Sesampainya di meja makan, Daren dan Renata mendapatkan beberapa pertanyaan dari tuan Wijaya, yang tetap keuekeuh dengan permintaannya. "Kapan kalian akan memberikan keluarga ini seorang cucu?" tanya pria paruh baya itu dengan nada penuh penekanan. Daren dan Renata saling menatap, terutama Renata yang begitu kesal dan sedih. Ingin rasanya dia berkata pada ayah mertuanya jika Daren lah yang sama sekali tidak pernah menyentuh dirinya sebagai seorang istri. "Ayah bersabar saja mungkin nanti juga akan mendapatkan seorang cucu." Jelas Daren dengan nada sedikit acuh. Melihat sikap acuh tak acuh Daren, membuat tuan Wijaya kesal dan sedikit menggertak putra kesayangannya itu. "Ck, kau selalu saja menjawab seperti itu, kalian menikah sudah mau hampir tiga tahun. Sampai kapan terus memberikan harapan palsu pada keluarga," ketus tuan Wijaya. Daren yang sudah sangat bosan di tekan terus, membuat dirinya ingin sekali berterus terang jika dirinya sebenarnya tidak mencintai Renata mel
Pagi hari yang cerah, cahaya matahari menyinari gordeng. Anna yang baru saja selesai mandi dia terdengar muntah-muntah yang terdengar cukup sering. Bu Ratih yang baru saja ingin membangunkan putrinya, untuk mengingatkan bekerja. Wanita paruh baya itu pun menyergitkan dahi saat berada di depan pintu. Tok ..tok.... "Anna! kamu kenapa nak?" tanya Bu Ratih yang terdengar sangat cemas. Ketika mendengar putrinya yang muntah-muntah tidak seperti biasanya. Mendengar suara ibunya, Anna tersontak. Dengan kedua bola mata yang membuat. "Ibu, gawat, jangan sampai ibu curiga kalau aku saat ini sedang hamil," gumam Anna yang terlihat sangat gelisah. Tanpa membuang waktu lagi, Bu Ratih terpaksa masuk ke dalam kamar. Dan memastikan kondisi putri kesayangannya. Sampai Anna yang berada di kamar pun terkejut saat ibunya membuat pintu dan menghampirinya. "Ibu!" pekik Anna. "Kamu kenapa Anna, ibu dengar dari luar kamu muntah-muntah seperti itu?" Bu Ratih bertanya karena dia begitu penas
"Jawab aku mas? kamu hanya bercanda kan?" Renata sengaja bertanya lagi untuk memastikan. Daren yang sebenarnya sudah cukup lelah, pria tampan itu pun mendengus kesal lalu menjawab pertanyaan yang di lontarkan padanya. "Iya, lebih baik kita akhiri saja Renata," jawab Daren. Kedua bola mata Renata membulat, sungguh dia tidak ingin kehilangan sosok suami idamannya selama ini. Meskipun Daren belum membuka hati tapi Renata tidak ingin menyerah. Dan ingin tetap mempertahankan statusnya. "Tidak! aku tidak ingin bercerai mas Daren. Kamu harus ingat jika ayahku sudah berpesan jika kamu harus menjaga dan membahagiakan aku sebagai istrimu" tegas Renata tak terima dengan emosi yang meluap-luap. Daren terdiam, dia seolah dilema dan terlihat bingung karena apa yang di katakan oleh Renata ada benarnya dan mengingatkan janjinya pada sang ayah. Ketika kedua insan itu tengah berdebat di dalam kamar, tiba-tiba saja ponsel Renata berdering terlihat beberapa pesan masuk. Seketika Renata sege
Beberapa jam kemudian, Anna dan Dirga akhir sampai di perusahaan. Dirga begitu sigap membuka pintu mobil untuk wanita pujaan hatinya. "Anna, kita sudah sampai," ucap Dirga yang pandangannya tak pernah lepas dari Anna. Anna tersenyum lalu perlahan mulai turun dengan perasaan yang sebenarnya tidak enak. "Terima kasih tuan, karena sudah mau memberikan aku tumpangan," ungkap Anna. Dirga lagi-lagi mengingatkan Anna untuk tidak selalu sungkan padanya. Tapi sebagai rekan yang baru kenal, tetap saja Anna merasa sangat canggung dan belum terbiasa. "Anna, aku sangat senang bisa kenal lebih dekat denganmu. Jangan sungkan lagi pada oke," Pinta Dirga. Anna hanya menganggukkan kepala dan mereka berdua berjalan menuju pintu utama perusahaan. Daren yang kebetulan juga baru datang, dia sangat terkejut saat melihat Anna yang kembal terciduk bersama dengan Dirga. Membuat dia semakin kesal dan sangat emosi. Dengan langkah lebarnya, Daren berjalan menghampiri Anna dan menatap tajam ke arah
"Anna! kamu ini kenapa? katakan padaku?" cecar Daren dengan pertanyaannya sembari memegang kedua bahu Anna. Anna sangat terkejut, saat Daren malah ikut menyusul masuk ke dalam toilet, dengan cepatnya Anna menepis tangan Daren. "Cukup tuan, jangan sentuh aku. Aku tidak mau jika nanti istri anda marah lagi padaku," celetuk Anna tanpa sadar. Daren terkejut saat mendengar perkataan Anna, sampai pria tampan itu mengerutkan dahi dan mastikan kembali pada Anna dengan apa yang di katakan nya barusan. "Kamu bilang istriku marah padamu? katakan padaku kapan dan kenapa kamu bisa tahu tentang istriku? wajah!" perintah Daren dengan penuh penekanan. Anna tersentak, tubuhnya gemetar dan terlihat ketakutan saat dia tanpa sadar membicarakan tentang Renata, yang beberapa hari yang lalu pernah menemui dan menegur dirinya. Tak ingin menyembunyikan lagi Anna memutuskan untuk bicara jujur. "Baiklah, Ku sekarang tidak akan menyembunyikan beberapa hal lagi dari tuan," Lirih Anna, yang sebenarny
Renata membenarkan semua perkaranya, bahkan dia sengaja mengambil kesempatan untuk mengadukan semua tentang Anna kepada ibu mertuanya itu. "Tidak! bagaimana mungkin Daren seperti itu? dia harus tahu apa yang sudah ayah dan ibu katakan padanya," Nyonya Hilda hampir tidak percaya jika ada wanita lain yang mendekati putranya. "Ibu, Renata tidak bohong. Tapi tolong jangan katakan ibu tahu dari aku. Nanti yang ada mas Daren akan semakin marah padaku," lirih Renata seraya menatap nanar sang ibu mertuanya. Tak ingin membuat Renata sedih, Nyonya Hilda pun berusaha untuk menghibur dan menyakinkan menantunya itu. "Rena, ibu janji akan menyelidiki sendiri dan akan membantu kamu untuk memberi pelajaran pada wanita itu," bujuk Hilda dengan penuh keyakinan. "Benarkah itu ibu? makasih ibu, aku sangat senang dan beruntung karena ibu sangat sayang padaku," Renata memeluk ibu mertua dengan sangat manja seraya memancarkan senyum yang penuh arti. Berharap jika rencananya untuk menyingkirkan A
Jantung Anna berdegup sangat kencang, saat ini berada tepat di bawah kukungan Daren. Kedua insan itu pun saling menatap satu sama lain dengan penuh kekaguman. "Aku tidak mengijinkanmu untuk bersama wanita lain Anna," bisik Daren yang perlahan mulai mendekatkan wajah dan perlahan dia mulai meraih dan mencium bibir Anna dengan penuh kelembutan. Kedua bola mata Anna membulat saat bibir bosnya mendarat tepat di bibirnya, kedua lengan Anna yang mengalung erat di leher kokoh Daren perlahan mulai merosot. Sungguh jauh dari jauh lubuk hatinya Anna tidak bisa membohongi perasaannya yang sebenarnya jika dia juga sangat mencintai Daren. "Bagaimana aku bisa lepas darinya, jika dia selalu begini," batin Anna seraya memejamkan kedua pelupuk matanya saat merasakan ciu man hangat dari bosnya. Begitu juga Daren, entah kenapa saat dekat dengan sekertaris barunya itu selalu saja hilang kendali, sampai untuk yang pertama kalinya CEO tampan yang di kenal dengan sikap dingin dan arogannya memba
"Mas kamu kenapa?" Renata sangat panik dengan cepatnya dia menyimpan kotak makan dan segera mengambil satu gelas air putih dan memberikannya pada sang suami. Daren yang tersedak pun segera meraih dan meminumnya. Dia sangat kaget dengan pertanyaan Renata yang membuatnya merasa tidak nyaman. "Aku tidak papa, kenapa selalu membahas tentang itu. Aku belum siap. Masih banyak pekerjaan yang harus aku lakukan. Terima kasih karena kamu sudah mengantar makanan untukku Renata," Daren berusaha untuk tenang. Sebenarnya dia merasa tidak enak hati, mengingat Anna yang masih ada di dalam ruangannya. Anna yang dari tadi menguping di balik pintu sangat terkejut dan terheran, karena bagaimana bisa Daren menjawab pertanyaan Renata dengan nada yang cuek. Bahkan terkesan Renata seolah lebih dominan meminta. "Apakah tuan Daren benar-benar tidak bahagia dalam pernikahannya? sampai terdengar komunikasi di antara mereka berdua tidak se intim pasangan suami istri pada umumnya?" Anna bertanya-tan
Daren terlihat sangat gelisah, saat dia masih dalam perjalanan mengejar Anna. bahkan beberapa kali lelaki itu terlihat terus menekan asistennya untuk mempercepat laju kecepatan mobilnya. "Cepat jalannya, apakah kamu tidak bisa menyetir!" bentak Daren dengan nada meninggi dan terlihat sangat gelisah. "Baik tuan, ini sudah sangat cepat," sahut sang asisten. Yang masih fokus melakukan tugasnya. Daren benar-benar terlihat cemas dan panik, berharap Anna tidak pergi sebelum dia datang. Tak hanya bisa menunggu sampai ke tempat tujuan, Daren meraih ponsel miliknya lalu berusaha untuk menghubungi wanita yang sangat dia cintai. Drrrt..drtt Panggilan telepon terus berbunyi, namun nihil tidak ada jawaban dari Anna, walaupun hanya sekedar pesan balasan. Membuat Daren semakin tak sabar dan lebih naik pitam. "Aakkkh, sial kenapa dia tidak mengangkat teleponku jangan bilang Anna benat-benar sudah pergi," Daren meracau dalam hati, perasaannya sama sekali tidak tenang. Lalu menekan kembali
Setelah Renata masih di ruangan UGD, semua orang terlihat sangat cemas dan panik. Setelah melihat insiden yang terjadi tadi. Tapi Nyonya Hanum yang masih belum mengerti dengan semua ucapan pelayan pribadinya. Membuat ia kembali memastikan apa maksud perkataanya tadi. "Bi Laksmi katakan padaku, maksud Bibi tadi apa mengatakan jika Renata adalah putrimu?" Nyonya Hanum menatap penuh selidik. Laksmi tertunduk malu, tapi setelah melihat putrinya yang saat ini sedang terpojok membuat ia tidak bisa lagi menyembunyikan kenyataan yang sebenarnya. "Nyonya benar, Renata adalah putriku yang sengaja aku bawa untuk nyonya rawat agar hidupnya bahagia, tapi yang aku liat malah sebaliknya," sesal Laksmi. "Astaga Bi, kenapa bibi sangat tega membiarkan Renata di panti asuhan saat itu? sekarang lihatlah Renata malah semakin susah untuk di atur karena obsesinya yang terlalu tinggi," Nyonya Hanum tak habis pikir. Mendengar perkataan mereka, tuan dan nyonya Wijaya segera menghampiri lalu menega
Daren dan kedua orang tuanya melirik ke arah sumber suara yang berada tepat di samping mereka, ibu Hanum dan bibi Laksmi merasa tak tega ketika melihat Renata yang berlutut memohon di bawah sana. "Nyonya Hanum, kebetulan anda kemari kami ingin membicarakan tentang putrimu yang sudah membuat kami malu dengan skandalnya." Hardik tuan Wijaya memberitahukan dengan nada tinggi. Nyonya Hanum dan bi Laksmi segera menghampiri dan berusaha untuk membantu Renata untuk bangun. "Renata bangunlah kamu nak," bujuk nyonya Hanum. Renata menggelengkan kepala, rasanya dia tidak ingin beranjak sebelum kedua mertuanya memberikan ampun padanya. "Nggak Bu, aku tidak mau, biarkan aku memohon pada mas Daren dan kedua orang tuanya," ucap Renata dalam tangisnya. Daren tersenyum getir, saat melihat dan mendengar kata-kata maaf dari Renata yang begitu enteng, seolah perbuatannya itu adalah hal kecil yang mudah untuk di maafkan. "Tidak! aku tidak sudi memaafkan wanita murahan sepertimu Renata mulai ma
"Aaakh tidak! kenapa semuanya jadi kacau seperti ini? dan kau tuan Andre! lihat ini semuanya gara-gara kamu," teriak Renata setengah frustasi sembari menjambak rambutnya. "Aku tidak tahu akan seperti ini Renata, jadi tenanglah. Kau bisa menjadi wanita ku untuk selamanya," bujuk Andrew menghampiri. Renata menepis kasar tangan pria itu, tak ingin kehilangan Daren. Ia segera memakai gaunnya kembali, lalu berusaha untuk mengejar dengan langkah yang tertatih-tatih. "Renata! tunggu!" panggil Andrew, yang masih di kerumuni oleh beberapa karyawan yang masih membidik kamera ke arahnya. Renata tidak menggubris panggilan Andrew. Baru saja keluar dari hotel, Kiki yang sudah lama menunggunya dari mobil segera menghampiri dan memanggil Renata. "Nyonya Renata! naiklah!" "Kiki, kau ternyata di sini?" Renata tak membuang waktu lagi, dengan cepat masuk ke dalam mobil dan meminta asistennya untuk mengejar Daren. Dengan patuh, Kiki melakukan sesuai perintah walaupun terpaksa harus mengebut.
Nyonya Wijaya benar-benar kecewa, sampai dia terduduk lemas di sofa dengan kepala yang sudah sangat sakit dan pusing. Karena bagaimana bisa menantu yang selalu dia idamkan malah ternyata hanya seorang wanita murahan yang sering bergonta-ganti seorang pria. "Renata! benar-benar kamu mengecewakan keluarga ini," Nyonya Wijaya sangat kesal, dengan berita yang mengegerkan hati ini membuat wajah keluarga Wijaya hilang di depan semua orang. "Tidak! Meskipun pernikahan Daren dan Renata sudah di sepakati oleh mas Wijaya, aku tetap tidak setuju dengan masalah ini," Nyonya Wijaya tak tahan lagi dengan berita yang tersebar. Ia segera menghubungi Daren dan juga suaminya tak lupa juga dengan Renata. Beberapa kali wanita paruh baya itu , terus menghubungi putra dan suaminya untuk membicarakan hal ini. Sementara Kiki asisten dari Renata sangat kaget ketika melihat skandal model yang ada dalam naungannya. "Astaga! gawat, bagaimana foto dan video nyonya Renata dan tuan Andrew bisa tersebar s
Kedua tangan Anna terkepal, netra coklatnya berkaca-kaca saat mendengar perkataan nyonya Wijaya. Yang begitu memandang rendah dirinya. Setelah berpikir dengan waktu yang cukup lama, Anna menarik nafas lalu dengan tegas kembali menolak tawaran uang dari wanita kaya itu. "Nyonya tidak usah repot-repot memberikan saya uang, jika itu keinginan anda maka aku akan melakukannya," Lirih Anna menangis. "Baguslah, kamu memang seharusnya tahu diri perbedaan kamu dan Daren sangatlah jauh berbeda, ambil saja cek itu tidak usah terlalu munafik!" ledek wanita paruh baya itu sembari memutar kedua mata malasnya. Lalu pergi begitu saja dengan sikap angkuh dan sombong. Bu Ratih yang tak sengaja mendengar obrolan mereka, membuat dia sangat kesal dan marah saat putri yang sangat sayangi di perlakukan rendah oleh orang lain. Dengan amarah yang menguasai dirinya, Bu Ratih memungut cek yang di berikan oleh nyonya Wijaya yang tergeletak di bawah lantai. "Tunggu!" panggil Bu Ratih. Langkah
Setelah Daren pergi untuk menyelesaikan semua masalah yang ada, Bu Ratih kembali mengingatkan putri kesayangannya atas apa yang baru saja dia dengarkan tadi. "Anna, jawab ibu. Apa kamu benar-benar akan menerima kembali pinangan tuan Daren? sudah jelas-jelas dia pria yang sudah memiliki pasangan," peringat Bu Ratih, berharap jika putrinya tidak salah mengambil keputusan dalam hidupnya. Anna menghela nafas panjang, lalu ia memutar badan dan menatap ibunya. Lalu menjawab. "Ya ibu, Anna sudah berpikir, jika calon bayi yang ada di dalam kandungan ini dia begitu membutuhkan figur seorang ayah, dan Anna juga yakin apa yang di katakan oleh tuan Daren membuat aku yakin," jelas Anna. Sebagai seorang ibu, ibu Ratih tidak bisa mencegah dia hanya berharap jika putrinya benar-benar bisa merasakan kebahagiaan. "Ya sudah, ibu hanya bisa berharap kamu dan tuan Daren segera menikah!" imbuh Bu Ratih. "Iya Bu," Anna tersenyum. Ketika ibu dan anak itu tengah berbicara serius tiba-tiba saj
"Tidak Anna! kamu sekarang tidak bisa lari dariku lagi, bagaimana pun juga calon bayi yang ada dalam kandunganmu adalah darah dagingku," tegas Daren meraih dan memegang kedua bahu mungil Anna. Kedua insan yang saling mencintai itu menatap satu sama lain dengan tatapan mendalam, terutama Anna rasanya air matanya sudah tak terbendung lagi. "Ku mohon, Anna. Jangan pernah lagi kamu pergi dariku, Renata dan aku hanya menikah dalam perjodohan, tidak ada rasa cinta dalam hatiku untuknya." jelas Daren sembari memeluk Anna dengan sangat erat. Bu Ratih yang hanya terpaku, entah kenapa dia melihat sebuah ketulusan di kedua manik mata Daren. Akan tetapi ada satu hal yang membuatnya sangat ragu dan di lema. "Tuan Daren sepertinya tulus pada Anna, tapi statusnya sebagai nyonya Renata hanya akan membawa masalah untuk Anna, bahkan semua orang mungkin akan mencemoohnya," batin Ratih. Setelah Anna dan Daren saling memeluk wanita paruh baya itu pun menghampiri dan mengingatkan keduanya. "Ann
Anna tercengang, dia sampai menutup mulut dengan kedua tangannya saat baru mengetahui semua kenyataan yang ada bahkan dia benar-benar tak habis pikir. "Tidak! itu tidak mungkin, bagaimana bisa mas Dirga begitu tega untuk mencelakai ku!" Dirga yang tak terima dengan cara Daren yang sengaja membuat Anna untuk menjauh dan membencinya. Pria itu pun segera menjelaskan. "Ana! apa yang di katakan oleh ka Daren itu bohong, aku tidak ingin mempunyai niat buruk padamu, dan aku benar-benar menyukaimu," Jelas Dirga beralibi. Mendengar perkataan Dirga yang berusaha untuk membela diri, membuat darah Daren mendidih. Dan tak kuasa lagi menahan diri untuk melayangkan kepalan tangannya tepat di wajah sepupunya itu. BLUGH! "Kau munafik sekali Dirga! Sudah jelas-jelas dirimu ingin mencelakai Anna dan calon bayinya." Bentak Daren yang sudah tak bisa lagi menahan emosi. Sampai Dirga terkena pukulan dan terjatuh tersungkur ke bawah lantai, tak terima di perlakukan kasar. Dirga berusaha mem