Bab 78
"Iya, Bun. Bunda kenapa?" Axel tak kalah terkejut saat melihat perubahan mendadak yang terjadi di raut wajah perempuan renta itu. Wajahnya menjadi merah padam.
"Mereka berubah menjadi sepasang kekasih? Sepasang laki-laki dewasa dan perempuan yang juga tengah beranjak dewasa dan tinggal dalam satu atap?" Kali ini bunda Khadijah malah meremas tangannya.
"Maksud Bunda?"
"Kamu belum bisa belajar dari masa lalumu, Nak?" Lirih perempuan tua itu. "Sejarah tidak mesti harus terulang. Bukankah dulu kamu dan Winnie pernah tinggal bersama di apartemen? Apa yang kalian lakukan? Hmmm...."
Kali ini Axel yang terhenyak. "Maksud Bunda?" Lelaki itu menatap horor.
"Bunda tahu, Tuan Regan sangat menyaya
Bab 79Sebuah tepukan hangat mendarat di bahu Salwa."Daddy tidak bermaksud membuatmu bersedih. Namun, kamu harus tahu kebenarannya. Maafkan kelemahan Daddy waktu itu yang telah gagal menyelamatkan mommy kamu. Bahkan Daddy melakukan hal yang lebih fatal, yaitu tidak sempat menikahi mommy kamu, sehingga...." Lelaki itu tak melanjutkan ucapannya karena merasa tidak tega. Dia membawa Salwa ke dalam pelukannya."Aku tidak tahu harus ngomong apa, Om. Aku masih bingung dengan semua ini," ujar Salwa lirih. Air matanya kembali tumpah dan membasahi kemeja lelaki dewasa itu.Tanpa melepas pelukannya, lelaki itu berusaha menegakkan tubuh Salwa sehingga mereka bisa berdiri. Keduanya bergerak menjauhi makam itu dengan Bunda Khadijah yang berjalan mengekor di belakang.Sesampainya di mobil, Salwa memilih duduk di kursi depan, berdampingan dengan Axel. Sementara bunda
Bab 80Regan merangkak naik ke atas ranjang. Dia merebahkan tubuhnya dengan posisi miring menghadap gadis itu. Sebelah tangannya terulur mengangkat sedikit kepala Salwa, menjadikan lengannya sebagai bantalan. Salwa memiringkan tubuhnya sehingga wajah gadis itu sukses menyentuh dada bidang Regan. "Berceritalah, Sweety. Apa yang terjadi sebenarnya? Kamu terlihat sangat sedih," bujuk Regan. Dia sudah menerka apa yang terjadi di antara Salwa dengan Axel. "Ternyata Om Axel itu adalah Ayah kandungku, Daddy," lirihnya. "Iya, Sayang. Daddy sudah tahu itu," ujar Regan berbisik. "Apa yang harus kulakukan, Daddy?" Regan mengecup kening gadis Itu sekilas. "Tak ada yang perlu kamu lakukan. Hanya sekedar menerima. Bagaimanapun Axel adalah orang yang menyebabkan dirimu ada di dunia ini." "Semudah itu? Kenapa harus Om Axel, Daddy? Kenapa bukan orang lain saja?" keluhnya. "Emangnya ada apa dengan Axel? Apakah dia menyakitimu?" Regan menyelidik. Salwa menggelengkan kepala. "Tidak, tetapi Om Axel
Bab 81"Daddy sudah mengetahui semuanya?" suara Axel bergetar."Kamu pikir Daddy dan Mommy buta dan tuli, begitu?" teriak tuan Gunadi."Asal kamu tahu, nyonya Jihan sudah menceritakan semuanya kepada Mommy. Hanya saja beliau tidak pernah menyampaikan semua ini kepada Regan, karena tidak sampai hati dengan putra kesayangannya. Nyonya Jihan tidak pernah menceritakan kepada Regan, jika sebenarnya istri yang sangat dicintainya itu adalah bekas kamu!" sergah nyonya Elina."Oke, kalau memang kalian semua sudah tahu semua ini." Axel merentangkan tangan."Jadi aku tidak perlu menutup-nutupi lagi kebenaran ini. Salwa adalah putriku dan aku meminta agar perjodohan Regan dengan Chintya dibatalkan, karena Regan tidak mencintai Chintya. Regan mencintai Salwa, putriku!" tegas Axel."Apa?" teriak Nyonya Elina. Perempuan tua itu menghentakkan kaki ke lantai. Dia benar-benar marah. "Perjodohan Regan dengan Chintya itu sudah lama kami rencanakan. Hanya saja belum juga terwujud. Apalagi setelah Regan me
Bab 82 Chintya berdiri di depan pintu dengan tubuh gemetar. Baru kali ini ia mendengar Axel bertengkar hebat dengan kedua orangtua mereka. Suara Axel yang menggelegar, mengimbangi suara orang tuanya yang tak kalah keras. Chintya mendengar jelas apa yang mereka bicarakan. Axel tengah memperjuangkan keberadaan Salwa, putri biologisnya agar bisa di akui di keluarga Gunadi Wijaya. Selama ini ia tidak terlalu dekat dengan kakaknya. Sekarang ia baru tahu siapa sebenarnya seorang Axel. Axel yang keras dan tegas. Malah kalau dipikir-pikir, sifat Axel ini mirip sekali dengan Regan. Pantas saja selera mereka terhadap perempuan juga serupa. Chintya buru-buru menutup pintu kamar pribadinya kembali saat melihat sosok lelaki itu mulai menapaki anak-anak tangga dan bersiap akan masuk ke dalam kamarnya yang memang bersebelahan dengan kamar Chintya. Chintya merebahkan tubuhnya di pembaringan. Perempuan yang hanya mengenakan gaun tidur yang sangat tipis itu berpikir keras. Orang tuanya bisa saja me
Bab 83Waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Namun Regan baru keluar dari gedung RVM group. Dia sengaja mengulur waktu dengan membersihkan diri di ruangan pribadinya di kantor, kemudian berganti pakaian. Penampilannya kini sama sekali tidak mengesankan kapasitasnya sebagai seorang CEO dari perusahaan media ternama di negeri ini. Meskipun tetap menggunakan celana bahan tetapi ia menggunakan kemeja lengan panjang yang digulung hingga menyentuh siku. Di ruangan pribadinya di kantor memang selalu tersedia pakaian ganti.Wajahnya terlihat fresh dan kadar ketampanannya meningkat berkali-kali lipat. Dia terlihat lebih muda dari usianya. Lelaki berumur tiga puluh tujuh tahun itu dengan santai keluar dari lift dan menuju mobil yang terpakai tidak berapa jauh dari tempatnya pertama kali melangkah.Sepuluh menit kemudian, Regan telah berjibaku dengan kemacetan ibu kota menuju sebuah kafe untuk menemui seseorang yang sangat tidak ingin ditemuinya saat ini.Jika bukan karena nyonya Elina yang
Bab 84Dua mobil mewah itu terlihat melaju beriringan di jalan raya. Chintya terus berusaha agar ia tak kehilangan jejak. Namun kemacetan parah di salah satu ruas jalan menghalangi pergerakan Chintya. Mobil Regan sudah jauh berada di depan dan hilang dari pandangannya.Tak kehilangan akal, Chintya menyalakan ponsel dan mencari aplikasi pelacak lokasi. Ketika kemacetan mulai terurai, ia langsung tancap gas. Perjalanan menuju apartemen yang di huni oleh Regan dan Salwa sudah tidak berapa lama lagi. Dia harus segera mengejar lelaki itu, mencegahnya agar jangan sampai ke apartemen."Sial! Lagi-lagi macet!" maki Chintya sembari memukul stir. Dia kembali terjebak pada kemacetan, bahkan kali ini lebih parah dari sebelumnya. Padahal ia sudah hampir kawasan gedung pencakar langit itu.Chintya menatap nanar dari balik kaca mobil. Mobil-mobil yang bersusun seperti parade dan ia terjebak di tengah-tengah, tak bisa keluar. Sementara mobil Regan semakin tak terkejar.Beberapa puluh menit kemudian,
Bab 85Gadis itu mengerang antara sadar dan tidak. Namun matanya masih terpejam. Suara lirih yang di maknai Regan sebagai penerimaan atas semua perlakuannya. Ciuman yang semula lembut kemudian ritmenya kian cepat dan menuntut. Puas mengeksplore bibir kekasihnya, Regan turun sedikit ke bawah, mencumbui leher dan tulang selangka gadis itu, mengukir bukti kepemilikan atas tubuh kekasihnya. Pandangannya menggelap. Tanpa sadar tangannya bergerilya membuka kancing-kancing bagian depan, melepaskan gaun penutup tubuh indah Salwa dengan sekali sentakan. Regan melemparkan benda itu ke sembarang arah. "Cantik sekali kamu, Sayang...." Pemandangan ini baru pertama kali di lihatnya. Regan tak menyangka, gadis kecil yang dulu seringkali di gendongnya, ternyata kini memiliki tubuh yang sangat indah. Kulitnya putih serupa pualam. Dalam keadaan nyaris polos, Salwa adalah boneka hidup yang menjebol gawang keimanannya malam ini. Gelombang hasrat di tubuhnya yang di picu oleh obat laknat itu telah sempu
Bab 86Gadis itu terdiam. Hanya air matanya yang kembali tumpah. Meskipun tidak pernah mengenal hubungan cinta dengan lelaki manapun sebelumnya, tetapi Salwa tidak polos-polos amat. Dia cukup mengerti apa efek yang di timbulkan apabila obat itu terminum oleh seseorang. Pilihan ini terasa sangat sulit dan ia bisa membayangkan perjuangan Regan untuk menahan semuanya hingga akhirnya bisa sampai ke apartemen ini. Akal sehatnya tentu saja tidak mungkin membiarkan Regan berhubungan dengan wanita manapun, kecuali dirinya. Yang jadi masalah, status mereka yang hanya sekedar sepasang kekasih, bukan suami istri. Apapun, ia tak bisa membenarkan perbuatan ini. Regan dan dirinya tetap saja salah. "Maaf." Kata-kata itu berulangkali Regan ucapkan. Dia sadar sepenuhnya, perbuatannya telah melanggar janji yang pernah ia ucapkan kepada gadis itu. Dia seperti menjilat ludahnya sendiri, yang katanya akan sabar menunggu dua atau tiga tahun lagi sampai gadis itu benar-benar siap untuk menjadi istrinya.
Bab 123Sebidang lahan kosong yang sedianya akan digunakan untuk pembangunan gedung RVM group yang baru telah disulap menjadi sebuah tempat pesta yang megah. Tenda-tenda yang besar dipasang untuk menampung semua tamu yang datang. Tempat ini digunakan untuk tempat jamuan para tamu undangan, mengingat seluruh karyawan RVM group diundang tidak terkecuali, mulai dari jajaran direksi sampai OB dan petugas cleaning service.Sementara itu, di sebuah aula dalam gedung RVM group juga dihias dengan indah. Di salah satu bidang dinding terdapat kursi pelaminan yang juga sangat megah. Namun, orang-orang yang bisa masuk ke dalam aula ini hanya kalangan terbatas. Ini atas permintaan Regan sendiri yang tidak mau istrinya kelelahan, lantaran terlalu banyak menerima ucapan selamat dari para tamu.Hal yang paling membahagiakan bagi Salwa adalah kehadiran Bunda Khadijah, ustadzah Aisyah dan ustadz Rasyid. Pada acara siang ini, Salwa mengenakan gaun pengantin muslimah bernuansa biru muda. Perempuan muda i
Bab 122Sejak pintu pesawat terbuka dan ia mengiringi langkah sang suami menuruni tangga pesawat, dada Salwa serasa diketok-ketok. Dia terus memegangi lengan sang suami yang kondisinya justru berbanding terbalik dengannya.Lelaki yang kini berumur 38 tahun itu nampak seperti pahlawan yang baru saja memenangkan peperangan. Tubuhnya yang tegap begitu bangga menggendong putri mungilnya. Wajahnya tak henti menebarkan senyum kepada orang-orang yang menyambut kedatangannya malam ini."Selamat datang kembali di Indonesia, putriku!" Axel berlari kecil, tak sabar menghampiri putrinya. Lelaki itu memeluk putrinya sekilas kemudian mengambil alih baby Airin yang masih berada dalam gendongan Regan.Kedua lelaki itu saling menggenggam dan tersenyum, seolah tak memperdulikan apa yang tengah Salwa rasakan saat ini. "Para lelaki memang tidak peka," keluhnya pada diri sendiri. Namun ia tetap tersenyum dan larut dengan kebahagiaan orang-orang di sekelilingnya.Meskipun Salwa ingin menolak, tetapi ia t
Bab 121"Hmmm... Menurutmu?" sahut Jihan tenang. Dia tahu persis putranya sangat cerdas dalam membaca situasi."Selalu ada timbal balik di setiap apa yang kita lakukan," jawab Jihan diplomatis."Tuh, akhirnya Mommy sudah mengakui, kan?" Lelaki itu tersenyum kecut. "Apa yang Mommy inginkan dari kami?""Pulanglah ke Indonesia, bawa Istri dan anakmu dan tinggallah bersama Mommy. Itu yang Mommy inginkan. Sangat sederhana, kan?" pinta Jihan tenang."Apa yang sedang Mommy rencanakan?" Regan berusaha mengikis jarak diantara mereka dengan menatap lekat wajah tua itu."Tidak ada. Aku hanya ingin menimbang cucuku. Kamu tahu, kan? Itu impian terbesar Mommy sejak dulu.""Aku tahu, tapi Salwa bukanlah istri yang Mommy inginkan." Regan menghela nafas."Kamu mencurigai Mommy?" Spontan Jihan membentak."Regan, dengarlah. Mommy tidak pernah mempersoalkan dari rahim siapa anakmu lahir. Bahkan bukankah Mommy dulu pernah mengusulkan agar kamu menitipkan benihmu di rahim ibu pengganti?" Perempuan tua itu
Bab 120Sebuah tepukan akhirnya yang menyadarkan Axel dari keseriusannya berbicara dengan sang menantu."Daddy? Kok Daddy ada disini?" Lelaki itu seketika berdiri melihat sosok tubuh tua yang menatapnya penuh kehangatan. Axel memeluk tubuh itu dan tuan Gunadi pun menggenggam erat tangannya.Regan pun tak kalah terkejut saat mendapati sesosok perempuan tua yang berdiri di samping tuan Gunadi."Mana cucu Mommy? Pasti cantik, kan?" Perempuan tua itu tersenyum hangat, senyum yang tak pernah Jihan perlihatkan kepada Regan selama belasan tahun."Cucu Mommy perempuan dan sangat cantik. Dia sangat mirip denganku," ucap Regan terbata-bata. Dadanya seketika berdesir."Benarkah? Bolehkah Mommy melihatnya?" tanya Jihan.Meskipun di benak keduanya masih penuh dengan berbagai pertanyaan, akhirnya Regan mengizinkan tuan Gunadi dan mommy Jihan masuk ke dalam ruangan tempat Salwa dan bayinya dirawat.Salwa sangat terkejut. Dia tak menyangka kedua orang itu akan sampai ke sini. Dia hanya bisa diam dan
Bab 119Ini adalah kali pertama Regan menghadapi persalinan seorang wanita. Tak terbayangkan, betapa risaunya ia melihat Salwa yang merintih kesakitan. Sembari tetap menggenggam tangan perempuan itu demi untuk menenangkannya, Regan terus berdoa dalam hati.Beberapa orang berpakaian putih di sekelilingnya mulai melakukan tugasnya masing-masing. Dokter Emily yang spesialis kandungan mulai mengecek kondisi Salwa."Nyonya Salwa sudah pembukaan empat, Tuan. Kami akan segera memberikan suntik epidural untuk menawar rasa sakitnya," ujar seorang dokter perempuan yang bertugas melakukan anestesi.Regan mengangguk. Dia membantu istrinya untuk duduk. Lagi-lagi Salwa meringis.Sembari dokter perempuan itu melaksanakan tugasnya, Regan menatap istri kecilnya prihatin. Sebenarnya dia tidak rela Salwa harus melahirkan semuda ini, di saat perempuan itu belum siap menerima rasa sakit di dalam proses persalinan. Secanggih apapun metodenya, tetap saja yang namanya melahirkan itu rasanya sakit.Setelah me
Bab 118Salwa bermaksud membantah, tapi jemari lelaki itu begitu ketat menempel di bibirnya. "Jangan memikirkan apapun. Semua perubahan yang terjadi pada keluarga kita, nyatanya tak akan bisa merubah apapun. Kita akan tetap bersama seperti ini." Lelaki itu melepaskan tangannya lalu mengecup bibir ranum itu berkali-kali. "Daddy sengaja membawa kamu ke Amerika, bukan karena takut dengan gangguan mereka, tetapi agar kamu merasa lebih rileks dan merasakan suasana baru. Lagi pula sudah lama sekali Daddy tidak mengunjungi keluarga di sana dan juga makam daddy Richard. Nanti kita ziarah ya. Daddy ingin mengenalkan istri dan calon anak daddy, meskipun yang kita datangi hanya sekedar makamnya saja." Salwa melihat lelaki di sampingnya seperti menahan sebuah kesedihan. Seperti ada luka lama yang disembunyikan oleh suaminya. Salwa tak tahu seperti apa luka itu. Salwa merasa ada rahasia yang ia sendiri tidak tahu meskipun belasan tahun mereka bersama. "Aku akan senang sekali bisa berkenalan den
Bab 117"Aku pasti akan selalu merindukanmu, Pa," sahut Salwa sendu. Baru saja ia merasa mendapatkan kasih sayang seorang ayah, kini tiba-tiba dia harus terpisah lagi. Namun Salwa percaya semua ini demi kebaikannya. Salwa percaya penuh kepada suami dewasanya itu.Axel kian erat memeluk tubuh Salwa. Rasanya dia tak ingin terpisah dari putri kesayangannya. Namun dia sudah menitipkan Salwa kepada Regan dan ia percaya lelaki itu pasti mampu membimbing putrinya untuk menjadi perempuan yang lebih baik lagi.Salwa menyusut air matanya dengan ujung jilbab. Sementara Axel beralih memeluk Regan, menepuk bahu lelaki itu. Keduanya berpegangan tangan erat, seolah saling menguatkan satu sama lain."Sebelum kalian meninggalkan negara ini, ada seseorang yang ingin bertemu dengan kalian." Axel memutar tubuhnya, lantas melambaikan tangan kepada seorang lelaki tua yang sejak tadi berdiri agak jauh dari tempat itu. Namun mata elangnya tak lepas mengamati semua keharuan yang terjadi."Tuan Gunadi?" Salwa
Bab 116"Lihatlah, ini akibat dari kecerobohanmu!" Tuan Gunadi melemparkan sebuah map berwarna coklat tua kepada istrinya."Daddy!" teriak Chintya. Dia melihat tatapan daddynya yang sangat menyeramkan. Tidak pernah tuan Gunadi sampai semarah ini kepada mereka berdua."Apa ini, Dad?" tanya nyonya Elina sembari membuka map yang diberikan oleh suaminya."Kamu lihat dan baca isi map itu," tunjuk tuan Gunadi kepada map yang berada di pangkuan istrinya.Lelaki itu mendaratkan tubuhnya duduk di hadapan sang istri sementara Nyonya Elina mulai membuka dan membaca isi map tersebut."Tidak mungkin! Ini tidak mungkin terjadi. Ini pasti hanya prank, kan?" Nyonya Elina histeris setelah beberapa menit kemudian. Dia melempar map itu ke sembarang arah."Prank, katamu?? Kau pikir ini sebuah lelucon?! RVM group membatalkan kerjasama dan kita mengalami kerugian besar!" Mata itu berkilat-kilat di terpa cahaya lampu yang tergantung di langit ruangan."Tetapi kenapa mereka sampai melakukan hal tidak profesi
Bab 115"Bagaimana bisa? Kenapa sampai gagal? Gimana sih kerja kalian?" teriak nyonya Elina kepada seseorang di seberang telepon. Perempuan tua itu bahkan menghentakkan kakinya ke lantai. Dia sangat kesal, karena rencananya untuk menyingkirkan Salwa dan juga janin di dalam kandungannya gagal total. Ini adalah kegagalan yang pertama kali setelah sebelumnya 20 tahun yang lalu, setelah itu 3 tahun kemudian, dia berhasil menyingkirkan Winnie dan Airin dari kehidupan Axel, putranya. "Gagal?" sembur Chintya. Perempuan itu seketika mendongakkan wajah. Perhatiannya teralih kepada sang mommy setelah sebelumnya ia sibuk memainkan ponsel. "Mereka gagal, Chintya. Kakakmu sendiri yang langsung turun tangan menyelamatkan anak haramnya itu!" Akhirnya nyonya Elina kembali duduk di sisi putrinya. Wajahnya memerah dalam amarah. Nyonya Elina memijat pelipisnya. Dia tidak habis pikir, kenapa kali ini dia gagal? Orang-orangnya adalah orang yang terlatih dalam urusan culik menculik. Mereka bergerak sang