Bab 93Selama beberapa hari menjalani hari-harinya di panti, Salwa tak lepas dari pengawasan bunda Khadijah. Bahkan ia tidur dengan perempuan renta itu. Bunda Khadijah sadar, gadis itu bukan cuma frustasi karena sudah kehilangan mahkota kewanitaannya, tetapi juga dengan kenyataan bahwa Axel lah pelaku aborsi paksa mommy angkat kesayangannya.Selama itu pula bunda Khadijah membimbingnya untuk menjalankan kewajiban umat muslim, shalat lima waktu. Salwa sudah mulai lancar sekarang. Dia tak segan berbaur dengan adik-adiknya penghuni panti asuhan untuk shalat berjamaah.Sejak memutuskan tinggal di panti asuhan, Salwa memutuskan untuk menonaktifkan ponsel. Dia tak ingin ketenangannya terganggu, walaupun ia tahu pasti dua orang lelaki itu akan mencarinya.Panti asuhan ini bukanlah tempat yang susah untuk di temukan, apalagi bagi dua orang lelaki berkuasa seperti Axel dan Regan. Mata dan telinga mereka ada di mana-mana.Namun sampai sejauh ini, Salwa belum menemukan hal mencurigakan di sekita
Bab 94"Ya, Gio. Ada apa?" sahut Regan. Benda pipih itu sudah menempel di telinganya. "Nona Salwa sekarang berada di panti asuhan Kasih Ibu, Tuan," lapor Gio di seberang telepon. "Panti asuhan Kasih Ibu?" Regan berusaha mengingat-ingat. Dulu ia bersama Airin memang pernah mengunjungi sebuah panti asuhan yang terletak di desa terpencil. Hanya saja kunjungan itu sudah lama sekali. Dia tidak ingat lagi dimana letak panti asuhan tempat dulu Salwa pernah tinggal. "Betul, Tuan. Kemungkinan dari saya, tempat itu adalah tempat dimana nona Salwa pernah tinggal. Tetapi itu tidak bisa di buktikan, Tuan. Saya sudah meretas data-data panti sejak dua puluh tahun yang lalu dan nama nona Salwa tidak ada di sana," papar Gio. "Itu tidak penting, Gio. Tapi apakah gadis itu baik-baik saja?" tanya Regan tak sabar. Ingatannya terhadap keberadaan panti asuhan itu mulai terbuka. "Beliau baik-baik saja, Tuan. Sejauh pengamatan anak buah saya, nona Salwa terlihat sangat dekat dengan perempuan tua pengasuh
Bab 95"Beliau hanya sendirian, Tuan.""Hmmm.... Baiklah, kalian ikuti terus dia. Jangan sampai lengah. Kalau ada pergerakan yang membahayakan putriku, langsung saja kalian bertindak," titah Axel."Baik, Tuan."Sambungan telepon di matikan sepihak oleh Axel. Dia bangkit dari tempat tidur setelah menaruh ponselnya dekat bantal.Lelaki itu melepas seluruh pakaiannya, lantas bergegas menuju kamar mandi.Selesai ritual mandi dan berwudhu, Axel kembali berpakaian. Dia mengambil sajadah, lalu menghamparkannya di salah satu pojok ruangan.Sejak menemukan putrinya, Axel memang menjelma menjadi pribadi yang lebih religius. Dia sangat menyesali masa mudanya. Ketidakmampuan menahan gelora hasrat yang justru mengorbankan orang-orang yang di cintainya.Hampir setiap kali seusai shalat, dia selalu mendoakan Winnie dan Airin, juga calon buah hati yang tak sempat di selamatkannya waktu itu. Hanya Salwa yang tersisa, putrinya. Itupun ia harus merelakan di asuh oleh Airin dan Regan.Mengingat sosok lel
Bab 96Regan menyerah. Dia mengikuti langkah ustadz Rasyid menuju tempat wudhu. Lelaki setengah tua itu begitu sabar mengajarkan cara berwudhu dan shalat.Setelah menunaikan shalat magrib, Regan pun meninggalkan musalla itu. Sebenarnya ia masih ingin berbicara lebih banyak dengan ustadz Rasyid, tetapi ia harus meneruskan perjalanannya. Perjalanannya masih jauh. Sembari mengontrol laju mobilnya, Regan melirik arloji. Ah, kemungkinan ia akan sampai di panti asuhan setelah pukul sembilan malam. Tak apalah. Belum terlalu larut malam juga.Mobil yang di kendarainya sudah masuk ke jalan yang berkelok dengan barisan pohon-pohon karet dan sawit di pinggir jalan kanan kirinya. Tujuannya sudah dekat. Dadanya semakin berdebar, apalagi jika mengingat semua percakapannya dengan ustadz Rasyid barusan.Kata-kata ustadz Rasyid memang benar. Pernikahan adalah solusi. Masalahnya, apakah gadis itu bersedia menikah muda? Apakah Axel merestuinya menikahi putrinya secepat ini? Bukan hanya dia, Axel pun j
Bab 97 "Beberapa hari ini aku sadar, Bun, ternyata melupakan daddy Regan adalah hal yang mustahil. Waktu itu aku terlalu egois dan muak dengan kenyataan dua orang lelaki dewasa yang memperebutkanku. Aku bingung, tidak tahu harus tinggal sama siapa dan memihak kepada siapa sehingga memutuskan kemari, Bun." Ingatannya melayang saat ia keluar dari apartemen Axel. Sebenarnya bukan hanya soal perseteruan Regan dan Axel yang membuatnya meradang, tetapi kenyataan bahwa Axel lah pelaku dari aborsi paksa janin yang tumbuh di rahim mommy angkatnya, tujuh belas tahun yang lalu. "Bunda mengerti, Nak, tapi sebelum kita mengetahui kebenarannya, jangan pernah berpikir buruk tentang tuan Regan ya," ujar bunda Khadijah mengingatkan. "Perasaanku tidak enak, Bun." "Bunda juga, Nak. Berdoalah yang terbaik untuk mereka berdua." Salwa terdiam. Dia hanya mengamini ucapan bunda Khadijah dengan cara mengangguk. Sampai saat ini Salwa belum pernah menceritakan masalah Axel dan kenyataan yang ia ketahui le
Bab 98Armand dan Shafira tidak lama berada di tempat itu. Mereka segera pamit dan meninggalkan rumah sakit, menyisakan Jihan yang hanya bisa duduk sendiri, menatap putranya yang terbaring dengan alat-alat bantu di tubuhnya.Ruangan perawatan ini sangat mewah. Elizabeth hospital adalah rumah sakit terbaik di ibukota. Tidak salah jika kemudian Axel memerintahkan anak buahnya untuk membawa Regan ke rumah sakit ini, demi mendapatkan penanganan terbaik."Andai kamu tidak keras kepala menyusul gadis itu, tentu tidak akan begini kejadiannya, Nak. Kamu sudah mencintai gadis itu seperti kamu mencintai Airin dulu," gelengnya lemah. Jihan benar-benar tidak habis pikir akan ulah putranya."Apa yang kamu cari dari dua wanita itu, Nak? Mereka bukan level kita. Dan mereka tak sepantasnya mendapat cintamu yang sebesar ini. Kamu salah sudah mencintai mereka dengan mengorbankan segalanya."Lamunan Jihan terhenti saat ponsel di tangannya bergetar. Nama Chintya tertera dengan manis di layar yang berkeda
Bab 99"Tunggu!" teriak Jihan.Axel menoleh. "Ada apa, Tante?"Jihan tergesa-gesa mengatur langkah, berusaha mensejajarkan diri di samping lelaki itu. Nafasnya ngos-ngosan."Tante ingin bicara denganmu, Axel. Apakah kamu punya waktu?""Silakan, Tante. Bicaralah."Keduanya lantas menepi. Axel membawa Jihan merapat ke dinding rumah sakit, membiarkan punggungnya menghadap lorong yang sepi.Tempat keduanya berada kini adalah lorong VIP. Tak banyak orang yang lewat, kecuali para petugas medis dan beberapa pengunjung."Apakah benar gadis itu adalah putrimu, Axel?" tanya Jihan."Salwa, maksud Tante?""Siapa lagi? Tante mendengar pembicaraan kalian. Regan menyatakan keinginannya untuk menikahi gadis itu. Bagaimana menurutmu?""Salwa memang putriku, Tante. Aku mengakuinya sebagai darah dagingku. Soal permintaan Regan, aku sendiri tidak bisa menjawab....""Bukankah kamu adalah daddynya?" potong Jihan.Axel mengangkat bahu. Dia menatap perempuan tua yang menjadi sahabat mommynya. Sebenarnya ia e
Bab 100"Aku hanya sekedar memejamkan mata, Mom. Aku mendengar semua yang Mom katakan. Kemarilah. Aku butuh bicara dengan Mommy." lelaki itu memberi isyarat kepada sang mommy untuk kembali mendekat."Kamu butuh istirahat. Mom akan ada di sini untuk menjagamu," tukas jihan sembari mengulurkan tangan menggenggam tangan putranya dengan lembut."Aku harus bicara, Mom. Suka atau tidak, Mommy harus tahu kebenaran ini. Aku mencintai Salwa melebihi apapun, sama ketika dulu aku mencintai Airin. Airin dan Salwa ibarat satu kesatuan dan mereka tidak terpisahkan....""Kamu hanya merasa jika Airin hidup di dalam diri Salwa. Itu tidak baik, Nak. Mom pikir cintamu kepada Salwa hanya sekedar pelampiasan. Sebaiknya kamu move on, Nak. Terimalah Chintya. Mommy akan belajar menerima Salwa sebagai cucu mommy. Kalian pasti akan menjadi keluarga yang berbahagia. Salwa akan tetap menjadi putrimu." Entah sudah berapa kali kata-kata itu Jihan ucapkan sebelumnya."Seharusnya Mommy belajar untuk menerima Salwa se
Bab 123Sebidang lahan kosong yang sedianya akan digunakan untuk pembangunan gedung RVM group yang baru telah disulap menjadi sebuah tempat pesta yang megah. Tenda-tenda yang besar dipasang untuk menampung semua tamu yang datang. Tempat ini digunakan untuk tempat jamuan para tamu undangan, mengingat seluruh karyawan RVM group diundang tidak terkecuali, mulai dari jajaran direksi sampai OB dan petugas cleaning service.Sementara itu, di sebuah aula dalam gedung RVM group juga dihias dengan indah. Di salah satu bidang dinding terdapat kursi pelaminan yang juga sangat megah. Namun, orang-orang yang bisa masuk ke dalam aula ini hanya kalangan terbatas. Ini atas permintaan Regan sendiri yang tidak mau istrinya kelelahan, lantaran terlalu banyak menerima ucapan selamat dari para tamu.Hal yang paling membahagiakan bagi Salwa adalah kehadiran Bunda Khadijah, ustadzah Aisyah dan ustadz Rasyid. Pada acara siang ini, Salwa mengenakan gaun pengantin muslimah bernuansa biru muda. Perempuan muda i
Bab 122Sejak pintu pesawat terbuka dan ia mengiringi langkah sang suami menuruni tangga pesawat, dada Salwa serasa diketok-ketok. Dia terus memegangi lengan sang suami yang kondisinya justru berbanding terbalik dengannya.Lelaki yang kini berumur 38 tahun itu nampak seperti pahlawan yang baru saja memenangkan peperangan. Tubuhnya yang tegap begitu bangga menggendong putri mungilnya. Wajahnya tak henti menebarkan senyum kepada orang-orang yang menyambut kedatangannya malam ini."Selamat datang kembali di Indonesia, putriku!" Axel berlari kecil, tak sabar menghampiri putrinya. Lelaki itu memeluk putrinya sekilas kemudian mengambil alih baby Airin yang masih berada dalam gendongan Regan.Kedua lelaki itu saling menggenggam dan tersenyum, seolah tak memperdulikan apa yang tengah Salwa rasakan saat ini. "Para lelaki memang tidak peka," keluhnya pada diri sendiri. Namun ia tetap tersenyum dan larut dengan kebahagiaan orang-orang di sekelilingnya.Meskipun Salwa ingin menolak, tetapi ia t
Bab 121"Hmmm... Menurutmu?" sahut Jihan tenang. Dia tahu persis putranya sangat cerdas dalam membaca situasi."Selalu ada timbal balik di setiap apa yang kita lakukan," jawab Jihan diplomatis."Tuh, akhirnya Mommy sudah mengakui, kan?" Lelaki itu tersenyum kecut. "Apa yang Mommy inginkan dari kami?""Pulanglah ke Indonesia, bawa Istri dan anakmu dan tinggallah bersama Mommy. Itu yang Mommy inginkan. Sangat sederhana, kan?" pinta Jihan tenang."Apa yang sedang Mommy rencanakan?" Regan berusaha mengikis jarak diantara mereka dengan menatap lekat wajah tua itu."Tidak ada. Aku hanya ingin menimbang cucuku. Kamu tahu, kan? Itu impian terbesar Mommy sejak dulu.""Aku tahu, tapi Salwa bukanlah istri yang Mommy inginkan." Regan menghela nafas."Kamu mencurigai Mommy?" Spontan Jihan membentak."Regan, dengarlah. Mommy tidak pernah mempersoalkan dari rahim siapa anakmu lahir. Bahkan bukankah Mommy dulu pernah mengusulkan agar kamu menitipkan benihmu di rahim ibu pengganti?" Perempuan tua itu
Bab 120Sebuah tepukan akhirnya yang menyadarkan Axel dari keseriusannya berbicara dengan sang menantu."Daddy? Kok Daddy ada disini?" Lelaki itu seketika berdiri melihat sosok tubuh tua yang menatapnya penuh kehangatan. Axel memeluk tubuh itu dan tuan Gunadi pun menggenggam erat tangannya.Regan pun tak kalah terkejut saat mendapati sesosok perempuan tua yang berdiri di samping tuan Gunadi."Mana cucu Mommy? Pasti cantik, kan?" Perempuan tua itu tersenyum hangat, senyum yang tak pernah Jihan perlihatkan kepada Regan selama belasan tahun."Cucu Mommy perempuan dan sangat cantik. Dia sangat mirip denganku," ucap Regan terbata-bata. Dadanya seketika berdesir."Benarkah? Bolehkah Mommy melihatnya?" tanya Jihan.Meskipun di benak keduanya masih penuh dengan berbagai pertanyaan, akhirnya Regan mengizinkan tuan Gunadi dan mommy Jihan masuk ke dalam ruangan tempat Salwa dan bayinya dirawat.Salwa sangat terkejut. Dia tak menyangka kedua orang itu akan sampai ke sini. Dia hanya bisa diam dan
Bab 119Ini adalah kali pertama Regan menghadapi persalinan seorang wanita. Tak terbayangkan, betapa risaunya ia melihat Salwa yang merintih kesakitan. Sembari tetap menggenggam tangan perempuan itu demi untuk menenangkannya, Regan terus berdoa dalam hati.Beberapa orang berpakaian putih di sekelilingnya mulai melakukan tugasnya masing-masing. Dokter Emily yang spesialis kandungan mulai mengecek kondisi Salwa."Nyonya Salwa sudah pembukaan empat, Tuan. Kami akan segera memberikan suntik epidural untuk menawar rasa sakitnya," ujar seorang dokter perempuan yang bertugas melakukan anestesi.Regan mengangguk. Dia membantu istrinya untuk duduk. Lagi-lagi Salwa meringis.Sembari dokter perempuan itu melaksanakan tugasnya, Regan menatap istri kecilnya prihatin. Sebenarnya dia tidak rela Salwa harus melahirkan semuda ini, di saat perempuan itu belum siap menerima rasa sakit di dalam proses persalinan. Secanggih apapun metodenya, tetap saja yang namanya melahirkan itu rasanya sakit.Setelah me
Bab 118Salwa bermaksud membantah, tapi jemari lelaki itu begitu ketat menempel di bibirnya. "Jangan memikirkan apapun. Semua perubahan yang terjadi pada keluarga kita, nyatanya tak akan bisa merubah apapun. Kita akan tetap bersama seperti ini." Lelaki itu melepaskan tangannya lalu mengecup bibir ranum itu berkali-kali. "Daddy sengaja membawa kamu ke Amerika, bukan karena takut dengan gangguan mereka, tetapi agar kamu merasa lebih rileks dan merasakan suasana baru. Lagi pula sudah lama sekali Daddy tidak mengunjungi keluarga di sana dan juga makam daddy Richard. Nanti kita ziarah ya. Daddy ingin mengenalkan istri dan calon anak daddy, meskipun yang kita datangi hanya sekedar makamnya saja." Salwa melihat lelaki di sampingnya seperti menahan sebuah kesedihan. Seperti ada luka lama yang disembunyikan oleh suaminya. Salwa tak tahu seperti apa luka itu. Salwa merasa ada rahasia yang ia sendiri tidak tahu meskipun belasan tahun mereka bersama. "Aku akan senang sekali bisa berkenalan den
Bab 117"Aku pasti akan selalu merindukanmu, Pa," sahut Salwa sendu. Baru saja ia merasa mendapatkan kasih sayang seorang ayah, kini tiba-tiba dia harus terpisah lagi. Namun Salwa percaya semua ini demi kebaikannya. Salwa percaya penuh kepada suami dewasanya itu.Axel kian erat memeluk tubuh Salwa. Rasanya dia tak ingin terpisah dari putri kesayangannya. Namun dia sudah menitipkan Salwa kepada Regan dan ia percaya lelaki itu pasti mampu membimbing putrinya untuk menjadi perempuan yang lebih baik lagi.Salwa menyusut air matanya dengan ujung jilbab. Sementara Axel beralih memeluk Regan, menepuk bahu lelaki itu. Keduanya berpegangan tangan erat, seolah saling menguatkan satu sama lain."Sebelum kalian meninggalkan negara ini, ada seseorang yang ingin bertemu dengan kalian." Axel memutar tubuhnya, lantas melambaikan tangan kepada seorang lelaki tua yang sejak tadi berdiri agak jauh dari tempat itu. Namun mata elangnya tak lepas mengamati semua keharuan yang terjadi."Tuan Gunadi?" Salwa
Bab 116"Lihatlah, ini akibat dari kecerobohanmu!" Tuan Gunadi melemparkan sebuah map berwarna coklat tua kepada istrinya."Daddy!" teriak Chintya. Dia melihat tatapan daddynya yang sangat menyeramkan. Tidak pernah tuan Gunadi sampai semarah ini kepada mereka berdua."Apa ini, Dad?" tanya nyonya Elina sembari membuka map yang diberikan oleh suaminya."Kamu lihat dan baca isi map itu," tunjuk tuan Gunadi kepada map yang berada di pangkuan istrinya.Lelaki itu mendaratkan tubuhnya duduk di hadapan sang istri sementara Nyonya Elina mulai membuka dan membaca isi map tersebut."Tidak mungkin! Ini tidak mungkin terjadi. Ini pasti hanya prank, kan?" Nyonya Elina histeris setelah beberapa menit kemudian. Dia melempar map itu ke sembarang arah."Prank, katamu?? Kau pikir ini sebuah lelucon?! RVM group membatalkan kerjasama dan kita mengalami kerugian besar!" Mata itu berkilat-kilat di terpa cahaya lampu yang tergantung di langit ruangan."Tetapi kenapa mereka sampai melakukan hal tidak profesi
Bab 115"Bagaimana bisa? Kenapa sampai gagal? Gimana sih kerja kalian?" teriak nyonya Elina kepada seseorang di seberang telepon. Perempuan tua itu bahkan menghentakkan kakinya ke lantai. Dia sangat kesal, karena rencananya untuk menyingkirkan Salwa dan juga janin di dalam kandungannya gagal total. Ini adalah kegagalan yang pertama kali setelah sebelumnya 20 tahun yang lalu, setelah itu 3 tahun kemudian, dia berhasil menyingkirkan Winnie dan Airin dari kehidupan Axel, putranya. "Gagal?" sembur Chintya. Perempuan itu seketika mendongakkan wajah. Perhatiannya teralih kepada sang mommy setelah sebelumnya ia sibuk memainkan ponsel. "Mereka gagal, Chintya. Kakakmu sendiri yang langsung turun tangan menyelamatkan anak haramnya itu!" Akhirnya nyonya Elina kembali duduk di sisi putrinya. Wajahnya memerah dalam amarah. Nyonya Elina memijat pelipisnya. Dia tidak habis pikir, kenapa kali ini dia gagal? Orang-orangnya adalah orang yang terlatih dalam urusan culik menculik. Mereka bergerak sang