Beberapa jam kemudian, Daren dan Anna yang baru saja sampai terlihat lelah. Ingin rasanya Anna bertanya tentang suara wanita yang tak sengaja ia dengar. Tapi rasanya ia tak berani."Kau ingin aku antarkan ke mana Anna?" tanya Daren. Anna terbuyar dari lamunannya saat Daren melontarkan pertanyaan kepadanya. Melihat Anna yang terlihat gugup membuat Pria berprofesi sebagai CEO itu terheran. "Turunkan aku di rumah sakit saja tuan," pinta Anna. Tanpa banyak bicara lagi Daren pun memberikan perintah Rudi, Rudi yang sudah paham segera melaju ke arah rumah sakit tempat di mana ibunya Anna di rawat. Disepanjang perjalanan Anna hanya terdiam, dan terus memikirkan suara wanita yang masih terngiang jelas di telinganya. Meskipun awalnya dia tidak ingin tahu tentang pribadi bosnya tapi entah kenapa akhir-akhir selalu menjadi sebuah pertanyaan yang membuat Anna sedikit penasaran. "Ck, Anna! kenapa kamu terus memikirkan suara wanita tadi? siapa pun dia lagi pula bukan urusanku," batin Anna yang m
Tepat jam sepuluh malam, suara mobil terparkir terdengar. Renata yang sudah menunggu dari tadi terlihat begitu antusias. "Bu, sepertinya mas Daren sudah pulang. Aku ingin memberikan sebuah kejutan untuknya," ungkap Renata lalu menyimpan nampan yang berisikan jamu yang khusus di buat oleh ibu mertuanya. Nyonya Hilda ikut senang karena akhirnya Daren pulang juga, dia tak lupa juga mengingatkan Renata agar meminum jamu yang telah dia sediakan."Renata, ibu ke bawah dulu. Kamu harus ingat Daren memang sedikit cuek. Tapi ibu harap kamu harus sabar menghadapi sikapnya," imbuhnya. "Iya Bu, ibu tenang saja. Lagi pula aku dan mas Daren baru bertemu lagi semoga dia sudah sedikit berubah," balas Renata dengan penuh harap. Setelah ibu mertuanya pergi, Renata terlihat begitu sibuk mempersiapkan diri menatap penampilan dan menyemprotkan parfum wanita yang termahal sebagai dia beli kemarin. "Semoga mas Daren suka dengan parfum yang aku pakai ini, sudah satu tahun aku tidak bertemu dengannya. Ke
Renata duduk di atas ranjang, meskipun dia sedikit kecewa karena sang suami malah menyuruhnya keluar, tapi demi menjadi istri yang baik Renata mengambil inisiatif untuk menyiapkan piyama tidur Daren. "Aku harus lebih sabar lagi," gumam Renata yang terus menyemangati diri sendiri. Tanpa ingin memperlihatkan kesedihan dan kekecewaannya. Baru saja Renata selesai menyimpan piyama untuk sang suami, tiba-tiba saja Daren yang baru saja selesai mandi membuat jantungnya berdegup sangat kencang. Saat melihat ketampanan suami yang sangat dia cintai. Klek Pintu terbuka dan tertutup kembali, Renata tergugu dan memancarkan senyum sumringah di bibir merah merekahnya. "Mas kamu mandinya sudah selesai?" tanya Renata yang segera menghampiri."Iya," jawab Daren dengan nada datar, Renata tersenyum seraya meraih dan memegang lengan suaminya lalu mengambilkan piayama. "Mas aku sudah siapkan piayama kamu, oh iya lihat ibu sudah membuatkan jamu untukmu, di minum dulu mas lalu kita turun ke bawah untuk ma
Kediaman WijayaSetelah Daren selesai mandi, Renata begitu bersemangat saat berjalan dengan suami yang sangat dia kagumi dan sangat dia cintai itu. Mereka berjalan bersama menuruni tangga menuju ke arah meja makan yang berada di lantai bawah. Terlihat nyonya Hilda dan tuan Wijaya yang sedang duduk menunggu putra dan menantunya, kedua paruh baya itu sangat senang saat melihat Daren dan Renata yang saat ini sudah berkumpul lagi. "Ayah, ibu. Maafkan kami karena kalian sudah menunggu lama," sesal Renata yang menghampiri seraya memegang lengan Daren dan dari tadi seolah enggan melepasnya. Nyonya Hilda yang begitu senang, setelah menantunya yang baru saja pulang dari paris akhirnya bisa berkumpul kembali dengan putra sulungnya. "Renata sayang, kamu tidak usah minta maaf ayo sekarang kalian duduklah. Setelah lama kita tidak berkumpul malam ini lihatlah ibu sudah menyiapkan makanan kesukaan kalian," ujar nyonya Hilda dengan penuh semangat. "Iya Bu," Renata begitu senang, dia dan Daren du
Daren terdiam, saat ibunya terus saja menekan dirinya untuk memberikan seorang cucu. Tak ingin banyak di nasehati lagi dia hanya menganggukkan kepala. "Iya Bu, kami akan berusaha," jawab Daren singkat dengan wajah datar yang kembali melanjutkan makannya. Mendengar jawaban suaminya, Renata begitu bahagia. Dia tidak menyangka jika Daren yang dulu begitu dingin terhadapnya akhirnya hari ini seperti menunjukan perubahan sikap di depannya. "Ya ampun, kenapa jantungku berdegup sangat kencang seperti ini saat aku membayangkan jika mas Daren benar-benar sudah serius ingin memiliki seorang anak. Jadi kemungkinan aku akan menjadi nyonya Daren seutuhnya," batin Renata. Nyonya Hilda dan tuan Wijaya terlihat begitu puas dengan jawaban putra sulungnya. Tak lupa kedua paruh baya itu mengingatkan jika cucu pertama mereka lahir maka mereka akan memberikan beberapa saham perusahaan pada Renata. Hal itu tentu saja membuat wanita berprofesi model itu tampak antusias. "Ayah, ibu. Renata sangat senang
"Tentu saja Aku sangat merindukanmu Renata, sudah ini sudah malam aku sangat lelah beristirahatlah," Daren mulai merebahkan diri di samping Renata. Melihat suaminya yang tidur lebih dulu, membuat Renata sangat kecewa padahal sudah susah payah dirinya berdandan dengan sangat cantik malah yang di harapkan tidur dulu. Tapi bagi Renata itu tidak masalah, ada banyak waktu untuk meluluhkan hati suami yang sangat dia idam-idamkan selama ini. "Sabar Renata, nanti juga Daren pasti akan patuh seperti para pria lainya. Tak ingin membuat Daren merasa tak nyaman, Renata pun tanpa banyak bicara mulai menyusul dan tidur di samping Daren dengan perasaan yang sudah menggebu-gebu. "Mas, kenapa kamu membelakangi aku? kita kan sudah jadi suami istri, untuk apa kamu malu," goda Renata seraya memeluk Daren dari belakang dengan kedua jemari lentiknya. Jantung Daren berdegup sangat kencang, saat tangan Renata menggerayangi dada bidangnya dengan begitu agresif. Entah kenapa Daren malah tiba-tiba ingat pada
Tepat jam tujuh pagi, Anna akhirnya tiba di kantor wanita cantik itu berjalan dengan langkah yang terburu-buru setelah turun dari taxi. "Ya ampun, aku telat lima menit, gara-gara macet tadi sekitar tuan Daren tidak marah," gumam Anna seraya memeluk beberapa file di tangannya. Semua orang di kantor sudah fokus di mejanya masing-masing, entah kenapa suasana hari ini terasa berbeda. Kebetulan Rudi yang berpapasan mengatakan beberapa hal pada Anna. "Nona Anna," sapa Rudi. "Pak Rudi, maaf aku telat datangnya tadi karena macet," balas Anna menjelaskan, karena dia tak mau jika nanti bosnya malah akan memanggil dan menegurnya. Rudi yang sudah mendapatkan perintah, dia tidak memperbesar kesalahan Anna tapi dia tanpa sungkan lagi mulai mengatakan beberapa aturan baru yang sudah di putuskan oleh tuannya. "Tidak papa nona Anna, asalkan jangan tiap hari saja. Ada satu hal yang ingin aku sampaikan sekarang ikutlah," pinta Rudi. Anna terdiam, entah apa yang membuat Rudi terlihat begitu serius.
Setelah Anna kembali ke meja kerjanya, ia terlihat tidak fokus saat mengerjakan pekerjaannya karena masih mengingat perkataan semua rekan kerjanya. Mengenai bosnya yang ternyata telah mempunyai seorang istri. "Ck, apa yang sedang aku pikirkan? seharusnya aku tidak banyak berpikir. Mau apa pun juga itu urusan dia," Anna berusaha merutuki diri sendiri karena baginya apa pun status atasannya itu bukanlah ranahnya. Mengingat jam meeting yang sebentar lagi, Anna terpaksa beranjak dan keluar dari ruangannya untuk meminta tanda tangan. "Aku harus ke sana," tegas Anna beranjak dari tempat duduk seraya menghela nafas panjang dan membawa beberapa file penting dari dalam pelukannya. Wanita cantik berpenampilan modis itu berjalan dengan langkah yang anggun menyusuri lobi, hingga akhirnya sampai di depan ruangan atasannya. Tubuh Anna terlihat gemetar, tapi dia menarik nafas dalam-dalam dan mulai mengetuk pintu terlebih dahulu sebelum masuk. Tok...tok. "Siapa?" tanya Daren di dalam lebih dulu.
Daren terlihat sangat gelisah, saat dia masih dalam perjalanan mengejar Anna. bahkan beberapa kali lelaki itu terlihat terus menekan asistennya untuk mempercepat laju kecepatan mobilnya. "Cepat jalannya, apakah kamu tidak bisa menyetir!" bentak Daren dengan nada meninggi dan terlihat sangat gelisah. "Baik tuan, ini sudah sangat cepat," sahut sang asisten. Yang masih fokus melakukan tugasnya. Daren benar-benar terlihat cemas dan panik, berharap Anna tidak pergi sebelum dia datang. Tak hanya bisa menunggu sampai ke tempat tujuan, Daren meraih ponsel miliknya lalu berusaha untuk menghubungi wanita yang sangat dia cintai. Drrrt..drtt Panggilan telepon terus berbunyi, namun nihil tidak ada jawaban dari Anna, walaupun hanya sekedar pesan balasan. Membuat Daren semakin tak sabar dan lebih naik pitam. "Aakkkh, sial kenapa dia tidak mengangkat teleponku jangan bilang Anna benat-benar sudah pergi," Daren meracau dalam hati, perasaannya sama sekali tidak tenang. Lalu menekan kembali
Setelah Renata masih di ruangan UGD, semua orang terlihat sangat cemas dan panik. Setelah melihat insiden yang terjadi tadi. Tapi Nyonya Hanum yang masih belum mengerti dengan semua ucapan pelayan pribadinya. Membuat ia kembali memastikan apa maksud perkataanya tadi. "Bi Laksmi katakan padaku, maksud Bibi tadi apa mengatakan jika Renata adalah putrimu?" Nyonya Hanum menatap penuh selidik. Laksmi tertunduk malu, tapi setelah melihat putrinya yang saat ini sedang terpojok membuat ia tidak bisa lagi menyembunyikan kenyataan yang sebenarnya. "Nyonya benar, Renata adalah putriku yang sengaja aku bawa untuk nyonya rawat agar hidupnya bahagia, tapi yang aku liat malah sebaliknya," sesal Laksmi. "Astaga Bi, kenapa bibi sangat tega membiarkan Renata di panti asuhan saat itu? sekarang lihatlah Renata malah semakin susah untuk di atur karena obsesinya yang terlalu tinggi," Nyonya Hanum tak habis pikir. Mendengar perkataan mereka, tuan dan nyonya Wijaya segera menghampiri lalu menega
Daren dan kedua orang tuanya melirik ke arah sumber suara yang berada tepat di samping mereka, ibu Hanum dan bibi Laksmi merasa tak tega ketika melihat Renata yang berlutut memohon di bawah sana. "Nyonya Hanum, kebetulan anda kemari kami ingin membicarakan tentang putrimu yang sudah membuat kami malu dengan skandalnya." Hardik tuan Wijaya memberitahukan dengan nada tinggi. Nyonya Hanum dan bi Laksmi segera menghampiri dan berusaha untuk membantu Renata untuk bangun. "Renata bangunlah kamu nak," bujuk nyonya Hanum. Renata menggelengkan kepala, rasanya dia tidak ingin beranjak sebelum kedua mertuanya memberikan ampun padanya. "Nggak Bu, aku tidak mau, biarkan aku memohon pada mas Daren dan kedua orang tuanya," ucap Renata dalam tangisnya. Daren tersenyum getir, saat melihat dan mendengar kata-kata maaf dari Renata yang begitu enteng, seolah perbuatannya itu adalah hal kecil yang mudah untuk di maafkan. "Tidak! aku tidak sudi memaafkan wanita murahan sepertimu Renata mulai ma
"Aaakh tidak! kenapa semuanya jadi kacau seperti ini? dan kau tuan Andre! lihat ini semuanya gara-gara kamu," teriak Renata setengah frustasi sembari menjambak rambutnya. "Aku tidak tahu akan seperti ini Renata, jadi tenanglah. Kau bisa menjadi wanita ku untuk selamanya," bujuk Andrew menghampiri. Renata menepis kasar tangan pria itu, tak ingin kehilangan Daren. Ia segera memakai gaunnya kembali, lalu berusaha untuk mengejar dengan langkah yang tertatih-tatih. "Renata! tunggu!" panggil Andrew, yang masih di kerumuni oleh beberapa karyawan yang masih membidik kamera ke arahnya. Renata tidak menggubris panggilan Andrew. Baru saja keluar dari hotel, Kiki yang sudah lama menunggunya dari mobil segera menghampiri dan memanggil Renata. "Nyonya Renata! naiklah!" "Kiki, kau ternyata di sini?" Renata tak membuang waktu lagi, dengan cepat masuk ke dalam mobil dan meminta asistennya untuk mengejar Daren. Dengan patuh, Kiki melakukan sesuai perintah walaupun terpaksa harus mengebut.
Nyonya Wijaya benar-benar kecewa, sampai dia terduduk lemas di sofa dengan kepala yang sudah sangat sakit dan pusing. Karena bagaimana bisa menantu yang selalu dia idamkan malah ternyata hanya seorang wanita murahan yang sering bergonta-ganti seorang pria. "Renata! benar-benar kamu mengecewakan keluarga ini," Nyonya Wijaya sangat kesal, dengan berita yang mengegerkan hati ini membuat wajah keluarga Wijaya hilang di depan semua orang. "Tidak! Meskipun pernikahan Daren dan Renata sudah di sepakati oleh mas Wijaya, aku tetap tidak setuju dengan masalah ini," Nyonya Wijaya tak tahan lagi dengan berita yang tersebar. Ia segera menghubungi Daren dan juga suaminya tak lupa juga dengan Renata. Beberapa kali wanita paruh baya itu , terus menghubungi putra dan suaminya untuk membicarakan hal ini. Sementara Kiki asisten dari Renata sangat kaget ketika melihat skandal model yang ada dalam naungannya. "Astaga! gawat, bagaimana foto dan video nyonya Renata dan tuan Andrew bisa tersebar s
Kedua tangan Anna terkepal, netra coklatnya berkaca-kaca saat mendengar perkataan nyonya Wijaya. Yang begitu memandang rendah dirinya. Setelah berpikir dengan waktu yang cukup lama, Anna menarik nafas lalu dengan tegas kembali menolak tawaran uang dari wanita kaya itu. "Nyonya tidak usah repot-repot memberikan saya uang, jika itu keinginan anda maka aku akan melakukannya," Lirih Anna menangis. "Baguslah, kamu memang seharusnya tahu diri perbedaan kamu dan Daren sangatlah jauh berbeda, ambil saja cek itu tidak usah terlalu munafik!" ledek wanita paruh baya itu sembari memutar kedua mata malasnya. Lalu pergi begitu saja dengan sikap angkuh dan sombong. Bu Ratih yang tak sengaja mendengar obrolan mereka, membuat dia sangat kesal dan marah saat putri yang sangat sayangi di perlakukan rendah oleh orang lain. Dengan amarah yang menguasai dirinya, Bu Ratih memungut cek yang di berikan oleh nyonya Wijaya yang tergeletak di bawah lantai. "Tunggu!" panggil Bu Ratih. Langkah
Setelah Daren pergi untuk menyelesaikan semua masalah yang ada, Bu Ratih kembali mengingatkan putri kesayangannya atas apa yang baru saja dia dengarkan tadi. "Anna, jawab ibu. Apa kamu benar-benar akan menerima kembali pinangan tuan Daren? sudah jelas-jelas dia pria yang sudah memiliki pasangan," peringat Bu Ratih, berharap jika putrinya tidak salah mengambil keputusan dalam hidupnya. Anna menghela nafas panjang, lalu ia memutar badan dan menatap ibunya. Lalu menjawab. "Ya ibu, Anna sudah berpikir, jika calon bayi yang ada di dalam kandungan ini dia begitu membutuhkan figur seorang ayah, dan Anna juga yakin apa yang di katakan oleh tuan Daren membuat aku yakin," jelas Anna. Sebagai seorang ibu, ibu Ratih tidak bisa mencegah dia hanya berharap jika putrinya benar-benar bisa merasakan kebahagiaan. "Ya sudah, ibu hanya bisa berharap kamu dan tuan Daren segera menikah!" imbuh Bu Ratih. "Iya Bu," Anna tersenyum. Ketika ibu dan anak itu tengah berbicara serius tiba-tiba saj
"Tidak Anna! kamu sekarang tidak bisa lari dariku lagi, bagaimana pun juga calon bayi yang ada dalam kandunganmu adalah darah dagingku," tegas Daren meraih dan memegang kedua bahu mungil Anna. Kedua insan yang saling mencintai itu menatap satu sama lain dengan tatapan mendalam, terutama Anna rasanya air matanya sudah tak terbendung lagi. "Ku mohon, Anna. Jangan pernah lagi kamu pergi dariku, Renata dan aku hanya menikah dalam perjodohan, tidak ada rasa cinta dalam hatiku untuknya." jelas Daren sembari memeluk Anna dengan sangat erat. Bu Ratih yang hanya terpaku, entah kenapa dia melihat sebuah ketulusan di kedua manik mata Daren. Akan tetapi ada satu hal yang membuatnya sangat ragu dan di lema. "Tuan Daren sepertinya tulus pada Anna, tapi statusnya sebagai nyonya Renata hanya akan membawa masalah untuk Anna, bahkan semua orang mungkin akan mencemoohnya," batin Ratih. Setelah Anna dan Daren saling memeluk wanita paruh baya itu pun menghampiri dan mengingatkan keduanya. "Ann
Anna tercengang, dia sampai menutup mulut dengan kedua tangannya saat baru mengetahui semua kenyataan yang ada bahkan dia benar-benar tak habis pikir. "Tidak! itu tidak mungkin, bagaimana bisa mas Dirga begitu tega untuk mencelakai ku!" Dirga yang tak terima dengan cara Daren yang sengaja membuat Anna untuk menjauh dan membencinya. Pria itu pun segera menjelaskan. "Ana! apa yang di katakan oleh ka Daren itu bohong, aku tidak ingin mempunyai niat buruk padamu, dan aku benar-benar menyukaimu," Jelas Dirga beralibi. Mendengar perkataan Dirga yang berusaha untuk membela diri, membuat darah Daren mendidih. Dan tak kuasa lagi menahan diri untuk melayangkan kepalan tangannya tepat di wajah sepupunya itu. BLUGH! "Kau munafik sekali Dirga! Sudah jelas-jelas dirimu ingin mencelakai Anna dan calon bayinya." Bentak Daren yang sudah tak bisa lagi menahan emosi. Sampai Dirga terkena pukulan dan terjatuh tersungkur ke bawah lantai, tak terima di perlakukan kasar. Dirga berusaha mem