Beranda / Romansa / Kekhilafan Satu Malam / Bab 83: Mengemis Cinta, Ingin Rujuk Kembali

Share

Bab 83: Mengemis Cinta, Ingin Rujuk Kembali

Penulis: Ngolo_Lol
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Ya sudah, baiknya kita tinggalin dulu mereka berdua. Jangan pada berkumpul di sini. Berikan Bang Aiman udara." Setelah menarik napas yang terasa sesak, Affandi berusaha profesional.

Ambar mengangguk, lalu melangkah mendekati Aiman yang ada di ranjang. Mengusap bahu putra sulungnya itu, lantas mengusap kepala Binar dengan sayang, tak lupa juga mengusap perut buncit Binar.

"Sehat-sehat untuk kalian semua." Ambar berucap dengan mata berkaca-kaca. Tampak terharu dengan kedatangan Binar yang mampu membuat putranya siuman.

"Terima kasih, Bu." Binar kembali berucap formal.

Ambar melirik Syeira yang masih berdiam di pojok sambil meremas punggung tangannya, sedih dan ketakutan. Takut sampai Aiman menceraikannya, takut sampai Ambar membencinya sebab sudah membohongi dia soal momongan. Sementara Susan selalu setia di samping putrinya. Mengusap-usap bahu Syeira yang naik turun.

"Syeira, apa kamu tidak ingin mengatakan sesuatu pada Aiman?"<
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Mom's Reyva
haha...rak duwe isin mannn aiman...jangan mau binar...mending sama affandi...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Kekhilafan Satu Malam   Bab 84: Syeira Tak Hamil

    Aiman kembali tak sadarkan diri dengan kondisi yang melemah lagi. Binar keluar dari ruang ICU dengan perasaan bersalah, mungkin tak seharusnya dia langsung mengacaukan pikiran pria itu dengan menolak keinginannya tadi. Aiman baru saja sadar dari kritis, harusnya Binar mungkin memaklumi dulu permintaan pria itu yang menurutnya aneh. Untuk apa lagi Aiman meminta rujuk kembali, sementara dia sudah punya Syeira juga bayinya. Pikiran tersebut memenuhi pikiran Binar, apakah Aiman mengajaknya bersama hanya untuk mengambil anak yang dikandungnya saja? Kalau seperti itu, Binar tentu tak akan pernah mau. Bayi itu miliknya saja! "Kamu di sini, toh. Dari tadi Mbah cari-cari!" Wanita tua dengan baju kaus panjang itu, setengah berseru saat melihat Binar duduk di sebuah bangku taman rumah sakit. Mbah Mai sudah tahu jika Binar ada di ruang ICU menemui mantan suaminya, diberitahu oleh Affandi sebelumnya. Namun, sesampainya di sana, Mbah Mai tak menemukan sang anak angkat itu. Mba

  • Kekhilafan Satu Malam   Bab 85: Menginginkan Binar Kembali

    "Masuk, silahkan masuk, Bu!" Mbah Mai menarik sebuah bangku. Namun, sang tamu tak sedikit pun mengalihkan pandangan ke arahnya. Sang tamu tetap menatap lekat pada Binar yang tampak mengernyitkan alis, bingung dengan kehadiran wanita sosilita itu di tokonya. "Mau pesan kue apa, Bu?" Mbah Mai kembali bersuara, tetapi Ambar hanya menggeleng pelan menanggapi. Tatapannya masih lekat pada Binar. Pada kandungannya, pada penerus keluarganya. Ambar mendekat pada Binar. "Bagaimana keadaanmu? Keadaan kandunganmu?" tanyanya to the point. Binar hanya mengangguk pelan, lantas menjauh sedikit. Merasa risi juga bingung dengan Ambar yang tiba-tiba peduli dengan dirinya, apalagi sampai mengunjungi toko kuenya. "Maaf, Bu Ambar tau tempat ini dari siapa?" Binar bertanya basa-basi, mengusir ketegangan yang menemani. "Dari Affandi." Ambar menjawab santai sambil mengedarkan pandangan ke sekitar. Binar merasa terperangah mendengar jawaban Ambar. J

  • Kekhilafan Satu Malam   Bab 86: Binar Kalah

    Mobil sliver yang dikendarai Affandi, memasuki pekarangan rumah yang begitu sejuk. Sebuah rumah berbadan beton yang kokoh dengan cat putih merah terpampang di depan mata. Ya, akhirnya Binar mengalah. Dia mengiyakan permintaan Affandi untuk datang ke rumah. Ingin melihat kondisi Aiman. "Apa kau marah padaku, Nona?" Affandi melepaskan sabuk pengaman. Entahlah, rasa bersalah tiba-tiba menjalari dada petugas medis itu. Benarkah langkahnya mengajak Binar ke rumah orang tuanya? Affandi tak berdaya dengan permintaan Ambar yang memohon agar mengajak Binar tinggal bersama mereka. Affandi begitu menyayangi Ambar, terlebih di saat Ambar mulai menganggapnya ada. Affandi tak berani untuk menolak keinginannya. "Kenapa aku harus marah?" Binar bersiap untuk turun. "Maaf, jika aku sudah mengajakmu ke sini." Berubah pikiran pula petugas medis itu. "Jika kamu nggak ingin masuk ke dalam, maka aku akan segera membawamu pulang," tawarnya. Binar menatap bangunan bes

  • Kekhilafan Satu Malam   Bab 87: Tinggal di Rumah Orang Tua Aiman

    "Ya, nggak apa-apa, Mbah bisa atur semuanya. Di sini juga sudah ada beberapa tetangga yang mau kerja sama Mbah. Kamu di sana hati-hati ya, jangan lupa makan, jangan sedih, dan jangan banyak pikiran," ucap Mbah Mai di seberang sana lewat panggilan via telepon. Binar sedang meneleponnya, ingin berpamitan tinggal di rumah Aiman. Binar hanya mendengarkan sederet pesan-pesan yang masih ingin dilontarkan wanita tua itu. Sesekali dia memandang Aiman yang duduk menyandarkan punggung di sandaran ranjang. Ya, Binar memutuskan untuk tinggal di rumah orang tuanya Aiman. Setidaknya, sampai pria itu sehat seperti sedia kala. "Nak Binar, apa ada Nak Dokter di sana?" tanya Mbah Mai. Binar menatap Affandi yang sedang berdiri di balkon. "Iya, ada, Mbah.""Tolong berikan ponselnya pada Nak Dokter, ada yang mau Mbah bicarakan dengannya."Binar pun mengayunkan kaki ke arah balkon, menghampiri Affandi yang sedang membelakanginya. Pria itu sedang fokus meman

  • Kekhilafan Satu Malam   Bab 88: Hanya Menginginkan Si Calon Bayi

    "Ka-kau di sini?" Syeira menggigit bibirnya sendiri. Lantas, memandang Affandi yang tampak datar. Mendengar suara Binar yang berdiri di ambang pintu, tentu membuat Syeira merasa syok. Wanita itu, wanita yang paling Syeira takuti hadir kembali di antara hubungan pernikahannya dengan Aiman, justru sekarang sedang berada di rumah mertuanya. Pasti Ambar yang menginginkan Binar untuk datang, sebab sekarang tahu dirinya tak hamil sama sekali, pikir Syeira kalut. "Kak Syeira mau menemui Bang Aiman? Dia baru aja selesai makan tadi?" Binar berusaha bersikap biasa saja, karena memang dirinya dan Aiman sudah tak punya hubungan apa pun lagi. Namun, perkataan Binar justru bagai cambukan derita di telinga Syeira. Binar baru saja dekat dengan suaminya. Hal tersebut menambah rasa sakit Syeira. Membuat dia cemburu. Syeira menggeleng cepat dengan tatapan nanar, lalu beringsut dan lari dari halaman rumah. "Kak Syeira!" Binar memanggil, tetapi tak digubris oleh w

  • Kekhilafan Satu Malam   Bab 89: Dia Milikku!

    Binar masuk ke kamar Aiman setelah selesai mandi. Wajah wanita hamil itu tampak segar, putih, bersih, juga berkilau. Pipinya yang tembem selalu menenggelamkan mata bulatnya ketika selarik simpul tercipta di wajahnya. Binar yang telah mengganti pakaian tidurnya dengan daster fuji merah muda bermotif kelinci itu, menyapa pelayan yang berpapasan dengannya sambil mendorong troll rak makanan yang diantar pada Aiman. "Pagi, Bang Aiman." Binar lanjutkan sapaannya pada Aiman. Pria yang di atas kursi roda itu hanya mengangguk singkat, sambil memindai penampilan Binar yang tampak ... mempesona. Membuat Aiman jatuh cinta berkali-kali, membuat Aiman terlena semabuk-mabuknya. Entah memang karena cinta yang membuat perasaan Aiman sebesar itu, atau karena emosinya pada Syeira, yang ingin membuat dia melampiaskan hasratnya pada Binar. Aiman tak tahu. Yang Aiman tahu, dia sangat ingin mendekap Binar, menghilangkan dahaga dan api yang membara di dadanya. "Bang Aiman sud

  • Kekhilafan Satu Malam   Bab 90: Menyelamatkan Bayi Atau Ibu Si Bayi?

    Di ruangan berwarna putih bersih dengan bau obat-obatan yang menusuk indra penciuman, wanita hamil itu meronta-ronta dengan mata mendelik tajam pada semua orang. Sesekali dia melingkarkan tangan diperutnya yang membuncit, sesekali mengigit bibir demi menahan rasa sakit yang menerjang perutnya, sesekali pula mencengkeram bantal dan ... tangan Affandi yang berdiri di sampingnya. "Pe-pergi ...! Aku, aku ... tidak--arh!" Binar mencengkeram bantal sambil memegang perutnya, lalu mendelik ke arah Affandi yang menatapnya nanar. Ada banyak yang diucapkan petugas medis itu, tetapi tak satu pun yang berhasil ditangkap oleh indra pendengaran Binar, sebab rasa sakit yang menjalar dari pinggang, ke tulang belakang, dan merambat naik di otaknya. Padahal sudah diberi suntik pereda rasa sakit, hanya saja dosisnya rendah. Wajah Binar dibanjiri keringat dingin, bahkan dia terlihat memucat. Dadanya naik turun dengan cepat. Sesekali dia mengangkat tubuhnya ke atas, lalu membantingnya

  • Kekhilafan Satu Malam   Bab 91: Usaha Penyelamatan

    "Allah Akbar ...."Pria berkemeja hitam dengan wajah yang tampak basah itu, melaksanakan gerakan salat dengan khusyuk, walaupun kakinya masih sakit jika ditekan saat duduk dan hendak berdiri. Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, Aiman kembali datang mendekat pada Yang Maha Kuasa. Bahkan pria itu telah lupa, kapan terakhir kalinya dia meminta pada Tuhan. Kehidupan yang mewah dan merasa mempunyai segalanya, membuat Aiman melupakan Yang Maha Kuasa, Yang Maha Segalanya. Aiman menengadahkan tangan, merayu, meminta, dan memohon pada yang Maha Kuasa untuk menyelamatkan nyawa Binar juga bayi yang dikandungnya. Jikalau bisa. Sudah berjam-jam pintu ruang operasi ditutup dan menyembunyikan kondisi terkini sang wanita hamil itu, Aiman tak tahu sampai sekarang bagaimana kondisi Binar, bagaimana kondisi jagoan kecilnya. Apakah mereka selamat, apakah ada salah satu dari mereka ..., ah, bahkan Aiman tak mampu untuk sekadar membayangkan kehilangan salah satunya. Walaupun dia

Bab terbaru

  • Kekhilafan Satu Malam   Bab 171: Pelecehan Abimanyu

    Malam kian larut, ditemani gerimis serta angin yang kencang. Abimanyu memanahkan tatapan pada rintik-rintik hujan yang menetes. Pikirannya tenggelam, entah ke mana. Beberapa kali dia mendengar sang ibu mengetuk pintu kamarnya, meminta dia agar keluar makan malam. Tapi Abimanyu memilih bungkam. Entahlah, rasanya Abimanyu belum bisa menerima keadaan jika Chelsi adalah adiknya. Rasanya, Abimanyu ingin meminta pada ibunya agar membuang saja gadis itu. Jujur, Abimanyu kurang menyukai kehadiran Chelsi. Bahkan sangat! Sebab kasih sayang ayah dan ibunya mulai terbagi pada gadis itu. Terlebih, Abimanyu menyimpan perasaan pada Chelsi. "Bagaimana caranya membuang perasaan bodoh ini?!"Terdengar bunyi mengkriuk lapar dari perut sang pria. Abimanyu memutuskan untuk turun ke lantai bawah. Melewati kamar yang dalamnya bernuansa warna pink itu, Abimanyu terhenti sekejap. Terus jalan lagi. Hasratnya ingin masuk ke dalam sebenarnya. Rum

  • Kekhilafan Satu Malam   Bab 170: Rasa yang Tersesat

    Sudah berhari-hari kini Chelsi tinggal di kediaman Adipati. Dia mulai mengakrabkan diri dengan semua hal yang ada di rumah besar itu. Baik dengan kedua orang tuanya, para ART, peraturan, ruangan, aktivitas, bahkan perabotan. Hanya satu hal yang belum Chelsi akrabkan. Abimanyu. Semenjak Chelsi menginjakan kaki di rumah Adipati sebagai putri kandung Affandi dan Binar, keberadaan sang abang tersebut seperti hilang di telan bumi. Abimanyu tak pernah pulang ke rumah, hampir seminggu malah sekarang. Binar khawatir tentang keberadaan sang putra. Ditelepon pun, ponsel pria itu tak aktif. Hal tersebut makin membuat hati Binar tak tenteram. "Iya, Bang Abi ke kantor beberapa hari yang lalu. Hanya sebentar, karena dia harus keluar negeri mengurusi tender di sana." Penjelasan Angkasa lewat telepon sedikit membuat Binar mengembuskan napas lega. Tapi masa sesibuk itu Abimanyu, sampai tak punya waktu sedikit pun buat bicara dengan ibunya. Binar memilih mengirimkan

  • Kekhilafan Satu Malam   Bab 169: Keluarga Baru

    "Chelsi." Gadis itu sedikit tersentak ketika kedua bahunya dipegang oleh Syeira."Ah, iya. Kenapa?" Chelsi menatap Syeira dengan sorot kebingungan. "Ayo, masuk." Syeira merangkul gadis manis itu. "Saya nggak nyangka, ternyata kamu putrinya Binar dan Affandi. Kamu tidak pernah tau, seterpukul apa dulu Binar saat bayinya dinyatakan meninggal di ruang inkubator."Chelsi tertegun mendengar hal tersebut. Dia menatap Binar yang sejak tadi menatapnya dengan mata basah. Terasa sakit hati gadis itu melihat wajah Binar yang terus-terusan meneteskan air mata itu. Lantas pandangannya mengarah ke Affandi. Petugas medis itu juga tampak basah matanya, dengan wajah memerah, berusaha menahan tangis. Apakah benar, kedua orang tersebut adalah orang tuanya? Chelsi bahkan tak berani bermimpi untuk hal itu. "Sini." Affandi meraih lengan halus Chelsi, mengajaknya agar lebih menempel padanya. Telapak tangannya, Affandi letakkan di dada sendiri seray

  • Kekhilafan Satu Malam   Bab 168: Putriku!

    Serempak mata orang-orang di dalam ruangan tersebut membulat sempurna. Terlebih Vena, tubuh wanita itu menegang dengan bulir-bulir yang mulai mencuat di pelipis. Tungkainya melemas. Perlahan, dia memutar kepalanya, melihat sang putri yang masih dicekal erat oleh petugas medis kesehatan itu. Sementara Chelsi hanya menatap Affandi dengan tatapan syok. Mana mungkin? Tapi benarkah? Pikiran dan perasaan gadis itu campur aduk. Lalu dia menatap sang ibu--Vena. Mata Chelsi berkaca-kaca, melihat wajah memucat ibunya. Apakah mungkin yang dikatakan sang dokter benarkah nyatanya? Dia ...."Lepaskan putriku, Venuska!" Kembali Affandi bersuara tegas, menatap tajam pada Vena. Jelas hal tersebut membuat nyali wanita itu menciut. Tapi tidak, Chelsi tetap putrinya!"Tidak! Dia anakku! Dia putriku. Hanya putriku!" Vena menarik kembali Chelsi, agak kasar. Namun, Affandi tetap menahan."Sakit," r

  • Kekhilafan Satu Malam   Bab 167: Menjenguk Binar

    Akhirnya, Abimanyu, Chelsi, juga Angaksa pergi ke rumah sakit. Abimanyu dan Chelsi semobil? Tentu saja tidak. Gadis itu semobil dengan calon suaminya. Membiarkan dada Abimanyu terbakar di mobil lainnya sana.Abimanyu memilih melajukan kecepatan mobilnya di atas rata-rata. Pergi entah ke mana. Hendak mendinginkan dulu perasaannya yang memanas.**"Saya di sini saja, Bu. Nggak usah masuk ke dalam." Seorang wanita berusia senja itu, tampak sungkan ketika lengannya ditarik oleh Syeira masuk ke ruang rawat Binar. Lebih tepatnya, dia takut masuk ke dalam. Takut bertemu dengan si petugas medis yang dulunya pernah menjadi mantannya itu.Tadi, di saat mereka kembali bertemu demi membahas tentang pernikahan Angkasa dan Chelsi, tiba-tiba Affandi menelepon, memberitahukan berita gembira. Jika Nona kesayangannya telah sadar dari koma. Jelas hal tersebut juga menjadi s

  • Kekhilafan Satu Malam   Bab 166: Toko Perhiasan

    Biasanya, jika Abimanyu dulu terpaksa harus mengantar Friska, maka gadis itu akan berceloteh panjang lebar hingga membuat kuping Abimanyu terasa panas. Bukan hanya itu, Friska juga suka sekali menempel pada lengan berotot Abimanyu. Hingga membuat sang pria gerah juga geram setengah mati.Namun sekarang, hampir lima belas menit perjalanan pun, gadis berkuncir kuda itu belum juga membuka suara. Dia hanya menoleh ke arah luar jendela. Memerhatikan gedung-gedung yang berpapasan dengan mereka. Diamnya Friska malah membuat perasaan Abimanyu tak enak. Abimanyu memang lebih menyukai suasa yang hening ketimbang ribut, tetapi diamnya Friska malah membuat pria itu resah.'Kau terlihat seperti jalang yang haus belaian.' Lagi, kalimat itu mengusik pikiran Abimanyu. Dia tak ingat betul kalimat apa saja yang meluncur dari mulutnya saat emosi waktu itu. Tapi yang Abimanyu tahu, kemungkinan salah satu ucapannya benar-b

  • Kekhilafan Satu Malam   Bab 165: Binar Siuman

    Perlahan-lahan, kelopak mata yang tampak lemah itu berkedip pelan. Ingin membuka mata, tetapi silau mentari begitu menusuk. Kembali dia menutup mata erat. Tangannya terasa menyentuh sebuah permukaan berbulu lebat. Sebuah rambut. Diusapnya rambut tersebut dengan pelan. Aksinya tersebut malah mengganggu tidur si empu rambut. Abimanyu menggeliat, dan gesekan kepalanya pada samping perut sang ibu, membuat si empu perut melenguh. Melotot langsung kedua bola mata itu."Mah?" Abimanyu bangkit berdiri, memanggil ayahnya yang tidur di samping sofa di belakangnya."Tangan Mama gerak lagi." Hati Abimanyu berdesir hangat. Sangat bahagia melihat wajah ibunya yang terus menunjukkan respon aktif."Nona?" Affandi mengusap pipi Binar, tampak berkaca-kaca mata petugas medis itu melihat bibir Binar yang bergerak-gerak."A--bi ..., bagai-mana kead---"

  • Kekhilafan Satu Malam   Bab 164: Kalahkan Abimanyu Dulu

    Dua sejoli yang saling membulat matanya itu sama-sama menatap tanpa berkedip. Abimanyu masih tetap menahan pinggang Chelsi, sedangkan gadis itu meringis ketakutan dengan debaran jantung yang menggila mendengar suara panggilan di luar pintu. Itu suara Syeira. Bagaimana jika ibunya Angkasa tersebut melihat dirinya dan Abimanyu dalam satu kamar, dipeluk sang pria pula."Pak, saya mohon, lepaskan saya," cicit gadis itu menatap wajah Abimanyu di samping kiri kepalanya."Kenapa, hmm?" Abimanyu malah mendekatkan wajahnya di bahu Chelsi, membuat debaran jantung gadis itu kian jadi. Serasa hampir meledak saja jantungnya."Chelsi, kamu masih di dalam 'kan?" Syeira kembali mengetuk pintu."Pak, saya mohon." Chelsi meringis, menjauhkan wajahnya dari rahang Abimanyu yang kasar karena bulu-bulu tipis yang memenuhi pipinya."Aku mau mele

  • Kekhilafan Satu Malam    Bab 163: Perasaan Abimanyu

    Melihat Abimanyu yang bergerak mendekat setelah menutup pintu, Chelsi menatap waspada. Terlebih dirinya yang hanya mengenakan handuk, tumpahan air minum tadi lumayan membuat gaunnya basah parah. Syeira menyarankan agar Chelsi mengganti pakaian basah tersebut dengan gaunnya."Pak, keluar dari sini!" Chelsi gegas menarik selimut menutupi tubuhnya.Abimanyu terus mengayunkan langkah dengan tatapan yang tak bisa diartikan. Chelsi mundur perlahan dengan tatapan yang tak terlepas dari mata elang itu. Abimanyu terus mendekat, mengikis jarak, terus, dan terus. Sampai membuat gadis yang membalut tubuhnya dengan selimut itu terpojok di dinding.Chelsi kelabakan. Mengerjap beberapa saat, dan menoleh ke belakang. Lalu kembali mendongak, menatap mata elang itu yang berada tepat di depan keningnya. Dia hendak kabur, tetapi Abimanyu sigap menekan dinding sebelah kiri gadis itu. Chelsi henda

DMCA.com Protection Status