Baru saja Anna masuk ke dalam ruang ganti dan mulai membuka resleting dress yang tengah ia coba tadi, Daren yang baru saja ikut menyusul membuat kedua pelayan butik sangat terkejut. "Kalian! pergilah," perintah Daren dengan nada ketus dan sikap dinginnya. Kedua wanita berseragam hitam putih itu hanya mengangguk patuh tanpa berani lagi membantah. "Baiklah tuan, kami permisi."Anna yang baru saja membuka resleting dressnya di bagian punggung, tiba-tiba saja ia sedikit kaget dan terpaksa menegur kedua pelayan yang sedang berjaga di depan pintu. "Mbak! kenapa tiba-tiba saja masuk aku kan belum bilang kalau aku belum selesai," peringat Anna yang sedikit kesal, karena menyangka jika orang yang baru saja masuk ke dalam ruang ganti itu para pelayan tadi. Namun setelah ia memutar badan terlihat sosok pria tampan dan bertubuh kekar, membuat kedua bola mata Anna membuat sempurna. "AAkkkkh, tu-tuan Daren. Kenapa anda masuk ke sini?" tanya Anna yang terhenyak kaget seraya menutup kedua dada de
Beberapa jam kemudian, Daren dan Anna akhirnya sampai di kota R. Mereka segera turun dari mobil menuju ke sebuah hotel mewah yang sudah di sediakan di sana tak lupa juga Rudi berjalan mengikuti mereka, sembari membawakan beberapa barang bos dan rekannya kerjanya."Anna, cepat kamu ambil cardlock-nya aku ingin beristirahat dulu karena dia jam lagi baru kita temui tuan Wiliam," titah Daren dengan nada datar. "Baik tuan," Anna segera menuruti perintah sang bos, wanita cantik itu segera berjalan menuju meja resepsionis. Dan meminta cardlock untuk kamar VIP. Kedua petugas resepsionis itu pun menyambut hangat Anna dan mencecar beberapa pertanyaan padanya. "Selamat datang nona, apa ada yang bisa kami bantu?" tanya kedua wanita itu. Anna tersenyum, lalu ia mulai menjawab pertanyaan yang di lontarkan padanya. "Mbak, saya mau mengambil kunci kamar yang sudah di booking," jelas Anna. "Owh, tunggu sebentar ya nona. Kamu akan mengeceknya dulu," ujar salah satu dari mereka. Anna hanya menganggu
Anna terkejut saat bosnya membawa dia ke dalam kamar, rasanya ia merasa risih saat harus berada di dalam kamar yang sama. Tapi berbeda halnya dengan Daren. Dia seolah tidak peduli. "Kau ini ceroboh sekali Anna, mana kita harus meeting penting bersama klienbesok besar," Daren menggerutu, seraya perlahan membaringkan tubuh Anna di atas sofa. "Maafkan aku tuan, aku bisa mengobati sendiri," Anna berusaha bangun. Namun dengan cepatnya Daren menghentikan dan menegurnya agar tidak banyak bergerak dulu. Karena takutnya bengkak di kakinya akan malah bertambah. Tanpa membuang waktu lagi Daren berdiri dan segera meraih ponsel untuk menghubungi Rudi, agar memanggil Dokter untuk mengobati Anna karena ia tak mau jika sampai besok sekertaris sakit dan tidak ikut meeting penting proyek barunya. "Tuan, kenapa anda menyuruh Dokter ke sini padahal tidak usah. Aku akan mengoleskan salep dan nanti juga akan sembuh," Jelas Anna berusaha untuk mengingatkan. Daren menghela nafas panjang, lalu duduk di s
Ketika Daren dan Anna tengah berbicara serius, tiba-tiba saja seseorang datang mengetuk pintu dan membuat keduanya sedikit kaget. Tok...tok..."Siapa?" tanya Daren terlebih dahulu. Rudi yang sudah berdiri setia di depan pintu bersama seorang Dokter pun segera menyahut dan menjawab pertanyaan sang tuan. "Ini saya tuan, Rudi. Saya sudah memanggil Dokter sesuai yang anda perintahkan," jelas Rudi dengan penuh hormat. Tanpa membuang waktu lagi, Daren segera menyuruh asisten pribadinya untuk masuk ke dalam. Setelah mendapatkan ijin Rudi pun membuka pintu dan mempersilahkan sang Dokter.Keduanya masuk ke dalam, Daren yang tidak mau mengambil resiko jika Anna sampai sakit. Tanpa berbasa-basi lagi pria tampan itu pun meminta Dokter untuk segera memberikan pengobatan terbaik untuk sekertarisnya itu. "Selamat malam tuan, apakah ada yang bisa saya bantu?" sapa Dokter Fahri sembari melontarkan sebuah pertanyaan dengan penuh hormat. "Sekertaris Ku kakinya luka, tolong segera periksa dia, past
Tepat jam 10 malam, setelah Rudi memberikan beberapa resep obat dan salep luka. Daren terlebih dahulu mengingatkan Anna untuk makan sebelum dia membantunya memberikan obat. "Aku lihat dari tadi kamu belum makan Anna, sebelum makan obatnya lebih baik kamu makan dulu," peringat Daren meraih troli yang berisi beberapa menu makanan yang baru saja di antarkan oleh pelayan hotel mewah dan terbesar di kota itu. Anna yang masih sibuk mengetik laptopnya, membuatnya mengesampingkan peringatkan bosnya. "Nanti saya akan makan tuan, profosal-nya masih belum selesai," jawab Anna yang kembali mengetik beberapa materi meeting yang akan di laksanakan besok. "Ya sudah, aku mau mandi dulu. Setelah aku mandi aku ingin kamu menghabiskan makanan itu lalu aku aku akan mengoleskan salepnya nanti," Daren mengingatkan untuk yang kedua kalinya sembari berjalan ke arah kamar mandi. Anna seolah tidak mengubris peringatan bosnya, karena baginya meeting besok sangatlah penting karena keuntungannya untuk perusah
"Makan yang banyak, lalu minum obatnya. Besok adalah proyek besar. Aku tidak ingin kamu gagal," peringat Daren sembari menyuapi Anna dengan sangat lembut. Anna hanya mengangguk dengan perasaan yang gugup, bahkan ia sampai salah tingkah saat bosnya memberikan sebuah perhatian lebih. "Iya tuan, saya akan akan berusaha keras. Aku tidak ingin merepotkan anda jadi biarkan aku makan sendiri," Anna berusaha untuk menjaga jarak. Tapi tanpa Daren sadar, dia sudah terlanjur suka dengan Anna. Membuat lelaki tampan itu seolah tak mengijinkan Anna untuk membantah perintahnya. "Sudah, kamu cukup patuh saja Anna. Biarkan aku menyuapi mu sampai habis, sekarang ayo cepat habiskan. Aku tidak ingin kamu sampai sakit dan sampai menggagalkan proyek penting kita," Daren berdalih dengan alasan yang tetap sama, padahal jauh dari lubuk hatinya dia sudah benar-benar tertarik pada wanita yang ada di depan matanya. Dengan penuh kecanggungan Anna berusaha patuh menerima suapan dari Daren, sampai akhirnya tak
Di sebuah Bandara (Paris)Terlihat seorang wanita memakai baju sexy dengan kacamata hitam yang bertengger di atas hidung mancungnya, Renata terlihat sangat bersemangat saat akan bersiap untuk pulang ke tanah air. Tak lupa asisten pribadi Emy selalu mendampinginya. "Nyonya, apa anda yakin ingin pulang sekarang bukankah kesempatan jadi brand ambassador tas dari tuan Wiliam masih bisa di perpanjang lagi, bahkan beliau berani membayar nyonya tiga kali lipat asalkan nyonya mau bersedia lagi berkencan dengannya?" tanya Emy memastikan. Renata menyeringai saat mendengar asisten kepercayaannya mengingatkan, keuntungan besar yang bisa di diperolehnya. "Sebenarnya aku masih ingin bermain-main di sini Emy, tapi aku tidak bisa mengabaikan keinginan ibu dan ibu mertuaku untuk segera pulang dan terutama aku sudah sangat rindu sekali dengan suamiku," ujar Renata dengan penuh kebanggaan, mengingat Daren adalah satu-satunya pria yang sangat dia cintai. Meskipun Renata memiliki beberapa kekasih gela
Tepat jam sebelas malam, akhirnya Daren dan Anna sudah selesai meminum beberapa anggur merah. Hingga membuat keduanya mabuk cukup berat. "Aakkkhhh kepalaku pusing sekali," keluh Anna yang masih punya sedikit kesadaran diri setelah mereka sampai di dalam kamar, yang tadi di bantu oleh Rudi dan beberapa orang lainnya. "Ekhhmm tubuhku panas sekali," Daren memulai melonggarkan dasi yang melingkar di kemeja, lalu melemparkan ke sembarang arah. Anna yang baru saja merebahkan diri, saat merasa pusing dengan cepatnya ia bangun. saat melihat bosnya yang seolah akan tidur sana.Melihat Anna yang tengah terbaring dengan pose yang begitu seksi, seketika membuat hasrat yang ada di dalam diri Daren terpancing lagi. BRUUUKK!Dalam keadaan setengah sadar, Anna sangat terkejut saat melihat bosnya, yang tiba-tiba saja terbaring di dalam ranjang yang sama dengannya. Tak ingin lagi terulang dengan cepatnya Anna berusaha untuk menjaga jarak dengan cara beranjak dari ranjang berukuran king size itu. N
Daren terlihat sangat gelisah, saat dia masih dalam perjalanan mengejar Anna. bahkan beberapa kali lelaki itu terlihat terus menekan asistennya untuk mempercepat laju kecepatan mobilnya. "Cepat jalannya, apakah kamu tidak bisa menyetir!" bentak Daren dengan nada meninggi dan terlihat sangat gelisah. "Baik tuan, ini sudah sangat cepat," sahut sang asisten. Yang masih fokus melakukan tugasnya. Daren benar-benar terlihat cemas dan panik, berharap Anna tidak pergi sebelum dia datang. Tak hanya bisa menunggu sampai ke tempat tujuan, Daren meraih ponsel miliknya lalu berusaha untuk menghubungi wanita yang sangat dia cintai. Drrrt..drtt Panggilan telepon terus berbunyi, namun nihil tidak ada jawaban dari Anna, walaupun hanya sekedar pesan balasan. Membuat Daren semakin tak sabar dan lebih naik pitam. "Aakkkh, sial kenapa dia tidak mengangkat teleponku jangan bilang Anna benat-benar sudah pergi," Daren meracau dalam hati, perasaannya sama sekali tidak tenang. Lalu menekan kembali
Setelah Renata masih di ruangan UGD, semua orang terlihat sangat cemas dan panik. Setelah melihat insiden yang terjadi tadi. Tapi Nyonya Hanum yang masih belum mengerti dengan semua ucapan pelayan pribadinya. Membuat ia kembali memastikan apa maksud perkataanya tadi. "Bi Laksmi katakan padaku, maksud Bibi tadi apa mengatakan jika Renata adalah putrimu?" Nyonya Hanum menatap penuh selidik. Laksmi tertunduk malu, tapi setelah melihat putrinya yang saat ini sedang terpojok membuat ia tidak bisa lagi menyembunyikan kenyataan yang sebenarnya. "Nyonya benar, Renata adalah putriku yang sengaja aku bawa untuk nyonya rawat agar hidupnya bahagia, tapi yang aku liat malah sebaliknya," sesal Laksmi. "Astaga Bi, kenapa bibi sangat tega membiarkan Renata di panti asuhan saat itu? sekarang lihatlah Renata malah semakin susah untuk di atur karena obsesinya yang terlalu tinggi," Nyonya Hanum tak habis pikir. Mendengar perkataan mereka, tuan dan nyonya Wijaya segera menghampiri lalu menega
Daren dan kedua orang tuanya melirik ke arah sumber suara yang berada tepat di samping mereka, ibu Hanum dan bibi Laksmi merasa tak tega ketika melihat Renata yang berlutut memohon di bawah sana. "Nyonya Hanum, kebetulan anda kemari kami ingin membicarakan tentang putrimu yang sudah membuat kami malu dengan skandalnya." Hardik tuan Wijaya memberitahukan dengan nada tinggi. Nyonya Hanum dan bi Laksmi segera menghampiri dan berusaha untuk membantu Renata untuk bangun. "Renata bangunlah kamu nak," bujuk nyonya Hanum. Renata menggelengkan kepala, rasanya dia tidak ingin beranjak sebelum kedua mertuanya memberikan ampun padanya. "Nggak Bu, aku tidak mau, biarkan aku memohon pada mas Daren dan kedua orang tuanya," ucap Renata dalam tangisnya. Daren tersenyum getir, saat melihat dan mendengar kata-kata maaf dari Renata yang begitu enteng, seolah perbuatannya itu adalah hal kecil yang mudah untuk di maafkan. "Tidak! aku tidak sudi memaafkan wanita murahan sepertimu Renata mulai ma
"Aaakh tidak! kenapa semuanya jadi kacau seperti ini? dan kau tuan Andre! lihat ini semuanya gara-gara kamu," teriak Renata setengah frustasi sembari menjambak rambutnya. "Aku tidak tahu akan seperti ini Renata, jadi tenanglah. Kau bisa menjadi wanita ku untuk selamanya," bujuk Andrew menghampiri. Renata menepis kasar tangan pria itu, tak ingin kehilangan Daren. Ia segera memakai gaunnya kembali, lalu berusaha untuk mengejar dengan langkah yang tertatih-tatih. "Renata! tunggu!" panggil Andrew, yang masih di kerumuni oleh beberapa karyawan yang masih membidik kamera ke arahnya. Renata tidak menggubris panggilan Andrew. Baru saja keluar dari hotel, Kiki yang sudah lama menunggunya dari mobil segera menghampiri dan memanggil Renata. "Nyonya Renata! naiklah!" "Kiki, kau ternyata di sini?" Renata tak membuang waktu lagi, dengan cepat masuk ke dalam mobil dan meminta asistennya untuk mengejar Daren. Dengan patuh, Kiki melakukan sesuai perintah walaupun terpaksa harus mengebut.
Nyonya Wijaya benar-benar kecewa, sampai dia terduduk lemas di sofa dengan kepala yang sudah sangat sakit dan pusing. Karena bagaimana bisa menantu yang selalu dia idamkan malah ternyata hanya seorang wanita murahan yang sering bergonta-ganti seorang pria. "Renata! benar-benar kamu mengecewakan keluarga ini," Nyonya Wijaya sangat kesal, dengan berita yang mengegerkan hati ini membuat wajah keluarga Wijaya hilang di depan semua orang. "Tidak! Meskipun pernikahan Daren dan Renata sudah di sepakati oleh mas Wijaya, aku tetap tidak setuju dengan masalah ini," Nyonya Wijaya tak tahan lagi dengan berita yang tersebar. Ia segera menghubungi Daren dan juga suaminya tak lupa juga dengan Renata. Beberapa kali wanita paruh baya itu , terus menghubungi putra dan suaminya untuk membicarakan hal ini. Sementara Kiki asisten dari Renata sangat kaget ketika melihat skandal model yang ada dalam naungannya. "Astaga! gawat, bagaimana foto dan video nyonya Renata dan tuan Andrew bisa tersebar s
Kedua tangan Anna terkepal, netra coklatnya berkaca-kaca saat mendengar perkataan nyonya Wijaya. Yang begitu memandang rendah dirinya. Setelah berpikir dengan waktu yang cukup lama, Anna menarik nafas lalu dengan tegas kembali menolak tawaran uang dari wanita kaya itu. "Nyonya tidak usah repot-repot memberikan saya uang, jika itu keinginan anda maka aku akan melakukannya," Lirih Anna menangis. "Baguslah, kamu memang seharusnya tahu diri perbedaan kamu dan Daren sangatlah jauh berbeda, ambil saja cek itu tidak usah terlalu munafik!" ledek wanita paruh baya itu sembari memutar kedua mata malasnya. Lalu pergi begitu saja dengan sikap angkuh dan sombong. Bu Ratih yang tak sengaja mendengar obrolan mereka, membuat dia sangat kesal dan marah saat putri yang sangat sayangi di perlakukan rendah oleh orang lain. Dengan amarah yang menguasai dirinya, Bu Ratih memungut cek yang di berikan oleh nyonya Wijaya yang tergeletak di bawah lantai. "Tunggu!" panggil Bu Ratih. Langkah
Setelah Daren pergi untuk menyelesaikan semua masalah yang ada, Bu Ratih kembali mengingatkan putri kesayangannya atas apa yang baru saja dia dengarkan tadi. "Anna, jawab ibu. Apa kamu benar-benar akan menerima kembali pinangan tuan Daren? sudah jelas-jelas dia pria yang sudah memiliki pasangan," peringat Bu Ratih, berharap jika putrinya tidak salah mengambil keputusan dalam hidupnya. Anna menghela nafas panjang, lalu ia memutar badan dan menatap ibunya. Lalu menjawab. "Ya ibu, Anna sudah berpikir, jika calon bayi yang ada di dalam kandungan ini dia begitu membutuhkan figur seorang ayah, dan Anna juga yakin apa yang di katakan oleh tuan Daren membuat aku yakin," jelas Anna. Sebagai seorang ibu, ibu Ratih tidak bisa mencegah dia hanya berharap jika putrinya benar-benar bisa merasakan kebahagiaan. "Ya sudah, ibu hanya bisa berharap kamu dan tuan Daren segera menikah!" imbuh Bu Ratih. "Iya Bu," Anna tersenyum. Ketika ibu dan anak itu tengah berbicara serius tiba-tiba saj
"Tidak Anna! kamu sekarang tidak bisa lari dariku lagi, bagaimana pun juga calon bayi yang ada dalam kandunganmu adalah darah dagingku," tegas Daren meraih dan memegang kedua bahu mungil Anna. Kedua insan yang saling mencintai itu menatap satu sama lain dengan tatapan mendalam, terutama Anna rasanya air matanya sudah tak terbendung lagi. "Ku mohon, Anna. Jangan pernah lagi kamu pergi dariku, Renata dan aku hanya menikah dalam perjodohan, tidak ada rasa cinta dalam hatiku untuknya." jelas Daren sembari memeluk Anna dengan sangat erat. Bu Ratih yang hanya terpaku, entah kenapa dia melihat sebuah ketulusan di kedua manik mata Daren. Akan tetapi ada satu hal yang membuatnya sangat ragu dan di lema. "Tuan Daren sepertinya tulus pada Anna, tapi statusnya sebagai nyonya Renata hanya akan membawa masalah untuk Anna, bahkan semua orang mungkin akan mencemoohnya," batin Ratih. Setelah Anna dan Daren saling memeluk wanita paruh baya itu pun menghampiri dan mengingatkan keduanya. "Ann
Anna tercengang, dia sampai menutup mulut dengan kedua tangannya saat baru mengetahui semua kenyataan yang ada bahkan dia benar-benar tak habis pikir. "Tidak! itu tidak mungkin, bagaimana bisa mas Dirga begitu tega untuk mencelakai ku!" Dirga yang tak terima dengan cara Daren yang sengaja membuat Anna untuk menjauh dan membencinya. Pria itu pun segera menjelaskan. "Ana! apa yang di katakan oleh ka Daren itu bohong, aku tidak ingin mempunyai niat buruk padamu, dan aku benar-benar menyukaimu," Jelas Dirga beralibi. Mendengar perkataan Dirga yang berusaha untuk membela diri, membuat darah Daren mendidih. Dan tak kuasa lagi menahan diri untuk melayangkan kepalan tangannya tepat di wajah sepupunya itu. BLUGH! "Kau munafik sekali Dirga! Sudah jelas-jelas dirimu ingin mencelakai Anna dan calon bayinya." Bentak Daren yang sudah tak bisa lagi menahan emosi. Sampai Dirga terkena pukulan dan terjatuh tersungkur ke bawah lantai, tak terima di perlakukan kasar. Dirga berusaha mem