memucat ibunya. Apakah mungkin yang dikatakan sang dokter benarkah nyatanya? Dia ...."Lepaskan putriku, Venuska!" Kembali Affandi bersuara tegas, menatap tajam pada Vena. Jelas hal tersebut membuat nyali wanita itu menciut. Tapi tidak, Chelsi tetap putrinya!"Tidak! Dia anakku! Dia putriku. Hanya putriku!" Vena menarik kembali Chelsi, agak kasar. Namun, Affandi tetap menahan."Sakit," r

  • Kekhilafan Satu Malam   Bab 167: Menjenguk Binar

    Akhirnya, Abimanyu, Chelsi, juga Angaksa pergi ke rumah sakit. Abimanyu dan Chelsi semobil? Tentu saja tidak. Gadis itu semobil dengan calon suaminya. Membiarkan dada Abimanyu terbakar di mobil lainnya sana.Abimanyu memilih melajukan kecepatan mobilnya di atas rata-rata. Pergi entah ke mana. Hendak mendinginkan dulu perasaannya yang memanas.**"Saya di sini saja, Bu. Nggak usah masuk ke dalam." Seorang wanita berusia senja itu, tampak sungkan ketika lengannya ditarik oleh Syeira masuk ke ruang rawat Binar. Lebih tepatnya, dia takut masuk ke dalam. Takut bertemu dengan si petugas medis yang dulunya pernah menjadi mantannya itu.Tadi, di saat mereka kembali bertemu demi membahas tentang pernikahan Angkasa dan Chelsi, tiba-tiba Affandi menelepon, memberitahukan berita gembira. Jika Nona kesayangannya telah sadar dari koma. Jelas hal tersebut juga menjadi s

  • Kekhilafan Satu Malam   Bab 166: Toko Perhiasan

    Biasanya, jika Abimanyu dulu terpaksa harus mengantar Friska, maka gadis itu akan berceloteh panjang lebar hingga membuat kuping Abimanyu terasa panas. Bukan hanya itu, Friska juga suka sekali menempel pada lengan berotot Abimanyu. Hingga membuat sang pria gerah juga geram setengah mati.Namun sekarang, hampir lima belas menit perjalanan pun, gadis berkuncir kuda itu belum juga membuka suara. Dia hanya menoleh ke arah luar jendela. Memerhatikan gedung-gedung yang berpapasan dengan mereka. Diamnya Friska malah membuat perasaan Abimanyu tak enak. Abimanyu memang lebih menyukai suasa yang hening ketimbang ribut, tetapi diamnya Friska malah membuat pria itu resah.'Kau terlihat seperti jalang yang haus belaian.' Lagi, kalimat itu mengusik pikiran Abimanyu. Dia tak ingat betul kalimat apa saja yang meluncur dari mulutnya saat emosi waktu itu. Tapi yang Abimanyu tahu, kemungkinan salah satu ucapannya benar-b

  • Kekhilafan Satu Malam   Bab 165: Binar Siuman

    Perlahan-lahan, kelopak mata yang tampak lemah itu berkedip pelan. Ingin membuka mata, tetapi silau mentari begitu menusuk. Kembali dia menutup mata erat. Tangannya terasa menyentuh sebuah permukaan berbulu lebat. Sebuah rambut. Diusapnya rambut tersebut dengan pelan. Aksinya tersebut malah mengganggu tidur si empu rambut. Abimanyu menggeliat, dan gesekan kepalanya pada samping perut sang ibu, membuat si empu perut melenguh. Melotot langsung kedua bola mata itu."Mah?" Abimanyu bangkit berdiri, memanggil ayahnya yang tidur di samping sofa di belakangnya."Tangan Mama gerak lagi." Hati Abimanyu berdesir hangat. Sangat bahagia melihat wajah ibunya yang terus menunjukkan respon aktif."Nona?" Affandi mengusap pipi Binar, tampak berkaca-kaca mata petugas medis itu melihat bibir Binar yang bergerak-gerak."A--bi ..., bagai-mana kead---"

  • Kekhilafan Satu Malam   Bab 164: Kalahkan Abimanyu Dulu

    Dua sejoli yang saling membulat matanya itu sama-sama menatap tanpa berkedip. Abimanyu masih tetap menahan pinggang Chelsi, sedangkan gadis itu meringis ketakutan dengan debaran jantung yang menggila mendengar suara panggilan di luar pintu. Itu suara Syeira. Bagaimana jika ibunya Angkasa tersebut melihat dirinya dan Abimanyu dalam satu kamar, dipeluk sang pria pula."Pak, saya mohon, lepaskan saya," cicit gadis itu menatap wajah Abimanyu di samping kiri kepalanya."Kenapa, hmm?" Abimanyu malah mendekatkan wajahnya di bahu Chelsi, membuat debaran jantung gadis itu kian jadi. Serasa hampir meledak saja jantungnya."Chelsi, kamu masih di dalam 'kan?" Syeira kembali mengetuk pintu."Pak, saya mohon." Chelsi meringis, menjauhkan wajahnya dari rahang Abimanyu yang kasar karena bulu-bulu tipis yang memenuhi pipinya."Aku mau mele

  • Kekhilafan Satu Malam    Bab 163: Perasaan Abimanyu

    Melihat Abimanyu yang bergerak mendekat setelah menutup pintu, Chelsi menatap waspada. Terlebih dirinya yang hanya mengenakan handuk, tumpahan air minum tadi lumayan membuat gaunnya basah parah. Syeira menyarankan agar Chelsi mengganti pakaian basah tersebut dengan gaunnya."Pak, keluar dari sini!" Chelsi gegas menarik selimut menutupi tubuhnya.Abimanyu terus mengayunkan langkah dengan tatapan yang tak bisa diartikan. Chelsi mundur perlahan dengan tatapan yang tak terlepas dari mata elang itu. Abimanyu terus mendekat, mengikis jarak, terus, dan terus. Sampai membuat gadis yang membalut tubuhnya dengan selimut itu terpojok di dinding.Chelsi kelabakan. Mengerjap beberapa saat, dan menoleh ke belakang. Lalu kembali mendongak, menatap mata elang itu yang berada tepat di depan keningnya. Dia hendak kabur, tetapi Abimanyu sigap menekan dinding sebelah kiri gadis itu. Chelsi henda

DMCA.com Protection Status