Jam delapan malam, Daren yang baru saja sampai di rumah. Dia sudah di sambut hangat oleh kedua orang tuanya yang terlihat sudah menunggu. "Akhirnya kamu pulang juga Daren, kemari dan duduklah. Ada yang ingin ayah dan ibu katakan padamu," pinta Nyonya Hilda dan tuan Wijaya. Seketika langkah Daren terhenti saat mendengar kedua orang tuanya memanggil dirinya, yang membuat Daren terheran karena tidak seperti biasanya. "Ayah! ibu ada apa?" Daren bertanya karena begitu penasaran. Tuan Wijaya yang sudah marah besar, saat mendengar keluhan Renata dan ibunya. Membuat dirinya mencecar beberapa pertanyaan pada putra semata wayangnya. "Daren! berapa kali ayah harus mengingatkan kamu, kamu harus benar-benar mencintai dan menjaga Renata sesuai janjimu, bukankah bermain gila dengan wanita lain," bentak tuan Wijaya dengan nada yang meninggi dan menatap tajam. Daren tercengang, saat melihat ayahnya marah besar terlebih lagi membahas tentang hubungan dia dan Renata. "Ayah, ibu maksud k
"Cukup ayah, selama ini aku selalu menuruti semua keinginan ayah dan ibu. Dan sekarang aku sudah bukan anak kecil dan berhak untuk menentukan wanita mana yang ingin aku cinta," ungkap Daren yang berusaha memberanikan diri. Wijaya tercengang, saat mendengar perkataan yang menohok dari putra yang sangat dia sayangi dan selalu dia banggakan. "Kau benar-benar sudah berubah Daren, bahkan kau sudah lupa diri dengan identitas dan kewajibanmu sebagai seorang suami, mulai hari ini ayah sudah tidak ingin lagi kamu membuat masalah atau membuat malu keluarga lagi Daren, pergi ke rumah ibu mertua mu, lalu kamu minta maaf pada Renata, yang sudah benar-benar kamu sakitu," bentak Wijaya dengan perintahnya. Daren yang sudah sangat lelah jika harus berpura-pura mencintai Renata, kini malam ini dirinya nekad untuk mengungkapkan semua keinginan yang sudah tak bisa di sembunyikan lagi. "Ayah, ibu. Maaf kan aku. Mungkin kalian kecewa padaku tapi aku dan Renata sama-sama tidak saling mencintai, jad
"Mas Daren! tolong dengarkan aku, kenapa kamu begitu ingin cerai dariku? apa itu semua karena wanita yang bernama Anna?" cecar Renata dengan emosi yang meluap-luap. Daren menatap tajam pada Renata, saat di singgung tentang Anna, bahkan dia sedikit cemas jika Renata mengetahui tentang Anna. "Apa maksudmu Renata?" Daren melontar balik pertanyaan pada Renata. Renata hanya tersenyum getir saat sang suami yang bersikap seolah tidak mengerti. "Cukup mas Daren! apa kamu pikir aku selama ini tidak tahu. Dengan sikapmu pada Anna? aku sudah tahu mas semuanya. Kamu ada affair kan sama dia?" Renata bertanya dengan tatapan yang berkaca-kaca. Daren terdiam, entah kenapa tiba-tiba saja mulutnya seolah terkunci dan sulit untuk menjawab pertanyaan Renata. Tapi bagaimana pun juga dia tidak bisa membohongi perasaannya. "Renata! apakah kamu pernah berpikir jika pernikahan kita ini sangatlah tidak benar. Tidak ada cinta atau perasaan apa pun dalam pernikahan ini, bagaimana kalau kita akhiri
Jam sebelas malam, Anna masih terbaring di atas tempat tidur dengan posisi yang masih bolak-balik mengambil posisi yang nyaman agar bisa tidur. Namun nihil rasa mual yang semakin kuat merongrong dirinya seolah membuatnya malah kembali terbangun. "Ya ampun! kenapa aku mual sekali? apakah begini rasanya wanita hamil?" Anna bertanya-tanya dalam hati, sungguh dia begitu takut dan cemas. Apa lagi jika sampai ibunya tahu tentang kehamilannya. Dan entah apa yang harus di katakan oleh Anna. Bahkan Anna juga masih mengingat jelas saat Dirga menyatakan perasaanya, yang tetap keuekeuh ingin menjadi pacarnya. "Anna! aku tahu ini tidak mudah bagimu, tapi aku tidak memaksamu untuk menjawabnya hari ini, aku masih setia menunggu sampai kamu mau menerima ku," ungkap Dirga tadi, yang masih terngiang di telinga Anna. Bahkan Anna mulai berpikir bagaimana dia memberikan jawaban pada rekan kerjanya itu, tapi bagaimana pun juga dia harus mencari alasan yang tepat untuk menolak Dirga agar tidak memb
"Kau benar Steven, tapi aku sudah mengambil keputusan jika aku ingin berpisah dengan Renata, tapi apa kau tahu ternyata dia tidak mau bercerai," Daren meluapkan kekesalan dalam dirinya. Netra hitam Steven membulat sempurna, saat mendengar penjelasan Daren walaupun dalam keadaan mabuk. Yang membuat dirinya juga sedikit bingung. "Ck, ck. kalau begini ceritanya runyam juga. Sepertinya istrimu sudah jatuh cinta padamu taun Daren. Sungguh pilihan yang sangat susah. Tapi aku punya jalan keluarnya," celetuk Steven. Daren yang berusaha untuk tetap bercerita, walaupun kepalanya terasa sangat berat dan pusing. "Kau punya cara apa? katakan padaku. Aku sangat penasaran?" perintah Daren yang kembali meneguk cairan merah yang memabukkan itu. "Oke, aku akan memberikan saranku. Tapi aku tidak yakin kamu akan menerimanya. Kenapa tidak kamu nikahi saja keduanya. Yang satu pilihan kedua orang tuamu dan yang satu itu kamu yang cinta. Bukankah hidupmu akan lebih sempurna?" jelas Steven sembari
Rudi memapah bosnya yang mabuk berat dengan langkah yang terhuyung, para pengawal di keluarga Wijaya segera menghampiri dan membantu rekannya. "Astaga! kenapa dengan tuan Daren?" tanya ketiga pelayan itu. "Tuan mabuk, cepat bantu buka pintunya," Perintah Rudi dengan penuh penekanan. Ketiga pengawal pun segera melakukan apa yang di perintahkan. Mereka membantu tuannya untuk masuk ke dalam rumah. Semua orang yang ada di ruangan tamu terkejut, terlebih lagi Renata. Wanita itu terlihat cemas dan panik saat melihat suaminya pulang dalam keadaan mabuk. "Ya ampun mas Daren!" pekik Renata segera menghampiri dan meraih lengan pria yang sudah lama sekali dia cintai. Tak hanya Renata saja yang kaget, tuan Wijaya dan istrinya beserta nyonya Hanum beranjak dari tempat duduknya kedua bola mata mereka terbelalak saat melihat Daren, yang sudah membuat mereka kecewa. "Maaf nyonya, tadi tuan dan temannya minum beberapa botol anggur dan saya tidak berani untuk mengingatkan beliau," Sesa
Keesokan harinya, Cahaya matahari menyinari gordeng. Daren yang terbaring di atas ranjang dengan keadaan yang hanya memakai sebuah selimut perlahan mulai terbangun. Pandangannya yang buram perlahan mulai terlihat jelas. "Aaakkkh, kepalaku sakit dan sangat berat sekali," keluh Daren sembari memegang kepala dengan kedua tangannya, lalu perlahan dia menggeser dan menyandarkan tubuhnya. Hingga perlahan baru menyadari keadaannya, yang sangat membuatnya terkejut dan tak habis pikir. "Ini, tidak! apa yang sudah terjadi?" Daren bertanya-tanya. Renata yang masih terbaring tepat di samping, mulai terbangun saat mendengar suara suaminya. "Mas Daren, kamu sudah bangun?" sapa Renata seraya memancarkan senyum manis dan memeluk tubuh kekar pria idamannya. Daren yang belum sadar sepenuhnya terlihat sangat panik, apa lagi saat melihat keadaan mereka berdua yang sangat berantakan. Renata mulai menjelaskan tentang semalam tadi saat mereka berdua melewati malam panjang bersama. "Mas Daren!
Sesampainya di kantor, wajah cantik Anna terlihat sangat pucat tubuhnya terasa sangat lemas. Mengingat kondisi kehamilannya yang sudah mau tiga bulan. "Ya ampun, bagaimana ini sepertinya aku sudah tidak sanggup untuk bekerja lagi. Apa lagi cepat atau lambat perutku pasti sudah akan membesar," lirih Anna dalam hati, ketika wanita cantik itu tengah berjalan menuju ke ruang kerjanya tiba-tiba saja ia tak sengaja hampir terjatuh. Namun beruntung, Daren yang baru datang bersama asistennya dengan spontannya segera meraih dan memeluk pinggang ramping sekertarisnya itu. "Anna! kau tidak papa?" tanya Daren yang terlihat sangat cemas dan khawatir. Kedua bola mata Anna membulat, saat melihat bosnya yang tiba-tiba saja ada di depannya. Membuat Anna sangat terkejut. "Tu-tuan Daren!" pekik Anna yang segera bangun dan segera menjaga jarak dengan atasannya itu. Sekilas Daren teringat tentang tadi malam, di saat dirinya dan Renata yang tiba-tiba saja sudah ada dalam ranjang yang sama. M
Daren terlihat sangat gelisah, saat dia masih dalam perjalanan mengejar Anna. bahkan beberapa kali lelaki itu terlihat terus menekan asistennya untuk mempercepat laju kecepatan mobilnya. "Cepat jalannya, apakah kamu tidak bisa menyetir!" bentak Daren dengan nada meninggi dan terlihat sangat gelisah. "Baik tuan, ini sudah sangat cepat," sahut sang asisten. Yang masih fokus melakukan tugasnya. Daren benar-benar terlihat cemas dan panik, berharap Anna tidak pergi sebelum dia datang. Tak hanya bisa menunggu sampai ke tempat tujuan, Daren meraih ponsel miliknya lalu berusaha untuk menghubungi wanita yang sangat dia cintai. Drrrt..drtt Panggilan telepon terus berbunyi, namun nihil tidak ada jawaban dari Anna, walaupun hanya sekedar pesan balasan. Membuat Daren semakin tak sabar dan lebih naik pitam. "Aakkkh, sial kenapa dia tidak mengangkat teleponku jangan bilang Anna benat-benar sudah pergi," Daren meracau dalam hati, perasaannya sama sekali tidak tenang. Lalu menekan kembali
Setelah Renata masih di ruangan UGD, semua orang terlihat sangat cemas dan panik. Setelah melihat insiden yang terjadi tadi. Tapi Nyonya Hanum yang masih belum mengerti dengan semua ucapan pelayan pribadinya. Membuat ia kembali memastikan apa maksud perkataanya tadi. "Bi Laksmi katakan padaku, maksud Bibi tadi apa mengatakan jika Renata adalah putrimu?" Nyonya Hanum menatap penuh selidik. Laksmi tertunduk malu, tapi setelah melihat putrinya yang saat ini sedang terpojok membuat ia tidak bisa lagi menyembunyikan kenyataan yang sebenarnya. "Nyonya benar, Renata adalah putriku yang sengaja aku bawa untuk nyonya rawat agar hidupnya bahagia, tapi yang aku liat malah sebaliknya," sesal Laksmi. "Astaga Bi, kenapa bibi sangat tega membiarkan Renata di panti asuhan saat itu? sekarang lihatlah Renata malah semakin susah untuk di atur karena obsesinya yang terlalu tinggi," Nyonya Hanum tak habis pikir. Mendengar perkataan mereka, tuan dan nyonya Wijaya segera menghampiri lalu menega
Daren dan kedua orang tuanya melirik ke arah sumber suara yang berada tepat di samping mereka, ibu Hanum dan bibi Laksmi merasa tak tega ketika melihat Renata yang berlutut memohon di bawah sana. "Nyonya Hanum, kebetulan anda kemari kami ingin membicarakan tentang putrimu yang sudah membuat kami malu dengan skandalnya." Hardik tuan Wijaya memberitahukan dengan nada tinggi. Nyonya Hanum dan bi Laksmi segera menghampiri dan berusaha untuk membantu Renata untuk bangun. "Renata bangunlah kamu nak," bujuk nyonya Hanum. Renata menggelengkan kepala, rasanya dia tidak ingin beranjak sebelum kedua mertuanya memberikan ampun padanya. "Nggak Bu, aku tidak mau, biarkan aku memohon pada mas Daren dan kedua orang tuanya," ucap Renata dalam tangisnya. Daren tersenyum getir, saat melihat dan mendengar kata-kata maaf dari Renata yang begitu enteng, seolah perbuatannya itu adalah hal kecil yang mudah untuk di maafkan. "Tidak! aku tidak sudi memaafkan wanita murahan sepertimu Renata mulai ma
"Aaakh tidak! kenapa semuanya jadi kacau seperti ini? dan kau tuan Andre! lihat ini semuanya gara-gara kamu," teriak Renata setengah frustasi sembari menjambak rambutnya. "Aku tidak tahu akan seperti ini Renata, jadi tenanglah. Kau bisa menjadi wanita ku untuk selamanya," bujuk Andrew menghampiri. Renata menepis kasar tangan pria itu, tak ingin kehilangan Daren. Ia segera memakai gaunnya kembali, lalu berusaha untuk mengejar dengan langkah yang tertatih-tatih. "Renata! tunggu!" panggil Andrew, yang masih di kerumuni oleh beberapa karyawan yang masih membidik kamera ke arahnya. Renata tidak menggubris panggilan Andrew. Baru saja keluar dari hotel, Kiki yang sudah lama menunggunya dari mobil segera menghampiri dan memanggil Renata. "Nyonya Renata! naiklah!" "Kiki, kau ternyata di sini?" Renata tak membuang waktu lagi, dengan cepat masuk ke dalam mobil dan meminta asistennya untuk mengejar Daren. Dengan patuh, Kiki melakukan sesuai perintah walaupun terpaksa harus mengebut.
Nyonya Wijaya benar-benar kecewa, sampai dia terduduk lemas di sofa dengan kepala yang sudah sangat sakit dan pusing. Karena bagaimana bisa menantu yang selalu dia idamkan malah ternyata hanya seorang wanita murahan yang sering bergonta-ganti seorang pria. "Renata! benar-benar kamu mengecewakan keluarga ini," Nyonya Wijaya sangat kesal, dengan berita yang mengegerkan hati ini membuat wajah keluarga Wijaya hilang di depan semua orang. "Tidak! Meskipun pernikahan Daren dan Renata sudah di sepakati oleh mas Wijaya, aku tetap tidak setuju dengan masalah ini," Nyonya Wijaya tak tahan lagi dengan berita yang tersebar. Ia segera menghubungi Daren dan juga suaminya tak lupa juga dengan Renata. Beberapa kali wanita paruh baya itu , terus menghubungi putra dan suaminya untuk membicarakan hal ini. Sementara Kiki asisten dari Renata sangat kaget ketika melihat skandal model yang ada dalam naungannya. "Astaga! gawat, bagaimana foto dan video nyonya Renata dan tuan Andrew bisa tersebar s
Kedua tangan Anna terkepal, netra coklatnya berkaca-kaca saat mendengar perkataan nyonya Wijaya. Yang begitu memandang rendah dirinya. Setelah berpikir dengan waktu yang cukup lama, Anna menarik nafas lalu dengan tegas kembali menolak tawaran uang dari wanita kaya itu. "Nyonya tidak usah repot-repot memberikan saya uang, jika itu keinginan anda maka aku akan melakukannya," Lirih Anna menangis. "Baguslah, kamu memang seharusnya tahu diri perbedaan kamu dan Daren sangatlah jauh berbeda, ambil saja cek itu tidak usah terlalu munafik!" ledek wanita paruh baya itu sembari memutar kedua mata malasnya. Lalu pergi begitu saja dengan sikap angkuh dan sombong. Bu Ratih yang tak sengaja mendengar obrolan mereka, membuat dia sangat kesal dan marah saat putri yang sangat sayangi di perlakukan rendah oleh orang lain. Dengan amarah yang menguasai dirinya, Bu Ratih memungut cek yang di berikan oleh nyonya Wijaya yang tergeletak di bawah lantai. "Tunggu!" panggil Bu Ratih. Langkah
Setelah Daren pergi untuk menyelesaikan semua masalah yang ada, Bu Ratih kembali mengingatkan putri kesayangannya atas apa yang baru saja dia dengarkan tadi. "Anna, jawab ibu. Apa kamu benar-benar akan menerima kembali pinangan tuan Daren? sudah jelas-jelas dia pria yang sudah memiliki pasangan," peringat Bu Ratih, berharap jika putrinya tidak salah mengambil keputusan dalam hidupnya. Anna menghela nafas panjang, lalu ia memutar badan dan menatap ibunya. Lalu menjawab. "Ya ibu, Anna sudah berpikir, jika calon bayi yang ada di dalam kandungan ini dia begitu membutuhkan figur seorang ayah, dan Anna juga yakin apa yang di katakan oleh tuan Daren membuat aku yakin," jelas Anna. Sebagai seorang ibu, ibu Ratih tidak bisa mencegah dia hanya berharap jika putrinya benar-benar bisa merasakan kebahagiaan. "Ya sudah, ibu hanya bisa berharap kamu dan tuan Daren segera menikah!" imbuh Bu Ratih. "Iya Bu," Anna tersenyum. Ketika ibu dan anak itu tengah berbicara serius tiba-tiba saj
"Tidak Anna! kamu sekarang tidak bisa lari dariku lagi, bagaimana pun juga calon bayi yang ada dalam kandunganmu adalah darah dagingku," tegas Daren meraih dan memegang kedua bahu mungil Anna. Kedua insan yang saling mencintai itu menatap satu sama lain dengan tatapan mendalam, terutama Anna rasanya air matanya sudah tak terbendung lagi. "Ku mohon, Anna. Jangan pernah lagi kamu pergi dariku, Renata dan aku hanya menikah dalam perjodohan, tidak ada rasa cinta dalam hatiku untuknya." jelas Daren sembari memeluk Anna dengan sangat erat. Bu Ratih yang hanya terpaku, entah kenapa dia melihat sebuah ketulusan di kedua manik mata Daren. Akan tetapi ada satu hal yang membuatnya sangat ragu dan di lema. "Tuan Daren sepertinya tulus pada Anna, tapi statusnya sebagai nyonya Renata hanya akan membawa masalah untuk Anna, bahkan semua orang mungkin akan mencemoohnya," batin Ratih. Setelah Anna dan Daren saling memeluk wanita paruh baya itu pun menghampiri dan mengingatkan keduanya. "Ann
Anna tercengang, dia sampai menutup mulut dengan kedua tangannya saat baru mengetahui semua kenyataan yang ada bahkan dia benar-benar tak habis pikir. "Tidak! itu tidak mungkin, bagaimana bisa mas Dirga begitu tega untuk mencelakai ku!" Dirga yang tak terima dengan cara Daren yang sengaja membuat Anna untuk menjauh dan membencinya. Pria itu pun segera menjelaskan. "Ana! apa yang di katakan oleh ka Daren itu bohong, aku tidak ingin mempunyai niat buruk padamu, dan aku benar-benar menyukaimu," Jelas Dirga beralibi. Mendengar perkataan Dirga yang berusaha untuk membela diri, membuat darah Daren mendidih. Dan tak kuasa lagi menahan diri untuk melayangkan kepalan tangannya tepat di wajah sepupunya itu. BLUGH! "Kau munafik sekali Dirga! Sudah jelas-jelas dirimu ingin mencelakai Anna dan calon bayinya." Bentak Daren yang sudah tak bisa lagi menahan emosi. Sampai Dirga terkena pukulan dan terjatuh tersungkur ke bawah lantai, tak terima di perlakukan kasar. Dirga berusaha mem